Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama
pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak
bangsa, pendidikan karakter inipun diharapkan mampu menjadi pondasi
utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2025. Dalam UU No 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal3,
menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Selanjutnya pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa jalur
pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal dapat
saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya
memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan
pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7
jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik
berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek
kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30%
terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan
keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung
pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik.
Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya
pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga,
pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik
ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan

pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk


mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter
terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan
informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah.
Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan
agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam
pembentukan karakter peserta didik .
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan islam tentang manusia!
2. Bagaimana iman dalam qalbu sebagai pengendali karakter manusia!
3. Bagaimana pembentukan karakter peserta didik dalam pandangan islam!
4. Bagaimana pendidikan islam dalam konteks kekinian!
5. Bagaimana reaktualisasi pendidikan islam!
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pandangan islam tentang manusia.
2. Untuk mengetahui iman dalam qalbu sebagai pengendalia karakter
manusia.
3. Untuk mengetahui pembentukan karakter peserta didik dalam
pandangan islam.
4. Untuk mengetahui pendidikan islam dalam konteks kekinian.
5. Untuk mengetahui reaktualisasi pendidikan islam.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia Dalam Pandangan Islam
2

Dalam pandangan Islam, manusia didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf,


mukaram, mukhaiyar, dan mujizat. Manusia adalah makhluk yang memiliki nilainilai fitri dan sifat-sifat insaniah, seperti dhaif lemah (an-Nisaa: 28), jahula
bodoh (al-Ahzab: 72), faqir ketergantungan atau memerlukan (Faathir: 15),
kafuuro sangat mengingkari nikmat (al-Israa: 67), syukur (al-Insaan:3), serta
fujur dan taqwa (asy-Syams: 8).
Selain itu, manusia juga diciptakan untuk mengaplikasikan beban-beban
ilahiah yang mengandung maslahat dalam kehidupannya. Ia membawa amanah
ilahiah yang harus diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Keberadaannya di
alam maya pada memiliki arti yang hakiki, yaitu menegakkan khilafah.
Keberadaannya tidaklah untuk huru-hara dan tanpa hadaf tujuan yang berarti.
Perhatikanlah ayat-ayat Qur`aniah di bawah ini.
Manusia adalah makhluk pilihan dan makkhluk yang dimuliakan oleh
Allah SWT dari makhluk-makhluk yang lainnya, yaitu dengan keistimewaan yang
dimilikinya,seperti akal yang mampu menangkap sinyal-sinyal kebenaran,
merenungkannya, dan kemudian memilihnya. Allah SWT telah menciptakan
manusia dengan ahsanu taqwim, dan telah menundukkan seluruh alam baginya
agar ia mampu memelihara dan memakmurkan serta melestarikan kelangsungan
hidup yang ada di alam ini. Dengan akal yang dimilikinya, manusia diharapkan
mampu memilah dan memilih nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan
yang tertuang dalam risalah para rasul. Dengan hatinya, ia mampu memutuskan
sesuatu yang sesuai dengan iradah Robbnya dan dengan raganya, ia diharapkan
pro-aktif untuk melahirkan karya-karya besar dan tindakan-tindakan yang benar,
sehingga ia tetap mempertahankan gelar kemuliaan yang telah diberikan oleh
Allah SWT kepadanya seperti ahsanu taqwim, ulul albab, rabbaniun dan yang
lainnya.
Maka, dengan sederet sifat-sifat kemuliaan dan sifat-sifat insaniah yang
berkaitan dengan keterbatasan dan kekurangan, Allah SWT membebankan misimisi khusus kepada manusia untuk menguji dan mengetahui siapa yang jujur
dalam beriman dan dusta dalam beragama. Oleh karena itu, ia harus benar-benar

mampu menjabarkan kehendak-kehendak ilahiah dalam setiap misi dan risalah


yang diembannya.
B.

Iman

Dalam

Kalbu

Sebagai

Pengendali

Karakter

Manusia
Qalbu adalah hati atau lubuk hati yang paling dalam, yang
merupakan sarana terpenting yang telah dikaruniakan Allah
kepada manusia. Hati adalah tempat bersemayamnya niat, yakni
yan menentukan nilai perbuatan seseorang, berharga ataukah
sia-sia, mulia atau nista. Niat ini selanjutnya di proses oleh akal
pikiran agar bisa direalisasikan dengan efektif dan efisien oleh
jasad dalam bentuk amal perbuatan. Qalbu juga diartikan
berubahnya sesuatu dari bentuk aslinya, ini berarti bahwa pada
dasarnya qalbu berpotensi positif akan tetapi karena pengaruh
nafs(nafsu) qalbu kadang-kadang berubah menjadi negatif.
Rasulullah Saw bersabda Bahwa di dada manusia ada
segumpal darah, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh
manusia itu, jika dia buruk maka manusia itupun menjadi buruk
pula. didalam hati (qolbu) manusia terdapat empat ruangan
yaitu:
1. Yang diinginkan.
Ingin senang, kaya, bahagia, sukses, aman , nyaman, nikmat,
serba cukup, sehat, kuat.
2. Yang di takuti.
Takut mati, miskin, susah, sengsara, melarat, hina, sakit,
lemah.
3. Penyakit hati.

Musyrik, kafir, dengki, hasud, dendam, ria, sombong, takabur,


malas,

khianat.

4. Kekuatan hati.
Iman, Taqwa, Ikhlas, sabar, jujur, amanah, santun, syukur,
ridha, pemaaf, pemurah, penyayang.
Empat ruang dalam hati yang mempengaruhi jalan hidup
manusia dan tujuh tingkatan nafsu manusia menurut ajaran
tasawuf.
Jadi, ilmu pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan Agama,
Sehingga Agama dijadikan sebagai suatu landasan perumusan pendidikan, dan
pendidikan agama mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan moral dan
karakter anak didik. Oleh karena itu orang tua/pendidik haruslah memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
a. Pendidikan agama hendaklah diberikan kepada anak sedini mungkin, ajarilah
b.

dari hal-hal yang kecil sesuai dengan tuntunan agama.


Pelajaran pendidikan agama bukan merupakan science semata, melainkan

ilmu amaliah tercakup di dalamnya.


c. Anak cenderung mengikuti apa yang dilihatnya dari orang dewasa oleh
karena itu hendaknya orang-orang tua membiasakan berprilaku keseharian
dengan akhlakul karimah, baik perkataan maupun perbuatan.[1]
C. Pembentukan Karekter Peserta Didik dalam Pandangan Pendidikan
Islam
Pandangan Al- Ghozali tentang Pembentukan Karakter Beragama yang berm'laz'
kuaz dan baik, maka harus ada pengetahuan yang menjadikan pengendalian nafs
(Tazkiyatul Nafs) sebagai pembentukan karakter beragama . Tazkiyah al-Nafs
perspektif Al-Ghazali dapat dikatakan sebagai usaha membentuk Karakter
beragama yang baik sesuai dengan pandangan Islam.[2]

1 . Fendi Zarkha, Mengapa Aspek Agama Menjadi Landasan Perumusan


Tujuan pada Pendidikan, (http://fendi-zharka.blogspot.com/, accessed on
October 5, 2013 9:20)
5

Konsep Pandangan Islam dalam pembentukan Karakter Beragama maka hams ada
sebuah latihan yang terus menerus didalam pembentukan karakter beragama yang
relevan dengan agama yang dianutnya. Semangat beribadat dapat membentuk
karakter beragama yang sempurna dalam Ibadahnya. Ibadat yang sempuma hanya
dapat tercapai dengan Ibadah secara mumi yang berasal dari ibadat badaniah dan
ibadat maliah (harta) dimana tujuan ibadat untuk mengabdi kepada sang pencipta
sesuai dengan surat al-Dzariyat : 56

56. dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.[3]
Berkaitan dengan hal tersebut konsep pembentukan karakter beragama secara
pandangan Islam merupakan keikhlasan, Penghambaan dan Penerimaan dari
seorang hamba terhadap ketentuan darn kodratnya sebagai makhluk ciptaan sang
penguasa kehidupan yaitu Allah Aja Wajalla. Hal tersebut dapat tertanam dan
terbentuk dalam Mujahada dan Riyadah, maka akan dijelaskan dalam Pemahaman
Mujahada dan Riyadha.
Potensi manusia harus senantiasa ditumbuh-kembangkan secara optimal dan
terpadu melalui proses pendidikan. Dari alasan ini, peserta didik diharapkan
mampu mengembakan karakter dirinya. Sedangkan karakter diri selalu
dipengaruhi oleh faktorfaktor di dalam dan luar diri. Dalam pendidikan Islam,
faktor-faktor tersebut secara sinergi dan terpadu mempengaruhi keberhasilan
proses pendidikan. Dan aktivitas pendididikan, baik pendidikan umum maupun
yang berbasis Islam, pada umumnya memiliki sumber-sumber norma sebagai
landasan berpijak. Pendidikan Islam memiliki landasan utama sebagai aktivitas
normatif, yaitu bersumber pada al-qur an dan Hadits. Dengan demikian, perlu
kajian lebih lanjut tentang karakter peserta didik perspektif pendidikan Islam.
Kata Kunci: pendidikan Islam, karakter peserta didik, character Pendahuluan
2

. Al-Ghazali. Ringkasan IhyaUlumuddin, Melatih Nafsu ( Pustaka AmaniJarata 2007) h.237

3 . Depak RI.Al-Quran dan terjemahanya(Gema Risalah Bandung, Edisi


Refisi 1989 ), h.862
6

Islam menganjurkan kepada manusia untuk mencari ilmu sebagai bekal mengatasi
segala permasalahan hidup dan juga membimbing umatnya supaya berakhlak
mulia serta berilmu pengetahuan. Menuntut ilmu merupakan kewajian di mana
saja dan kapan saja, karena ilmu merupakan penyelamat di dunia dan bekal di
akhirat kelak. Jika manusia belum memiliki ilmu, dalam Islam dianjurkan untuk
bertanya kepada mereka yang memiliki ilmu tersebut. Firman Allah Swt. dalam
surat an-nahl ayat 43: Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui (DEPAG RI, 1979:408). Dengan itu, tak
ada satu orangpun yang berhak menghentikan atau melarang seseorang dalam
mencari ilmu (belajar). Setiap individu berhak mendapatkan pendidikan dan tak
ada kata akhir dari suatu proses belajar.
Berdasarkan alasan dan ajaran Islam tersebut, para ahli pendidikan Islam sejak
dahulu sehingga sekarang secara serius melaksanakan proses pendidikan dalam
upaya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Menurut Aminuddin Rasyad
yang dikutip Ahmad Tafsir (1996:15), bahwa Islam menginginkan manusia
individu (guru dan murid) dan masyarakat menjadi orangorang yang
berpendidikan. Berpendidikan berarti berilmu, berketerampilan, berakhlak mulia,
berkepribadian luhur, pandai bermasyarakat dan bekerjasama untuk mengelola
bumi dan alam beserta isinya untuk kesejahteraan umat di dunia dan akhirat serta
dekat dengan Khalik-nya. Keberhasilan dalam memahami ilmu pengetahuan dapat
dipengaruhi oleh kondisi psikologis orang yang mencari ilmu itu sendiri. Kondisi
psikologis berupa karakteristik setiap orang tentu berbeda-beda antara yang satu
dengan lainnya.
D. Realisasi dalam pendidikan islam
Bangsa Indonesia yang penduduknya mayoritas beragama Islam telah
sepakat untuk membentuk negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dengan menjamin kemerdekaan bagi umat Islam untuk
melaksanakan dan mengembangkan pendidikan Islam. Dalam Pasal 31 ayat 2
UUD 1945 Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-Undang.

Setelah Indonesia merdeka, umat Islam semakin menyadari pentingnya


perjuangan Umat Islam dalam meraih kemerdekaan, dan pemerintah berusaha
melakukan memperbaiki pendidikan Islam di Indonesia, dan Sebagai realisasinya
Pemerintah Indonesia telah merumuskan dalam undang-undang Republik
Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional yang diteruskan
dengan UU No. 20 Tahun 2003 yang mengatur pengelenggaraan satu sistem
Pendidikan nasional, sebagai upaya pengintegrasian pendidikan Islam dalam
sistem pendidikan Nasional, maka dalam makalah ini akan membahas tentang
Pendidikan Agama Islam dalam sistem pendidikan Nasional.
UU Sisdiknas 2003 merupakan usaha pemerintah untuk memperbaiki
pendidikan Islam di Indonesia, walaupun ada sebagian Pasalnya, pemerintah
belum merealisasikan secara konsisten, contohnya Pasal 49 ayat 1 tentang
anggaran pendidikan.[4] Upaya perbaikannya belum dilakukan secara mendasar,
sehingga terkesan seadanya saja. Usaha pembaharuan dan peningkatan pendidikan
Islam sering bersifat sepotong-sepotong atau tidak komprehensif dan menyeluruh
serta sebagian besar sistem dan lembaga pendidikan Islam belum dikelola
secara professional.[5]
Namun secara umum, dapat dilihat bagaimana posisi agama (pendidikan
agama) dalam UU Sisdiknas 2003. dari berbagai Pasal menerangkan bahwa
pendidikan agama sebagai sumber nilai dan bagian dari pendidikan nasional.
Pendidikan agama mempunyai peran penting dalam mengembangkan potensi
peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia dan
kepribadian muslim (khusus agama Islam).

4. Pasal 49 ayat (1) berbunyi: Dana Pendidikan selain gaji pendidik dan biayapendidikan
kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimanl 20% dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).
5. Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Safiria InsaniaPress), hal.9.
Lihat pula Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi
Menuju Milennium Baru, (Jakarta: Logo Wacana Ilmu, 1999), hal 59.

Kedudukan Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional


Untuk meletakkan duduknya pendidikan Islam dalam sistem pendidikan

nasional perlu di klasifikasi kepada tiga hal :


pendidikan Islam sebagai Lembaga
1. lembaga Pendidikan Formal

pendidikan dasar (pasal 17) menyebutkan :


Pendidikan dasar berbentuk SD dan MI (Madrasah Ibtidaiyah) atau bentuk
lain yang sederajat serta SMP dan MTs(Madrasah Tsanawiyah) atau bentuk
lain yang sederajat.

Pendidikan menengah

Pendidikan menengah berbentuk SMA, MA (Madrasah Aliyah), SMK, dan


MAK atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan tinggi

Pendidikan tinggi berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut


atau universitas.
2. Lembaga Pendidikan Nonformal
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, pelatihan,
kelompok belajar, serta satuan pendidikan sejenis.
3. Lembaga pendidikan Informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
4. Pendidikan Usia Dini
Pendidikan Usia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman
kanak-kanak (TK), raudathul athfal (RA) atau brntuk lain yang sederajat.
5. Pendidikan keagamaan

Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan tau


sekelompok dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundangundangan.

Pendidikan Islam sebagai mata pelajaran

Kurikulum disusun dengan jenjang pendidikan dalam kerangka negara


kesatuan Republik Indonesia.

Nilai-nilai islami dalam UU no. 20 tahun 2003

Inti dari hakikat nilai-nilai adalah nilai yang membawa kemaslahatan dan
kesejahteraan bagi seluruh makhluk (sesuai konsep rahmatalilalamin),
demokratis, dan humanis.
E. Pendidikan Islam Dalam Konteks Kekinian
Pendidikan islam dari segi kuantitas menunjukkan perkembangan yang
dinamis mulai dari Taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Namun dari segi
kualitas masih ditanyakan[6]. Out-put lembaga pendidikan islam dalam
menempuh lapangan kerja dalam negri saja masih jauh dari harapan masyarakat.
Apalagi jika dikaitkan dengan persaingan global dalam era pasar bebas. Out-put
lembaga pendidikan islam kalah bersaing dengan out-put luar negeri.
Kondisi diatas disebabkan oleh beberapa faktor persoalan yang dihadapi oleh
lembaga pendidikan islam:

Persoalan berkaitan dengan normatif filosofis


Persoalan berkaitan dengan Interen Klasik
Kualitas guru yang belum memadai
Terbatasnya sumber daya manusia dan dana
Produktifitas lembaga yang kurang bermutu
Efisiensi pendidikan yang rendah
Relevansi pendidikan dengan dunia kerja
Managemen pendidikan yang seragam
Proses pembelajaran yang kaku
6

Amien Rais, Cakrawala Islam antara Cita dan Fakta, cet. I, Bandung:
Mizan, 1987, hlm. 158.
10

Saran dan prasarana yang belum lengkap


Perpustakaan yang belum memadai
Kualitas in-put dan out-put yang rendah

F. Reaktualisasi Pendidikan Islam

Pengertian Reaktualisasi Pendidikan Islam


Untuk menghindari terjadinya penafsiran yang keliru dalam

memahami maksud yang terkandung dalam judul penelitian ini, maka


penulis perlu memberikan pengertian terhadap beberapa istilah yang
terdapat di dalamnya.[7] Reaktualisasi berarti penyegaran dan pembaruan
nilai-nilai kehidupan masyarakat. Pendidikan Islam

adalah usaha

mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau


kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya
melalui proses pendidikan. Perubahan-perubahan itu berlandaskan nilainilai Islam.
Jadi reaktualisasi pendidikan Islam merupakan suatu hal yang mutlak
dilakukan sebagai salah satu upaya penyegaran dan pembaruan nilai-nilai
Islam di dalam kehidupan umat yang dewasa ini sedang menghadapi
berbagai tantangan dalam berbagai dimensi kehidupan : sosial ekonomi,
budaya, politik, IPTEK, dan sebagainya.

Ruang Lingkup Pendidikan Islam

Ruang lingkup pendidikan Islam meliputi:

Lapangan hidup keagamaan, agar pertumbuhan dan perkembangan

pribadi manusia sesuai dengan norma-norma ajaran Islam.


Lapangan hidup berkeluarga, agar manusia dapat berkembang

menjadi keluarga yang sejahtera.


Lapangan hidup ekonomi, agar manusia dapat berkembang dan
terlibat dalam sistem kehidupan yang bebas dari penghisapan oleh
sesama manusia itu sendiri.

Arifin. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hlm.
733
11

Lapangan hidup kemasyarakatan agar supaya terbina masyarakat adil

dan makmur, aman dan tentram di bawah naungan ampunan dan

ridha Allah swt.


Lapangan hidup politik, agar tercipta sistem demokrasi yang sehat

dan dinamis sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.


Lapangan hidup seni budaya, agar dapat menjadikan hidup ini penuh
dengan keindahan dan kegairahan yang tidak gersang dari nilai
moral agama.
Lapangan hidup ilmu pengetahuan, agar manusia selalu hidup

dinamis dan menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan hidup, yang


terkontrol oleh nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
swt.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka jelaslah bahwa yang menjadi
ruang lingkup pendidikan Islam adalah mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia di dunia, agar manusia mampu memanfaatkannya sebagai tempat
untuk beramal yang hasilnya akan diperoleh di akhirat nanti. dengan
demikian, pembentukan sikap yang diwarnai dengan nilai-nilai Islam dalam
pribadi manusia baru bisa efektif bila hal tersebut disertai dengan proses
pendidikan yang berjalan di atas kaidah-kaidah dan norma-norma ajaran
Islam.[8]

Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1984, hlm.
28.
12

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi untuk membangun dasar dasar pembentukan karakter dalam
pendidikan Islam merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan sebagai
salah satu upaya penyegaran dan pembaruan nilai-nilai Islam di dalam
kehidupan umat yang dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan
dalam berbagai dimensi kehidupan : sosial ekonomi, budaya, politik,
IPTEK, dan sebagainya. Ruang lingkup pendidikan Islam meliputi:
Lapangan hidup keagamaan, kekeluargaan, ekonomi, kemasyarakatan,
politik, seni budaya, dan ilmu pengetahuan. Pendidikan islam dari segi
kuantitas menunjukkan perkembangan yang dinamis mulai dari Taman
kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Namun dari segi kualitas masih
ditanyakan. Reaktualisasi pendidikan Islam sangatlah penting dalam
rangka membangun kerangka pikir dan perilaku umat Islam di tengahtengah masyarakat. Oleh karena itu, Pendidikan Agama Islam sangat
diharapkan dapat menambah kualitas mutu manusia Indonesia yang
menguasai IPTEK dengan memberikan jiwa dan nilai-nilai religius
kepadanya.
B. Saran
Dalam penyususan makalah Ilmu Pendidikan Islam ini, masih
banyak terdapat kesalahan-kesalahan sehingga penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini. Dan semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua.

DAFTAR PUSTAKA
13

Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta :
Kencana Prenada Media.
Al-Ghazali. 2007. Ringkasan IhyaUlumuddin, Melatih Nafsu, Jakarta : Pustaka
Amani.
Amien Rais. 1987, Cakrawala Islam antara Cita dan Fakta, cet. I, Bandung:
Mizan
Arifin. 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Depak RI. 1989 Al-Quran dan terjemahanya, Jakarta : Gema Risalah Bandung.
Hujair AH. Sanaky. 2004, Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Safiria
Insania Press.
Zakiah Darajat. 1984, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara

14

Anda mungkin juga menyukai