Anda di halaman 1dari 14

Asma Bronkial pada Anak-Anak

Rizka Chairani (102013053) / E1

Mahasiswi, Fakultas Kedokteran, Ukrida

Jl. Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat

rizka.2013fk053@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak : Asma merupakan penyakit kronik pernapasan yang sering dijumpai pada anak.
Resiko akan penyakit ini berhubungan dengan faktor genetik, jenis kelamin, obesitas,
lingkungan (polusi, alergen, virus), dan riwayat adanya penyakit saluran pernapasan
ataupun alergi pada keluarga. Penyakit ini merupakan penyakit turunan. Keadaan asma
biasanya ditandai dengan peradangan saluran nafas, hiperresponsif bronchial, dan adanya
perubahan struktur pada dinding bronkus.

Kata kunci : asma, atopi, genetik

Abstract: Asthma is a chronic respiratory disease that is often found in children. The risk of the
disease associated with genetic factors, gender, obesity, environment (pollution, allergens,
viruses), and a history of respiratory disease or allergy in the family. This disease is a hereditary
disease. Asthma circumstances typically characterized by airway inflammation, bronchial
hyperresponsiveness, and the structural changes in the bronchial wall.

Keywords: asthma, atopy, genetic


Pendahuluan
Asma merupakan penyakit kronik pernapasan yang sering dijumpai pada anak. Resiko
akan penyakit ini berhubungan dengan faktor genetik, jenis kelamin, obesitas, lingkungan
(polusi, alergen, virus), dan riwayat adanya penyakit saluran pernapasan ataupun alergi
pada keluarga. Penyakit ini merupakan penyakit turunan. Keadaan asma biasanya ditandai
dengan peradangan saluran nafas, hiperresponsif bronchial, dan adanya perubahan struktur
pada dinding bronkus.

Pembahasaan

Anamnesis

Untuk mengetahui apa yang dirasakan pasien dan untuk membantu menegakkan
diagnosis terhadap penyakit pasien tersebut maka dokter melakukan anamnesis. Anamnesis
sendiri terdiri dari beberapa pertanyaan yang dapat mengarahkan kita untuk dapat
mendiagnosa penyakit apa yang diderita oleh pasien. Pertanyaan tersebut meliputi identitas
pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
kesehatan keluarga dan riwayat sosial. Anamnesis lebih baik dilakukan dalam suasana
nyaman dan santai.

Ada dua jenis atau tipe anamnesis, yang pertama adalah autoanamnesis dimana
keterangan mengenai penyakit yang dialami oleh pasien disampaikan sendiri oleh pasien
tersebut. Dan yang kedua adalah alo-anamnesis dimana keterangan tentang kondisi
penyakit pasien didapatkan melalui anamnesis yang dilakukan pemeriksa kepada orang
yang mendampingi pasien dan mengetahui kondisi pasien tersebut, misal pasien anak-anak
dengan pendampingnya adalah orang tuanya, maka anamnesis dilakukan pada orang
tuanya.

Identitas merupakan data pribadi dari pasien tersebut yang meliputi nama, umur, jenis
kelamin pasien, pekerjaan, tempat tinggal pasien, agama, dan lain sebagainya. Identitas
diperlukan karena melalui identitas dokter terbantu untuk bisa menilai apa keluhan pasien
berasal dari akivitas (kegiatan, pekerjaan, tradisi, dan sebagainya) maupun lingkungannya
sehari-hari. Jika pasien tersebut tidak sadar, maka tanyakan identitas pasien kepada orang
yang dekat atau orang yang datang dengan pasien. Untuk riwayat kesehatan, keluarga,
maupun sosial ditanyakan untuk mengetahui apa pasien mengalami satu hal yang
menyebabkan terpicunya penyakit tersebut, apa penyakit tersebut didapatkan dari
penularan oleh orang lingkungan sekitarnya dan sebagainya.

Tanyakan pula riwayat penyakit pada keluarga. Apa sebelumnya atau sekarang sedang
ada salah satu anggota keluarga yang sakit dengan keluhan yang sama. hal ini ditanyakan
untuk mengetahui apakah penyakitnya berhubungan dengan herediter atau tidak. Setelah
itu tanyakan tentang riwayat social dan lingkungannya. Bagaimana dengan sekitar tempat
tinggalnya, adakah yang menderita keluhan yang sama. Tanyakan pula kebiasaan hidup
pasien. Dan dapat ditanyakan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang dapat menunjang
diagnosis kerja pasien.

Untuk anamnesis asma bisa dimulai dari pertanyaan apakah keluhan yan membawa
pasien datang untuk berobat? Jika pasien datang dengan keluhan batuk atau mengi,
tanyakan sejak kapan keadaan tersebut terjadi, sudah berapa lama, apa timbulnya keluhan
tersebut persisten (terus-menerus) atau hilang timbul? Lalu tanyakan apa batuknya disertai
dahak (sputum). Tanyakan apa pencetusnya, apakah ada suatu keadaan atau waktu tertentu
yang memperparah keluhan seperti pada malam hari keluhan dirasa lebih berat atau setelah
beraktivitas fisik, atau adanya benda-benda tertentu seperti bulu-bulu yang mencetuskan,
bau-bauan (parfum misalnya), penggunaan obat (seperti steroid atau aspirin), dan lain
sebagainya. Lalu tanyakan apakah ada keluhan penyerta seperti sesak nafas maupun ISPA.
Bisa juga ditanyakan apakah pasien sudah mencoba berobat atau terapi sebelumnya? Jika
iya, setelah berobat apakah ada perubahan (membaik, tidak ada perubahan, atau semakin
berat)?

Untuk riwayat penyakit dahulu tanyakan apakah dulu pernah sakit seperti ini? Atau
riwayat sakit pada saluran pernafasan. Tanyakan pula apakah penderita punya riwayat sakit
alergi. Atau adakah sakit berat dan serius lainnya. Lanjutkan pertanyaan dengan
menanyakan riwayat penyakit pada keluarga. Adakah pada keluarga yang mengalami sakit
serupa? Adakah pada keturunan keluarga yang mempunyai riwayat asma atau alergi
lainnya? Pada pasien penderita asma akan ditemukan ada riwayat asma atau atopi pada
keturunan keluarganya.

Kemudian tanyakan riwayat sosialnya, bagaimana keadaan lingkungan dimana pasien


tinggal. Apakah padat penduduk, bagaimana kebersihannya? Juga tanyakan apa di
lingkungan sekitarnya ada yang menderita penyakit serupa? Bagaimana dengan riwayat
atau kebiasaan pasien, aktivitas, pola makan, dan lain sebagainya. Dan pertanyaaan-
pertanyaan lainnya yang dapat mendukung diagnosis kerja dan menyingkirkan diagnosis
bandingnya.

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik nilai keadaan umum dari pasien ketika datang berobat. Apakah
keadaan pasien sakit ringan, sedang, atau berat. Pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan
pemeriksaan tanda-tanda vital, cek suhu untuk melihat adakah demam. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital dapat ditemukan adanya peningkatan frekuensi nafas yang menandakan dia
sesak nafas.

Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi pada daerah thorax. Pada auskultasi akan ditemukan adanya bunyi mengi atau
wheezing pada pasien jika ketika diperiksa pasien sedang mengalami serangan. Juga akan
ditemukan adanya sianosis serta takikardi jika pasien diperiksa dalam keadaan sedang
serangan berat.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa uji faal atau fungsi paru dengan
Peak Flow Meter atau dengan spirometer, pemeriksaan ini untuk menilai reversibilitas dan
variabilitas. Pasien dapat didiagnosa asma bila hasil variabilitas PFR (Peak Flow Rate) atau
FEV 1 (Force Expiration Volume 1) lebih besar dari 15 %. Jika setelah pemberian inhalasi
bronkodilator lalu di uji dan hasil PFR atau FEV 1 nya mengalami kenaikan lebih besar 15
%, artinya hasil pemeriksaan menunjukan diagnosisnya asma. Juga ketika setelah dilakukan
provokasi bronkus dengan pemberian histamine, gerak badan (exercise), udara kering dan
dingin (akan timbul batuk dan sesak), atau dengan larutan garam hipertonis ditemukan ada
penurunan PFR atau FEV 1 lebih besar dari 15 % diagnosis asma juga bisa ditegakkan.

Untuk menyingkirkan kemungkinan seperti TBC dapat dilakukan uji tuberculin atau
tes mantoux. Uji ini merupakan uji yang dilakukan untuk melihat apakah anak menderita
TBC atau tidak. Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan IgE dengan uji tusuk kulit ( skin
prick test ). Uji ini digunakan untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit
dan sekaligus mencari faktor pencetusnya. Tapi tidak selalu hasil jika hasil uji alergen ini
positif berarti allergen tersebut penyebab asmanya.

Dan untuk pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan


sputum dan pemeriksaan darah. Pada pemeriksaan sputum akan ditemukan crystals Charcot-
Leyden (lisofosfolipasemembran eosinofil) dan spiral Curschmann (silinder mukosa
bronkial). Dan pada pemeriksaan darah akan ditemukan eosinofil. Sedangkan untuk
pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah x-ray thorax. X-ray thorax ini dilakukan
untuk menyingkirkan penyakit pembanding lainnya yang tidak disebabkan asma.

Gejala klinis

Asma diawali dengan adanya pencetus, seperti paparan terhadap alergen, polusi, atau
bahkan dari aktivitas fisik. Gangguan yang pertama muncul adalah gangguan ISPA (Infeksi
Saluran Pernafasan Akut) seperti batuk dan pilek, kemudian didapati adanya suara mengi
atau wheezing saat ekspirasi. Pada tahap selanjutnya gejala yang muncul berupa gejala
respiratorik, yaitu sesak nafas ringan sampai berat. Jika kondisi pasien sudah sakit asma berat
maka gejala yang timbul bisa sampai takikardi atau bradikardi, tekanan nadi melemah,
hipotensi, dan akral dingin. Pada kasus yang lebih berat lagi akan terjadi gangguan klinis
pada saraf dan otak akibat hipoksia (karena sesak) yang akan sebabkan gangguan emosi,
motorik bahkan sensorik, kesadaran, sampai kejang. Gejala lain yang dapat muncul bisa
berupa gangguan keseimbangan asam basa (karena sesak) dan gangguan metabolisme cairan.

Gejala asma dapat dibedakan berdasarkan derajat serangannya yang dibagi 2, yaitu
berdasarkan frekuensi dan beratnya serangan. Berdasarkan frekuensinya ada 3 pembagian
serangan asma, yang pertama adalah asma episodik jarang, serangan jarang terjadi, serangan
tipe ini terjadi pada sekitar 75% populasi anak yang menderita asma, serangan terjadi sekitar
satu kali dalam 4-6 minggu, dan mengi akan timbul selama 3-4 hari biasanya setelah aktivitas
fisik yang berat, sedangkan batuknya biasa akan berlangsung sekitar 10-14 hari. Dan
umumnya serangan ini akan dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas atas. Biasanya jika
diuji fungsi parunya akan didapati hasil normal.

Yang kedua adalah asma episodik sering. Serangan asma akan lebih sering datang,
sekitar 1 minggu sekali atau kurang. Serangan ini terjadi pada kurang lebih 20% populasi
anak yang menderita asma. Untuk keluhan menginya biasanya akan timbul setelah
beraktivitas fisik sedang. Dan jika diuji fungsi parunya akan didapati hasil yang mendekati
normal. Pada derajat serangan seperti ini dibutuhkan terapi profilaksis agar tidak sering
kambuh. Biasanya anak yang menderita asma derajat ini tidak mengalami gangguan
pertumbuhan.

Dan yang ketiga adalah asma episodik persisten atau kronis. Serangan asma tipe ini
terjadi pada sekitar 5% populasi. Pada asma dengan derajat serangan seperti ini akan lebih
sering kambuh, serangan bisa sampai sekitar 3 kali seminggu. Pada derajat asma ini anak
biasanya mengalami gangguan pertumbuhan sehingga ketika anak bertumbuh dewasa
tubuhnya akan terlihat kecil dan kemampuan aktivitas fisiknya akan berkurang dan sering
tidak dapat mengikuti olahraga dan kegiatan biasa lainnya. Dan ketika dilakukan uji fungsi
paru akan didapati hasil yang abnormal. Pada derajat serangan ini dibutuhkan terapi
profilaksis.

Selanjutnya derajat serangan berdasarkan beratnya serangan dibagi menjadi 3 juga,


yaitu ringan, sedang, dan berat. Beratnya serangan sendiri tidak ada hubungannya dengan
frekuensi serangan. Penderita asma episodik jarang bisa saja ketika terjadi serangan
mengalami serangan ringan atau bahkan berat, dan sebaliknya pada penderita asma episodik
persisten bisa saja setiap datangnya serangan, serangannya hanya ringan, atau bisa saja berat.
Lihat tabel 1 untuk mengklasifikasikan derajat beratnya serangan asma berdasarkan gejala
klinisnya.
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis.

Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru


Intermitten  Bulanan ≤ 2x/bulan  APE ≥ 80%
o Gejala < 1x/minggu  VEP1 ≥ 80% nilai
o Tanpa gejala diluar prediksi APE ≥
serangan 80% nilai terbaik
o Serangan singkat  Variabilitas APE <
20%

Persisten  Mingguan > 2x/bulan  APE > 80%


ringan  Gejala > 1x/minggu tetapi  VEP1 ≥ 80% nilai
< 1x/hari prediksi APE ≥
 Serangan dpt mengganggu 80% nilai terbaik
aktivitas dan tidur  Variabilitas APE
20-30%

Persisten  Harian > 1x/minggu  APE 60-80%


sedang  Gejala setiap hari  VEP1 60-80%
 Serangan mengganggu nilai prediksi APE
aktivitas dan tidur 60-80% nilai
 membutuhkan terbaik
bronkodilator setiap hari  Variabilitas APE >
30%

Persisten berat  Kontinua Sering  APE ≤ 60%


 Gejala terus menerus  VEp1 ≤ 60% nilai
 Sering kambuh prediksi ≤ 60%
 Aktivitas fisik terbatas nilai terbaik
 Variabilitas APE >
30%

Diagnosis kerja

Asma bronchial pada anak

Asma bronchial merupakan inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan hiper
responsif dan menimbulkan gejala episodik berulang. Gejala-gejala tersebut adalah mengi,
sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam atau dini hari. Ada beberapa
jenis asma, yaitu yang pertama hidden asthma. Biasanya ini terjadi pada pasien yang
menderita asma sejak kecil, kemudian ketika pasin tersebut beranjak dewasa penyakit
asmanya seolah-olah hilang padahal yang terjadi adalah asma memasuki masa laten sehingga
ketika terjadi perangsangan atau tercertus, asma akan kambuh kembali. Yang kedua adalah
exercise induced asthma dimana asma akan timbul setelah berolahraga, pasien dengan jenis
asma seperti ini bukan berarti tidak boleh berolahraga, boleh saja tapi sebelum berolahraga
disarankan untuk memakai inhaler terlebih dahulu. Yang ketiga adalah nocturnal asthma,
asma pasien akan kambuh pada malam hari, hal ini mungkin disebabkan oleh debu yang ada
pada kasur. Jenis asma yang selanjutnya adalah occupational asthma, intermitten asthma
(merupakan asma ringan), asma kronik persisten, dan yang terakhir adalah severe asthma
attack.

Diagnosis banding

Bronkitis

Bronkitis terbagi dua, ada yang akut dan ada yang kronik yang biasa disebut batuk
kronik berulang atau BKB. BKB merupakan keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai
macam penyebab, bisa karena infeksi maupun non-infeksi sehingga BKB bukanlah suatu
diagnosa penyakit tetapi merupakan gejala awal adanya penyakit paru ataupun sistemik yang
mendasar yang berlangsung selama 2 minggu atau lebih dan akan berulang paling tidak 3 kali
dalam 3 bulan, bisa disertai gejala respiratorik lainnya ataupupn tidak.

Sedangkan bonkitis akut merupakan infeksi saluran nafas yang biasanya disertai ISNA
(Infeksi Saluran Nafas Atas) atau common cold seperti rhinitis. Awalnya mungkin hanya
batuk-pilek biasa yang kemudian kuman penyebab batuk-pilek tersebut turun ke saluran
nafas bagian bawah dalam hal ini turun ke bronkus. Bronchitis bisa juga dipicu oleh alergi
ataupun rangsangan asap atau gas. Gejala yang menyertai penyakit ini adalah demam dengan
suhu sekitar 370 - 390 C. Untuk gejala ISNA yang mengawali penyakit ini biasa berlangsung 3
– 4 hari berupa batuk kering dan nyeri dada. Kemudian batuk kering ini dalam beberapa hari
akan menjadi batuk yang produktif yang dalam 5 – 10 hari produk atau sekretnya akan
berkurang dan batuknya hilang.
Pada auskultasi pasien dengan bronchitis akut akan terdengar suara ronki basah kasar
atau halus, hal ini terdengar karena adanya lender di bronkus. Juga suara nafasnya kasar dan
akan ditemukan wheezing saat eskpirasi. Karena saluran nafasnya yang lebih sempit daripada
orang dewasa, bunyi wheezing ini lebih sering ditemukan pada anak-anak.

Untuk terapi bronchitis akut ini anak berupa simtomatik saja, karena penyakit ini
adalah self limiting disease sehingga bisa sembuh sendiri. Pada anak-anak disarankan untuk
lebih banyak minum agar lendirnya bisa jadi lebih encer dan mudah dikeluarkan. Bisa
dilakukan humidifikasi untuk mengencerkan lendirnya. Dan pemberian antibiotik bisa
dilakukan bila ada indikasi.

Bronkiolitis

Bronkiolitis merupakan peradangan yang mengenai bronkiolus sehingga terjadi


obstruksi akibat inflamasinya. Penyakit ini bersifat akut dan sering terjadi pada anak dibawah
usia 2 tahun dan palin sering mengenai anak berusia 6 bulan. Bronkiolitis ini diawali oleh
ISPA, kemudian infeksi tersebut menyebabkan oedem pada saluran nafas dan sekresi mucus
meningkat sehingga terjadi obstruksi yang menyebabkan retensi aliran udara meningkat.
Terjadilah over inflasi paru akibat udara yang masuk ke paru tidak bisa keluar karena paru
mengembang. Sehingga ventilasi pun berkurang dan terjadi hipoksemia dan frekuensi nafas
meningkat.

Gejala awal dari penyakit ini adalah ISPA ringan yang bisa disertai demam atau tidak.
Lalu terjadi distress pernapasan berupa batuk, mengi, dispneu (sulit nafas), takipneu (nafas
cepat), nafas cuping, retraksi, dan anaknya akan rewel. Jika dilakukan pemeriksaan fisik akan
ditemukan adanya bunyi ronki dan mengi. Untuk terapinya dapat diberikan bronkodilator,
anti virus (berikan sedini mungkin), antibiotic bila ada indikasi infeksi sekunder, dan dapat
diberikan kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi bronkilous. Walau setelah sembuh dari
bronkiolitis batuk dan mengi akan menetap cukup lama. Kemudian bisa terjadi
hiperreaktifitas bronkus, nantinya ketika ada batuk lagi walau sedikit saja sembuhnya akan
lama, hal ini terjadi mungkin karena ada faktor atopi, faktor hipersensitivitas, faktor
imunologi, dan faktor lainnya.
Etiologi

Penyebab dari asma ini sendiri adalah karena adanya penyempitan saluran nafas akibat
adanya obstruksi. Ada beberapa hal yang mencetuskan asma terjadi pada penderita, yaitu
adanya alergen terutama debu rumah, lalu bahan iritan (seperti asap rokok, asap polusi,
parfum, dan lainnya), kemudian bisa pula dicetuskan oleh infeksi saluran nafas atas oleh
virus, perubahan cuaca yang ekstrem, beratnya aktivitas fisik, obat-obatan seperti OAINS,
dan bahkan karena emosi (stress).

Epidemiologi

Penyakit asma di Indonesia prevalensinya adalah 5-7%. Prevalensi asma dipengaruhi


oleh banyak factor, diantaranya factor genetic, jenis kelamin, usia, stastu atopi, dan factor
lingkungan. Prevalensi asma umumnya lebih tinggi pada anak-anak dibanding dewasa. Ada
penelitian yang menyatakan bahwa resiko menderita asma ini meningkat pada anak yang
mempunyai ibu dengan asma terutama yang ibunya punya riwayat asma dengan onset ketika
ibunya tersebut masih muda. Pada masa anak-anak ditemukan prevalensi antara anak wanita
dengan laki-laki adalah 1:1,5 tapi seiring bertambahnya usia prevalensi antara wanita dengan
laki-laki adalah seimbang, dan pada usia menopause prevalensi tersebut berbanding terbalik
dan lebih tinggi pada wanita dibanding laki-laki.

Patofisiologi

Gejala asma sendiri diawali dari adanya penyempitan saluran nafas sehingga terjadi
obstruksi yang dikarenakan adanya bronkokonstriksi, hipertrofi otot polos bronkus, hipertrofi
kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil, neutrofil, basofil, makrofag),
deskuamasi sehingga terdapat benda-benda creola (sel epitel terkelupas), dan karena adanya
sekret atau sputum kental yang lengket. Obstruksi tersebut bersifat satu arah, sehingga
terjadilah air trapping pada alveolus karena udara yang masuk ke alveolus tidak bisa keluar.
Kemudian terjadilah hiperinflasi, dimana alveolus menggembung karena adanya
penumpukan udara yang tidak bisa keluar tadi. Dengan terjadinya inflasi ini akan
meningkatkan tekanan udara didalam alveolus sehinga bila terus berlanjut akan
menyebabkan oksigenasi dan pelepasan CO2 (pertukaran O2 dan CO2) terhambat, pada
beberapa kasus bahkan berakhir dengan pneumothorax. Selanjutnya karena pertukaran
oksigen terhambat, distribusi oksigen ke seluruh tubuh pun berkurang dan akan
menyebabkan kondisi hipoksia. Kondisi hipoksia ini selanjutnya dapat berkembang menjadi
gangguan asam basa dan bahkan gangguan kesadaran yang akan memperparah kondisi
pasien.

Penatalakasanaan

Tujuan utama dari penatalaksanaan atau terapi yang diberikan pada anak penderita
asma adalah menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Tujuan
lain yang ingin dicapai adalah agar gejala atau serangan asma tidak sering timbul supaya
anak dapat berkativitas senormal mungkin sehingga mengurangi absen hingga sedikit
mungkin, dan agar tidak perlu mengkonsumsi obat terus-menerus (meminimalisasikan
kebutuhan obat) sehingga dapat mengurangi efek samping dari obat. Penatalaksanaan dapat
dilakukan dirumah maupun dirumah sakit.

Non medika mentosa

Untuk terapi tanpa obat bisa dimulai dengan menghindari factor pencetus dari
asmanya. Bisa dilakukan fisioterapi jika anak datang dalam kondisi serangan. Juga dapat
dilakukan de-sensitisasi untuk asma yang disebabkan karena hipersensitivitas. De-sensitisasi
dilakukan dengan skin test, dimana pasien disuntikan dengan beberapa bahan yang
diperkirakan bisa sebabkan alergi, jika ada reaksi yang besar pada kulit (merah besar) berarti
pasien alergi dengan bahan tersebut. Kemudian lakukan de-sensitisasi setiap minggunya
dengan menyuntikan dosis kecil bahan yang sebabkan alergi tersebut sampai 1-2 tahun,
hingga akhirnya alergi hilang. Dan jika diperlukan bisa diberikan terapi oksigen dan terapi
suportif lainnya.

Medika mentosa

Obat-obatan yang dapat diberikan untuk penderita asma dibagi menjadi 2 golongan
berdasarkan cara kerjanya obat yaitu golongan pengontrol (controller) dan golongan pelega
(reliever). Golongan pengontrol ini berguna untuk mengontrol timbulnya serangan agar tidak
sering kambuh. Sedangkan golongan pelega diberikan saat serangan asma datang. Adapun
yang termasuk golongan pengontrol adalah kortikosteroid sistemik dan inhalasi, sodium
kromoglikat, metilsantin (aminofilin), agonis beta 2 kerja lama, dan antihistamin generasi 2
(antagonis H1). Dan yang termasuk golongan pelega adalah agonis beta 2 kerja singkat,
kortikosteroid sistemik, anti kolinergik, metilsantin (aminofilin), dan adrenalin. Untuk lihat
daftar obat-obat asma yang biasa dipakai pada anak – anak lihat tabel 2.

Nama Obat Nama Dagang Dosis


Obat simpatomimetik:
Terbutaline Bricasma Oral : 0,075 mg/kg BB tiap 6 jam.
Subkutan : 0,005 mg/kb BB
Aerosol : 1-2 semprotan (250-500 µ gr)
tiap 4-6 jam.
Larutan respirator : 0,02-0,03 ml/kg BB
tiap 4-6 jam.
Orciprenalin Alupent Oral : 0,3 mg/kg BB tiap 6 jam.
(metaproterenol) Larutan respirator (2%) : 0,01-0,02 ml/kg
BB tiap 4-6 jam.
Salbutamol (albuterol) Ventolin Oral : 0,15 mg/kg BB tiap 6 jam.
Aerosol: 2 semprotan (200 µ gr) tiap 4-6
jam.
Larutan respirator : 0,02-0,03 ml/kg BB
tiap 4-6 jam.
Adrenalin Subkutan: larutan 1:1000, 0,01 ml/kg
BB/kali, max 0,5 ml.
Methylxantine:
Aminophyline IV: 5 mg/kg BB tiap 6 jam atau 5 jam
mg/kg BB permulaan dan 0,9 mg/kg BB
per jam dalam infus.
Theophyllin ‘standard’ Oral : 5-6 mg/kg BB tiap 6 jam max 200
mg.
Steroid:
Beclomethasone Aldecin Aerosol : 2-4 semprotan (100-200 µ gr) 3-
4 kali sehari.
Puyer kering (rotacaps) 100-200 mg 3-4
kali sehari.
Budesonid Pulmicort Aerosol : 2-4 semprotan (100-200 µ gr) 3-
4 kali sehari.

Tabel 2. Obat-obat yang dipakai untuk asma pada anak.

Pemberian obat untuk terapi asma disesuaikan dengan derajat serangan pada penderita.
Untuk terapi pada penderita asma episodik jarang dan serangannya ringan cukup berikan obat
pelega atau pereda berupa bronkodilator beta agonis. Untuk terapi asma episodik sering,
berikan obat pengontrol seperti anti inflamasi kromoglikat atau kortikosteroid. Dan untuk
terapi asma persisten berikan obat pengontrol steroid inhalasi dan agonis beta kerja lama.

Jika anak datang dengan serangan beri obat agonis beta nebulasi (dapat diulang 2 kali
dengan interval waktu 20 menit). Pada anak dengan serangan asma berat disarankan untuk
dirawat dan diberi terapi oksigen. Selain itu beri kortikosteroid intravena atau
intramuscularis, berikan adrenalin 1:1000 sebanyak 0.3 cc via subkutan. Dan berikan
aminofilin drips.

Komplikasi

Serangan asma yang sering dan berlangsung lama akan menyebabkan terjadinya
emfisema yang mengakibatkan perubahan bentuk thorax seperti dada burung dara dan akan
tampak sulkus harisson. Bila sekret yang dihasilkan banyak dan kental, salah satu bronkus
akan tersumbat dan terjadi atelektasis pada lobus paru dimana terdapat sekret tersebut.
Atelektasis yang berlangsung lama kemudian akan menjadi bronkiektasis dan bila terdapat
infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang berat dan terus-menerus serta
tidak bisa diatasi dengan obat-obatan dapat berujung dengan gagal nafas dan bahkan
kematian.

Prognosis

Prognosis asma pada anak umumnya baik. Sebagian besar pada anak penderita asma,
asmanya akan menghilang atau berkurang seiring dengan bertambahnya umur. Sebesar
kurang lebih 50% dari penderita asma episodik jarang, keluhan hilang pada umur 10-14
tahun dan sekitar 15% berkembang menjadi asma kronik pada umur 21 tahun. Lalu 5% dari
asma kronik/persisten dapat menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma episodik
sering, hampir 60% tetap sebagai asma kronik/persisten dan sisanya menjadi asma episodik
jarang. Dengan begitu bila dilihat sekitar 70-80% dari anak penderita asma pada umur 21
tahun keluhan asmanya akan berkurang bahkan menghilang.

Pencegahan
Hal utama yang harus dilakukan untuk mencegah kambuhnya asma adalah dengan
mengenali faktor pencentus asmanya dan menghindarinya. Memenuhi atau mencukupi gizi
anak dengan baik agar daya tahan tubuh lebih baik. Serta istirahat yang cukup dan tidak
beraktivitas fisik yang sangat berat.

Kesimpulan

Asma merupakan penyakit kronik pernapasan yang sering dijumpai pada anak. Resiko
akan penyakit ini berhubungan dengan faktor genetik, jenis kelamin, obesitas, lingkungan
(polusi, alergen, virus), dan riwayat adanya penyakit saluran pernapasan ataupun alergi pada
keluarga. Karena pencetusnya akan berbeda-beda pada setiap anak, untuk mencegah agar
asma tidak sering kambuh perlu diketahui apa sekiranya pencetus dari asmanya dan
menghindarinya. Medikasi dan terapi yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup dari anak yang menderita sakit asma ini. Obat yang dipakai bersifat pengontrol atau
pelega. Dimana pengontrol diberika untuk mencegah serangan sering kambuh dan untuk
pelega diberikan ketika serangan dating untuk meredakan serangan.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai