Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KELOMPOK

PRAKTIK PROFESIONAL BIDAN


“ PERAN BIDAN SEBAGAI PRAKTISI YANG OTONOM “

KELOMPOK 2

1. ANITA DWI WAHYUNI P0 5140320 055


2. ANNISA MUTHMAINAH P0 5140320 056
3. ANNISA RIMA PATIMBANG P0 5140320 057
4. BELLA RAHAYU P0 5140320 058

DOSEN PEMBIMBING : MARIATI, SKM, MPH

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PRODI DIV BIDAN ALIH JENJANG
TA. 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Praktik Profesional Bidan “Peran Bidan Sebagai Praktisi
Yang Otonom”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat,
menambah ilmu dan inspirasi terhadap pembaca.

Bengkulu, Agustus 2021

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Peran Bidan sebagai Praktisi yang Otonom..............................................6
B. Akuntabilitas .............................................................................................10
C. Regulasi ....................................................................................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................13
B. Saran..........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Secara etimologi , Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang artinya
sendiri, dan nomosyang berarti hukuman atau aturan, jadi pengertian
otonomi adalah pengundangan sendiri (Danuredjo, 1979). Maka pengertian
otonomi kebidanan adalah kekuasaan untuk mengatur persalinan peran dan fungsi
bidan sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki seorang bidan
( suatu bentuk mandiri dalam memberikan pelayanan).
Otonomi bidan dalam pelayanan kebidanan adalah profesi yang
berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggung jawaban dan
tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan yang dilakukannya.
Sehingga semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi
dan didasari suatu evidence based.
Tujuan otonomi dalam pelayanan kebidanan adalah supaya bidan
mengetahui kewajiban otonomi dan mandiri yang sesuai dengan   kewenangan
yang didasari oleh undang-undang kesehatan yang berlaku. Bentuk bentuk
otonomi bidan dalam praktek kebidanan adalah mengkaji kebutuhan dan masalah
kesehatan, menyusun rencana asuhan kebidanan, melaksanakan asuhan
kebidanan, melaksanakan dokumentasi kebidanan,dan mengelola keperawatan
pasien dengan lingkup tanggung jawab.
Persyaratan dalam otonomi kebidanan adalah suatu ketentuan untuk
melaksanakan praktek kebidanan dalam memberikan asuhan pelayanan kebidanan
sesuai dengan bentuk-bentuk otonomi bidan dalam praktek kebidanan. Kegunaan
otonomi dalam pelayanan kebidanan merupakan otonomi pelayanan kesehatan
meliputi pembangunan kesehatan, meningkatkan kesadaran,kemauan dan
kemampuan hidup sehat dalam upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif
untuk meningkatkansumbar daya manusia yang berkualitas.
Akuntabilitas bidan dalam pratik kebidanan merupkan suatu hal yang
penting dan dituntut dari suatu profesi, terutama profesi yang berhubungan

4
dengan keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggungjawaban dan tanggung
gugat (accuuntability) atas semua tindakan yang dilakukannya. Sedangkan,
regulasi merupakan apa yang diatur di dalam keputusan menteri kesehatan nomor
369 tahun 2007, dan keputusan menteri kesehatan nomor 938 tahun 2007
merupakan penjabaran dari UU nomor 36 tahun 2009, UU nomor 36 tahun 2014
dan UU nomor 4 tahun 2019.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Peran Bidan sebagai Praktisi yang Otonom ?
2. Apa yang dimaksud dengan Akuntabilitas?
3. Apa yang dimaksud dengan regulasi ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Peran Bidan sebagai
Praktisi yang Otonom
2. Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan Akuntabilitas
3. Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan Regulasi

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. PERAN BIDAN SEBAGAI PRAKTISI YANG OTONOM


1. Pengertian Otonom

Secara etimologi , Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang


artinya sendiri, dan nomosyang berarti hukuman atau aturan,
jadi pengertian otonomi adalah pengundangan sendiri (Danuredjo, 1979).
a. Menurut Koesoemahatmadja (1979: 9),
Otonomi adalah Perundangan Sendiri, lebih lanjut
mengemukakan bahwa menurut perkembangan sejarahnya di
Indonesia, otonomi selain memiliki pengertian sebagai perundangan
sendiri, juga mengandung pengertian "pemerintahan" (bestuur)
b. Menurut Wayong (1979: 16),
Menjabarkan pengertian otonomi sebagai kebebasan untuk
memelihara dan memajukan kepentingan khusus daerah, dengan
keuangan sendiri, menentukan hukuman sendiri, dan pemerintahan
sendiri.
c. Menurut Syarif Saleh (1963)
Menjelaskan bahwa otonomi ialah hak mengatur dan mmerintah
sendiri, hak mana diperoleh dari pemerintah pusat. 
d. Menurut Ateng Syafruddin (1985: 23)
Adalah kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan.
Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu adalah wujud
pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
Jika dilihat dari pengertian di atas, maka pengertian otonomi
kebidanan adalah kekuasaan untuk mengatur persalinan peran dan fungsi
bidan sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki seorang
bidan ( suatu bentuk mandiri dalam memberikan pelayanan).

6
Profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia,
adalah pertanggung jawaban dan tanggung gugat (accountability) atas
semua tindakan yang dilakukannya. Sehingga semua tindakan yang
dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu
evidence based. Accountability diperkuat dengan satu landasan hukum
yang mengatur batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan.
Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas, bidan
memiliki hak otonomi dan mandiri untuk bertindak secara profesional
yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan sistematis serta bertindak
sesuai standar profesi dan etika profesi.
Praktik kebidanan merupakan inti dan berbagai kegiatan bidan
dalam  penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus
ditingkatkan mutunya melalui:
a. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.
b. Penelitian dalam bidang kebidanan.
c. Pengembangan ilmu dan tekhnologi dalam kebidanan.
d. Akreditasi.
e. Sertifikasi.
f. Registrasi.
g. Uji Kompetensi.
h. Lisensi.

2. Dasar Dalam Otonomi Dan Aspek Legal Yang Mendasari Dan


Terkait Dengan Pelayanan Kebidanan
a. Kepmenkes Republik Indonesia 900/ Menkcs/SK/ VII/ 2002 Tentang
registrasi dan praktik bidan.
b. Standar Pelayanan Kebidanan, 2001.
c. Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/ 2007
Tentang Standar Profesi Bidan.
d. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
e. PP No 32/Tahun 1996 Tentang tenaga kesehatan.

7
f. Kepmenkes Republik Indonesia 1277/Menkes/SK/XI/2001 Tentang
organisasi dan tata kerja Depkes.
g. UU No 22/ 1999 Tentang Otonomi daerah.
h. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
i. UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung, dan transplantasi.
j. KUHAP, dan KUHP, 1981.
k. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 585/
Menkes/ Per/ IX/ 1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
l. UU yang terkait dengan Hak reproduksi dan Keluarga Berencana:
1) UU No.10/1992 Tentang pengembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
2) UU No.23/2003 Tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap
Perempuan di Dalam Rumah Tangga.

3. Tujuan Otonomi Dalam Pelayanan Kebidanan


Supaya bidan mengetahui kewajiban otonomi dan mandiri yang
sesuai dengan   kewenangan yang didasari oleh undang-undang kesehatan
yang berlaku. Selain itu tujuan dari otonomi pelayanan kebidanan ini
meliputi :
a. Untuk mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan.
Misalnya mengumpulkan data-data dan mengidentifikasi masalah
pasien pada kasus tertentu.
b. Untuk menyusun rencana asuhan kebidanan.
Merencanakan asuhan yang akan diberikan pada pasien sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan oleh pasien tersebut.
c. Untuk mengetahui perkembangan kebidanan melalui penelitian.
d. Berperan sebagai anggota tim kesehatan.
Misalnya membangun komunikasi yang baik antar tenaga kesehatan,
dan  menerapkan keterampilan manajemen
e. Untuk melaksanakan dokumentasi kebidanan.

8
Mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan, mengidentifikasi
perubahan  yang terjadi dan melakukan pendokumentasian.
f. Untuk mengelola perawatan pasien sesuai dengan lingkup tanggung
jawabnya. Membangun komunikasi yang efektif dengan pasien dan
melakukan asuhan terhadap pasien.

4. Bentuk-Bentuk Otonomi dalam Pelayanan Kebidanan


a. Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan
b. Menyusun rencana asuhan kebidanan
c. Melaksanakan asuhan kebidanan
d. Melaksanakan dokumentasi kebidanan
e. Mengelola keperawatan pasien dengan lingkup tanggung jawab

5. Persyaratan dalam Otonomi Kebidanan


Suatu ketentuan untuk melaksanakan praktek kebidanan dalam
memberikan asuhan pelayanan kebidanan sesuai dengan bentuk-bentuk
otonomi bidan dalam praktek kebidanan. Syarat-syarat dari otonomi
pelayanan kebidanan meliputi :
a. Administrasi
Seorang bidan dalam melakukan praktek kebidanan, hendaknya
memiliki sarana dan prasarana yang melengkapi pelayanan yang
memiliki standard dan sesuai dengan fasilitas kebidanan.
b. Dapat diobservasi dan diukur
Mutu layanan kesehatan akan diukur berdasarkan perbandingannya
terhadap standar pelayanan kesehatan yang telah disepakati dan
ditetapkan sebelum pengukuran mutu dilakukan
c. Realistic
Kinerja layanan kesehatan yang diperoleh dengan nyata akan
diukur terhadap criteria mutu yang ditentukan, untuk melihat standar
pelayanan kesehatan apakah tercapai atau tidak.
d. Mudah dilakukan dan dibutuhkan.

9
6. Kegunaan Otonomi Dalam Pelayanan Kebidanan
Otonomi pelayanan kesehatan meliputi pembangunan kesehatan,
meningkatkan kesadaran,kemauan dan kemampuan hidup sehat dalam
upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif untuk meningkatkan
sumbar daya manusia yang berkualitas.

B. AKUNTABILITAS
Akuntabilitas bidan dalam pratik kebidanan merupkan suatu hal yang
penting dan dituntut dari suatu profesi, terutama profesi yang berhubungan
dengan keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggungjawaban dan tanggung
gugat (accuuntability) atas semua tindakan yang dilakukannya. Sehingga
semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan
didasari suatu evidence based. Accountability diperkuat dengan suatu
landasan hukum yang mengatur batas-batas wewenang profesi yang
bersangkutan. Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas,
bidan memiliki hak otonomi dan mandiri untuk bertindak secara profesional
yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan sistematis serta bertindak sesuai
standar profesi dan etika profesi. Praktik kebidanan merupakan inti dari
berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus
terus menerus ditingkatkan mutunya melalui :
1. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
2. Penelitian dalam bidang kebidanan
3. Pengembangan ilmu dan tekhnologi dalam kebidanan
4. Akreditasi
5. Sertifikasi
6. Registrasi
7. Uji Kompetensi

10
C. REGULASI
Dengan demikian apa yang diatur di dalam keputusan menteri
kesehatan nomor 369 tahun 2007, dan keputusan menteri kesehatan nomor
938 tahun 2007 merupakan penjabaran dari UU nomor 36 tahun 2009, UU
nomor 36 tahun 2014 dan UU nomor 4 tahun 2019.

Regulasi sangat diperlukan bagi praktik bidan. Karena bertujuan untuk :

1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kebidanan


2. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan
3. Menetapkan standar pelayanan kebidanan
4. Menilai boleh tidaknya praktik
5. Menilai kesalahan dan kelalaian.

Segala upaya dilakukan untuk mewujudkan adanya regulasi yang dapat


memihak bagi bidan. Namun hingga saat ini belum terwujud regulasi yang
berkeadilan bagi bidan. Perlu adanya suatu legislasi kebidanan yang baku
dan baik di Indonesia masih merupakan harapan di masa mendatang.

Namun, ada beberapa upaya yang dapat mendukung teciptanya sistem


regulasi kebidanan yaitu :

1. Menetapkan dasar pendidikan terendah untuk mendapatkan pengakuan


sebagai perawat, agar tenaga yang dituntut bertanggung jawab dan
tanggung gugatnya adalah tenaga kebidanan yang sebetulnya dari aspek
pendidikan mereka telah memahami tentang pelayanan kebidanan yang
profesional dan telah memahami dampak hukumannya jika pelayanan ini
tidak memenuhi standar.
2. Memberikan berbagai pelatihan dasar tentang hukum dan perundang-
undangan bagi seluruh bidan yang bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman tentang dampak hukum yang dapat terjadi apabila pelayanan
kebidanan yang diberikan tidak memenuhi standar.
3. Mempercepat terwujudnya praktik kebidanan yang professional
diberbagai jenjang pelayanan kesehatan. Hal ini sebagai landasan

11
diterapkannya bentuk pelayanan kebidanan yang profesional bukan
hanya memenuhi persyaratan dan standar profesional, tetapi juga
memenuhi persyaratan hukum kebidanan.
4. Mensosialisasikan berbagai kegiatan untuk diterapkannya sistem legislasi
kebidanan. Kegiatan ini bertujuan untuk menghindarkan
ketidakpahaman, kesalahan persepsi, kesalahan interprestasi ataupun
kesalahan komunikasi tentang peraturan kebidanan
5. Menyepakati perkembangan sistem pendidikan lanjutan kebidanan di
Indonesia, sehingga berdasarkan kesepakatan dari seluruh bidan di
Indonesia ini tidak akan memungkinkan pihak lain untuk membentuk
jenjang kebidanan lainnya yang dapat menjalankan nilai-nilai
profesionalisme terdapat dalam sistem legislasi.

Dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai


penyelenggaraan praktik kebidanan saat ini didominasi oleh kebutuhan
formil dan kepentingan pemerintah, sedangkan peran profesi masih kurang
apalagi bila dibandingkan dengan perangkat hukum negara lain. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kebidanan yang sangat pesat harus
diimbangi dengan hukun sehingga dapat memberikan perlindungan yang
menyeluruh kepada tenaga kebidanan sebagai pemberi pelayanan maupun di
masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan.

12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Otonomi bidan dalam pelayanan kebidanan adalah profesi yang
berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia. Tujuan otonomi dalam
pelayanan kebidanan adalah supaya bidan mengetahui kewajiban otonomi
dan mandiri yang sesuai dengan   kewenangan yang didasari oleh undang-
undang kesehatan yang berlaku. Persyaratan dalam otonomi kebidanan adalah
suatu ketentuan untuk melaksanakan praktek kebidanan dalam memberikan
asuhan pelayanan kebidanan sesuai dengan bentuk-bentuk otonomi bidan
dalam praktek kebidanan

B. SARAN
Untuk lebih memahami materi dalam makalah ini, sebaiknya membaca
dan memahami materi-materi dari sumber keilmuan yang ada (dibuku,
internet, dan lain–lain) dan juga mahasiswa harus dapat mengaitkan materi-
materi tersebut dengan kehidupan kita sehari–hari, agar lebih mudah untuk
paham dan akan selalu diingat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Absori, Transendensi Hukum Prospek dan Implementasi, Pemikiran Hukum


Transendental dalam Konteks Pengembanagan Ilmu Hukum Indonesia,
Genta Publishing, Yogyakarta, 2017. hlm. 15.

Alexandra Ide, Sosiologi Kebidanan, Rona Pancaran Ilmu : Yogyakarta. 2012.


hlm. 117.

Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demokrasi (Telaah Filsafat Politik John Rawls),
Kanisius, Yogyakarta, 2001, hlm. 29- 94.

Farelya, Gita dan Nurrokbiha. Etikolegal Dalam Pelayanan Kebidanan.


Yogyakarta : Deepublish, 2018.

Triwibowo, Cecep, Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika,


2014.

14

Anda mungkin juga menyukai