Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar
1. Kebutuhan Nutrisi
Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar
manusia yang sangat vital. Nutrisi merupakan sumber energi untuk segala
aktivitas dalam sistem tubuh. Sumber nutrisi dalam tubuh berasal dari
dalam tubuh itu sendiri, seperti glikogen yang terdapat dalam otot dan hati
ataupun protein dan lemak dalam jaringan dan sumber lain yang berasal
dari luar tubuh seperti yang sehari-hari dimakan oleh manusia (Sutanto
dan Fitriana, 2017).
2. Macam – Macam Nutrisi
a. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama tubuh. Karbohidrat
akan terurai dalam bentuk glukosa yang kemudian dimanfaatkan tubuh
dan kelebihan glukosa akan di simpan di hati dan jaringan otot dalam
bentuk glikogen (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
Kebutuhan karbohidrat untuk lansia yaitu :
1) Kebutuhan energi pada usia lanjut menurun sehubungan dengan
penurunan metabolisme basal (sel-sel banyak yang inaktif) dan
kegiatan fisik cenderung menurun.
2) Kebutuhan kalori akan menurun sekitar 5% pada usia 40- 49 tahun
dan 10% pada usia 50- 59 tahun serta 60 – 69 tahun.
3) Menurut Nasrullah (2016), kecukupan nutrisi yang dianjurkan untuk
usia lanjut (≥ 60 tahun) adalah pada laki- laki 2200 kalori dan wanita
1850 kalori.
a) Kebutuhan kalori untuk wanita di atas 50 tahun, tidak aktif secara
fisik, membutuhkan 1.600 kalori per hari, sedikit aktif,
membutuhkan 1.800 kalori per hari, sedangkan aktif,
membutuhkan 2.000 sampai 2.200 kalori per hari.
b) Kebutuhan kalori untuk pria di atas 50 tahun, tidak aktif secara
fisik, membutuhkan 2.000 kalori per hari, Sedikit aktif,
membutuhkan 2.200 sampai 2.400 kalori per hari, sedangkan
aktif, membutuhkan 2.400 sampai 2.800 kalori per hari.
4) Kekurangan energi mengakibatkan berat badan rendah, sedangkan
berat badan yang rendah dapat mengakibatkan fungsi umum
menurun seperti menurunnya daya tahan dan kesanggupan kerja.
5) Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh lansia adalah 50%
dari hidrat arang yang merupakan hidrat arang komplek (sayuran,
kacang- kacangan, dan biji-bijian) (Nasrullah, 2016).
b. Protein
Protein merupakan unsur zat gizi yang sangat berperan dalam
penyusunan senyawa-senyawa penting seperti enzim, hormon, dan
antibodi (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
Kebutuhan protein untuk lansia yaitu :
1) Untuk usia lanjut protein berfungsi untuk mengganti sel –sel jaringan
yang rusak serta mengatur fungsi fisiologis tubuh.
2) Dianjurkan memenuhi kebutuhan protein terutama dari protein
hewani dan nabati dengan perbandingan 1 : 3.
3) Jumlah protein yang di perlukan untuk laki – laki usia lanjut (≥60
tahun) adalah 55 g per hari dan wanita usia lanjut 48 g per hari.
4) Hindari konsumsi protein yang berlebih karena akan memberatkan
fungsi ginjal dan hati
5) Protein diperlukan lebih pada usia lanjut yang menderita penyakit
infeksi serta mengalami stress berat.
6) Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan lansia,
yaitu 8- 10% dari seluruh total kalori (Nasrullah, 2016).
c. Lemak
Lemak atau lipid merupakan sumber energi yang mengasilkan
jumlah kalori lebih besar dari pada karbohidrat dan protein (Tarwoto
dan Wartonah, 2010).
Kebutuhan lemak untuk lansia yaitu :
1) Lemak merupakan sumber tenaga selain hidrat arang
2) Konsumsi lemak yang berlebihan tidak dianjurkan pada usia lanjut
karena dapat meningkatkan kadar lemak dalam tubuh khususnya
kadar kolesterol darah.
3) Kebutuhan lemak usia lanjut lebih sedikit.
4) Konsumsi lemak dibatasi jangan lebih dari seperempat kebutuhan
energi.
5) Pada usia lanjut dianjurkan untuk mengonsumsi asam lemak tak
jenuh (berasal dari nabati). Dan pembatasan konsumsi lemak untuk
usia lanjut karena mengingat :
a) Berkurangnya aktivitas tubuh.
b) Berkurangnya produksi enzim sehingga pencernaan lemak tidak
sempurna akan membebani lambung dan usus.
c) Bisa menyebabkan arterosklerosis bila mengkonsumsi asam
lemak jenuh yang tinggi.
6) Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yaitu 25-30% dari total
kalori (Nasrullah, 2016).
d. Vitamin
Vitamin merupakan komponen organik yang dibutuhkan tubuh
dalam jumlah kecil dan tidak dapat diproduksi dalam tubuh. Vitamin
sangat berperan dalam proses metabolisme karena fungsinya sebagai
katalisator.
Untuk usia lanjut dianjurkan untuk mengingatkan konsumsi
makanan kaya vitamin A,B,E untuk mencegah penyakit degeneratif
(sebagai antioksidan). Selain itu, mengonsumsi makanan yang makanan
yang banyak mengandung vitamin B12, asam folat, dan B1 juga
dianjurkan, untuk menanggulangi risiko penyakit jantung (Tarwoto dan
Wartonah, 2010).
Kebutuhan vitamin untuk usia lanjut perorang per hari adalah :
1) Vitamin A wanita 500 RE dan laki- laki 600 RE
2) Vitamin B1 1,0 µg.
3) Vitamin B6 wanita 1,6 µg dan laki- laki 2,0 µg
4) Vitamin B12 1,0 µg
5) Asam folat wanita 150 µg dan laki- laki 170 µg
6) Vitamin C60 µg
7) Vitamin D5 µg
8) Vitamin E wanita 8 µg dan laki-laki 10 µg (Nasrullah, 2016).
e. Mineral
Mineral adalah ion anorganik esensial untuk tubuh karena
peranannya sebagai katalis dalam reaksi biokimia. Mineral dan vitamin
tidak menghasilkam energi, tetapi merupakan elemen kimia yang
berperan dalam mempertahankan proses tubuh.
Pada usia lanjut dianjurkan mengonsumsi makanan kaya Fe, Zn,
selenium dan kalsium untuk mencegah anemia dan pengeroposan tulang
terutama pada wanita (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
Kebutuhan mineral untuk lansia per hari adalah :
1) Kalsium wanita 500 µg dan laki-laki 600 µg.
2) Zat besi wanita 14 µg dan laki-laki 13 µg.
3) Natrium (NaCl) 2,8-7,8 g.
4) Seng (Zn) 15 µg.
5) Selenium wanita 55 µg dan laki-laki 70 µg (Nasrullah, 2016).
f. Air
Merupakan media transport nutrisi dan sangat penting dalam
kehidupan sel-sel tubuh. Setiap hari, sekitar 2 liter air masuk ke tubuh
kita melalui minum, sedangkan cairan digestif yang diproduksi oleh
berbagai organ saluran pencernaan sekitar 8-9 liter, sehingga sekitar 10-
11 liter cairan beredar dalam tubuh. Namun demikian, dari 10-11 liter
cairan yang masuk, hanya 50-200 ml yang dikeluarkan melalui feses,
selebihnya direabsorpsi. Absorpsi air terjadi pada usus halus dan usus
besar (kolon) dan terjadi melalui proses difusi (Tarwoto dan Wartonah,
2010).
Kebutuhan air untuk lansia yaitu :
Minum air 6-8 gelas per hari, banyak minum dan kurangi
makanan yang terlalu asin, dan pembatasan minum kopi dan teh
(Sunaryo, 2016).
3. Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
a. Kalori pada lanjut usia dapat dimodifikasi tergantung keadaan lanjut
usia, misalnya gemuk/kurus atau disertai penyakit demam.
b. Karbohidrat, 60% dari jumlah kalori yang dibutuhkan.
c. Lemak, tidak dianjurkan karena menyebabkan hambatan pencernaan
dan terjadi penyakit, 15-20% dari total kalori yang dibutuhkan.
d. Vitamin dan mineral kebutuhannya sama dengan usia muda.
e. Air, 6-8 gelas per hari.
4. Keseimbangan Energi
Energi dibutuhkan oleh tubuh untuk aktivitas dan fungsi fisiologi
organ tubuh agar fungsi-fungsi tubuh berjalan normal, maka energi yang
digunakan harus seimbang dengan energi yang masuk. Dinamika
keseimbangan energi yaitu :
Energi yang masuk adalah total pengeluaran energi (kebutuhan energi)
sehingga keseimbangan energi sama dengan energi yang masuk dikurangi
pengeluaran energi (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
5. Masalah Kebutuhan Nutrisi
Secara umum, gangguan nutrisi terdiri atas kekurangan dan
kelebihan nutrisi, obesitas, malnutrisi, diabetes melitus, hipertensi, jantung
korener, kanker dan anoreksia nervosa (Hidayat, 2009).
a. Kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang
dalam keadaan tidak berpuasa (normal) atau resiko penurunan berat
badan akibat tidak kecukupan asupan nutrisi untuk kebutuhan
metabolisme.
Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang kebutuhan, hal
tersebut menyebabkan berat badan berkurang dari normal. Apabila
kondisi ini disertai kekurangan protein, kerusakan sel terjadi yang tidak
dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap
penyakit menurun, atau mudah terkena infeksi pada organ tubuh yang
vital.
b. Kelebihan nutrisi
Kelebihan nutrisi merupakan suatu keadaan yang dialami
seseorang yang mempunyai resiko peningkatan berat badan akibat
asupan kebutuhan metabolisme secara berlebih.
Pada lanjut usia karena penggunaan kalori berkurangnya aktivitas
fisik. Kebiasaan makan tersebut sulit untuk di ubah walaupun klien
telah menyadari untuk mengurangi makan.Kegemukan merupakan
salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit jantung,
diabetes mellitus, penyempitan pembuluh darah, dan tekanan darah
tinggi.
6. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi Lansia
a. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan gigi
atau ompong
b. Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap
cita rasa manis, asin, asam, dan pahit
c. Esophagus atau kerongkongan mengalami pelebaran.
d. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
e. Gerakan usus atau gerak peristaltik lemah dan biasanya menimbulkan
konstipasi.
f. Penyerapan makanan di usus menurun.
Indera penciuman dan penglihatan juga terganggu, sehingga
mengakibatkan pemilihan makanan yang berbau tajam atau minat
terhadap makanan menurun. Perubahan emosi karena depresi dan
kesepian juga membuat nafsu makan menurun. Masalah gigi sering
dialami lansia, seperti gigi tanggal, gigi berlubang, dan gigi palsu yang
tidak nyaman. Selain itu, lansia umumnya mempunyai paling sedikit
satu masalah kesehatan, seperti artritis, penyakit kardiovaskular, dan
diabetes. Ditambah pula menurunnya kapasitas mental yang berkaitan
dengan otak. Gangguan kesehatan pada lansia itu berkaitan dengan apa
yang dimakan. Mereka membutuhkan pengaturan menu yang tepat,
contohnya makanan rendah lemak dan garam (Azizah, 2011).
7. Status Nutrisi
Status nutrisi menurut (Tarwoto dan Wartonah, 2010), karakteristik
status nutrisi ditentukan melalui adanya indeks massa tubuh (body mass
index-BMI) dan berat badan tubuh ideal (ideal body weight- IBW).
a. Body mass index (BMI)
Merupakan ukuran dari gambaran berat badan seseorang dengan tinggi
badan. BMI dihubungkan dengan total lemak dalam tubuh dan sebagai
panduan untuk mengkaji kelebihan berat badan (over weight) dan
obesitas.
Rumus BMI diperhitungkan :
BB(kg)/ TB(M) atau BB (pon) x 704,5/ TB (inchi)²
b. Ideal body weight (IBW)
Merupakan perhitungan berat badan optimal dalam fungsi tubuh
yang sehat. Berat badan ideal adalah jumlah tinggi badan dalam
sentimeter dikurangi 100 dan dikurangi atau ditambah 10% dari jumlah
tersebut.
Rumus IBW diperhitungkan :
(TB – 100) + 10%
Gambar 2.1 pola pemenuhan kebutuhan makanan untuk lanjut usia
dengan berat badan rendah.

Makanan lanjut usia dengan


berat badan rendah

Makanan biasa

Ditambah (+)
Waktu TKTP I TKTP II

Pagi 1 gelas susu 1 gelas susu


1 butir telur 1 butir telur
1 potong daging 1 butir telur
1 gelas susu
1 potong daging
1 potong daging

Syarat menu untuk lanjut usia dengan berat badan lebih


(kegemukan) :
1. Jika berat badan berlebih (kegemukan), konsumsi energi harus
dikurangi sampai mencapai berat badan normal
2. Diet rendah kalori untuk lanjut usia harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
a) Kalori dikurangi 500 sampai dengan 100 kalori dari kebutuhan
normalnya.
b) Pengurangan kalori sebaiknya dilakukan dari pengurangan
karbohidrat dan lemak
c) Protein diberikan dalam jumlah normal, dapat juga di atas
kebutuhan normal, yaitu 1-1,5 gram per kg berat badan.
d) Serat diberikan cukup tinggi
e) Vitamin dan mineral diberikan dalam jumlah seperti biasa
f) Diet rendah kalori terdiri atas :
1. Rendah kalori I (1200 kalori)
2. Rendah kalori II (1500 kalori)
3. Rendah kalori III (1700 kalori)
Yang sering digunakan adalah diet rendah kalori 1500 atau
1700 kalori (Nugroho, 2008).

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Status nutrisi seseorang, dalam hal ini klien dengan gangguan status
nutrisi, dapat dikaji dengan menggunakan pedoman A-B-C-D (Mubarak,
2008).
A: Pengukuran antropometrik
B: data biomedis
C: tanda – tanda klinis status nutrisi
D: Diet

a. Tujuan mengkaji kebutuhan nutrisi :


1) Mengidentifikasi adanya defisiensi nutrisi dan pengaruh terhadap
status kesehatan.
2) Mengumpulkan informasi khusus guna menetapkan rencana asuhan
keperawatan terkait nutrisi.
3) Menilai keefektifan asuhan keperawatan terkait nutrisi dan
kemungkinan untuk memodifikasi asuhan tersebut.
4) Mengidentifikasi kondisi kelebihan nutrisi yang berisiko
menyebabkan obesitas, diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi.
5) Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi pasien.
b. Pemeriksaan biokimia
Nilai yang umum digunakan pemeriksaan ini adalah kadar total
limfosit albumin serum, zat besi, transferrin serum, kreatinin,
hemoglobin, hematocrit, keseimbangan nitrogen, dan tes antigen kulit
(Barkaukas,1995 dalam Mubarak, 2008).
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang dilakukan pada klien merupakan penilaian
kondisi fisik yang berhubungan dengan masalah nutrisi. Prinsip
pemeriksaan ini adalah head to toe yaitu dari kepala sampai kekaki.
Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap tanda – tanda atau gejala
klinis defisiensi nutrisi.
Tabel. 2.1 Temuan Fisik Pada Pengkajian Head to Toe
Sistem Temuan pemeriksaan fisik

Integument 1. Lemak subkutan menyusut


2. Kulit kering dan tipis, rentan terhadap
trauma dan iritasi, serta lambat sembuh

Mata Arcus senilis, penurunan visus

Telinga Pendengaran berkurang yang selanjutnya dapat


berakibat gangguan bicara

Kardiopulmunar Curah jantung berkurang serta elastisitas jantung dan


pembuluh darah berkurang. Walaupun tidak ada
kelainan paru namun dapat terdengar ronki basal.
Muskuloskeletal Massa tulang berkurang, lebih jelas pada wanita.

Gastrointestinal Mobilitas dan absorbsi saluran cerna berkurang, daya


pengecap serta produksi saliva menurun.

Neurological Rasa raba juga berkurang, langkah menyempit pada


wanita, dan pada pria agak melebar
Sumber: (Muhith Abdul, 2016)
d. Pengukuran antropometri
Metode pengukuran ini meliputi pengkajian ukuran dan proporsi
tubuh manusia. Pengukuran antropometrik terdiri atas:
1) Tinggi badan
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, TB tumbuh
seiring dengan pertambahan umur. Tinggi badan merupakan
parameter paling penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan
sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat, serta dapat
digunakan sebagai ukuran kedua yang penting, karena dengan
menghubungkan BB terhadap TB (qua stick) faktor umur dapat di
kesampingkan.
Pengukuran tinggi badan dapat menggunakan alat pengukur
tinggi badan microtoise dengan kepekaan 0.1 cm dengan
menggunakan satuan sentimeter atau inci. Pengukuran dilakukan pada
posisi berdiri lurus dan tanpa menggunakan alas kaki.
Cara pengukuran TB untuk lansia :
Tinggi lutut (TL) untuk menentukan tinggi badan (TB) lanjut usia
Pria = (2.02 x tinggi lutut (cm)) – (0.04 x umur (tahun)) + 64.19
Wanita = (1.83 x tinggi lutut (cm)) – (0.24 x umur (tahun)) + 84.88
Pengukuran tinggi badan dengan panjang depan
Pria = 118,24 + (0,28 x panjang depa) – (0,07 x umur) cm
Wanita = 63,18 + (0,63 x panjang depa) – (0,17 x umur) cm
2) Berat badan
Merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling sering
digunakan. Pengukuran berat badan juga dapat memberikan gambaran
status gizi seseorang dengan mengetahui indeks massa tubuh.
Pengukuran berat badan ini menggunakan timbangan injak seca.
3) Tebal lipatan kulit
Pengukuran ketebalan lipatan kulit merupakan cara menentukan
presentasi lemak pada tubuh. Lemak tubuh merupakan penyusun
komposisi tubuh yang merupakan salah satu indikator yang bisa
digunakan untuk memantau keadaan nutrisi melalui kadar lemak
dalam tubuh. Pengukuran lipatan kulit mencerminkan lemak pada
jaringan subkutan, massa otot dan status kalori. Pengukuran ini dapat
juga digunakan untuk mengkaji kemungkinan malnutrisi, berat badan
normal atau obesitas.

4) Lingkar lengan atas


Lingkar lengan atas merupakan pengkajiam umum yang
digunakan untuk menilai status nutrisi. Pengukuran LILA dilakukan
dengan menggunakan sentimeter kain (tape around). Pengukuran
dilakukan pada titik tengan lengan yang tidak dominan. Nilai normal
lingkar lengan atas pada lansia adalah 21 hingga 22 cm.
Tujuan pengukuran ini adalah mengevaluasi pertumbuhan dan
mengkaji status nutrisi serta ketersediaan energi tubuh (Nasrullah,
2016).
5) Hasil pemeriksaan penunjang
Normal kadar kolesterol dibawah 100 mg/dl dan ada peningkatan
atau penurunan kadar kolesterol.
6) Riwayat diet
Pengkajian riwayat diet dilakukan dengan mengkaji jumlah dan
jenis makanan yang dikonsumsi pasien selama 24 jam yang meliputi
karbohidrat, protein, lemak, sayur, buah – buahan, air, dan mineral.
Pengkajian asupan dan pola makan meliputi pengkajian dan informasi
mengenai makanan yang dikonsumsi, persiapan makanan, dan
kebiasaan makan (Moore 1997 dalam Mubarak, 2008).
Analisis diet klien dapat dilakukan dengan menggunakan
kelompok makanan harian (daily food groups) dan table komposisi
makanan (food composition table). Pola makan dan kebiasaan makan
dipengaruhi oleh budaya, latar belakang etnis, status sosial ekonomi,
dan aspek psikologi (Mubarak, 2008).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
diagnosa keperawatan yang muncul pada masalah nutrisi adalah (PPNI,
2017):
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan muntah
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan asupan kalori
dan protein
3. Rencana Intervensi Keperawatan
Penerapan intervensi keperawatan terkait masalah nutrisi bisa
merujuk pada intervensi yang diterapkan secara umum pada klien dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
a. Intervensi keperawatan sebagai berikut :
1) Ketidakseimbangan nutrisi dengan kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan nutrisi tidak adekuat akibat mual dan muntah
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
Kriteria hasil
a) Meningkatkan masukan oral
b) Meningkatkan peningkatan BB
Intervensi
1) Manajemn nutrisi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi makanan yang disukai
c) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
d) Monitor asupan makanan
e) Monitor berat badan
2) Buat tujuan BB ideal dan kebutuhan nutrisi harian yang adekuat
R/ Nutrisi yang adekuat menghindari adanya malnutrisi
3) Timbang setiap hari
R/ Deteksi dini perubahan nutrisi yang adekuat
4) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
R/ Dengan pemahaman yang benar akan memotivasi klien untuk
masukan nutrisinya
5) Ajarkan individu menggunakan penyedap rasa (seperti bumbu)
R/ Aroma yang enak akan membangkitkan selera makan
6) Berikan dorongan individu untuk makan bersama orang lain
R/ Dengan makan bersama-sama secara psikologis meningkatkan
selera makan
7) Pertahankan kebersihan mulut yang baik (sikat gigi) sebelum dan
sesudah mengunyah makan
R/ Dengan situasi mulut yang bersih meningkatkan kenyamanan
8) Anjurkan makan dengan porsi yang kecil tapi sering
R/ Mengurangi perasaan tegang pada lambung
9) Instruksikan individu yang mengalami penurunan nafsu makan
untuk:
a) makan makanan kering saat bangun tidur
b) hindari makanan yang terlalu manis dan berminyak
c) minum sedikit-sedikit melalui sedotan
d) makan dalam porsi kecil rendah lemak dan makan sering
R/ meningkatkan asupan makanan.
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan asupan kalori
dan protein
Tujuan : klien akan memperlihatkan kemampuan terhindar dari
tanda- tanda infeksi
Kriteria hasil
a) Tanda-tanda peradangan tidak ditemukan (panas, bengkak, nyeri,
merah, gangguan fungsi)
Intervensi
1) Kaji tanda-tanda radang umum secara teratur
R/ Mendeteksi dini untuk mencegah terjadinya radang
2) Tingkatkan kemampuan asupan nutrisi TKTP
R/Meningkatkan kadar protein dalam tubuh sehingga
meningkatkan kemampuan kekebalan dalam tubuh
3) Perhatikan penggunaan obat-obat jangka panjang yang dapat
menyebabkan imunosupresi
R/ Menurunkan risiko terjadinya infeksi.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan implementasi
adalah intervensi yang dilaksanakan sesuai rencana setelah dilakukan
validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal,
intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efesien dan situasi yang
tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan didokumentasi
keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Evaluasi terhadap masalah kebutuhan nutrisi secara umum
dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam (Hidayat dan Uliyah, 2012) :
a) Meningkatkan nafsu makan ditunjukkan dengan adanya kemampuan
dalam makan serta adanya perubahan nafsu makan apabila kurang dari
kebutuhan
b) Terpenuhinya kebutuhan nutrisi ditentukan dengan tidak adanya tanda
kekurangan atau berlebihan berat badan
c) Mempertahankan nutrisi melalui oral atau parenteral ditunjukan dengan
adanya proses pencernaan makan yang adekuat.

C. Tinjauan Konsep Penyakit Hipertensi pada Lansia


1. Definisi Lansia
Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti sesorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga
tahap ini berbeda baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia
tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik, yang
ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai
ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk,
gerakan lambat dan figure tubuh yang tidak proporsional (Nasrullah, 2016).
2. Batasan – Batasan Lanjut Usia
Menurut WHO, lanjut usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia (45-59 tahun).
b. Lanjut usia (eldery) antara (60-74 tahun).
c. Lanjut usia (old) antara (75 dan 90 tahun).
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
3. Definisi Penyakit Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka kesakitan (Morbiditas) dan angka kematian (Mortalitas) (Aspiani,
2014).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persistem dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan darah sistolik diatas 90
mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan diastolic ≥ 90 mmHg (Aspiani, 2014).
Hipertensi adalah kondisi tekanan darah seseorang yang berada diatas
batas-batas tekanan darah normal. Hipertensi disebut juga pembunuh gelap
atau slinet killer. Hipertensi dengan cara tiba-tiba dapat mematikan
seseorang tanpa diketahui gejalanya terlebih dahulu. Hipertensi berarti
tekanan darah dalam pembuluh- pembuluh darah sangat tinggi (Susilo dan
Wulandari, 2011)
4. Manajemen Nutrisi Pada Diet Hipertensi
Manajemen non-farmakologi yang sangat penting diterapkan oleh
individu yang memiliki hipertensi adalah diet. Diet adalah salah satu cara
untuk mengatasi hipertensi tanpa efek samping yang serius karena metode
pola makan. Prinsip yang dilakukan untuk diet hipertensi adalah makanan
beraneka ragam, jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi
penderita, jumlah garam dibatasi sesuai dengan dengan kesehatan
penderita dan jenis makanan dalam daftar diet. Tujuan dari diet hipertensi
adalah mengurangi asupan garam, memperbanyak serat, menghentikan
kebiasaan buruk, memperbanyak asupan kalium. Selain itu diet hipertensi
bertujuan untuk penderita hipertensi menghindari makanan yang dapat
meningkatkan kadar kolesterola dan tekanan darah sehingga tidak
mengalami stroke dan infark jantung (Vitahealth, 2004).
5. Etiologi Hipertensi
Hipertensi disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat
mempengaruhi satu sama lain. Kondisi masing-masing orang tidak sama
sehingga faktor penyebab hipertensi pada setiap orang sangat berlainan
(Susilo dan Wulandari, 2011).
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan tekanan perifer.
a. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi :
1) Genetik : respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
2) Obesitas : terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat.
3) Stress karena lingkungan
b. Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadi
perubahan –perubahan pada :
1) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
2) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, hal ini terjadi karena
kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
3) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Aspiani, 2014).
6.Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi meningkatnya tekanan darah di dalam pembuluh darah bisa
terjadi melalui beberapa cara, sebagai berikut :
a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan
pada setiap detiknya.
b. Pembuluh darah besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku
sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa
darah melakui pembuluh darah tersebut.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal
sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam
tubuh (Susilo dan Wulandari, 2011).
Hipertensi (Aspiani, 2014), dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :
1) Hipertensi esensial/ hipertensi primer
Ada beberapa faktor :
a) Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi.
b) Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah : umur (jika umur bertambah maka TD meningkat), jenis
kelamin (laki- laki lebih tinggi dari perempuan), ras (ras kulit
hitam lebih banyak dari kulit putih).
c) Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya
hipertensi adalah : konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30
gr), kegemukan atau makan berlebihan, stres, merokok, minum
alkohol, minum obat- obatan (ephedrine, prednison, epineprin).
2) Hipertensi sekunder
Jenis hipertensi ini penyebabnya dapat diketahui :
a) Penyakit ginjal : glomerulonephritis, nekrosis tubular akut, tumor.
b) Penyakit vascular : hyperplasia, thrombosis, aneurisma, emboli
kolestrol dan vaskulitis.
c) Kelainan endokrin : diabetes mellitus, hipertiroidisme,
hipotiroidisme.
d) Penyakit saraf : stroke, encephalitis, syndrome gulian barre.
e) Obat – obatan : kontrasepsi oral, kortikosteroid.
7. Pathofisiologis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jarak saraf sympatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia
sympati di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui sistem
saraf sympatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetikolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norefinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstiktor.
Klien dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norefinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan
renin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi (Aspiani, 2014).

8. Kriteria Hipertensi
Tabel 2.2 Kriteria Penyakit Hipertensi menurut WHO
No Kriteria Tekanan Darah

Sistolik Diastolik
1. Normal < 130 < 85
2. Perbatasan 130-139 85-89

3. Hipertensi
Derajat 1 : ringan (mild) 140-159 90-99
Derajat 2 : sedang (moderate) 160-179 100-109
Derajat 3 : berat (several) 180-209 110-119
Derajat 4 : sangat berat (very >210 >120
severe)
Sumber: (Dalaimartha dan Wijaya, 2004 dalam Aspiani, 2014)
9. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi
sebagai berikut :
a. Sakit kepala
b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh
d. Berdebar atau detak jantung terasa cepat
e. Telinga berdenging
Menurut Crowin, 2000 dalam Aspiani, 2014, menyebutkan bahwa
sebgaian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi
bertahun- tahun berupa :
1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang- kadang disertai mual dan muntah,
akibat peningkatan tekanan darah intrakranial.
2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
3) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat
4) Nokturi karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler.

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu


pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara
tiba- tiba, tengkuk terasa pegal (Novianti, 2006 dalam Aspiani, 2014).
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan
gejala yang khusus. Meskipun secara tidak sengaja, beberapa gejala
terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan hipertensi
padahal sesungguhnya bukan hipertensi.
Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari
hidung (mimisan), migren atau sakit kepala sebelah, wajah
kemerahan, mata berkunang – kunang, sakit tengkuk, dan kelelahan
(Susilo dan Wulandari, 2011).
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
1) Albuminuria pada hipertensi karena parenkim ginjal.
2) Kreatinin serum BUN meningkat pada hipertensi karena parenkim
ginjal dengan gagal ginjal akut.
3) Darah perifer lengkap.
4) Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa).
2) EKG
1) Hipertropi ventrikel kiri.
2) Ischemi/infark miocard.
3) Peninggian gelombang p.
4) Gangguan konduksi.
3) Roentgen Foto
1) Bentuk dan besar jantung noothing dari iga pada kwartasio dari
aorta.
2) Pembendungan, lebarnya paru.
3) Hipertropi parenkim ginjal.
4) Hipertropi vaskular ginjal.

11. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non Farmakologi
1) Pengaturan diet
Beberapa diet yang dianjurkan :
a) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan
darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam
dapat mengurangi stimulasi sistem renin angiotensin sehingga
sangat berpontensi sebagai anti hipertensi. Jumlah intake sodium
yang dianjurkan 50- 100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam
per hari.
b) Diet kaya buah dan sayur
Diet buah-buahan, yaitu papaya, pisang, jeruk, apel dan
semangka, dan untuk diet sayur, yaitu, bayam, kangkung, wortel,
brokoli, labu kuning, labu siam dan tomat.
c) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung
korener (Aspiani, 2014).
2) Penurunan berat badan
Penurunan berat badan mengurangi tekanan darah,
kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung dan volume
sekuncup juga berkurang.
3) Olahraga
Olahraga teratur seperti senam hipertensi bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan jantung.
Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu
minggu sangat dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah.
Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi
terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.
4) Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat
Berhenti merokok dan tidak mengonsumsi alkohol, penting
untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok
diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung (Aspiani, 2014).
b. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi oksigen
2) Pemantauan hemodinamik
3) Pemantauan jantung
4) Obat – obatan :
a) Diuretik : lasix, aldactone, dyrenium, diuretic bekerja melalui
berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dengan
mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya.
b) Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos
jantung atau arteri.
c) Penghambat enzim mengubah angiotensin 2 atau inhibitor ACE
berfungsi untuk menurunkan angiotensin 2 dengan menghambat
enzim yang di perlukan untuk mengubah angiotensin 1 menjadi
angiotensin 2. Kondisi ini menurunkan darah secara langsung
dengan menurunkan TPR, dan secara tidak langsung dengan
menurunkan sekresi aldosterone, yang akhirnya meningkatkan
pengeluaran natrium pada urin kemudian menurunkan volume
plasma dan curah jantung (Aspiani, 2014)
12. Discharge planning
Menurut Amin dan Hardhi (2015) terdapat discharge planning adalah
sebagai berikut :
a. Pertahankan gaya hidup sehat
b. Belajar untuk rilek dan mengendalikan stress
c. Penjelasan mengenai hipertensi
d. Jika sudah menggunakan obat hipertensi teruskan penggunaan secara
rutin
e. Diet garam serta pengendalian berat badan
f. Periksa tekanan darah secara teratur.

Anda mungkin juga menyukai