Anda di halaman 1dari 3

Etika Guru Terhadap Teman Sejawat 1.

Dalam bergaul dengan sesama guru hendaknya bersifat terus


terang, jujur dan terbuka. 2. Diantara sesama guru hendaknya selalu ada kesediaan untuk saling
memberi saran, nasehat dalam rangka melaksanakan jabatan masing- masing.

Etika Guru Terhadap Rekan Sejawat

1. Dalam bergaul dengan sesama guru hendaknya bersifat terus terang, jujur dan terbuka.

2. Diantara sesama guru hendaknya selalu ada kesediaan untuk saling memberi saran, nasehat dalam
rangka melaksanakan jabatan masing-masing.

3. Di dalam menunaikan tugas dan memecahkan persoalan bersama hendaknya saling tolong
menolong dan penuh toleransi.

4. Guru hendaknya tidak saling menggunjing sesama guru.[8]

5. Mengenal dan memahami kepribadian.

6. Menjalin komunikasi.

7. Melakukan persaingan sehat.

8. Suka berdiskusi dan bermusyawarah.

. Etika Guru Terhadap Peserta Didik

Akhlak guru yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas menghadapi para siswa telah dikemukakan oleh
para ahli pendidikan. Ibn Jama’ah misalnya, menyebutkan bahwa seorang guru dalam menghadapi
muridnya hendaknya:

1. Bertujuan mengharapkan keridhaan Allah SWT. menyebarkan ilmu dan menghidupkan syariat
Islam.

2. Memiliki niat yang baik.

3. Menyukai ilmu dan mengamalkannya.

4. Menghormati kepribadian para pelajar pada saat pelajar tersebut salah atau lupa, karena guru
sendiri terkadang lupa.

5. Memberikan peluang terhadap pelajar yang menunjukkan kecerdasan dan keunggulan.

6. Memberikan pemahaman menurut kadar kesanggupan murid-muridnya.

7. Mendahulukan pemberian pujian daripada hukuman.

8. Menghormati muridnya.

9. Memberikan motivasi kepada para siswa agar giat belajar.


10. Memperlakukan para siswa secara adil dan tidak pilih kasih.

11. Memberikan bantuan kepada para siswa sesuai dengan tingkat kesanggupannya.

12. Bersikap tawadhu’ (rendah hati) kepada para pelajar antara lain dengan menyebut namanya yang
baik dan sesuatu yang menyenangkan hati.[10]

Sementara itu al-Imam Muhyidin Yahya bin Syarf al-Nawawi, menyatakan bahwa seorang guru ketika
mengajar hendaknya berniat untuk memperoleh keridhaan-Nya dan jangan menjadikannya sebagai
perantara untuk mendapatkan kemewahan duniawi, melainkan yang harus ditanamkan dalam benaknya
adalah untuk beribadah. Untuk itu, maka diperlukan niat yang baik, walaupun masalah ini terhitung
cukup berat, terutama bagi orang yang pertama kali melaksanakan tugas mengajar. Selain itu, ia juga
harus menunjukkan kecintaan kepada ilmu pengetahuan dengan cara mengingat manfaat dan
keutamaan ilmu dan para ulama’ sebagai pewaris Nabi. Selanjutnya sikap tersebut dibarengi dengan
senantiasa menunjukkan kebaikan pada dirinya dan putra-putranya dengan bersikap lembut, sungguh-
sungguh memperbaiki budi pekertinya, bersikap sabar dalam menghadapi percobaan dan perlakuan
yang kurang menyenangkan dari murid-muridnya dengan cara melibatkan diri ke dalam perlakuan baik.
Hal yang berikutnya yang perlu dilakukan guru adalah menanyakan muridnya yang tidak hadir, berupaya
memperluas pemahamannya, memberikan nilai manfaat kepadanya, berupaya memberikan
pemahaman sesuai dengan tingkat kecerdasannya, serta tidak memberikan tugas yang terlalu ringan.
[11]

Selanjutnya Ibn Khaldun berpendapat bahwa seorang guru harus mengajar secara bertahap, mengulang-
ulang sesuai dengan pokok bahasan dan kesanggupan murid, tidak memaksakan atau membunuh daya
nalar siswa, tidak berpindah satu topik ke topik yang lain sebelum topik pertama dikuasai, tidak
memandang kelupaan sebagai suatu aib, tetapi agar mengatasinya dengan jalan mengulang, jangan
bersikap keras terhadap murid, mendekatkan murid pada pencapaian tujuan, memperlihatkan tingkat
kesanggupan murid dan menolongnya agar murid tersebut mampu memahami pelajaran.[12]

Dalam kaitannya dengan etika yang wajib dilaksanakan Guru terhadap muridnya, Imam al-Ghazali dalam
kitabnya Ihya ulum al-din menyatakan sebagai berikut:

1. Seorang guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dan memperlakukan
mereka seperti perlakuan mereka terhadap anaknya sendiri.

2. Tidak mengharapkan balas jasa atau ucapan terima kasih, tetapi dengan mengajar itu ia bermaksud
mencari keridhaan Allah SWT. dan mendekatkan diri kepada-Nya.

3. Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran, jika mungkin dan
jangan dengan terus terang, dengan jalan terus halus dan jangan mencela.

4. Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka menurut kadar
akalnya dan jangan disampaikan sesuatu yang melebihi tingkat tangkapannya agar ia tidak lari dari
pelajaran, ringkasnya berbicaralah dengan bahasa mereka.
5. Seorang guru garus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata dengan perbuatannya. [13]

Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa sosok guru yang ideal adalah guru yang memiliki motivasi
mengajar yang tulus, yaitu ikhlas dalam mengamalkan ilmunya, bertindak sebagai orang tua yang penuh
kasih sayang kepada anaknya, mampu menggali potensi yang dimiliki para siswa, bersikap terbuka dan
demokratis untuk menerima dan menghargai pendapat para siswanya, dapat bekerjasama dengan para
siswa dalam memecahkan masalah, dan ia menjadi tipe ideal atau idola bagi siswanya, sehingga siswa
itu mengikuti perbuatan baik yang dilakukan gurunya menuju jalan akhirat.[14]

Disini terlihat bahwa pada akhirnya para siswa dibimbing menuju taqarrub kepada Allah SWT, atau
berbagai upaya yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya dalam mengajar pada akhirnya harus dapat
membawa siswa menuju ke akhirat Allah SWT. Demikian pula sikap guru yang berniat ikhlas, tidak
mengharapkan imbalan, berakhlak mulia, mengamalkan ilmu yang diajarkan-Nya dan menjadi panutan
serta mengajar pada jalan Allah SWT., adalah merupakan nilai-nilai ajaran tasawuf, yaitu tentang zuhud,
qana’ah, tawakkal, ikhlas, dan ridha.[15]

Anda mungkin juga menyukai