Anda di halaman 1dari 12

Kitab Adabul Alim Wal Muta’allim Karya KH.

Hasyim Asy’ari
Kitab Adab Al-Alim wa al-Muta’allim adalah salah satu kitab pendidikan karya terpopuler
dari KH. Hasyim Asy’ari yang ditulis dengan menggunakan huruf dan tata bahasa arab,
sehingga pembaca dapat mengetahui dasar hukum dari setiap pembahasannya untuk
menggunakan metode yang ada dalam kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim. Adab Al-Alim
wa al-Muta’allim ini merupakan karangan KH. Hasyim Asy’ari yang berisi tentang aturan
etis dalam proses belajar mengajar atau etika praktis bagi guru atau santrinya dalam proses
pembelajaran. Kitab ini berisi 8 bab penting tentang etika pendidikan dalam Islam yang dapat
dijadikan referensi pembelajaran bagi guru dan santri (santri). Sebagaimana isi dari kitab
tersebut yaitu:
a. Bab Pertama Keutamaan ilmu pengetahuan dan ulama serta keutamaan mengajarkan
dan mempelajari ilmu pengetahuan. Pada bab tersebut menjelaskan tentang beberapa
manfaat ilmu pengetahuan dan menjadi seorang intelektualyang akan ditinggikan
derajatnya oleh Allah SWT.
b. Bab Kedua Etika santri didik terhadap diri sendiri. Pada bab ini setidaknya ada 10
macam etika yang harus dimiliki seorang santri sebagai individu.
c. Bab Ketiga; Etika santri didik terhadap guru. Pada bab ketiga ini berisi tentang etika
santri terhadap seorang guru atau pokok-pokok interaksi edukatif pesrta dengan guru
meliputi 12 bagian etika yang harus dipenuhi oleh pelajar kepada gurunya.
d. Bab Keempat Etika belajar bagi santri. Dalam hal belajar santri harus memperhatikan
13 etika dalam belajarnya. Di dalam kitab ini secara garis besar dijelaskan bahwa
seorang santri harus rajin belajar dan tidak menyianyiakan waktu belajarnya.
e. Bab Kelima, Etika guru terhadap diri sendiri/persona. Diantaranya ada 20 macam
etika yang harus dimiliki oleh setiap individu guru dalam berperilaku secara personal,
sehingga pada bab kelima ini kompetensi personal guru dijelaskan
f. Bab Keenam, Etika mengajar bagi guru. Pada bab ini terdapat 14 poin penting tentang
komponen-komponen dalam kegiatan pembelajaran meliputi persiapan sebelum
mengajar, dan persiapan mengajar meliputi strategi, tehnik, dan rencana
pembelajaran.
g. Bab Ketujuh, Etika guru terhadap santri. Pada bab ini erat kaitannya dengan interaksi
edukatif guru terhadap santri. Secara garis besar bab ini menjelaskan pada kegiatan
pembelajaran dimana guru sebagai seorang menjadi teladan dihadapan santri.
h. Bab Kedelapan, Etika terhadap kitab (buku). Pada bab ini menyinggung tentang cara
memperlakukan buku dengan baik.
Kedelapan bab tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian yang menjadi
signifikansi pendidikan, yaitu a) keutamaan ilmu pengetahuan dan ahli ilmu serta
mengajarkan dan mempelajari ilmu pengetahuan, b) tugas dan tanggung jawab santri.1
Pendidikan Karakter Perspektif K.H Hasyim Asy’ari
Konsep pendidikan karakter yang harus dilakukan peserta didik terhadap pendidiknya ada
dua belas macam, yaitu:

1
Binti Muthmainah, “Pembelajaran Kitab Adabul Alim Wal Muta’allim Karya Kh. M. Hasyim Asy’ari Dalam
Penanaman Etika Belajar Santri Pondok Pesantren Hidayatul Mubarok Bandar Mataram Lampung Tengah”,
Dimar, Vol. 1 No 1, Desember 2019, hal. 44-45.
1) Selektif memilih guru. K.H Hasyim menganjurkan untuk memilih dan
meneyeleksi siapa yang akan ia jadikan guru selaku pendidik, yang nantinya akan
ia gugu dan tiru perilaku dan keilmuannya, dan bisa menjadikan peserta didik
sebagai pribadi yang menanamkan nilai-nilai akhlaq dan budi pekerti yang baik
dalam hati. Setidaknya hal ini juga menjadi point utama mengapa seorang guru
harus memiliki 4 kompetensi, yaitu pedagogic, professional, kepribadian dan
social.
2) Memilih guru yang sanad keilmuannya jelas. Guru yang dipilih harus memiliki
pandangan yang luas akan ilmu syari’at dan sanad jalur keilmuannya terpercaya.
Jangan sampai memilih guru yang keilmuannya ia dapat dari belajar secara
otodidak dari literasi buku atau internet tanpa adanya bimbingan guru dan tidak
pernah terlihat bahwa guru tersebut mempelajari ilmu syari’at dari guru yang ahli.
Hemat penulis, yang dimaksud dalam point ini adalah seorang pendidik harus
memiliki kompetensi professional yang sesuai dengan bidang keahliannya.
3) Mematuhi seluruh perintah guru. Peserta didik jangan sampai keluar dari
pandangan dan peraturan yang ditetapkan oleh guru selaku pendidik. Bahkan
peserta didik harus pasrah betul dengan apa yang dilakukan pendidik terhadap
dirinya. Seperti pasrahnya orang sakit dengan apa yang dilakukan dan diberikan
dokter spesialis padanya. Peserta didik pun harus meyakini bahwa perintah dan
peraturan yang diberikan guru juga demi kebaikan peserta didik, meskipun itu
berat untuk dilakukan.
4) Memulyakan guru. KH. Hasyim menjelaskan bahwa ketika peserta didik
memandang gurunya sesuai dengan apa yang sudah disebutkan, maka akan
semakin mendekatkannya untuk dapat mengambil manfaat dari ilmu yang
diperoleh dari gurunya. Imam Abu Yusuf berkata: Aku pernah mendengar bahwa
ulama-ulama terdahulu berkata “Barang siapa tidak meyakini kemuliaan gurunya,
maka ia tidak akan pernah sukses dan hidup bahagia. Dalam hal ini, seorang
murid harus bisa menghormati gurunya sebagaimana dia menghormati orang
tuanya.
5) Menyadari bahwa guru memiliki hak atas dirinya serta menjunjung tinggi
keutamaan guru. Ketika guru masih hidup, maka peserta didik harus selalu
mendoakan kebaikan untuk gurunya karena ini salah satu hak guru yang harus
ditunaikan oleh murid selaku peserta didik. Ketika guru telah wafat, peserta didik
harus berjanji untuk selalu berziarah ke makam gurunya, serta mendo’akan
gurunya.
6) Berusaha bersabar menerima kekeliruan atau tingkah laku yang buruk pada
seorang guru. Jangan sampai sebuah kekeliruan yang dilakukan guru, membuat
peserta didik tercegah untuk tetap memantapan hati dan meyakini kesempurnaan
guru. Ketika guru memarahinya, peserta didik harus mengambil tindakan
terhormat dengan meminta maaf terlebih dahulu, mengakui kesalahannya.
7) Tidak masuk ke tempat dimana guru berada kecuali meminta ijin terlebih dahulu,
baik guru dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain. Jika peserta didik
meminta ijin masuk satu kali tapi tidak ada respon padahal gurunya tahu, maka
peserta didik harus segera menyingkir dan tidak meminta ijin masuk lagi. Tapi
jika peserta didik ragu gurunya mengetahui keberadaannya atau tidak, maka
peserta didik tidak boleh meminta ijin untuk masuk lebih dari tiga kali atau tiga
ketukan pintu.
8) Beretika ketika di hadapan guru. Sama halnya dengan penjelasan pada bab
sebelumnya, dalam hal ini K.H Hasyim menekankan untuk bersikap dan
berakhlak baik kepada gurunya dimanapun dan kapanpun.
9) Bertutur kata secara sopan dan santun kepada Guru. Ketika guru mengutarakan
pendapat atau dalil yang kurang jelas atau dirasanya kurang tepat, maka pada saat
itu peserta didik harus mengangan-angan dan mempertimbangkan pendapat atau
dalil gurunya secara mendalam. Ingatkan guru dengan tetap menunjukkan wajah
yang berseri-seri. Karena tidak ada manusia yang dapat terhindar dan terjaga dari
salah dan lupa.
10) Konsentrasi memperhatikan guru saat Belajar. Ketika guru menerangkan sebuah
hukum atau faidah pada suatu permasalahan, menceritakan sebuah cerita, atau
mendendangkan sebuah syair, dan peserta didik sudah hafal tentang apa yang
disebutkan gurunya, maka peserta didik harus tetap mendengarkan dan
konsentrasi.
11) Mendahulukan guru dalam hal apapun. Peserta didik jangan sampai mendahului
atau bersamaan dengan beliau dalam menjabarkan sebuah permasalahan atau
menjawab sebuah pertanyaan, menampakkan kecerdasan dan pengtahuan peserta
didik akan hal tersebut. Ketika guru berbicara, peserta didik tidak diperbolehkan
memotong pembicaraan, mendahalui atau bersamaan dengan gurunya dalam
berbicara.
12) Beradab ketika menerima sesuatu dari guru dan memberikan sesuatu kepada
guru.2
Etika Murid (Al-Muta’allim)
Adapun etika-etika atau adab-adab murid ketika belajar ialah sebagai berikut:
Pertama, seorang murid harus menyucikan hatinya dari perkara-perkara yang dapat
mencederai kesungguhan niatnya dalam belajar. Kedua, seorang murid harus bisa
menyingkirkan segala hal yang bisa mengganggu konsentrasi belajarnya untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan. Ketiga, seorang murid harus senantiasa rendah hati terhadap ilmu yang ia
pelajari, juga terhadap guru yang mengajarinya. Keempat, para ulama menyatakan bahwa
suatu ilmu itu tidak akan benar-benar dapat diraih, kecuali jika seseorang telah sempurna ke-
ahliyyah-annya (cakap akal sehatnya), tampak perilaku religiusnya, terbukti pengetahuannya,
dan terkenal bagaimana ia menjaga ilmunya (senantiasa belajar dan bisa menjadi suri
teladan). Kelima, para ulama telah menegaskan bahwa “Janganlah kalian belajar kepada
seseorang yang dulunya hanya banyak membaca buku, namun tidak memiliki guru. Barang
siapa hanya belajar dari tumpukan buku-buku, ia akan jatuh pada jurang kesalahpahaman,
darinya akan lahir banyak kekeliruan dan penyelewengan pengetahuan”. Keenam, seorang
murid harus dapat melihat gurunya dengan tatapan kemuliaan. Ketujuh, seorang murid harus
senantiasa mencari keridhaan gurunya, meskipun apa yang ia pikirkan berbeda dengan apa
yang menjadi keinginannya. Kedelapan, seorang murid tidak bisa sesuka hati masuk ke
ruangannya tanpa seizin darinya. Kesembilan, ketika akan memasuki majelis ilmu gurunya,
seorang murid hendaknya hadir dengan kesadaran penuh untuk menghormatinya. Kesepuluh,
2
Kustiana Arisanti dan M. Bahrul Lahut, “Pendidikan Karakter Perspektif K.H Hasyim Asy’ari; Refleksi Kitab
Adabul ‘Alim Wa Muta’allim”, Mozaic Islam Nusantara, Vol. 7 No. 1 April 2021, hal. 39-41.
seorang murid ketika memasuki ruang majelis (kelas), hendaknya ia mengucapkan salam
kepada siapa saja yang telah hadir dan memastikan semua orang mendengar salamnya.
Kesebelas, seorang murid tidak boleh sembarangan melintasi atau melewati di antara
kerumunan orang-orang (yang hadir) mencari tempat duduk. Kedua belas, seseorang tidak
diperkenankan untuk meminta atau menyuruh orang lain agar pindah dari tempat duduknya.
Ketiga belas, seseorang tidak diperkenankan tiba-tiba langsung duduk di tengah-tengah
kerumunan orang yang telah hadir. Keempat belas, seseorang harus senantiasa beradab
terhadap siapa saja yang telah hadir. Kelima belas, seseorang ketika belajar atau hadir dalam
majelis ilmu, tidak diperkenankan berteriak atau meninggikan nada suaranya seenaknya.
Keenam belas, seseorang murid tidak diperkenankan melakukan gerakan-gerakan yang sia-
sia, baik dengan tangannya maupun dengan anggota tubuh yang lainnya. Ketujuh belas,
ketika ada seorang murid yang bertanya, murid-murid yang lain tidak diperkenankan untuk
secara tiba-tiba menjawab pertanyaan tersebut dan menjelaskannya kecuali jika telah
diizinkan oleh sang guru. Kedelapan belas, seorang murid ketika ingin bertanya, hendaknya
dilakukan dengan perlahan dan dengan menggunakan bahasa yang baik. Kesembilan belas,
jika seorang guru bertanya padanya, “Apakah kau telah memahaminya?” Sebaiknya seorang
murid tidak serta-merta langsung menjawab “iya”, jika pada dasarnya ia belum benar-benar
memahaminya dengan baik. Kedua puluh, seorang murid tidak boleh malu untuk mengatakan
“saya belum paham”. Kedua puluh satu, misalnya, kemaslahatan yang akan ia dapatkan nanti
di lain waktu adalah kemantapan pemahaman tentang kebenaran dalam hatinya selama-
lamanya. Kedua puluh dua, ketika, misalnya, seorang guru menjelaskan suatu masalah, atau
menceritakan suatu hikayat, sedang salah seorang murid telah mengetahuinya bahkan
menghafalnya, ia tetap harus diam dan fokus memerhatikannya. Kedua puluh tiga, seorang
murid harus bisa menjaga moodnya agar senantiasa bergairah dalam belajar, baik di siang
hari maupun malam hari; baik saat ia sedang di rumah maupun sedang bepergian. Kedua
puluh empat, seorang murid harus bisa menerima dan bersabar dengan ketegasan sikap dan
tindakan sang guru. Kedua puluh lima, selain kesabaran, murid-murid juga seharusnya
memiliki mimpi dan cita-cita yang tinggi.
Kedua puluh enam, ketika seorang (murid) datang ke majelis ilmu, sementara sang guru
belum datang, maka ia harus menunggunya. Kedua puluh tujuh, seorang murid harus benar-
benar memaksimalkan waktu luangnya untuk belajar selagi ia masih punya waktu, selagi ia
masih muda, selagi badannya masih kuat dan sehat, serta selagi kecerdasannya masih
berfungsi dengan baik. Kedua puluh delapan, seorang murid harus rajin mengulangi materi
yang ia pelajari agar ia bisa mengerti sejauh mana kebenaran pemahamannya. Kedua puluh
sembilan, seorang murid hendaknya ketika akan memulai proses belajarnya, ia membaca
kalimat puji-pujian kepada Allah Swt. (alhamdulillah), lantas bershalawat kepada Rasulullah
Saw., kemudian memanjatkan doa untuk para ulama, guru-gurunya, kedua orang tuanya,
bahkan untuk semua umat Islam. Ketiga puluh, seorang murid harus senantiasa membaca
ulang catatan-catatannya. Ketiga puluh satu, selain seorang murid harus senantiasa membaca
ulang catatan-catatannya, memahaminya, lantas menghafalnya, hendaknya ia juga menemani
siapa saja yang hadir dalam majelis ilmu gurunya. Ketiga puluh dua, dalam proses belajar,
seorang murid harus senantiasa meminta bimbingan sang guru agar ia mendapat arahan
tentang mana yang lebih dahulu harus dihafalkan, dibaca berulang-ulang, serta mana yang
penting dan mana yang paling penting untuk dipelajari. Ketiga puluh tiga, seorang murid
ketika ia mendapatkan ilmu atau pemahaman yang baru, hendaknya buru-buru
menuliskannya, kemudian menekuninya dengan terus memuthala’ah apa-apa yang telah ia
tulis tadi. Ketiga puluh empat, seorang murid yang sudah memahami (materi pelajaran) tidak
boleh egois. Ketiga puluh lima, seorang murid tidak menghasud (mendengki) siapa pun, tidak
boleh menghina siapa pun, dan tidak boleh sombong dengan pengetahuannya.3

Adab-adab Pelajar Dengan Gurunya (8-12)

٨-‫ أن يجلس أمام الشيخ بأالدب كأن يحثو على ركبتيه أو يجلس كالتشهد غير أنه ال‬:‫والثامن‬
‫ وأن ال يلتفت بال ضرورة بل‬.‫يضع يديه على فخذيه أو يجلس متربعا بتواضع وحضوع وسكون وخشوع‬
‫يقبل بكليته عليه مصغيا له ناظرا إليه متعقال لقوله بحيث ال يحوجه إلى إعادة الكالم مرة‬
‫ثانية‬.
Kedelapan, apabila pelajar duduk dihadapan kyai, maka hendaklah ia duduk dihadapannya
dengan budi pekerti yang baik, seperti duduk bersimpuh diatas kedua lututnya (seperti duduk
pada tahiyat awal) atau duduk seperti duduknya orang yang melakukan tahiyat akhir, dengan
rasa tawadlu’, rendah diri, thumakninah (tenang) dan khusyu’.
Sang santri tidak diperbolehkan melihat ke arah gurunya (kyai) kecuali dalam keadaan
darurat, bahkan kalau memungkinkan sang santri itu harus menghadap kearah gurunya
dengan sempurna sambil melihat dan mendengarkan dengan penuh perhatian, selanjutnya ia
harus berfikir, meneliti dan berangan-angan apa yang beliau sampaikan sehingga gurunya
tidak perlu lagi untuk mengulangi perkataannya untuk yang kedua kalinya.
‫ وال‬،‫ وال يضطرب لضجة يسمعها وال يلتفت إليها‬.‫وال ينظر إلى يمينه أو يساره أو فوقه لغير حاجة وال سيما عند بحثه‬
‫ وال‬،‫ وال يقرع سنه‬،‫ وال يفتح فاه‬،‫ ال يعبث بيديه أو رجليه أو غيرهما من أعضائه‬،‫ وال يحسر عن ذراعه‬،‫ينفض كميه‬
‫ وال يستند بحضرة الشيخ‬،‫ وال يعبث بازاؤه ونحوه‬،‫ وال يشبك أصابع يديه‬،‫يضرب االرض ونحوها براحته أو باصابعه‬
‫إلى حائط أومخدة‬.

Pelajar tidak diperkenankan untuk melihat kearah kanan, arah kiri atau melihat kearah atas
kecuali dalam keadaan darurat, apalagi gurunya sedang membahas, berdiskusi tentang
berbagai macam persoalan.
Pelajar tidak diperbolehkan membuat kegaduhan sehingga sampai didengar oleh sang kyai
dan tidak boleh memperhatikan beliau, santri juga tidak boleh mempermainkan ujung
bajunya, tidak boleh membuka lengan bajunya sampai kedua sikunya, tidak boleh
mempermainkan beberapa anggota tubuhnya, kedua tangan, kedua kaki atau yang lainya,
tidak boleh membuka mulutnya, tidak boleh menggerak-gerakkan giginya, tidak boleh
memukul tanah atau yang lainya dengan menggunakan telapak tanganya atau jari-jari
tanganya, tidak boleh mensela-selai kedua tangannya dan bermain-main dengan mengunakan
sarung dan sebagainya.

3
Imam Nawawi, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim (Adab al-Alim wa al-Muta’allim wa Adab al-Mustafti, Terj.
Hijrian A. Prihantoro (Yogyakarta: DIVA Press, 2018), hal. 132-152.
‫ وال يحكي ما يضحك منه أو ما فيه بذاءة‬،‫ وال يعتمد على يديه إلى ورائه أو إلى جنبه‬،‫واليعطي الشيخ جنبه أو ظهره‬
‫ وال يبصق‬.‫ فإن غلبه يتبسم من غيرصوت‬،‫ وال يعجب دون الشيخ‬،‫ وال يضحك لغيرعجب‬.‫وسوء مخاطبة أو سوء أدب‬
‫ واذاعطس خفض صوته جهده‬.‫ واليلفظ النخامة من فيه بل ياخذهامن فيه بمنديل اوطرف ثوبه‬،‫واليتنحح ماامكنه‬
‫ واذاتثاءب سترفاه بعدرده جهده‬،‫وستروجهه بنحومنديل‬.

Santri ketika berada dihadapan sang kyai maka ia tidak diperbolehkan menyandarkan dirinya
ke tembok, ke bantal, juga tidak boleh memberikan sesuatu kepadanya dari arah samping atau
belakang, tidak boleh berpegangan pada sesuatu yang berada diselakangnya atau sampingnya.
Santri juga tidak diperkenankan untuk menceritakan sesuatu yang lucu, sehingga
menimbulkan tertawa orang lain, ada unsur penghinaan kepada sang guru, berbicara dengan
menggunakan kata-kata yang sangat jelek, dan menampakkan prilaku dan budi pekerti yang
kurang baik dihadapan gurunya.
Santri juga tidak boleh menertawakan sesuatu kecuali hal-hal yang kelihatan sangat
menggelikan, lucu dan jenaka, ia tidak boleh mengagumi sesuatu ketika ia berada dihadapan
gurunya.
Apabila ada sesuatu hal, peristiwa, kejadian yang lucu, sehingga membuat santri tertawa,
maka hendaknya jikalau tertawa tidak terlalu keras, tidak mengeluarkan suara. Ia juga tidak
boleh membuang ludah, mendehem selama hal itu bisa ditahan atau memungkinkan, namun
apabila tidak mungkin untuk dilakukan maka seyogianya ia melakukannya dengan santun. Ia
tidak boleh membuang ludah atau mengeluarkan riya dari mulutnya, namun yang paling baik
adalah seharusnya itu dilakukan dengan menggunakan sapu tangan atau menggunkana ujung
bajunya untuk dipakai sebagai tempat riya’ tersebut.
Apabila pelajar sedang bersin, maka hendaknya berusaha untuk memelankan suaranya dan
menutupi wajahnya dengan menggunakan sapu tangan umpamanya. Apabila ia membuka
mulut karena menahan rasa kantuk (angop) maka hendaknya ia menutupu mulutnya dan
berusaha untuk tidak membuka mulut (angop).
‫ فإن تادبه معهم تادب للشيخ واحترام‬،‫ فيوقر أصحابه ويحترم كبراءه وأقرانه‬،‫وأن يتأدب مع رفقته وحاضري المجلس‬
‫ وال يتكلم فى أثناء درس بما ال يتعلق به أو بما يقطع عليه‬،‫ وال يخرج عن صف بنية الحلقة بتقدم أو تاخر‬.‫لمجلسه‬
‫ وان اساءاحدادبه على الشيخ تعين على‬.‫ وان اساء بعض الطلبة على احدلم ينهره غيرالشيخ االباشارته‬.‫بحثه‬
‫ واليسبقه الى شرح مسالة اوجواب اوسؤال االان كان باذن منه‬.‫الجماعةانتهاره ورده واالنتصارللشيخ بقدراالمكان‬.

Sebagai pelajar ketika sedang berada dalam sebuah pertemuan, dihadapan teman, saudara
hendaknya memekai budi pekerti yang baik, ia selalu menghormati para sahabatnya,
memulyakan para pemimpin, pejabat, dan teman sejawatnya, karena menampakkan budi
pekerti yang baik kepada mereka, berarti ia telah menghormati para kyainya, dan
menghormati pada majlis (pertemuan). Hendaknya ia juga tidak keluar dari perkumpulan
mereka, majlis dengan cara maju ataupun mundur kearah belakang, santri (pelajar) juga tidak
boleh berbicara ketika sedang berlangsung pembahasan sebuah ilmu dengan hal-hal yang
tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan ilmu tersebut, atau mengucapkan sesuatu yang
bisa memutus pembahas ilmu.
Apabila sebagian santri (orang yang mencari ilmu) itu berbuat hal hal yang tidak kita
inginkan ( jelek) terhadap salah seorang, maka ia tidak boleh dimarahi, disentak-sentak,
kecuali gurunya sendiri yang melakukan hal itu, kecuali kalau guru memberikan sebuah
isyarat kepada santri yang lain untuk melakukannya.
Apabila ada seseorang yang melakukan hal-hal yang negatif terhadap seorang syaikh, maka
kewajiban bagi jamaah adalah membentak orang tersebut dan tidak menerima orang tersebut
dan membantu syaikh dengan kekauatan yang dimiliki (kalau memungkinkan).
Pelajar tidak boleh mendahului gurunya dalam menjelaskan sebuah permasalahan atau
menjawab beberapa persoalan, kecuali ia mendapat izin dari sang guru.
‫ وإن أمره الشيخ بذلك فال يفعله إال إذا جزم‬،‫ومن تعظيم الشيخ أن ال يجلس إلى جانبه وال على مصال ه وال على فراشه‬
‫ وقد تكلم الناس فى أي‬.‫ فال باس بامتثال أمره فى تلك احال ثم يعود إلى ما يقتضيه االدب‬،‫عليه جزمايشق عليه مخالفته‬
‫ فإن جزم الشيخ يما أمره به جزما أكيدا‬.‫ والذى يترجح التفصيل‬،‫االمرين أولى أن يعتمد امتثال االمر أو سلوك االدب‬
‫ وإال فسلوك االدب أولى لجواز أن يقصد الشيخ إظهار احترامه واالعتناء به فيقابل هو ذلك بما يجب‬،‫فامتثال االمر أولى‬
‫من تعظيم الشيخ واالدب معه‬.

Termasuk sebagaian dari mengagungkan seorang kyai adalah santri tidak duduk
disampingnya, diatas tempat shalatnya, diatas tempat tidurnya. Seandainya sang guru
memerintahkan hal itu kepada muridnya, maka jangan sampai ia melakukannya, kecuali
apabila sang guru memang memaksa dan melakukan intimidasi kepada santri yang tidak
mungkin untuk menolaknya, maka dalam keadaan seperti ini baru diperbolehkan untuk
menuruti perintah sang guru, dan tidak ada dosa. Namun setelah itu ia harus berprilaku
sebagaimana biasanya, yaitu dengan menjunjung tinggi akhlaqul karimah.
Di kalangan orang banyak telah timbul sebuah pertanyaan, manakah diantara dua perkara
yang lebih utama, antara menjunjung tinggi dan berpegang teguh pada perintah sang guru
namun bertentangan dengan akhlaqul karimah dengan menjunjung tinggi-tinngi nilai-nilai
akhlaq dan melupakan perintah sang guru ?
Dalam permasalahan ini, menurut pendapat yang paling tinggi (rajih) adalah hukumnya tafsil;
apabila perintah yang diberikan oleh guru tersebut bersifat memaksa sehingga tidak ada
kemungkinan sedikitpun untuk menolaknya, maka hukumnya yang paling baik adalah
menuruti perintahnya, namun bila perintah itu hanya sekedarnya dan bersifat anjuran, maka
menjunjung tinggi nilai moralitas adalah diatas segala-galanya, karena pada satu waktu guru
diperbolehkan untuk menampakkan sifat menghormati dan perhatian kepada santrinya
(murid) sehingga akan wujud sebuah keseimbangan (tawazun) dengan kewajiban-
kewajibannya untuk menghormati guru dan berprilaku, budi pekerti yang baik tatkala
bersamaan dengan gurunya.
.‫ فال يقول لم وال نسلم وال من نقل هذا وال أين موضعه وشبه ذلك‬،‫ أن يحسن خطابه مع الشيخ بقدر االمكان‬:‫ والتاسع‬-٩
‫ وإذا ذكر الشيخ شيئا فال‬.‫ ثم هو فى مجلس آخر أولى على سبيل االستفادة‬،‫فإن أراد استفادته تلطف فى الوصول إلى ذلك‬
‫ وإذا مر‬.‫ قال فالن بخالف قولك أو هذا غير صحيح ونحو ذلك‬:‫ وكذا ال يقول‬.‫يقول هكذا قلُت أو خطر لي أو كذا قال فالن‬
‫ فال يغير وجهه أو عينه بل‬،‫الشيخ على قول أو دليل ولم يظهر أو على خالف صواب لغفلة أو قصور نظر فى تلك احال‬
‫ فإن العصمة فى البَشر ليست إال الالنبياء صلوات هللا وسالمه أجمعين‬،‫يخذه ببشر ظاهر‬.
Kesembilan, Pelajar hendaknya berbicara dengan baik kepada pendidik semaksimal
mungkin. Pelajar tidak boleh berkata: "Mengapa demikian?, "Kami tidak setuju", "Siapa
yang menukil ini?", "Di mana sumber rujukannya (referensinya)?", dan lain-lain. Jika pelajar
ingin mengetahui semua itu, maka sebaiknya pelajar bersikap pelan-pelan untuk
melakukannya; dan yang lebih utama adalah menanyakan semua itu di majlis-majlis lain.
Ketika pendidik menerangkan suatu pelajaran, pelajar tidak boleh berkata: "Bagaimana
pendapat Anda?", "Saya punya pendapat, "Bagaimana pendapat Fulan", "Fulan berpendapat
berbeda dengan Anda", "Pendapat ini tidak benar!", dan perkataan-perkataan sejenisnya.
Jika pendidik mengutip suatu pendapat atau dalil yang tidak jelas atau tidak benar,
dikarenakan kelalaian atau kelemahan pendidik, maka hendaknya pelajar mengingatkan
pendidik dengan wajah berseri-seri, tanpa merubah air muka (mimik) maupun pandangan
mata; karena manusia tidak ada yang terpelihara dari kesalahan selain para Nabi AS.
.‫ اذاسمع الشيخ يذكرحكمافى مسالةاوفائدة اويحكي حكايةاوينشدشعراوهويحفظ ذلك اصغى اصغاءمستفيدله‬:‫ والعاشر‬- ١
‫فى الحال متعطش اليه فرح نه كانه لم يسمعه قط‬.

Kesepuluh, Ketika pendidik menyebutkan hukum suatu kasus, suatu pelajaran cerita, atau
membacakan sya'ir; sedangkan pelajar sudah menghafalnya, maka hendaknya pelajar
mendengarkan pendidik dengan seksama seolah- olah ingin mendapatkan pelajaran pada saat
itu; menampilkan perasaan dahaga untuk mengetahui pelajaran itu; dan bergembira layaknya
orang yang belum pernah mengetahui pelajaran itu sama sekali.
‫ وعنه‬.‫ فأريه ِمن نفسي اني الاحسن منه شيئا‬،‫ وأنا أعلم منه‬،‫ إني السمع الحديث من الرجل‬:‫قال عطاء رضي هللا عنه‬
‫ ولقد سمعته قبل أن يولد‬،‫ فأستمع له كاني لم أسمعه‬،‫ ان بعض الشبان ليتحدث حبديث‬:‫قال‬.

Atha' RA berkata: "Sesungguhnya saya pernah mendengar Hadits dari seorang laki-laki,
sedangkan saya lebih mengetahui Hadits itu dibandingkan dia; namun saya menampakkan
diri di depannya sebagai seorang yang tidak mengerti sedikitpun tentang Hadits itu". 'Atho'
RA juga berkata: "Sesungguhnya sebagian pemuda mendiskusikan suatu Hadits,, kemudian
saya mendengarkan seolah-olah saya belum pernah mendengar Hadits tersebut; padahal
saya sudah mendengar Hadits itu sebelum mereka dilahirkan".
‫ وال يقول َال لما فيه‬،‫فإن سأله الشيخ عند الشروع فى ذلك عن حفظه فال يجيب بنعم لما فيه من االستغناء عن الشيخ فيه‬
‫ أحب أن أسمعه من الشيخ أو أن أستفيده منه‬:‫من الكذب بل يقول‬.

Jika pendidik bertanya kepada pelajar di tengah-tengah memberi pelajaran, apakah pelajar
hafal semua pelajaran itu, maka pelajar tidak boleh menjawab: "Ya", karena jawaban itu
menunjukkan bahwa pelajar merasa tidak membutuhkan lagi kepada pendidik. Namun pelajar
juga tidak boleh mengatakan "Tidak", karena jawaban itu berarti dusta. Eloknya, pelajar
menjawab: "Saya senang mendengar pelajaran itu dari Bapak atau saya ingin mendapatkan
pelajaran dari Bapak.”
‫) منه وال يظهرمعرفته به أو إدراكه‬5( ‫ وال يساوقه‬.‫ أن ال يسبق الشيخ الى شرح مسالة اوسؤال‬:‫ والحادى عشر‬- ١١
‫ وال‬.‫ بل يصبرحتى يفرغ الشيخ من كالمه ثم يتكلم‬،‫ وال يساوقه‬،‫ وال يسابقه‬،‫ وال يقطع على الشيخ كالمه أَّي كالم كان‬.‫له‬
‫ وليكن ذهنه حاضرافى جبهة الشيخ بحيت اذاامره‬،‫يتحدث مع غيره والشيخ يتحدث معه اومع جماعة المجلس‬
‫بشيءاواشاراليه لم يحوجه الى اال عادة ثانيا‬.

Kesebelas, Pelajar hendaknya tidak mendahului pendidik untuk menjelaskan suatu masalah
atau menjawab suatu pertanyaan; begitu juga pelajar tidak boleh menjelaskan atau menjawab
bersamaan dengan pendidik. Pelajar hendaknya tidak menampakkan pengetahuan atau
pemahaman tentang hal itu.
Pelajar tidak boleh memotong pembicaraan pendidik dalam hal apapun; tidak mendahului
maupun membarengi pembicaraan pendidik, namun sebaiknya pelajar bersabar menunggu
sampai pendidik selesai berbicara, baru kemudian pelajar boleh berbicara.
Pelajar tidak boleh berbincang-bincang dengan orang lain, padahal pendidik sedang berbicara
dengan pelajar maupun para pelajar lain yang berada di majlis. Pelajar seharusnya
memfokuskan perhatian kepada pendidik, sekiranya apabila pendidik memerintahkan sesuatu,
bertanya sesuatu, maupun memberi isyarat kepadanya, pendidik tidak perlu mengulang
sampai dua kali.
‫ فإن كان ورقة يقرؤها كفتيا أو قصة أو مكتوب شرع أو نحو‬.‫ إذا تناوله الشيخ شيئا تناوله باليمين‬:‫ والثاني عشر‬- ١٢
‫ وال يدفعها إليه مطوية إال إذا علم أو ظن إيثار الشيخ لذلك‬،‫ذلك نشرها ثم رفعها إليه‬.

Kedua belas, Apabila pendidik menyerahkan sesuatu kepada pelajar, maka sebaiknya pelajar
menerimanya dengan tangan kanan. Jika pelajar mau menyerahkan lembaran kertas yang
sedang dia pegang untuk dibaca, lembaran cerita maupun lembaran-lembaran tulisan syara'
(teks-teks suci agama Islam), dan sejenisnya; maka hendaklah pelajar membuka lembaran-
lembaran dan mengangkatnya untuk diserahkan kepada pendidik. Pelajar tidak boleh
menyerahkan lembaran-lembaran itu dalam keadaan tertutup atau terlipat, kecuali jika pelajar
yakin atau menduga bahwa pendidik memang menghendaki seperti itu.
‫ فان كان النظر فى موضع معين‬.‫وإن ناول الشيخ كتابا انوله إياه مهيئالفتحه والقراءة فيه من غيراحتياج الى ادارته‬
‫ ويمد يديه إليه إذا كان‬،‫ وال يحذف إليه الشيء حذفا من كتاب أو ورقة أو غير ذلك‬،‫فليكن مفتوحا كذلك ويعين له المكان‬
‫ وال يزحف إليه زجفا‬،‫الشيخ بعيدا وال يحوجه إلى مد يديه الخذ منه أو عطاء بل يقوم إليه قائما‬.

Apabila pelajar mau menyerahkan sebuah kitab, maka sebaiknya dia menyerahkan dalam
keadaan siap untuk dibuka dan dibaca tanpa perlu mencari-cari lagi. Jika pendidik ingin
melihat bagian tertentu dari kitab itu, maka sebaiknya pelajar membuka bagian kitab yang
dikehendaki pendidik dan menunjukkan bagian yang dimaksud dengan jelas. Pelajar tidak
boleh melempar apapun kepada pendidik, baik berupa kitab, lembaran, da sejenisnya.
Pelajar sebaiknya mengulurkan tangannya kepada pendidik, jika posisi pendidik jauh;
sehingga pendidik tidak perlu mengulurkan tangan untuk mengambil maupun menerima
(benda/kitab yang diserahkan), bahkan lebih baik lagi jika pelajar berdiri menuju pendidik,
namun tidak perlu sampal merangkak (bahasa Jawab: berangkang).
‫ وال يضع يده أو رجله أو شيئا من بدنه أو ثيابه‬،‫وإذا جلس بين يديه فال يقرب منه قربا كثيرا ينسب فيه إلى سوء أدب‬
‫ وإن وضع بين يديه‬.‫ وإذا ناوله قلما ليكتب به فليمده قبل إعطائه إياه‬.‫على ثياب الشيخ أو وسادته أو سجادته أو فراشه‬
‫ ويده‬،‫) وال نصابها‬7( ‫) فال يصوب إليه شفرتها‬6( ‫ وإذا ناوله سكينا‬.‫دواة فلتكن مفتوحة الغطاء مهيئة للكتابة منها‬
‫قابضة على الشفر بل عرضها وحد شفرتها الى جهته قابضاعلى طرف النصاب ممايلى الفصل جاعال نصابهاعلى يمين‬
‫االخذ‬.

Jika pelajar duduk di depan pendidik, maka pelajar tidak boleh duduk terlalu dekat sehingga
menimbulkan kesan tidak bertata-krama. Pelajar tidak boleh meletakkan tangan, kaki, atau
bagian tubuh lain maupun pakaiannya di atas pakaian, bantal, sajadah maupun tempat tidur
pendidik.
Apabila pelajar mau menyerahkan pena untuk digunakan menulis oleh pendidik, maka
sebaiknya pelajar mengulurkan tangannya sebelum memberikan pena itu kepada pendidik.
Jika pelajar mau meletakkan tempat tinta di depan pendidik, maka hendaknya tempat tinta itu
dalam keadaan sudah terbuka dan siap pakai menulis. Sedangkan jika mau menyerahkan
pisau kepada pendidik, maka pelajar tidak boleh mengarahkan bagian pisau yang tajam
maupun pegangan pisau ke arah pendidik, melainkan menyerahkan pisau itu dalam posisi
melintang (horizontal), dengan sisi tajam pisau mengarah kepada pelajar dan menggenggam
gagang pisau dengan posisi searah dengan tangan kanan pendidik yang akan menerima pisau
itu.
‫ وال تجلس بحضرة الشيخ على سجادة‬.‫ واالدب أن يفرشها هو عند قصد ذلك‬،‫وإن ناوله سجادة يصلى عليها نشرها أوال‬
‫ وإذا قام الشيخ بادرالقوم الى اخذالسجادة والى االخذ‬.‫وال يصلى عليها إذا كان المكان غير طاهر أو يحتاج إليها لعذر‬
‫بيده اوعضده ان احتاج اليه والى تقديم نعله ان لم يشق ذلك على الشيخ ويقصدون بذلك كله التقرب الى اهللا وطلب‬
‫رضاالشيخ‬.

Apabila pelajar mau menyerahkan sajadah untuk dipakai shalat oleh pendidik, maka
sebaiknya pelajar menghamparkan sajadah itu terlebih dahulu. Memang tata-kramanya adalah
menghamparkan sajadah itu, ketika hendak dipakai shalat oleh pendidik. Pelajar tidak boleh
duduk maupun shalat di atas sajadah itu, ketika berada di hadapan pendidik, kecuali jika
tempat lainnya tidak suci atau memang ada uzur untuk menggunakan sajadah tersebut. Ketika
pendidik sudah selesai menggunakan sajadah, maka para pelajar hendaknya bergegas
mengambil sajadah itu dan membawanya dengan tangan atau lengannya, jika pendidik
menghendaki hal itu. Demikian juga, pelajar hendaknya mempersiapkan alas kaki yang
dipakai pendidik jika hal itu tidak memberatkan hati pendidik. Semua sikap ini dimaksudkan
untuk bertaqarrub kepada Allah dan mencari ridha pendidik.
‫ والسؤال‬،‫ وخدمته لعالم يتعلم منه‬،‫ قيامه ِمن مجلسه ال بيه‬:‫) الشريف منهن وإن كان أميرا‬8( ‫ أربعة ال يانف‬:‫فقد قيل‬
‫ وخدمته لضيفه‬،‫عماال يعلم‬.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa ada 4 hal yang tidak akan diacuhkan oleh orang yang
mulia, sekalipun dia adalah pemimpin, yaitu: berdiri dari tempat duduknya karena
menyambut ayahnya; melayani pendidik yang menjadi sumbernya belajar; bertanya tentang
sesuatu yang tidak diketahui; dan melayani tamunya.
‫ ويتقدم عليه فى‬.‫وإذا مشى مع الشيخ فليكن أمامه با ليل ووراءه بالنهار إال أن يقتضي االمر خالف ذلك لزحمة اوغيرها‬
‫ ويحترز من ترشيش ثياب الشيخ‬،‫لملواطن المجلهولة احال لوحل أو خوض فى لملواطن الخطرة‬.
Ketika berjalan bersama pendidik, pelajar sebaiknya berada di depan pendidik jika saat itu
adalah malam hari; akan tetapi pelajar hendaknya berjalan di belakang pendidik jika saat itu
adalah siang hari; kecuali jika kondisi menuntut sebaliknya, semisal karena ada keramaian,
dan sebagainya.
Pelajar sebaiknya berada di depan pendidik ketika berjalan di tempat- tempat yang belum
dikenal, agar tidak terperosok ke dalam lumpur maupun tercebur. Demikian juga ketika
berjalan di tempat-tempat yang mengkhawatirkan; dan pelajar hendaknya menjaga agar
pakaian tidak sampai terkena percikan apapun.
‫ فان كان وحده‬.‫ واذامشى امامه التفت اليه بعد كل قليل‬.‫واذاكان فى زحمة صانهاعنها بيده امامن قدامه ام من وراءه‬
‫وقيل عن يساره – متقدماعليه قليال ملتفتااليه‬- ‫والشيخ يكلمه حالة المشي وهوظل فليكن عن يمينه‬.

Apabila berjalan di tengah keramaian, hendaknya pelajar melindungi pendidik dengan


tangannya, baik dari arah depan maupun arah belakang. Jika pelajar berjalan di depan
pendidik, maka sebaiknya dia menoleh setiap selang beberapa waktu. Jika pelajar itu
sendirian, lalu pendidik mengajaknya bicara di tengah perjalanan, sedangkan keduanya
sedang berada di tempat yang teduh, maka hendaknya pelajar berada di samping kanan
pendidik, dan menurut keterangan lain, sebaiknya berada di samping kiri pendidik, dengan
posisi agak lebih maju dan bisa menoleh kepada pendidik.
Pelajar hendaknya memperkenalkan orang-orang yang mendekat untuk menemui pendidik,
jika pendidik belum mengenal orang yang bersangkutan. Pelajar tidak boleh berjalan di
samping pendidik kecuali ada kebutuhan atau ada isyarat dari pendidik (untuk melakukan hal
itu).
‫ وال يمشى إلى جانب الشيخ إال لحا جة أو‬.‫ويعرف الشيخ بمن قرب منه ممن قصده من االعيان إن لم يعلم الشيخ به‬
،‫ ويؤثره لجهة الظل فى الصيف‬.‫ ويحترز عن مزاحمته بكتفه أو بكتف دابته إن كانا راكبين ومالصقة ثيابه‬.‫إشارة منه‬
‫ وال يمشى بين الشيخ وبين من‬.‫ وبالجهة التى ال تقرع الشمس فيها وجهه إذا التفت إليه‬،‫وبجهة الشمس فى الشتاء‬
‫ فاذاادخال ه فى الحديث فليات من جانب اخر‬.‫ بل يتاخرعنهمااذاتحدثااويتقدم وال يقرب وال يسمع وال يلتفت‬،‫يحدثه‬.

Pelajar hendaknya melindungi pendidik dari berdesak-desakan dengan bahunya atau bahu
binatang tunggangannya, jika keduanya naik binatang tunggangan; serta menempel pada
pakaian pendidik. Selain itu, pelajar sebaiknya memilihkan jalan yang teduh ketika musim
panas, dan memilihkan bagian jalan yang tersinari matahari, ketika musim dingin; serta di
arah yang membuat (wajah) pendidik tidak terkena sinar matahari, sewaktu-waktu pendidik
menoleh kepada pelajar.
Pelajar tidak boleh berjalan di tengah-tengah pendidik dan orang lain yang sedang diajak
bicara oleh pendidik; akan tetapi posisi pelajar sebaiknya lebih mundur atau lebih maju; tidak
mendekati, mendengarkan maupun menoleh kepada mereka berdua. Apabila pendidik ingin
melibatkan pelajar dalam perbincangan, maka hendaklah pelajar mendatanginya dari arah
lain.
‫ بل‬،‫ وال يسلم عليه من بعيد وال من ورائه‬،‫وإذا صادف الشيخ فى الطريق بدأه با لسالم ويقصده إن كان بعيدا وال يناديه‬
‫ وال يسأله فى الطريق‬،‫ وال يشير عليه ابتداء بأالخذ فى طريق حتى يستشيره‬،‫يقرب منه ويتقدم عليه ثم يسلم‬.
Ketika pelajar bertemu pendidik, sebaiknya pelajar lebih dahulu memberi salam kepada
pendidik. Pelajar sebaiknya datang menyongsong pendidik apabila posisi pendidik itu jauh.
Pelajar tidak boleh memanggil dan memberi salam kepada pendidik dari kejauhan maupun
dari arah belakang, akan tetapi harus mendekatinya, maju menemuinya, baru kemudian
mengucapkan salam kepada pendidik.
Pelajar hendaknya tidak mendahului perbincangan di tengah jalan, sampai pendidik yang
mengajaknya berbicara. Pelajar sebaiknya tidak bertanya kepada pendidik di tengah
perjalanan.
‫ واذاصعدمعه سلما‬.‫وإذا وصل إلى منزل الشيخ فال يقف قبالة بابه كراهة أن يصادف خروج ما يكره الشيخ اطالعه عليه‬
:‫ وال يقول لماراه الشيخ وكان خطا‬.‫ واذانزل الشيخ سبقه الحتمال ان تزل رجل الشيخ فيعتمده‬.‫تاخرالمتعلم عن الشيخ‬
‫ الراي عندي كذااوشبه ذلك‬:‫ وال يقول‬.‫ ان الظاهران المصلحة فى كذا‬:‫ بل يقول‬،‫هذاخطاوال هذا ليس براي‬.

Ketika pelajar tiba di rumah pendidik, maka pelajar tidak boleh berdiri di depan pintu
rumahnya, karena dikhawatirkan berpapasan dengan seseorang yang keluar dari pintu itu,
sedangkan pendidik tidak ingin orang itu terlihat oleh pelajar.
Jika pelajar mau naik tangga bersama pendidik, maka hendaknya pelajar berjalan di belakang
pendidik; namun jika turun dari tangga, hendaknya pelajar berjalan di depan pendidik,
sehingga sewaktu-waktu pendidik terpeleset kakinya, pendidik bisa bertopang kepada pelajar.
Pelajar tidak boleh berkomentar atas pendapat yang dikemukakan oleh pendidik, meskipun
pendapat itu salah. Misalnya: "Pendapat ini salah", "Pendapat ini tidak sesuai dengan
pendapatku". Akan tetapi hendaknya pelajar berkata: "Tampaknya, bahwa yang maslahat
adalah seperti ini, pelajar tidak boleh berkomentar: "Menurut pendapatku adalah..." dan
komentar-komentar sejenis.4

DAFTAR PUSTAKA
Arisanti, Kustiana dan M. Bahrul Lahut. 2021. Pendidikan Karakter Perspektif K.H Hasyim
Asy’ari; Refleksi Kitab Adabul ‘Alim Wa Muta’allim. Mozaic Islam Nusantara. 7(1):
39-41.
Asy’ari, Hasyim. Pendidikan Karakter Khas Pesantren (Adabul ‘Alim wa al-Muta’allim).
Terjemahan oleh Rosidin. Tangerang: Tira Smart, 2017.
Muthmainah, Binti. 2019. Pembelajaran Kitab Adabul Alim Wal Muta’allim Karya Kh. M.
Hasyim Asy’ari Dalam Penanaman Etika Belajar Santri Pondok Pesantren
Hidayatul Mubarok Bandar Mataram Lampung Tengah. Dimar. 1(1): 44-45.
Nawawi, Imam. Adabul ‘Alim Wal Muta’allim (Adab al-Alim wa al-Muta’allim wa Adab al-
Mustafti. Terjemahan oleh Hijrian A. Prihantoro. Yogyakarta: DIVA Press, 2018.

4
Hasyim Asy’ari, Pendidikan Karakter Khas Pesantren (Adabul ‘Alim wa al-Muta’allim), Terj. Rosidin
(Tangerang: Tira Smart, 2017), hal. 37-50.

Anda mungkin juga menyukai