Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH ETIKA GURU TERHADAP ANAK DIDIK

 
A.      Pendahuluan
Etika berasal dari kata etik yang berarti aturan, tata susila, sikap atau akhlak. Menurut
kamus besar Bahasa Indonesia, etik merupakan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak, sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan kewajiban moral (akhlak).
Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka seorang guru harus memiliki etika terhadap
anak didik, karena seorang guru memiliki tangung jawab yang besar, tanggung jawab pendidik
terjadi karena adanya sifat tergantung dari anak, akan membutuhkan bantuan atau pertolongan
dari pendidik. Maka etika terhadap anak didik sangat perlu agar antara pendidik dengan anak
didik tidak terjadi kesetimbangan.
B.       Etika Guru Terhadap Anak Didik
Pendidikan sekolah merupakan lanjutan dari pendidikan yang berlangsung di dalam
rumah tangga, dan berperan dalam sekolah ialah guru. Guru adalah sebagai pendidik dan orang
dewasa, maka dan tingkah laku dan perbuatannya akan berkesan di hati anak, dan akan
diusahakanya untuk mencontoh dan meniru guru tersebut.
Anak menganggap bahwa segala perbuatan dan tingkah laku guru adalah baik, maka ia
suka untuk mencontoh perbuatan atau tingkah laku tersebut. Kepribadian dapat dianggap sebagai
keseluruhan karakteristik (tingkah laku) dan ciri-ciri dari kepribadian seseorang. Kepribadian
meliputi tingkah laku, kecerdasan, sikap, minat kecakapan, pengetahuan, tabiat, dan sebagainya
yang merupakan perwujudan tingkah laku.
Fungsi guru sebagai seorang pemimpin dan contoh teladan bagi anak, maka ia harus
memiliki tingkah laku yang utama (kepribadian utama), seorang guru tidak hanya menunjukkan
kata-kata “itulah” beginilah norma-norma” dan sebagainya. Akan tetapi, guru harus
mempraktekkannya (guru itu menjadikan sifat-sifat terpuji sebagai keseluruhan dari
kepribadiannya).[1]
Hubungan guru dengan siswa / anak didik di dalam proses belajar-mengajar merupakan
faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan,
bagaimanapun sempurnanya metode yang dipergunakan, namun jika hubungan guru dengan
siswa merupakan hubungan yang tidak harmonis, maka dapay menciptakan suatu yang tidak
diinginkan.
Tanggung jawab seorang pendidik sangatlah penting bagi anak didik, karena anak
membutuhkan bantuan atau pertolongan dari pendidik. Sifat tergantung ini dijumpai dalam
hubungan kodrat antara orang tua dengan anak atau dengan yang bertanggungjawab atas
perkembangannya.[2] Oleh karena itu, pendidik harus mengetahui perkembangan kejiwaan anak
tersebut agar lebih mudah dilaksanakan pendidikan. Di samping itu perlu dikembangka sikap
demokratis dan terbuka dari para guru, perlu ada keaktifan dari pihak siswa, guru harus bersikap
ramah sebaliknya siswa juga harus bersifat sopan, saling hormat menghormati, guru lebih
bersifat manusiawi, masing-masing pihak bilamana perlu mengetahui latar belakang baik guru
maupun siswa.
Apabila hal-hal tersebut dapat dipenuhi maka akan tercipta suatu komunikasi yang
selaras antara guru dan siswa, memang untuk itu ada beberapa persyaratan yang perlu
diperhatikan :
1. perlu dedikasi yang penuh dikalangan guru yang disertai dengan kesadaran akan
fungsinya sebagai pemompong bagi anak didiknya.
2. Menciptakan hubungan yang baik antara sesama sikap pengajar dan pimpinan, sehingga
mencerminkan pula hubungan baik antara guru dan siswa.
3. Sistem pendidik dan kurikulum yang mantap.
4. Adanya fasilitas ruangan yang memadai bagi para guru untuk mencukupi kebutuhan
tempat bertamu antara guru dan siswa.
5. Rasio guru dan siswa yang rasional, sehingga guru dapat melakukan didikan dan
hubungan secara baik.
6. Perlu adanya kesejahteraan guru yang memandai sehingga guru tidak terpaksa harus
mencari hasil sampingan.[3]
Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal, banyak dipengaruhi komponen-
komponen belajar-mengajar. Tetapi di samping komponen-komponen yang ada dalam kegiatan
belajar mengajar, ada faktor lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, yaitu soal
hubungan antara guru dan siswa. Yang perlu diperhatikan antara hubungan guru dengan siswa
adalah :
1. Guru selaku pendidik hendaknya selalu menjadikan dirinya suri teladan bagi anak
didiknya.
2. Di dalam melaksanakan tugas harus dijiwai dengan kasih sayang.
3. Guru wajib menjungjung tinggi harga diri setiap murid.
4. Guru sebaiknya mencegah usaha-usaha atau perbuatan yang menurunkan martabatnya.
5. Guru sebaiknya tidak memberi pelajaran tambahan kepada muridnya sendiri dengan
memungut bayaran.
6. Setiap guru dalam pergaulan dengan murid-muridnya tidak dibenarkan mengaitkan
persoalan politik yang dianutnya baik secara langsung maupun tidak langsung.[4]
Sehubungan dengan itu maka guru sebagai tenaga profesional memerlukan pedoman atau
kode etik guru agar terhindar dari segala penyimpangan. Adapun kode etik guru terhadap anak
didik adalah :
1. Niat ikhlas
Hendaklah guru mengajarkan ilmu yang dimilikinya dengan penuh keikhlasan hati karena
mengharapkan keridhaan Allah.
)‫(ﺮﻭﺍﻩﺍﻠﺒﺨﺎﺮﻯ‬ ‫ﻨﻭﺍ‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﺍﻣﺭﻱ‬ ‫ﻠﻛﻝ‬ ‫ﻧﻣﺎ‬ ‫ﻭﺍ‬ ‫ﺖ‬ ‫ﺍﻠﻧﻳﺎ‬ ‫ﺑﺎ‬ ‫ﻋﻤﻞ‬ ‫ﺍﻼ‬ ‫ﺍﻨﻤﺎ‬
Artinya : “Hanyalah pekerjaan itu (tergantung) kepada niat, dan sesungguhnya setiap manusia memperoleh
menurut apa yang diniatkannya”.
2. Kasih sayang
Hendaklah seorang guru merasa diri sebagai orang tua yang memandang murid-muridnya
seolah-olah sebagai anaknya sendiri.
)‫ﻋﻠﻴﻪ‬ ‫(ﻤﺘﻔﻖ‬ ‫ﺍﷲ‬ ‫ﻻﻳﺭﺣﻣﻪ‬ ‫ﺱ‬ ‫ﺍﻠﻨﺎ‬ ‫ﻴﺭﺣﻢ‬ ‫ﻻ‬ ‫ﻤﻥ‬
Artinya :”Siapa  yang tidak mempunyai rasa kasih sayang kepada manusia niscaya tidak pula dikasihi oleh
Allah”.
3. Hikmah kebijaksanaan ; yang berarti guru harus berlaku bijaksana dalam mengajar
hendaknya memilih suatu sistem dan media didaktik yang tepat.
4. Memilih waktu yang tepat ; untuk menjaga kebosanan murid haruslah guru mengadakan
jadwal pelajaran.
5. Memberi teladan ; guru tidak hanya mengajar dalam bentuk lisan, namun yang terlebih
penting ialah guru harus memberikan contoh perbuatan (teladan) yang baik yang mudah ditiru
oleh murid-muridnya.[5]
Kode etik yang mempedomani setiap tingkah laku guru senantiasa sangat diperlukan,
karena dengan itu penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus bertambah baik
C.      Guru sebagai tenaga Kerja
Profesi yang dimaksudkan disini adalah pekerjaan yang harus memenuhi berbagai
criteria. Pekerjaan memiliki spesialisasi ilmu, artunya memiliki suatu keahlian khusus yang tidak
dimiliki oleh pemegang profesi lain. Jadi keahlian khusus hanya ada profesi tersebut.
Bila pekerjaan guru merupakan profesi, maka keahlian mendidik harus ada dan melekat
pada profesi guru. Profesi guru apabila dijalankan dengan penuh ketekunan dan dedikasi yang
tinggi dan dia mengembangkan satu disiplin ilmu dalam bidang pendidikan, maka orang tersebut
telah menjalankan suatu spesialisasi ilmu pendidikan. Oleh karena itu seorang guru harus benar-
benar menjalankan ilmunya demi kepentingan orang banyak. Mereka harus mengembangkan
karir di bidang pendidikan dan tidak berprofesi ganda.
Oleh karena itu, apabila seseorang akan menggeluti suatu bidang profesi, maka ia harus
benar-benar menggelutinya. Dalam suatu profesi harus ada sesuatu yang “gelap” bagi pemegang
profesi lain, dan terang hanya bagi profesi yang ditekuninya. Dengan denikian seseorang
seharusnya dapat mengembangkan profesi yang ditekuninya. Itulah yang dimaksud dengan
spesialisasi ilmu, karena profesi harus mengandung keahlian seperti itu.
Seorang guru harus bepacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar
bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini
harus kreatif, professional dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut :[6]
1.      Orang tua yang penuh kasih saying pada peserta didiknya.
2.      Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.
3.      Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta didik sesuai minat,
kemampuan dan bakatnya.
4.      Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua yang dapat mengetahui permasalahan yang
dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
5.      Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.
6.      Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan(bersilaturrahim) dengan orang lain secara
wajar.
7.      Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain dan
lingkungannya.
8.      Mengembangkan kreatifitas.
9.      Menjadi pembantu ketika diperlukan.
Dari tuntutan di atas, setidaknya harus dipenuhi untuk menjalani peran sebagai guru
professional. Selain itu guru juga harus mampu memaknai pembelajaran serta menjadikan
pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta
didik.
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok
yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Jika
dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan
estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.
1.      Tugas professional
Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan
seharusnya diketahui oleh anak.
2.      Tugas manusiawi
Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-
tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah
transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri.
Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa
manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah
digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara
menyeluruh dan terpadu.
Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu membantu anak didik untuk
mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut
serta secara kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan
hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup.
3.      Tugas kemasyarakatan
Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik,
turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat
UUD 1945 dan GBHN.
Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis
harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang
guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana
ia bertempat tinggal.
Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus memberikan nilai-
nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai
hidup dan praktek-praktek komunikasi. Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik harus
mampu membuat anak didik itu pada akhimya mampu memilih nilai-nilai hidup yang semakin
komplek dan harus mampu membuat anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam
masyarakat, oleh karena anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui
cara manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat juga
melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu, nyanyian), dapat melalui  warna dan garis-
garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa ukiran, atau melalui simbul – simbul dan tanda
tanda yang biasanya disebut rumus-rumus.[7]
Jadi nilai-nilai yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan dalam rangka
melaksanakan tugasnya, tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan, apabila
diutarakan sekaligus merupakan pengetahuan, pilihan hidup dan praktek komunikasi. Jadi
walaupun pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang dari sudut guru dan dan
sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai yang sama, maka pendidikan tenaga
kependidikan pada umumnya dan guru pada khususnya sebagai pembinaan prajabatan, bertitik
berat sekaligus dan sama beratnya pada tiga hal, yaitu melatih mahasiswa, calon guru atau calon
tenaga kependidikan untuk mampu menjadi guru atau tenaga kependidikan yang baik, khususnya
dalam hal ini untuk mampu bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas profesional.
Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini harus mampu mendidik
mahasiswa calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk menjadi manusia, person (pribadi)
dan tidak hanya menjadi teachers (pengajar) atau (pendidik) educator, dan orang ini kita didik
untuk menjadi manusia dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab kebudayaanlah
yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewan. Kita tidak dapat mengatakan
bahwa hewan berbudaya, tetapi kita dapat mengatakan bahwa makhluk manusia adalah
berbudaya, artinya di sini jelas kalau yang pertama yaitu training menyiapkan orang itu menjadi
guru, membuatnya menjadi terpelajar, aspek yang kedua mendidiknya menjadi manusia yang
berbudaya, sebab sesudah terpelajar tidak dengan sendininya orang menjadi berbudaya, sebab
seorang yang dididik dengan baik tidak dengan sendininya menjadi manusia yang berbudaya.
Untuk menyiapkan guru yang juga manusia berbudaya ini tergantung 3 elemen
pokok yaitu :[8]
1. Orang yang disiapkan menjadi guru ini melalui prajabatan (initial training) harus mampu
menguasai satu atau beberapa disiplin ilmu yang akan diajarkannya di sekolah melalui jalur
pendidikan, paling tidak pendidikan formal. Tidak mungkin seseorang dapat dianggap sebagai
guru atau tenaga kependidikan yang baik di satu bidang pengetahuan kalau dia tidak menguasai
pengetahuan itu dengan baik. Ini bukan berarti bahwa seseorang yang menguasai ilmu
pengetahuan dengan baik dapat menjadi guru yang baik, oleh karena biar bagaimanapun
mengajar adalah seni. Tetapi sebaliknya biar bagaimanapun mahirnya orang menguasai seni
mengajar (art of teaching), selama ia tidak punya sesuatu yang akan diajarkannya tentu ia tidak
akan pantas dianggap menjadi guru.
2. Guru tidak hanya harus menguasai satu atau beberapa disiplin keilmuan yang harus dapat
diajarkannya, ia harus juga mendapat pendidikan kebudayaan yang mendasar untuk aspek
manusiawinya. Jadi di samping membiasakan mereka untuk mampu menguasai pengetahuan
yang dalam, juga membantu mereka untuk dapat menguasai satu dasar kebudayaan yang kuat.
Jadi bagi guru-guru juga perlu diberikan dasar pendidikan umum.
3. Pendidikan terhadap guru atau tenaga kependidikan dalam dirinya seharusnya merupakan
satu pengantar intelektual dan praktis kearah karir pendidikan yang dalam dirinya (secara ideal
kita harus mampu melaksanakannya) meliputi pemagangan. Mengapa perlu pemagangan, karena
mengajar seperti juga pekerjaan dokter adalah seni. Sehingga ada istilah yang populer di dalam
masyarakat tentang dokter yang bertangan dingin dan dokter yang bertangan panas, padahal ilmu
yang diberikan sama. Oleh karena mengajar dan pekerjaan dokter merupakan art (kiat), maka
diperlukan pemagangan. Karena art tidak dapat diajarkan adalah teknik mengajar, teknik untuk
kedokteran. Segala sesuatu yang kita anggap kiat, begitu dapat diajarkan diakalau menjadi
teknik. Akan tetapi kalau kiat ini tidak dapat diajarkan bukan berarti tidak dapat dipelajari. Untuk
ini orang harus aktif mempelajarinya dan mempelajari kiat ini harus melalui pemagangan dengan
jalan memperhatikan orang itu berhasil dan mengapa orang lain tidak berhasil, mengapa yang
satu lebih berhasil, mengapa yang lain kurang berhasil
D.      Guru Sebagai Teladan (Contoh)
Guru yang harus mempunyai keteladanan yang lebih dari siswanya, guru juga harus
memiliki sikap, prilaku, moral yag baik, sopan santun, etitut, dan bersikap baik, semua itu akan
di contoh oleh pendidik kita. Guru juga harus slalu mengajarkan kepada siswa sifat – sifat
keteladanan yang baik tetapi bukan hanya guru saja yang mengajarkan tetapi orang tua juga
harus terlibat tentang anaknya. Pengajaran orang tua ke anaknya sama besar guru mengajarkan
anak didik di sekolahan.
Cirri – cirri guru yang baik:[9]
1. Memahami dan menghormati anak didik.
2. Menghormati bahan belajar yang diberikannya.
3. Menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran.
4. Menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu.
5. Mengaktifkan siswa dalam kontek belajar.
6. Member pengertian dan bukan hanya kata – kata belakang.
Guru yang baik bercirikan sebagai berikut :[10]
1. Memiliki kesadaran dan tujuan
2. Memiliki harapan dan keberasilan bagi semua siswa
3. Mentelerir ambiguitas
4. Melanjutkan kemauan beradaptasi dan berubah untuk memenuhi kebutuhan siswa
5. Merasa tidak nyaman jika kurang mengetahui
6. Mencerminkan komitmen pada pekerjaan mereka
7. Berajar dari berbagai modal
E.       Hubungan Guru Dengan Perserta Didik
Cara untuk menciptakan hubungan antara pendidik dengan peserta didik adalah:[11]
1.      Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
2.      Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan
kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
3.      Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan
masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
4.      Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan
proses kependidikan.
5.      Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan,
memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan
belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
6.      Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan
menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yangdi luar batas kaidah pendidikan.
7.      Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi
perkembangan negatif bagi peserta didik.
8.      Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik
dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
9.      Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat
peserta didiknya.
10.  Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
11.  Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta
didiknya.
12.  Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi
pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
13.  Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-
kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan kemanusiaan.
14.  Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada
kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
15.  Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik
dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
16.  Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan professional dengan peserta didiknya
untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
F.        Kesimpulan
Fungsi guru sebagai seorang pemimpin dan contoh teladan bagi anak, maka ia harus
memiliki tingkah laku yang utama (kepribadian utama), seorang guru tidak hanya menunjukkan
kata-kata “itulah” beginilah norma-norma”.
Sehubungan dengan itu maka guru sebagai tenaga profesional memerlukan pedoman atau
kode etik guru agar terhindar dari segala penyimpangan. Adapun kode etik guru terhadap anak
didik adalah :
1.       Niat ikhlas
2.       Kasih sayang
3.       Hikmah kebijaksanaan
4.       Memiliki waktu yang tepat
5.       Memberi teladan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muzid, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008.


Diktat, Zulhimmah, Etika Profesi Guru Padangsidimpuan, 2009.
Djamarah Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan Teoritis
Psikologis  (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005.
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah, Bandung : Diponegoro, 1983.
Metode Tim Didaktik  dan Metodik IKIP, Pengatur Didaktik Kurikulum, Surabaya : PT Grafindo Persada,
1993.
Muslim Hasibuan, Diktat Dasar-Dasar Pendidikan, Padangsidimpuan : STAIN Press, 2007.
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : PT Grafido Persada, 2003.
Syarifuddin Nurdin, Guru Profesional, Jakarta: Kalam Mulya, 199.

[1] Muslim Hasibuan, Diktat Dasar-Dasar Pendidikan, (Padangsidimpuan : STAIN Press, 2007), hlm. 38.


[2] Ibid., hlm. 39.
[3] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT Grafido Persada, 2003), hlm. 150.
[4]Metode Tim Didaktik  dan Metodik IKIP, Pengatur Didaktik Kurikulum, (Surabaya : PT Grafindo
Persada, 1993), hlm. 18.
[5] Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah, (Bandung : Diponegoro, 1983), hlm. 158.
[6] Syarifuddin Nurdin, Guru Profesional, (Jakarta: Kalam Mulya, 199), hlm. 84
[7] Djamarah Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan Teoritis
Psikologis (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) , hlm. 122
[8] Diktat, Zulhimmah, Etika Profesi Guru (Padangsidimpuan, 2009), hlm. 57
[9] Abdul Muzid, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 64
[10] Ibid., hlm. 65
[11] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2006), hlm. 42

Anda mungkin juga menyukai