Anda di halaman 1dari 1

Kota tadi seakan menghantarkan ku dengan duka..

Kelabu, gelap, gerimis, lalu hujan... Aku yang daritadi menahan-nahan segala rasaku. Kini tak
terbendung lagi... Aku meringis, tapi air mata ku selalu saja kering. Keadaan tak bisa jua membuatku
menangis membabi buta seperti yang aku mau.

Ponselku berbunyi.

Luka memanggilku lagi. Luka yang datang dan pergi sesukanya. Luka yang berulang kali
menghampiriku. Luka yang terus aku obati pula berkali-kali. Aku berharap ini akan sembuh dan tak
ada baretan berbekas.

Dua jam kemudian...

“Kamu kemana aja? Ditelpon ko gak dengar?”

Kamu siapa harus aku kabari setiap kegiatanku. Pikirku, ya tapi hanya pikirku. Bibir dan
lidahku kelu. Nyatanya aku diam tak berkutik mendengar kekhawatirannya.

Aku meleleh kembali oleh perhatian yang aku anggap ia menghawatirkanku.

“Ya, tadi dedek di dapur” ujarku.

“Ngapain didapur?Masak ya?”

“Iya, masak makanan kesukaan kamu” Jawabku

“ Ok, aku makan siang ke rumah ya”

“Ok, yang... Hati hati nanti” Jawabku

Panggilan luka tertutup. Matahari sudah di atas kepala. Aku lihati jam sudah pukul 12.00. Ku
ingati waktu janjiku dengannya. Ya makan siang. Walau ini biasa saja. Aku ingin

Anda mungkin juga menyukai