Anda di halaman 1dari 9

TUGAS AKHIR SEMESTER PIH (KELAS A)

Annisa Putri Larasati


NIM B10020047

Tuliskan 10 asas pengertian hukum


Asas Hukum adalah pikiran dasar yang terdapat dalam hukum konkret atau diluar peraturan
hukum konkret.

• EQUALITY BEFORE THE LAW


―kesederajatan di mata hukum‖
Bahwa semua orang dipandang sama hak, harkat dan martabatnya di mata hukum.

• LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI


―ketentuan peraturan (UU) yang bersifat khusus mengenyampingkan ketentuan yang bersifat
umum‖
Jika terjadi pertentangan antara ketentuan yang sifatnya khusus dan yang sifatnya umum, maka
yang diberlakukan adalah ketentuan yang sifatnya khusus.
Contoh: KUHP M(khusus) —

• LEX SUPERIORI DEROGAT LEGI INFERIORI


―ketentuan peraturan (UU) yang mempunyai derajat lebih tinggi didahulukan
pemanfaatannya/penyebutannya daripada ketentuan yang mempunyai derajat lebih rendah‖
Jika terjadi pertentangan antara UU yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah, maka yang
diberlakukan adalah ketentuan yang lebih tinggi.

• LEX POST TERIORI DEROGAT LEGI PRIORI


―ketentuan peraturan (UU) yang baru mengenyampingkan / menghapus berlakunya ketentuan
UU yang lama yang mengatur materi hukum yang sama‖
Jika terjadi pertentangan antara UU yang lama dengan yang baru, maka yang diberlakukan
adalah UU yang baru.
Contoh: berlakunya UU no 32 tahun 2004, menghapus berlakunya UU no 22 tahun 1999 tentang
peraturan daerah.

• RES JUDICATA VERITATE PRO HABETUR


―keputusan hakim waib dianggap benar kecuali dibuktikan sebaliknya‖
Jika terjadi pertentangan antara keputusan hakim dengan ketentuan UU, maka yang diberlakukan
adalah keputusan hakim/pengadilan.

• LEX DURA SECTA MENTE SCRIPTA


―ketentuan UU itu memang keras, karena sudah oleh pembuatnya seperti itu (hukumnya sudah
ditentukan seperti itu)
Contoh:
ketentuan Pasal 10 KUHP (tentang jenis-jenis hukuman)
1. hukuman pokok
– hukuman mati
– hukuman penjara
– hukuman kurungan
– hukuman denda
2. hukuman tambahan
– pencabutan hak-hak tertentu
– perampasan barang-barang hasil kejahatan

• LEX NIMINEM CODIG AD IMPOSIBILIA


―ketentuan UU tidak memaksa seseorang untuk mentaatinya, apabila orang tersebut benar-benar
tidak mampu melakukannya‖
Contoh:
– Pasal 44 KUHP : orang gila
– Pasal 45 KUHP : dibawah umur
– Pasal 48, 49 KUHP : pembelaan darurat
– Pasal 50 KUHP : karena tugas
• NULLUM DELICTUM NOELA POENA SINE PRAEVIA LEGI POENALE
―Asas Legalitas‖ (pasal 1 ayat (1) KUHP)
Asas yang menentukan bahwa tiap-tiap perbuatan pidana harus ditentukan sedemikian rupa oleh
suatu aturan undang-undang. Tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada peraturan yang
mengatur perbuatan tersebut sebelumnya.

• DIE NORMATIEVEN KRAFT DES FAKTISCHEN


―perbuatan yang dilakukan berulang kali memiliki kekuatan normative‖

• STRAFRECHT HEEFTGEEN TERUGWERKENDE KRACHT


―asas tidak berlaku surut‖
Seandainya seseorang melakukan suatu tindak pidana yang baru kemudian hari terhadap
tindakan yang serupa diancam dengan pidana, pelaku tdk dapat dipidana atas ketentuan yang
baru itu. Hal ini untuk menjamin warga negara dari tindakan sewenang-wenang dari penguasa.

• GEENSTRAF ZONDER SHCULD


―tidak dipidana jika tidak ada kesalahan‖
Bahwa seseorang yang tidak melakukan kesalahan / tindak pidana tidak dapat dibebankan sanksi
pidana terhadapnya.

• PRESUMTION OF INNOCENCE
―praduga tak bersalah‖
Seseorang tidak dapat dinyatakan bersalah apabila belum diputus pengadilan atau memiliki
kekuatan hukum yang sah.

• UNUS TESTIS NULLUS TESTIS


―satu orang saksi bukan saksi‖
Dalam suatu pemeriksaan harus ada lebih dari seorang saksi, jika hanya ada satu saksi saja maka
kesaksiannya tidak dapat diterima.
Resume materi ilmu kenyataan
Ilmu Hukum sebagai Ilmu Kenyataan (Seinwissenschaft)
Ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan membahas hukum dari sisi sikap tindak atau perilaku.
Artinya hukum akan dilihat dari segi penerapannya yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku
atau sikap tindak. Yang termasuk di dalam ilmu-ilmu kenyataan tentang hukum diantaranya
adalah:
Sosilogi Hukum
Antropologi Hukum
Perbandingan Hukum
Sejarah Hukum
Psikologi Hukum
1. Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum pertama kali diperkenalkan oleh Anzilotti pada Tahun 1882. Di lihat dari
perkembangannya, dapat dijelaskan bahwa sosiologi hukum pada hakikatnya lahir dari hasi-hasil
pemikiran para ahli filsafat hukum.
Ilmu hukum juga memiliki peran strategis untuk lahirnya sosiologi hukum. Hukum sebagai
gejala sosial yang ada dalam masyarakat sebagai kajian ilmu hukum, mendorong perkembangan
sosiologi hukum. Sementara itu ilmu hukum juga berbicara tentang nilai seperti halnya nilai
keadilan, ketertiban dan keamanan yang merupakan kebutuhan dari masyarakat.
Ilmu sosiologi juga memiliki peran yang sangat penting untuk memecahkan berbagai persoalan
hukum yang ada dalam masyarakat. Dewasa ini banyak persoalan hukum yang diselesaikan oleh
hukum yang sifatnya normatif tidak memuaskan. Dengan demikian diperlukanlah adanya suatu
pendekatan yang lebih komprehensif melalui ilmu sosiologi yang merupakan ilmu yang
berkenaan dengan kemasyarakatan yang diharapkan dapat memecahkan segala persoalan hukum
yang dihadapi oleh masyarakat.
Secara umum ruang lingkup sosiologi hukum adalah :
1) Mempelajari dasar sosial dari hukum atau basis sosial dari hukum.
2) Mempelajari efek hukum terhadap gejala-gejala sosial dalam masyarakat.
Perspektif penelitian sosiologi hukum dapat dibedakan antara lain:
1) Sosiologi hukum secara teoretis bertujuan untuk menghasilkan generalisasi atau abstrak
setelah pengumpulan data, pemeriksaan terhadap keteraturan social, dan pengembangan
hipotesis.
2) Sosiologi hukum empiris atau praktis, yang bertujuan untuk menguji berbagai hipotesis
tersebut melalui pendekatan yang sistematis dan metodologis.
Menurut Bruggink terdapat 2 tingkat objek dari sosiologi hukum yaitu:
1) Objek dari sosiologi hukum pada tingkat pertama adalah kenyataan dalam masyarakat
2) Objek dari sosiologi hukum pada tingkat kedua adalah kaidah-kaidah hukum, yang dengan
salah satu cara memainkan peranan dalam kenyataan kemasyarakatan. Kaidah-kaidah hukum
tersebut berupa peraturan-peraturan tertulis, keputusan-keputusan pengadilan (jurisprudensi) dan
juga keputusan-keputusan lembaga kemasyarakatan.
Karakteristik dari sosiologi hukum adalah:
1) Sosiologi hukum bertujuan untuk menjelaskan praktik-praktik hukum (pembuatan undang-
undang, penerapan dan pengadilan)
2) Sosiologi hukum senantiasa menguji kesahihan empiris dari suatu peraturan atau
pernyataan hukum
3) Sosiologi hukum tidak malakukan penilaian terhadap hukum. Tingkah laku yang mentaati
hukum dan menyimpang dari hukum sama –sama merupakan objek pengamatannya
Sosiologi hukum merupakan bagian dari ilmu kenyataan (menyoroti hukum sebagai sikap
tindak). Dengan demikian, sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara
empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal balik antara hukum sebagai gejala sosial
dengan gejala sosial lainnya.
2. Antropologi Hukum
Istilah Antropologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu antropos dan logos. Antropos
berarti manusia dan logos berarti ilmu atau studi. Pegertian dari Antropologi hukum itu sendiri
adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yg mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya
pada masyarakat-masyarakat sederhana maupun pada masyarakat yang mengalami proses
perkembangan dan pembangunan.
Antropologi dikenal dengan adanya Antropologi fisik dan Antropologi budaya.
Antropologi fisik terdiri dari:
1) Paleoantropologi yakni mempelajaro sejarah terjadinya perkembangan manusia sebagai
makhluk biologis.
2) Sosmatologi yakni mempelajari terjadinya perkembangan manusia dari sudut cirri
badaniah.
Adapun Antropologi budaya terdiri dari:
1) Etnolinguistik yakni mempelajari terjadinya penyebaran dan pertumbuhan bahasa manusia.
2) Prehistory yakni mempelajari terjadinya perkembangan dan penyebaran kebudayaan
manusia.
3) Etnologi yakni mempelajari dasar-dasar kebudayaan manusia dalam kehidupan
masyarakat.
Antropologi hukum menggunakan pendekatan secara menyeluruh dalam menyelidiki
manusia dan masyarakatnya, menemukan bahwa melalui manifestasinya sendiri yang khas, akan
melihat bahwa hukum itu selalu hadir dalam masyarakat.
Bagi seorang antropolog yang mempelajari hukum, yang sangat penting adalah
mengadakan analisis dan konstruksi terhadap perikelakuan-perikelakuan yg bertujuan untuk
memelihara nilai-nilai yang berlaku. Suatu gejala hukum timbul apabila ada perikelakuan yg
sedemikian rupa shg bila dibiarkan akan mengganggu atau bahkan merusak lembaga-lembaga
yang paling dihargai oleh masyarakat.
Menurut E.A Hoebel yang di kutip oleh Soerjono Soekanto hukum sebagai aspek
kebudayaan mempunyai beberapa fungsi fundamental untuk memelihara kedudukan masyarakat
diantaranya:
1) Merumuskan pedoman bagaimana warga masyarakat seharusnya berperikelakuan,
sehingga terjadi integrasi minimal dalam masyarakat.
2) Menetralisasikan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat, sehingga dapat dimanfaatkan
untuk mengadakan ketertiban.
3) Mengatasi persengketaan agar keadaan semula pulih kembali.
4) Merumuskan kembali pedoman-pedoman yang mengatur hubungan antara warga-warga
masyarakat dan kelompok, apabila terjadi perubahan.
Menurut Satjipto Rahardjo bahwa lingkup persoalan yang bisa dijelajah oleh para ahli
antopologi di bidang hukum cukup luas, diantaranya meliputi hal-hal berikut:
1) Bagaimanakah tipe-tipe badan yang menjalankan pengadilan dan perantaran dalam
masyarkat?
2) Apakah yang menjadi landasan kekuasaan dari badan-badan itu untuk menjalankan
peranannya sebagai penyelesaian sengketa?
3) Dalam keadaan tertentu, sengketa-sengketa yang bagaimanakah yang menghendaki
penyelesaian melalui pengadilan dan yang manakah menghendaki perundingan?
4) Fungsi serta ekosistemis manakah yang bekerja atas suatu proses hukum?
5) Prosedur manakah yang dipakai untuk masing-masing jenis sengketa pada kondisi tertentu?
6) Bagaimankah keputusan itu dijalankan?
7) Bagaimanakah hukum berubah?
Antropologi hukum memperhatikan dan menerima hukum sebagai bagian dari proses-
proses yang lebih besar dari masyarakat. Hukum dilihat tidak secara statis, melainkan dinamis,
yang mana ia akan terbentuk dan menghilang secara berkesinambungan.
3. Perbandingan Hukum
Dalam bukunya Comparative Law, Rudolf D. Schleringer mengemukakan bahwa
perbandingan hukum merupakan metoda penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh
pengetahuan yg lebih mendalam tentang bahan hukum tertentu.
Perbandingan hukum bukan merupakan suatu perangkat peraturan dan azas-azas hukum,
bukan suatu cabang hukum, melainkan suatu cara menggarap suatu unsur hukum asing yang
aktual dalam suatu masalah hukum.
Tujuan mempelajari perbandingan hukum dapat dibedakan berdasarkan asal usul dan
perkembangannya. Jika kita bertitik tolak pada teori hukum alam maka tujuan perbandingan
hukum adalah membandingkan sistem-sistem hukum guna dapat mengembangkan hukum alam
itu sendiri, sehingga tampak adanya persamaan dan perbedaan. Apabila kita bertitik tolak pada
jalur orientasi yang bersifat pragmatism maka tujuan perbandingan hukum adalah untuk
mengadakan perbaruan hukum dan tidak semata-mata melihat perbedaan dan persamaan antara
dua sistem hukum atau lebih.
Adapun manfaat dari mempelajari perbandingan hukum adalah untuk:
1) Unifikasi hukum.
2) Harmonisasi hukum.
3) Mencegah adanya chauvinism hukum nasional dan menempuh kerjasama internasional.
4) Memahami hukum asing.
5) Pembaruan hukum nasional.
4. Sejarah Hukum
Sejarah hukum adalah suatu bidang studi hukum yang mempelajari perkembangan dan
asal-usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu dan membandingkan dengan hukum
yang berbeda karena dibatasi oleh waktu. Yang ditekankan dalam studi sejarah hukum adalah
hukum suatu bangsa merupakan ekspresi jiwa dari bangsa yang bersangkutan dan oleh karenanya
senantiasa selalu berbeda dengan yang lainnya. Perbedaan ini terletak pada karakteristik
pertumbuhan yang dialami masing-masing sistem hukum.
Sejarah hukum ini tidak dapat dilepaskan dari aliran Historical Juriprudence yang di
pelopori oleh Friedrich Carl von Savigny. Aliran muncul sebagai suatu reaksi terhadap
Rasionalisme abad ke-18 dan Semangat Revolusi Perancis yang menentang wewenang dan
tradisi.
Menurut Lemaire, apabila dilihat dari sudut bentuknya sejarah hukum terdiri atas sejarah
hukum ekstern ruang lingkupnya yaitu perkembangan secara menyeluruh dari suatu hukum
positif tertentu dan sejarah hukum intern ruang lingkupnya yaitu lembaga dan pengertian hukum
dari suatu bidang tata hukum tertentu.
Apabila hukum itu dikatakan tumbuh dan berkembang maka dapat diartikan bahwa ada
hubungan antara sistem hukum yang sekarang dengan yang lalu. Karenanya untuk memahami
fenomena hukum dalam masyarakat, perlu dikenal dan dipahami secara sistematis tentang
proses-proses terbentuknya hukum, faktor-faktor penyebab keberadaannya, dan sebagainya.
5. Psikologi Hukum
Psikologi apabila di tinjau dari segi ilmu bahasa berasal dari kata psycho dan logos.
Psycho sering diartikan jiwa dan logos yang berarti ilmu. Dengan demikian psikologi sering di
artikan dengan ilmu pengetahuan tentang jiwa.
Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang prilaku manusia (human behavior), maka
dengan kaitannya dengan studi hukum, ia akan melihat hukum sebagai salah satu pencerminan
perilaku manusia. Di dalam masyarakat modern, perilaku manusia ini merupakan sesuatu yang
sangat menonjol pada hukum, yang akan menggunakan hukum sebagai alat tujuan tujuan yang di
kehendaki. Karenanya dimaksud dengan psikologi hukum adalah suatu cabang pengetahun yang
mempelajari hukum sebagai perwujudan dari perkembangan jiwa manusia.
Adapun ruang lingkup dari psikologi hukum menurut Soedjono D. ialah:
1) Segi psikologi tentang terbentuknya norma atau kaedah hukum.
2) Kepatuhan atau ketaatan terhadap kaedah hukum.
3) Perilaku menyimpang.
4) Psikologi dalam hukum pidana dan pengawasan perilaku.
Dalam psikolog hukum akan dipelajari sikap tindak atau perilakuan hukum dari
seseorang yang terdiri atas:
1) Sikap tindak atau perilakuan hukum yang normal yang akan menyebabkan seseorang akan
mematuhi hukum.
2) Sikap tindak atau perilakuan hukum yang abnormal yang menyebabkan seseorang
melanggar hukum, meskipun dalam keadaan tertentu dapat dikesampingkan.
Ada beberapa gejala psikologis yang berpengaruh terhadap perilaku menyimpang yang
melanggar hukum antara lain:
1) Neurosis yaitu gangguan jasmaniah yang disebabkan oleh factor kejiwaan atau gangguan
pada fungsi jaringan syaraf.
2) Psikhosis yaitu suatu gejala seperti reaksi schizophrenic yang menyangkut proses
emosional dan intelektual.
3) Gejala Sosiopatik yang mencakup : reaksi antisocial (seseorang yang hamper tidak punya
etika atau logika), reaksi dissosial (seseorang yang selalu berurusan dengan hukum), deviasi
seksual (perilaku sesual yang menyimpang) dan addiction (ketergantungan).
Secara sadar ataupun tidak, hukum ternyata telah memasuki bidang psikologi, terutama
psikologi sosial, hal ini dapat dilihat contohnya pada hukum pidana, dimana peranan sanksi
pidana dengan kriminalis menunjukan hubungan hukum dengan psikologi. Contohnya lain
misalnya bila kita mempersoalkan tentang hak hak itu tercantum di dalam peraturan, melainkan
karena ada keyakinan pada diri sendiri bahwa kita harus berbuat seperti itu.

Anda mungkin juga menyukai