Yudika mahardika 102009028/ Maria aprilla 102012402/ Jimmy salomo 102012254/ Rizka
chairani 102013053/ Sylvia indrayani 102013153/ Raynhard salindeho 102013174/
Magdalena 102013248/ Bryan jeremiah 102013375/ Novita marta 102013389
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-
1731
Pendahuluan
Anamnesis
asap, dan bahan kimia yang menimbulkan iritasi jalan napas berakibat terjadi
Pemeriksaan Fisik
-. Inspeksi : saat bernapas ada bagian yang tertinggal atau tidak, ada
tonjolan atau tidak, dan sebagainya.
-. Palpasi : meningkatnya fremitus menandakan adanya konsolidasi.
-. Perkusi : normal adalah sonor; hipersonor ditemukan pada hiperinflasi
paru; dan redup ditemukan pada konsolidasi paru/efusi pleura.
-. Auskultasi : berkurangnya intensitas saluran napas pada kedua bidang
paru menunjukkan adanya obstruksi saluran napas; ronki kasar dan
nyaring sesuai dengan obstruksi parsial/penyempitan saluran napas;
ronki basah halus terdengar pada parenkim paru yang berisi cairan. 1
Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap
Basil Tahan Asam (BTA)
Rontgen thorak PA
Kultur
Tes tuberculin
Working Diagnosis
Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa. Diagnosis TB paru pada orang dewasa
dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya
positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto
rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung
TB, maka penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak
mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya
biakan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya
kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun
gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS : Kalau hasil SPS
positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan
pemeriksaan foto rontgen dada, untukmendukung diagnosis TB.
a) Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif
rontgen positif.
b) Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.2-3
Differential Diangnosis
Kanker Paru
Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifik, seperti batuk darah, batuk kronik, berat badan
menurun dan gejala lain yang juga dapat dijurnpai pada jenis penyakit paru lain. Penernuan
dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang terjadi, biasanya keluhan yang ringan
terjadi pada mereka yang telah memasuki stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker paru
terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada staging lanjut. Dengan rneningkatnya
kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan meningkatnya pengetahuan dokter
dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan.3
Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko tinggi yaitu:
• Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok
• Paparan industri tertentu
dengan satu atau lebih gejala: batuk darah, batuk kronik, sesak napas,nyeri dada dan berat
badan menurun.
Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan salah satu
gejala di atas dan seseorang yang dengan gejala klinik : batuk darah, batuk kronik, sakit dada,
penurunan berat badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat
yang menderita kanker paru juga perlu jadi faktor pertimbangan. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio toraks
dan pemeriksaan sitologi sputum. Jika ada kecurigaan kanker paru, penderita sebaiknya
segera dirujuk ke spesialis paru agar tindakan diagnostik lebih lanjut dapat dilakukan lebih
cepat dan terarah.3
Bronkitis Kronik
Bronkhitis akut adalah radang pada bronkus yang biasanya mengenai trakhea dan
laring, sehingga sering dinamai dengan laringo tracheobronchitis. Radang ini dapat timbul
sebagai kelainan jalan nafas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya
pada morbili, pertusis, difteri, dan tifus abdominalis.
Asma Bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme
periodik (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit kompleks
yang dapat diakibatkan oleh factor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.3,4
Tipe Asma
Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergik,dan campuran (mixed):
a. Asma alergik/ekstrintik, merupakan suatu jenis asma dengan yang
disebabkan oleh alergen (misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan
dan lain-lain). Alergen yang paling umum adalah alergen yang perantaraan penyebarannya
melalui udara (air borne) dan allergen yang muncul secara musiman (season). Pasien
dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat alergi pada keluarga dan riwayat
pengobatan ekzema atau rhinitis alergi. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan
serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.
b. Idiopatik atau nonallergic asthma/intrinsik,merupakan jenis asma yang
tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Faktor-faktor seperticommon
cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi, dan polusi lingkungan dapat
menimbulkan serangan asma. Beberapa agen farmakologi, antagonis beta-adrenergik, dan
agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat berperan factor pencetus. Serangan asma
idiopatik atau nonallergic dapat menjadi lebih berat dan seringkali dengan berjalannya
waktu dapat berkembang menjadi bronchitis dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma
jenis ini dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai
pada saat dewasa (>35 tahun)
c. Asma campuran (mixed asthma), merupakan bentuk asma yang paling sering
ditemukan. Dikarakteristikkan dengan batuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau
nonalergic.4
Patogenesis
A. Tuberkulosis primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran nafas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang Pneumonia yang d sebut dengan
sarang primer atau afek primer. Sarang paru primer ini mungkin bisa timbul dibagian
mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
terlihat peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut di ikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus ( limfadenitis
regional) Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer, kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :
1. Sembuh dengan tidak menimbulkan cacat sama sekali (restitution ad integrum).
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas ( antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik,sarang perkapuran di hilus ).
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum yaitu menyebar ke sekitarnya, yaitu suatu kejadian
penekanan bronkus,biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran nafas yang bersangkutan,
denganakibat Atelektasis.
b. Penyebaran secara Bronkogen yaitu penyebaran baik di paru bersangkutan atau
ke paru sebelahnya.
c. Penyebaran secara Hematogen dan Limfogen yaitu penyebaran ini berkaitandengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman.
B. Tuberkulosis Post Primer
Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah Tubekulosis
primer. Biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior
maupunlobus inferior. Sarang dini awalnya berbentuk sarang Pneumoni kecil, sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan akan segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan
akan sembuhdalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif
kembali denganmembentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan
keju di batukkankeluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju ( jaringan kaseosa ). Kaviti
akanmuncul dengan di batukkan jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding
tipis,kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik), kaviti tersebut
akanmenjadi :
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru.
b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) dan disebut
tuberkuloma.Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi bisa aktif
lagi, mencair lagi,dan menjadi kaviti lagi.
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed kaviti atau kaviti
menyembuhdengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan
berakhir sebagaikaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti
bintang ( stellateshaped ).4
Klasifikasi Tuberculosis
A. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura.
1.Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak ( BTA ), terbagi atas :
a. Tuberkulosis Paru BTA ( + ) adalah : 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif. Pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan positif dan
kelainanradiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
b. Tuberkulosis paru BTA ( - ) adalah : Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan
BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberculosis aktif.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan bikanM.Tuberculosis
positif.
2. Berdasarkan Tipe Pasien.
a. Kasus baru yaitu pasien belum pernah mendapat pengobatan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.
b. Kasus kambuh (relaps) yaitu pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan pengobatan dan di nyatakan sembuh,kemudian kembali lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
c. Kasus defaulted atau droup out yaitu pasien yang telah menjalani pengobatanlebih
dari 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut- turut atau lebih,sebelum masa
pengobatannya habis.
d. Kasus gagal yaitu Pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembalimenjadi
positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).
e. Kasus kronik yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelahselesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan
yang baik.
f. Kasus bekas TB : Hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru
menunjukkan lesi TB yang tidak aktif atau foto menunjukkan gambaran yang menetap.
Pada kasus dengan gambaran radiologi yang meragukan dan telah mendapat pengobatan
OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.
Gejala Klinis
Gejala klinis Tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik.5
1. Gejala Respiratori
Batuk lebih dari 2 minggu
Batuk darah
Sesak napas
Nyeri dada
2. Gejala Sistemik
Demam
Malaise
Keringat malam
Anoreksia
Berat badan menurun
Etiologi
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari bakteri
ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan bentuk dari bakteri ini yaitu batang,
tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul, tidak mempunyai selubung tetapi kuman ini
mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari
bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan
asam dan alkohol sehingga sering disebut dengan bakteri tahan asam (BTA). Selain itu
bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan dingin. Bakteri ini dapat bertahan pada
kondisi rumah atau lingkungan yang lembab dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun
bakteri ini tidak tahan atau dapat mati apabila terkena sinar, matahari atau aliran udara.3
Epidemiologi
A. Di dunia
Tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi 9 juta penderita baru TB denga
kematian berkisar 3 juta orang.
95% kasus TB diperkirakan terdapat di negara berkembang
Kematian karena TB pada perempuan lebh banyak karena kematian karena masalah
kehamilan, persalinan dan nifas.
B. di Indonesia
Tata Laksana
2. Kategori II
Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan fase inisial
terdiri 2RHZES/1RHZE, yaitu RHZE selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2
bulan pertama. Apabila sputum BTA negatif fase lanjutan bisa segera dimulai.
Apabila sputumBTA masih positif pada minggu ke 12,fase inisial dengan 4 obat
dilanjutkan 1 bulan lagi.Bila akhir bulan ke 4 sputum BTA masih positif semua obat
di hentikan selama 2-3 hari dan di lakukan kultur sputum untuk uji kepekaan.
Kemudian obat di lanjutkan memakai resimen fase lanjutan yaitu 5R3H3E3 atau
5RHE.
3. Kategori III
Pasien dengan Sputum BTA negatif tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus
ekstra pulmonal. Pengobatan fase inisial 2RHZ kemudian diteruskan dengan fase
lanjutan5R3H3E3.
4. Kategori IV
Yaitu Tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi
ganda,sputumnya harus di kultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup di beri
H saja.
Kategori Pasien TB Panduan Pengobatan TB Alternatif
pengobatan TB Fase awal (setiap Fase Lanjutan
hari atau 3x
seminggu)
I Kasus baru TB 2EHRZ (SHRZ) 6HE
paru dahak (+) 2EHRZ (SHRZ) 4HR
;kasus baru TB 2EHRZ (SHRZ) 4H3R3
paru dahak (–)
dengan kelainan
luas di paru ; kasus
baru TB ekstra
pulmonal berat.
II Kambuh, dahak 2SHRZE/ 1HRZE 5H3R3E3
(+) ; pengobatan 2SHRZE/ 1HRZE 5HRE
gagal ; pengobatan
setelah terputus.
III Kasus baru TB 2HRZ 6HE
paru dahak (-) 2HRZ 4HR
(selain kategori I) ; 2HRZ 4H3R3
kasus baru TB
ekstra pumonal
yang tidak berat.
IV Kasus kronis TIDAK DIPERGUNAKAN
(dahak masih (merujuk ke penuntun WHO guna
positif setelah pemakaian obat lini kedua yang diawasi
menjalankan pada pusat-pusat spesialis).
pengobatan ulang)
Komplikasi
Pencegahan
Kesimpulan
Tuberculosis adalah penyakit yang sangat menular. Dari semua hal-hal diatas, daya tahan
tubuh orang yang sehat sangat berperan dalam mencegah penularan TBC. Karena rasanya
sulit untuk menghindari terhirupnya bakteri TBC di saat tinggal serumah dengan penderita
TBC. Bila seseorang itu memiliki daya tahan tubuh yang kuat, walaupun bakteri TBC masuk,
sistem pertahanan tubuhnya akan memusnahkannya. Yang harus dilakukan untuk memiliki
daya tahan tubuh yang kuat ini, tidak lain adalah rajin berolahraga, konsumsi cukup makanan
yang seimbang, terapkan pola hidup sehat seperti tidur yang cukup dan tidak merokok.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, eds. “Pulmonologi” Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: EGC; 2007.
3. Aditama Y. “Tuberkulosis” Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006.
4. Antariksa B, Djajalaksana S, Pradjnaparaminta, Riyadi J, Yunus F, dkk. Penyakit paru
obstruktif kronik. Jakarta:Perhimpunan Dokter Paru Indonesia(PDPI); 2011.
5. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC; 2007.
6. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC; 2009.