Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KULIAH

“SEJARAH ETNOFARMASI, PERKEMBANGAN, KIMIA DAN BIOAKTIVITAS SENYAWA CURCUMIN”

Diselesaikan Untuk Memenuhi Tugas Besar Mata Kuliah Etnofarmasi 20212

Dosen Pengampu :

apt. Bawon Triatmoko, S.Farm.,M.Sc.

Kelompok 8 :

Aisyah Zubaidah 182210101055


Ami Reza Novitasari 182210101056
Fajar Saifullah 182210101057
Rezalia Asia Putri 182210101058

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

JUNI, 2021
2

DAFTAR ISI

A. Sejarah Etnofarmasi Curcumin………………………………………………………………………………… 3


B. Perkembangan Senyawa Curcumin…………………………………………………………………………. 7
C. Struktur Kimia dan Bioaktivitas Senyawa Curcumin……………………………......................12
D. Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………..18

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………19
3

A. Sejarah Etnofarmasi Curcumin

Indonesia merupakan negara agraria yang kaya akan berbagai bahan alam. Bahan alam
telah lama digunakan untuk tujuan pengobatan oleh manusia yang sudah dilakukan secara turun
temurun. Bahan alam yang penting dan umum digunakan untuk terapi pada umunya yaitu berasal
dari tumbuhan, hewan, atau mikroorganisme. Didukung dengan tanah yang subur,
memungkinkan berbagai macam spesies tumbuhan untuk tetap lestari keberadaannya yang mana
tumbuhan – tumbuhan ini selanjutnya akan dieksplorasi untuk mendapatkan informasi terkait
pengetahuan keabsahan tumbuhan yang telah lama digunakan sebagai obat tradisional pada etnis
tertentu dalam memberikan efek farmakologis. Hal ini dapat digunakan sebagai titik awal
pencarian obat baru. Berbagai macam tumbuhan ini memiliki berbagai manfaat dan kegunaan
dalam kehidupan sehari-harinya, salah satunya dalam aspek kesehatan. Tanaman obat tradisional
memiliki keunggulan yakni lebih murah, tersedia secara lokal dan mudah dikonsumsi, serta
dengan stock yang melimpah di alam.

Menurut WHO tahun 2013, terdapat sekitar 25% obat modern dan konvensional yang
berasal dari tumbuhan obat. Salah satu senyawa yang digunakan antara lain Kurkumin. Tumbuhan
yang paling banyak dimanfaatkan di Indonesia yang mana mengandung kurkumin adalah tanaman
yang berasal dari suku Zingiberaceae, seperti kunyit (Curcuma longa L.) dan temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb). Kurkumin (diferuloylmethane (C21H20O6)), yang mana merupakan suatu
komponen senyawa berwarna kuning - orange yang dapat ditemukan pada tumbuhan dan telah
digunakan secara luas dalam pengobatan Ayurveda, Siddha dan pengobatan tradisional Tiongkok
selama berabad-abad (Zhou et al., 2016), karena memiliki berbagai sifat terapeutik termasuk
antioksidan, analgesik, anti-inflamasi, aktivitas antiseptik, dan aktivitas antikarsinogenik (Çıkrıkçı,
Mozioglu, & Yılmaz, 2008). Secara umum diakui aman yang mana tercantum dalam Generally
Recognized as Safe (GRAS) oleh Food and Drug Administration (FDA) . Dosis Kurkumin yaitu 12 g/
hari diketahui aman untuk dikonsumsi manusia selama uji klinis tanpa menimbulkan efek samping
(Gupta, Patchva, dkk., 2013).

Curcuma longa L., umumnya dikenal sebagai kunyit termasuk dalam family ginger
(Zingiberaceae). Di India Barat dengan rimpangnya yang konon menjadi bumbu penyedap dan
pewarna. Di Afrika, kunyit dibudidayakan dan telah dijual serta dipasarkan ke berbagai pasar di
pejuru dunia (Jansen, 2005). Di Afrika Barat terutama digunakan sebagai pewarna untuk
mewarnai produk seperti kain katun, benang denganwarna kuning keemasan. Warna kuning ini
disebabkan oleh adanya tiga kurkuminoid utama dalam rimpang yaitu, kurkumin,
demethoxycurcumin, dan bis-demethoxycurcumin. Rimpang digunakan di Afrika dan Asia sebagai
kosmetik untuk tubuh dan wajah. Di Asia, kunyit banyak digunakan sebagai konstituen penting
4

dari bubuk kari yang mengandung kunyit hingga 25% (Jansen, 2005). Di negara-negara Barat,
rimpang kunyit bubuk banyak digunakan dalam industri makanan, khususnya sebagai pewarna
dalam makanan olahan dan saus. Kunyit merupakan tanaman obat dan aromatik penting yang
dianggap sebagai salah satu sumber daya dengan potensi ekspor yang sangat besar seperti obat-
obatan, bantuan kecantikan, memasak rempah-rempah, dan sebagai pewarna (Das, 2016)

Rimpang C. longa merupakan bagian dari tumbuhan yang secara tradisional banyak
digunakan sebagai obat-obatan untuk mengatasi masalah kesehatan seperti berfungsi sebagai
obat perut, perangsang, dan pembersih darah, serta untuk mengobati keluhan liver, biliousness,
dan penyakit kuning (Jansen, 2005), untuk rematik, gangguan otot, gangguan empedu, anoreksia,
batuk, luka diabetes, gangguan hati, rematik dan sinusitis (Shishodia dkk., 2007). Dicampur
dengan susu hangat, mereka digunakan untuk menyembuhkan pilek, bronkitis, dan asma. Jus dari
rimpang segar digunakan untuk melawan banyak infeksi kulit, sedangkan rebusan rimpang efektif
terhadap infeksi mata (Jansen, 2005). Hal ini membuktikan bahwa Curcuma longa L. memiliki
potensi besar untuk dikembangkan sebagai obat karena aktivitas farmakologi yang diberikannya.
Sehingga dalam kefarmasian, menjanjikan untuk dibuat sediaan yang berperan antara lain dalam
melawan kanker, dermatitis, AIDS, peradangan, kadar kolesterol tinggi, dan kondisi dispepsia
(Jansen, 2005). C. longa juga memiliki sifat insektisida, fungisida, dan nematisida. Di Madagaskar,
rimpang tanah dicampur dengan biji-bijian untuk melindunginya dari hama gudang (Jansen,
2005). Salah satu kurkuminoid dalam rimpang, kurkumin, telah menunjukkan sejumlah aktivitas
farmakologis termasuk antioksidan, anti neoplastik, antivirus, antiinflamasi, antibakteri, antijamur,
antidiabetik, antikoagulan, antifertilitas, pelindung kardiovaskular, hepatoprotektif, dan aktivitas
imunostimulan dalam hewan (Bengmark et al., 2009; Singh dan Sharma, 2011) dan karena itu bisa
menjadi salah satu konstituen yang bertanggung jawab atas bioaktivitas rimpang tanaman ini.

Beberapa kelas metabolit sekunder telah dikarakterisasi dari C. longa. Rimpang yang
ditemukan mengandung kurkuminoid, seperti kurkumin (1) dan turunannya, seperti
demethoxycurcumin, bis-demthoxycurcumin, 5′-methoxycurcumin, dihydrocurcumin, dan
cyclocurcumin (Sambhav et al., 2014). Banyak seskuiterpen yang telah diisolasi dari rimpang,
termasuk germacrone (2), turmerone, ar- (3) -, α-, β- turmerones, β -bisabolene (4), α -curcumene
(5), zingiberene (6), β - sesquiphellandene, bisacurone (7), curcumenone (8), dehydrocurdinone,
procurcumadiol (9), bisacumol (10), kurkumenol (11), isoprocurcumenol, epiprocurecumenol,
zedoaronediol, curlone (12), turmeronol A (13) dan B (14). Steroid, seperti stigmasterol (15), β -
sitosterol (16), kolesterol serta antrakuinon, 2 - hidroksimetil antrakuinon (17) adalah juga
dilaporkan dalam rimpang. Minyak atsiri dari rimpang mengandung senyawa 6, α - phellandrene
(18), sabinene (19), cineol (20), borneol (21), dan seskuiterpen dengan kerangka turmeron (22)
(Sambhav et al., 2014) (Struktur kimia ditunjukkan pada gambar dibawah).
5

Gb.1. Struktur kimia dari senyawa C. longa

Tanaman kunyit tumbuh baik pada tanah jenis latosol, aluvial dan regosol, ketinggian
tempat 240 sampai dengan 1.200 m di atas permukaan laut, dan curah hujan 2.000 sampai
dengan 4.000 ml/ tahun. Kunyit juga dapat tumbuh di bawah tegakan tanaman keras seperti
sengon, jati yang masih muda sekitar umur 3 sampai dengan 4 tahun, dengan tingkat naungan
tidak lebih dari 30% (Rahardjo dan Rostiana, 2010). Di Indonesia, kunyit mempunyai berbagai
nama daerah yang berbeda-beda diantaranya pada daerah Sumatra: Kakunye (Enggano), Kunyet
(Adoh), Kuning (Gayo), Kunyet (Alas), Hunik (Batak), Odil (Simalur), Undre, (Nias), Kunyit
(Lampung), Kunyit (Melayu); Jawa: Kunyir (Sunda), Kunir (Jawa Tengah), Temo koneng (Madura);
Kalimantan: Kunit (Banjar), Henda (Ngayu), Kunyit (Olon Manyan), Cahang (Dayak Panyambung),
Dio (Panihing), Kalesiau (Kenya), Kunyit (Tidung); dan lain sebagainya.

Temulawak atau Curcuma xanthorrhiza Roxb merupakan tumbuhan yang umum


digunakan di dunia, terutama di Indonesia. Temulawak merupakan tumbuhan yang asli berada di
pulau Jawa, Madura dan Maluku dan telah banyak di budidayakan di Indonesia, Malaysia,
Thailand, Philipina dan India. Temulawak termasuk ke dalam genus curcuma. Curcuma merupakan
salah satu genus dari famili Zingiberaceae yang terdistribusi luas di daerah tropis maupun sub
tropis terutama di India, Thailand, Indochina, Australia bagian Utara, dan telah banyak
dibudidayakan sebagai bahan pangan maupun sebagai obat. Temulawak memiliki nama daerah
yang beragam antara lain: temulawak (Indonesia, Madura), koneng gede (Sunda), Javanese
tumeric (Inggris), dan temu lawas (Malaysia).
6

Di Indonesia, temulawak dimanfaatkan sebagai pewarna, bahan pangan, obat tradisional,


memelihara kesehatan dan juga sebagai bahan obat seperti kurang nafsu makan, sembelit,
ambeien, jerawat, diare, obat kejang – kejang, pengobatan penyakit ginjal dan hati, obat pegal
linu, reumatik, radang sendi, dan dalam bentuk segar, rebusan, seduhan maupun serbuk
digunakan untuk mengobati sariawan dan keputihan. Penggunaan temulawak sebagai
pengobatan telah umum digunakan dalam pengobatan tradisional di Indonesia. Temulawak di
Aceh dikenal dengan nama kunyit ketumbu, rimpangnya digunakan dalam ramuan untuk
penambah darah, atau untuk mengatasi malaria, rimpang temulawak juga digunakan etnis Sakai
di Bengkalis, Riau untuk penambah nafsu makan. Di Sunda dan Jawa untuk mengobati sakit
kuning dan pencernaan. Masyarakat Bali menggunakannya sebagai obat lambung perih dan
kembung. Masyarakat etnis madura menggunakan rimpang temulawak sebagai obat keputihan
dan komunitas penggemar jamu gendong menggunakan rebusan rimpang temulawak sebagai
penguat daya tahan tubuh dari serangan penyakit. Pengobatan temulawak sebagai obat jenis
penyakit dalam dan menetralkan darah digunakan di Banjarbaru, Kalimantan. Suku Kaili Ledo, Sigi,
di Sulawesi Tengah dalam pengobatan sakit pinggang. Di Jawa Barat & Jawa Timur digunakan
dalam pengobatan kencing batu serta penambah nafsu makan, sedangkan suku Tengger Kab.
Probolinggo temulawak digunakan dalam penurun panas.

Temulawak terdiri dari beberapa komponen metabolit baik primer maupun sekunder.
Metabolit sekunder yang banyak terdapat pada temulawak antara lain adalah kurkumin. Studi
sebelumnya menunjukkan bahwa komposisi temulawak kering terdiri dari pati, air, protein, abu,
lemak, dan kurkumin dengan kandungan berturut-turut senilai 48.59 %, 9.8 %, 3.3 %, 3.29%,
2.84%, dan 2.02%. Kurkumin merupakan senyawa aktif yang termasuk ke dalam golongan
kurkuminoid. Senyawa kurkuminoid merupakan senyawa polifenol yang memiliki warna kuning
seperti pada kunyit, temulawak, dan tanaman Zingiberaceae lainnya. Senyawa yang termasuk ke
dalam golongan kurkuminoid ini antara lain desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin.
Kurkumin merupakan senyawa fitofarmaka yang memiliki beberapa efek biologis, yaitu efek
antidislipidemia, antioksidan, antiinlamasi, antiviral, antifungal, menghambat pembentukan plak
aterosklerosis, menghambat pertumbuhan bakteri Helicobacter pylori, mengikat merkuri dan
kadmium, mencegah kanker, serta dapat melindungi hati. Berikut merupakan tabel senyawa kimia
yang terdapat pada tumbuhan temulawak
7

Tabel 1. Senyawa kimia pada Temulawak

Kandungan kurkumin pada temulawak berfungsi sebagai antioksidan dan detoksifikasi


dari peningkatan aktivitas enzim GS-t dan GS-x serta melindungi eritrosit dan hemoglobin dari
oksidasi yang disebabkan oleh senyawa nitrit, melindungi fungsi hepar, saluran cerna, ginjal,
menurunkan radikal bebas, dan menghambat aktivitas nitrit oxide synthase dari makrofag.
Senyawa kurkumin pada rimpang temulawak mampu menginduksi proliferasi sel progenitor tikus
dewasa serta menghambat kerja enzim tirosinkinase dalam mengatur pertumbuhan dan
diferensiasi sel. Senyawa kurkumin juga digunakan sebagai senyawa antidepresan. Namun dalam
hal lain, kurkuminoid hanya mampu menghambat rangsang nyeri perifer yaitu sebesar (44,80 ±
1,46%) tanpa mampu melakukan penghambatan nyeri di daerah SSP.

B. Perkembangan Senyawa Curcumin

Sejak adanya identifikasi awal, minat penelitian kurkumin terhadap manusia semakin
meningkat pesat seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1. Pada bulan Juli 2012, pengamatan uji
klinis hampir 67 yang telah diterbitkan. Sedangkan terdapat 35 uji klinis lainnya yang sedang
berlangsung.

Gambar 2. Grafik Minat Penelitian Terhadap Kurkumin


8

Hingga kini, penelitian kurkumin yang sudah dilakukan seperti penggunaannya sebagai
bahan tambahan makanan, agen medisinal, kosmetik dan pewarna (Majeed et al., 1995). Berbagai
penelitian telah mengidentifikasi kurkumin sebagai agen membrane modulasi, adanya kurkumin
pada lipid bilayer menyebabkan penipisan membrane non-linier dan melemahkan elastisitas
membrane (Hung dkk, 2008). Kurkumin dapat menghambat 2 virus yang ditularkan melalui virus
arthropoda, zika, dan chikungunya dengan menghalangi pengikatan virus pada permukaan sel
(Mounce dkk, 2017). Penelitian lain mengungkapkan bahwa adanya penundaan pengosongan
lambung intragastric setelah pemberian kurkumin. Kurkumin memfasilitasi atenuasi jaringan dan
cedera di hati, jantung, ginjal, otak dan tulang yang diinduksi oleh oksidasi atau inflamasi telah
terbukti.

Aktivitas kurkumin sebagai antimikroba pertama kali ditemukan pada tahun 1949. Pada
tahun 1974, para peneliti menerbitkan jurnal Planta Medica yang didalamnya membahas
mengenai kurkumin mewakili 56 taksa bakteri dan jamur. Keefektivan kurkumin secara in vitro
tinggi terhadap kokus gram positif (Staphylococcus aureus, S. epidermidis, Streptococcus
pyogenes, Micrococcus tetragenus, M. luteus), basil spora (spesies Bacillus dan Clostridium),
beberapa bakteri Gram-negatif (Acinetobacter lwoffii, Alcaligenes faecalis), dan jamur (misalnya
Candida stellatoidea, Cryptococcus neoformans, Microsporum gypseum, Saccharomyces
cerevisiae, Scopulariopsis brevicaulis). Kurkumin telah dilaporkan memiliki aktivitas antibiofilm
melalui penghambatan sistem penginderaan kuorum bakteri. Data literatur menunjukkan efek
menguntungkan terhadap bakteri gram negative uropatogen (Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa, Proteus mirabilis, dan Serratia marcescens). Selain itu, kurkumin menunjukkan efek
antimikroba yang sinergis dengan antibiotic dan antijamur terhadap berbagai patogen, termasuk
S. aureus yang resisten terhadap methicillin, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli
enterotoksigenik (ETEC), dan Candida albicans. Kurkumin juga dapat sebagai antiinflamasi dan
punya aktivitas anti Helicobacter pylori, yang digunakan dalam pengobatan gastritis terkait H.
pylori, tukak lambung dan adenokarsinoma lambung.

Pada berbagai penelitian menunjukkan bahwa kurkumin juga bisa sebagai antimikroba.
Seperti dapat menahan pertumbuhan sejumlah bakteri S. epidermis, Klebsiella pneumoniae, E.
coli, Bacillus sub-tilis, Staphylococcus aureus (Ungphaiboon et al., 2005; Niamsa &Sittiwet, 2009),
dan beberapa bakteri patogen yang ditemukan pada udang, mencit dan ayam seperti Vibrio,
Bacillus, Salmonella, Staphylococcus dan Heli-spesies cobacter pylori (De et al., 2009; Lawhavinit
dkk., 2010). Peran kurkumin sebagai bakterisida dengan cara membuat kebocoran pada
membrane bakteri (Tyagi dkk., 2015). Kurkumin memberikan efek penghambatan in vitro pada
adhesi spesies Candida pada sel epitel bukal (BEC) manusia (Martins et al., 2009) sehingga
9

terbentuk interaksi elektrostatik atau hidrofobik dengan membrane sel jamur dan menyebabkan
gangguan pada membrane (Kumar et al., 2014; Peter dkk., 2010).

Kurkumin sebagai antijamur pada berbagai penelitian. Studi tentang penambahan kunyit
yang mengandung kurkumin dalam kultur jaringan tanaman menunjukkan bahwa kunyit pada 0,8
dan 1,0 g/L memiliki aktivitas penghambatan yang cukup besar melawan kontaminasi jamur.
Ekstrak methanol kunyit menunjukkan aktivitas antijamur pada Cryptococcus neoformans dan
Candida albicans dengan nilai MIC masing-masing 128 dan 256 g/mL. Ekstrak heksana C. longa
pada 1000 mg/L menunjukkan efek antijamur terhadap Rhizoctonia solani,
Phytophthorainfestans, dan Erysiphe graminis. Pada ekstrak etil asetat C. longa menunjukkan efek
penghambatan terhadap R. solani, P. infestans, Puccinia recon-dita, dan Botrytis cinerea.
Kurkumin dengan konsentrasi 500 mg/L menunjukkan aktivitas antimaur terhadap R. solani, Pu.
recondita, dan P. infestans. kurkumin dan minyak kunyit memberikan efek antijamur terhadap
dua jamur fitofag, yaitu Fusariumsolani dan Helminthosporium oryzae. Minyak kunyit sangat
efektif terhadap F. solani dan H. oryzae dengan IC50 masing-masing 19,73 dan 12,7 g/mL. Ekstrak
methanol C. longa memiliki efek penghambatan terhadap beberapa isolate klinis dermatofit.
berikut adalah tabel aktivitas antimikroba pada kurkumin terhadap strain patogen:

Tabel 2. Aktivitas antimokriba kurkumin terhadap strain patogen


10

Meskipun jenis S. aureus, S. haemolyticus, E. coli, dan P. mirabilis resisten terhadap


berbagai obat menunjukkan variasi sensitivitas terhadap kurkumin, nilai MIC nya tidak kurang dari
2000 µg/mL (Adamczak dkk., 2020).

Pada penelitian oleh Adamczak dkk tahun 2020, menyatakan bahwa kurkumin mungkin
memiliki potensi terapeutik dalam perawatan kulit seperti infeksi luka kronis (S. pyogenes, S.
aureus, A. lwoffii), infeksi saluran kemih (E. coli, P. aeruginosa, P. mirabilis, Serratia marcescens),
dan infeksi saluran akar (E. faecalis). Peneliti mengungkapkan bahwa aktivitas kurkumin yang
lebih kuat pada bakteri gram negative daripada bakteri gram positif. Namun diperlukan studi lebih
lanjut pada lebih banyak patogen gram positif seperti S. pyogenes, S. aureus, S. haemolyticus, S.
epidermidis, dan E. faecalis.

Penelitian terbaru, kurkumin murni (0,5 gram) dan dalam kombinasi dengan natrium
diklofenak (0,05 gram) ditemukan aman dan efektif pada 45 pasien dengan rheumatoid arthritis.
Tingkat CRP ditekaan dengan pemberian kurkumin. Di Thailand dilakukan uji klinis fase II dalam
mengevaluasi keamanan dan kemanjuran kurkumin pada pasien tukak lambung. 45 pasien dari 24
pria dan 21 wanita dengan usia 16-60 tahun berpartisipasi dalam penelitian ini. 25 pasien (18 pria
dan 7 wanita) menjalani endoskopi, ditemukan ulcer di bulbus duodenum dan daerah lambung
(angulus). Sisanya, 20 pasien tidak memiliki ulcer tetapi muncul erosi, gastritis, dan dyspepsia. Dua
buah kapsul kunyit (masing-masing 300 mg) diberikan secara oral sebanyak 5 kali sehari selama 4
minggu. Hasilnya, setelah 4 minggu perawatan diperoleh hadil bahwa 18 pasien tidak ada ulcer,
dan setelah 12 minggu pengobatan, tidak terdapat ulcer pada 19 pasien. Pasien lainnya
mengalami pengurangan gejala setelah mengonsumsi kunyit.

Penelitian kurkumin terhadap kanker paru-paru. Uji ini dilakukan pada 16 pasien perokok
kronis dan 6 non-perokok sebagai control. Ketika diberikan kurkumin dengan dosis 1,5 g/hari
salaam 1 bulan atau 30 hari, kunyit secara signifikan mengurangi jumlah eskresi mutagen urin
pada perokok, namun pada kelompok control tidak terjadi perubahan eksresi urin mutagen yang
teramati. Kunyit tidak memiliki efek signifikan pada serum aspartate aminotransferase dan alanin
aminotransferase, glukosa darah, kreatinin atau profil lipid. Peneliti menyarankan diet kurkumin
dapat bertindak sebagai anti-mutagen yang efektif pada perokok dan dapat mengurangi risiko
terkenanya kanker paru-paru.

Meskipun kurkumin murni telah digunakan dalam beberapa penelitian pada manusia,
Sebagian besar penelitian telah menggunakan campuran kurkuminoid atau bahkan kunyit,
tumbuhan dimana kurkuminoid diturunkan. United States Food and Drug Administration telah
menyetujui kurkumin sebagai GRAS (generally recognized as safe) atau diakui aman dan
11

digunakan sebagai suplemen di beberapa negara. Kurkumin dipasarkan dalam bentuk kapsul,
tablet, salep, minuman berenergi, sabun, dan kosmetik.

Berikut adalah beberapa contoh perkembangan produk kunyit yang mengandung


senyawa kurkumin:

Gambar 3. Sabun Kunyit


Gambar 4. Lulur Kunyit

Gambar 5. Jamu Kunyit Gambar 6. Tablet kunyit

Produk olahan kunyit yang mengandung senyawa kurkumin sengatlah beragam, sebagai
contoh yaitu rimpang kunyit kering, irisan kunyit kering, tepung kunyit, minyak atsiri kunyit,
oleoresin kunyit, dan zat warna kurkuminoid. Rimpang kunyit kering merupakan produk utama
kunyit. Dibuat dengan cara rimpang dicuci, lalu direbus dalam air atau dikukus 1 jam, dijemur
selama 6-8 jam sampai kadar air 8-10%, dikupas kulit luar dan disikat dengan tangan atau mesin,
dilumasi atau dilumuri dengan tepung kunyit, pengkelasan dengan digolongkan menjadi jari
rimpang atau umbi induk, lalu pengepakan dan penyimpanan.

Irisan kunyit kering dibuat dengan cara rimpang induk dan anak rimpang bersih diuap
dengan uap air atau dicelup ke dalam air yang telah mendidih. Dirajang rimpang menjadi irisan
tipis dengan ketebalan 3 hingga 4 mm lalu dikeringkan. Produk lainnya seperti tepung kunyit
banyak digunakan di bagian Amerika Serikat dan Inggris sebagai bumbu, pewarna makanan serta
bahan baku oleoresin. Pembuatan tepung kunyit dilakukan dengan dibersihkan dahulu bahan
baku, dapat dilakukan dengan pengaringan dan penghembusan. Dikeringkan kembali hingga
kadar air dibawah 9%. Dihaluskan tepung dengan standar 20-60 mesh. Lalu terakhir dilakukan
pengeringan, dan tepung kunyit dapat dipakai.
12

Minyak atsiri kunyit memberikan aroma yang khas. Ekstraksi dapat dilakukan dengan
penyulingan uap atau kukus. Waktu yang diperlukan dalam penyulingan selama 8 hingga 10 jam
dan minyak atsiri yang dihasilkan bis amencapai 3 sampai 5%. Apabila ekstraksi dilakukan dengan
cara dikukus, tekanan yang dibutuhkan sebesar 1 atm dan minyak atsiri yang diperoleh 2,5 hingga
7,2%. Kandungan minyak atsiri antara lain mengandung sejumlah kecil D-D elandren, turmeron
60% dan zingiberene 25%. Produk lainnya seperti oleoresin kunyit yang mengandung minyak
atsiri, zat kurkumin, resin, minyak lemak, dan senyawa lain. Oleoresin yang baik berdasarkan
kandungan kurkuminnya, yaitu kadar kurkumin maksimal 24,56% dengan rendemen 35,57%.
Oleoresin dihasilkan dari ekstraksi kunyit dengan cara perkolasi dengan pelarut etanol 96%
dengan derajat kehalusan tepung kunyit 60 mesh. Terakhir yaitu sebagai zat pewarna
kurkuminoid banyak diguanakan untuk perwana makanan, industri tekstil, dan minuman. Zat
pewarna dihasilkan melalui ekstraksi dengan eter. Zat warn aini memberikan warna kuning yang
tidak larut dalam air dan agak larut dalam eter dengan bentuk serbuk kristal.

Kunyit yang mengandung banyak senyawa kurkumin juga berkembang diberbagai bidang,
seperti pewarna mentega, keju dan mustard di bagian Eropa. Tepung kunyit dapat dimanfaatkan
dalam kosmetik tradisional seperti bedak dan bahan lulur untuk kulit. Kunyit yang diminum
berkhasiat dalam mengurangi rasa sakit ketika dating bulan, sumber serat bagi tubuh, dan dapat
menghilangkan bau badan yang tak sedap. kunyit mengandung minyak atsiri yang berperan dalam
menyembuhkan sakut liver dan saluran empedu. Kontraksi kandung empedu terjadi dapat
dipengaruhi karena adanya kandungan kurkumin, sedangkan minyak atsiri mempengaruhi
peningkatan produksi cairan empedu.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Retno dkk (2020), minuman madu kunyit pada
Wanita datang bulan berpengaruh pada penurunan nyeri dan memperoleh hasil yang bermakna.
Pembuatan kurkumin dalam bentuk isolate telah diterapkan hingga kini. Isolate ini digunakan
pada berbagai penelitian dan sangat dibutuhkan.

C. Struktur Kimia dan Bioaktivitas Senyawa Curcumin

Kurkumin atau diferuloyl metana merupakan molekul simetris yang memiliki nama IUPAC
(1E,6E)-1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion, dengan rumus kimia C 21H20O6.
Kurkumin memiliki berat molekul sebesar 368,38 gram / mol dan memiliki titik leleh sebesr 183 oC.
Kurkumin praktis tidak larut dalam air pada pH asam dan netral tetapi larut dalam pelarut organik
polar dan nonpolar serta dalam alkali atau dalam pelarut yang sangat asam seperti asam asetat
glasial. Kurkumin memiliki tiga nilai pKa yang berbeda. Nilai pertama dan kedua berasal dari dua
gugus OH fenolik, dan nilai ketiga berasal dari proton enolat. Koefisien partisi oktanol-air dari
kurkumin adalah 3,29 (Lestari dan Indrayanto, 2014).
13

Gambar 7. Struktur Kimia dari Kurkumin

Kurkumin memiliki tiga entitas kimia pada strukturnya yaitu sistem dua cincin aromatik
yang mengandung gugus o-metoksi fenolik, dihubungkan oleh tujuh karbon yang terdiri dari α, β-
unsaturated β-diketon. grup diketo menunjukkan tautomerisme keto-enol, yang dapat terbentuk
pada berbagai jenis konformer tergantung pada lingkungan. Dalam keadaan kristal, grup tersebut
ada dalam konfigurasi cis-enol, dan distabilkan oleh resonansi ikatan hidrogen. Kurkumin memiliki
tiga gugus fungsi reaktif yaitu satu gugus diketon, dan dua gugus fenolik. Reaksi kimia penting
yang terkait dengan aktivitas biologis kurkumin adalah reaksi donasi hidrogen yang mengarah ke
oksidasi kurkumin, reaksi adisi nukleofilik reversibel dan ireversibel, hidrolisis, degradasi, dan
reaksi enzimatik. Hal tersebut ini memiliki peran signifikan dalam aktivitas biologis yang berbeda
dari kurkumin (Priyadarsini, 2014).
Pada sebagian besar pelarut non-polar dan cukup polar bentuk enol umumnya lebih stabil
daripada bentuk keto. Hal tersebut dikarenakan konjugasi yang diperpanjang, awan elektron
berada di sepanjang molekul. Kurcumin dapat menjadi scavenger yang sangat baik dari sebagian
besar ROS (Reactive oxygen species). ROS terdiri dari oksidan radikal bebas dan oksidan
molekuler. Oksidan radikal bebas berpartisipasi dalam abstraksi hidrogen dan juga dalam reaksi
transfer elektron. Ketiga situs aktif kurkumin dapat mengalami oksidasi melalui transfer elektron
dan abstraksi hidrogen. Selama radikal bebas free reaksi, hidrogen yang paling mudah diabstraksi
dari kurkumin adalah dari gugus fenol-OH, menghasilkan pembentukan radikal fenoksil, yang
resonansinya distabilkan di seluruh struktur keto-enol (Priyadarsini, 2014).
Kestabilan kurkumin bergantung pada pH, yang ditunjukkan dengan perubahan warna
larutan kurkumin dalam berbagai nilai pH. Pada pH kurang dari 1, larutan kurkumin berwarna
merah karena adanya bentuk terprotonasi. Pada pH 1 sampai dengan 7, larutan kurkumin
berwarna kuning dengan sebagian besar molekul berada dalam bentuk netral. Pada pH lebih dari
7,5 larutan kurkumin menunjukkan perubahan warna menjadi merah jingga. Degradasi kurkumin
mengikuti kinetika orde kedua. Selain itu, pada pH 7,0-7,8, konsentrasi buffer fosfat yang berbeda
tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dalam laju proses degradasi.
Momen dipol kurkumin yang dihitung dalam keadaan dasar yaitu sebesar 10,77 D.
Kurkumin adalah molekul hidrofobik dengan nilai logP 3,0. Kurkumin hampir tidak larut dalam air
dan mudah larut dalam pelarut polar seperti DMSO, metanol, etanol, asetonitril, kloroform, dan
14

etil asetat serta sedikit larut dalam pelarut hidrokarbon seperti sikloheksana dan heksana.
Penyerapan spektrum kurkumin memiliki dua pita serapan yang kuat, satu di daerah yang terlihat
dengan rentang maksimum dari 410 hingga 430 nm dan pita lain di daerah UV dengan maksimum
di wilayah 265 nm. Curcumin diketahui stabil hingga 70 oC saat terekspos selama 10 menit. Di atas
suhu ini, kurkumin mulai terurai, dan pada 100 oC, degradasi meningkat yang ditunjukkan dengan
penurunan nilai absorbansinya. Selain itu, merebus kurkumin selama 10 atau 20 menit dapat
menyebabkan hilangnya kurkumin sebesar 27% dan 32%. Mengolah kunyit yang mengandung
curcumin menggunakan pressure cooker (10 menit pada 15 psi) menyebabkan hilangnya 53% dari
kurkumin.
Studi antibakteri pada ekstrak rimpang Curcuma longa menunjukkan nilai MIC (minimum
inhibitory concentration) 4 sampai 16 g/L dan Nilai MBC (minimum bactericidal concentration)
sebesar 16 sampai 32 g/L terhadap S. epidermis ATCC 12228, Staph. Aureus ATCC 25923,
Klebsiella pneumoniae ATCC 10031, dan E. coli ATCC 25922. Ekstrak metanol kunyit mendapatkan
nilai MIC sebesar 16 g/mL dan 128 g/mL terhadap Bacillus subtilis dan Staph. aureus. Studi ekstrak
kunyit heksana dan etanol dan kurkuminoid (dari ekstrak etil asetat kurkuminoid yang diisolasi
dari C. longa dengan nilai kurkumin 86,5%) terhadap 24 patogen bakteri yang diisolasi dari ayam
dan udang menunjukkan aktivitas antimikroba tertinggi untuk ekstrak etanol dengan Nilai MIC
3,91 sampai 125 ppt. Ekstrak heksana dan metanol C. longa menunjukkan efek antibakteri
terhadap 13 bakteri yaitu, Vibrio harveyi, V. alginolyticus, V. vulnificus, V. parahaemolyticus, V.
cholerae, Bacillus subtilis, B. cereus, Aeromonas hydrophila, Streptococcus agalactiae, Staph.
aureus, Staph. intermedius, Staph. epidermidis, dan Edwardsiella tarda (Zorofchian
Moghadamtousi dkk., 2014).
Campuran kurkumin dengan senyawa agen antimikroba lainnya dapat digunakan untuk
meningkatkan efektivitasnya. Campuran kurkumin dengan nanopartikel hidrogel silver dapat
digunakan untuk meningkatkan fungsi nanokomposit hidrogel silver untuk antimikroba dan luka.
Mikroemulsi asam miristat yang mengandung kurkumin dengan 0,86 0g/mL kurkumin dapat
menghambat 50% pertumbuhan S. epidermidis sebagai salah satu agen infeksi nosokomial.
Pencampuran tersebut menunjukkan peningkatan efektivitasnya sebesar 12 kali lipat lebih kuat
efek penghambatan dibandingkan dengan aktivitas kurkumin yang dilarutkan dalam dimetil
sulfoksida (DMSO).
Banyaknya obat strain mikroba yang resisten memerlukan studi untuk efek sinergis
antibiotik dalam kombinasi dengan tanaman turunannya untuk mengembangkan antimikroba
dengan spektrum aktivitas dan pengurangan efek samping yang merugikan dari agen antimikroba.
Resistensi Staph. Aureus terhadap penisilin meningkat terkait dengan penampilan efek samping
yang merugikan seperti hipersensitivitas dan reaksi anafilaksis. Aktivitas sinergis dari kombinasi
kurkuminoid dan ampisilin terbukti dapat mengurangi MIC ampisilin terhadap Staph. aureus ATCC
15

25923 strain. Bakteriosin subtilosin yang diisolasi dari kombinasi B. amyloliquefaciensin dengan
kurkumin yang dienkapsulasi menunjukkan sinergisme parsial terhadap strain wild-type dan
sensitif nisin dari L. monocytogenes Scott A. Dalam studi in vivo lain menggunakan 500 g/disk
kurkumin terhadap isolat klinis Staph. aureus menunjukkan aktivitas sinergis dengan antibiotik
cefixime, cefotaxime, vankomisin, dan tetrasiklin. Hasil penelitian membuktikan bahwa konsumsi
kunyit selama pengobatan infeksi Staph. aureus dengan antibiotik ini terutama cefixime mungkin
bisa membantu meningkatkan efektivitasnya. Kurkumin juga menunjukkan efek sinergis dalam
kombinasi dengan beberapa antibiotik, termasuk ampisilin, oksasilin, dan norfloksasin terhadap
strain methicillin-resistant Staph aureus yang (MRSA) (Zorofchian Moghadamtousi dkk., 2014).

Gambar 8. Kurkumin sebagai antimikroba

Kurkumin adalah pigmen fitopolifenol yang diisolasi dari tanaman Curcuma longa,
umumnya dikenal sebagai kunyit, dengan berbagai sifat farmakologis (Baskaran dkk., 2014).
Kurkuminoid terutama terdiri dari kurkumin I (77%), kurkumin II (17%), kurkumin III (3%) dan
siklokurkumin. Di antara empat kurkuminoid yang ditemukan dalam kunyit, kurkumin dikenal
sebagai fitokimia paling aktif (Mathew dan Hsu, 2018). Curcumin memblokir pembentukan spesies
oksigen reaktif, memiliki sifat anti-inflamasi sebagai akibat dari penghambatan siklooksigenase
(COX) dan enzim lain yang terlibat dalam peradangan dan mengganggu transduksi sinyal sel
dengan berbagai mekanisme termasuk penghambatan protein kinase C. Efek ini mungkin
berperan dalam sifat antineoplastik yang diamati dari agen, yang meliputi penghambatan
proliferasi sel tumor dan penekanan karsinogenesis yang diinduksi secara kimia dan pertumbuhan
tumor pada model kanker hewan. Kurkumin menunjukkan aktivitas antibakteri yang signifikan
dengan nilai MIC antara 5 dan 50 g/mL terhadap 65 klinis isolat Helicobacter pylori. Kurkumin juga
memiliki efek penghambatan pada aktivasi NF-𝜅B dan sebagai hasilnya pada pelepasan IL-8 dan
hamburan sel yang menyebabkan pengurangan dalam peradangan jaringan lambung sebagai
konsekuensi utama untuk H. pylori di perut. Hal itu menghambat degradasi I𝜅B𝛼, aktivitas
pengikatan DNA NF-𝜅B dan I𝜅B kinase (Zorofchian Moghadamtousi dkk., 2014).
16

Studi in vivo efek antibakteri kurkumin pada H. pylori dibandingkan dengan pengobatan
OAM (Omeprazole, Amoksisilin, dan Metronidazol) menunjukkan aktivitas yang buruk untuk
pemberantasan H. pylori (5,9% versus 78,9% untuk pengobatan OAM). Studi in vivo terapi
nonantibiotik selama 1 minggu yang terdiri dari kurkumin, pantoprazole, N-acetylcysteine, dan
laktoferin terhadap infeksi H. pylori tidak efektif untuk pemberantasan H. pylori. Namun,
menunjukkan penurunan kriteria imunologi peradangan lambung dan gejala dispepsia setelah 2
bulan jadwal pengobatan. Namun demikian, pemberian kurkumin pada tikus yang diinduksi H.
Pylori peradangan lambung mengungkapkan penurunan yang signifikan dalam macromolekul
leakage dan aktivasi NF-kB. Dalam sebuah studi vivo dari tikus C57BL/6 yang terinfeksi H. pylori
diberikan dengan kurkumin menunjukkan potensi terapeutik yang sangat besar dan efek
pemberantasan terhadap infeksi H. Pylori terkait dengan pemulihan kerusakan lambung
(Zorofchian Moghadamtousi dkk., 2014).
Studi tentang penambahan bubuk kunyit dalam kultur jaringan tanaman menunjukkan
bahwa kunyit pada 0,8 dan 1,0 g/L memiliki penghambatan yang cukup besar aktivitas melawan
kontaminasi jamur. Ekstrak metanol kunyit menunjukkan aktivitas antijamur terhadap
Cryptococcus neoformans dan Candida albicans dengan nilai MIC sebesar 128 dan 256 g/m. studi
ekstrak heksana C. longa pada 1000 mg/L ditunjukkan efek antijamur terhadap Rhizoctonia solani,
Phytophthora infestans, dan Erysiphe graminis. Selain itu, Ekstrak etil asetat 1000 mg/L C. longa
menunjukkan efek penghambatan terhadap R. solani, P. infestans, Puccinia recondita, dan
Botrytis cinerea. Kurkumin pada 500 mg/L juga menunjukkan aktivitas antijamur terhadap R.
solani, Pu. recondita, dan P. Infestans. Aktivitas antijamur yang kuat dari rimpang C. longa dan
efek sampingnya yang rendah adalah alasan utama untuk menyelidiki kemungkinan efek
sinergisnya dengan fungisida yang ada. Sinergis aktivitas kurkumin dengan lima obat azol dan dua
poliena termasuk vorikonazol, itrakonazol, ketokonazol, mikonazol, flukonazol, amfoterisin B, dan
nistatin menunjukkan pengurangan 10- 35 kali lipat dalam nilai MIC fungisida terhadap 21 isolat
klinis C. albicans. Aktivitas sinergis dari kurkumin dengan amfoterisin B dan flukonazol mungkin
dapat berkaitan dengan akumulasi ROS yang akan ditekan dengan menambahkan antioksidan
(Zorofchian Moghadamtousi dkk., 2014).
Kurkumin memiliki berbagai aktivitas antivirus terhadap berbagai virus. Enzim inosin
monofosfat dehidrogenase (IMPDH) memiliki aktivitas pembatas laju dalam sintesis de novo
nukleotida guanin sehingga disarankan sebagai target terapi untuk senyawa antivirus dan
antikanker. Kurkumin melalui aktivitas penghambatan terhadap Efek IMPDH baik secara
nonkompetitif atau kompetitif dapat digunakan sebagai senyawa antivirus yang efektif. Studi
biokonjugat yang berbeda dari kurkumin, yaitu, di-O-triptofanilfenilalanin kurkumin, di-O-
decanoyl kurkumin, di-O-pamitoil kurkumin, di-Obis-(𝛾,𝛾)folyl kurkumin, C4 -etil-O-𝛾-folil
17

kurkumin, dan 4-O-etil-O-𝛾-folyl kurcumin, melawan berbagai virus termasuk virus parainfluenza
tipe 3 (PIV-3), feline infectious peritonitis virus (FIPV), vesicular stomatitis virus (VSV),herpes
simplex virus (HSV), flock house virus (FHV), dan respirotory synctial virus (RSV) dinilai dengan tes
MTT menunjukkan aktivitas antivirus yang kuat dari kurkumin dan biokonjugasi terhadap patogen
virus yang berbeda. Selain itu, di-O triptofanilfenilalanin kurkumin dan di-O-decanoyl curcumin
menunjukkan aktivitas antivirus yang efektif terhadap VSV dan FIPV/FHV dengan nilai EC 50 0,011
M dan 0,029 M. Namun biokonjugat tidak menunjukkan aktivitas antivirus yang signifikan
terhadap IIIB dan strain ROD dari type 1 human immunodeficiency virus (HIV-1) pada sel MT-4
(Zorofchian Moghadamtousi dkk., 2014).
18

D. KESIMPULAN
Alam telah menawarkan berbagai keindahan serta manfaat dalam setiap keanekaragaman
hayati yang dimilikinya termasuk yang digunakan sebagai obat tradisional. Indonesia
merupakan negara yang kaya akan rempah-rempah, dimana adanya hal ini mendorong
perkembangan obat baru. Rempah-rempah yang banyak ditemukan yaitu salah satunya
temulawak, kunyit, dll. Adapun setiap tumbuhan memiliki bahan aktif yang berfungsi sebagai
efek farmakologis tumbuhan tersebut. Ada banyak jenis senyawa aktif, salah satunya
curcumin. Pada beberapa etnis tertentu misalnya di Ayurveda, Siddha penggunaan curcumin
sebagai pengobatan telah diterapkan. Curcumin sendiri di klaim memiliki sifat terapeutik yaitu
sebagai antioksidan, analgesic, anti-inflamasi, aktivita antiseptic dan aktivitas karsinogenik.
Senyawa curcumin ini berciri khas warna nya kuning, hal itu disebabkan pada curcumin
terdapat 3 kurkuminoid utama yaitu kurkumin, demethoxycurcumin dan
bisdemethoxycurcumin. Dengan adanya efek terapi yang dimiliki oleh senyawa curcumin,
maka dalam dunia kefarmasian senyawa ini dapat digunakan untuk sediaan yang berkhasiat
sebagai obat anti-kanker, dermatitis, AIDS, peradangan, kolesterol tinggi dan dyspepsia.
Oleh karena senyawa curcumin yang memiliki banyak khasiat, maka hal ini yang
mendorong peneliti melakukan sebuah riset terhadap senyawa kurkumin. Tercatat hingga saat
ini penelitian terhadap curcumin semakin meningkat pesat baik uji klinis yang sedang
berlangsung maupun uji klinis yang sudah diterbitkan. Beberapa penelitian menunjukkan
aktivitas dari senyawa curcumin, menurut Mounce, dkk senyawa kurkumin dapat menghambat
2 virus yang ditularkan melalui arthropoda, zika dan cikungunya dengan mekanisme
pengikatan virus pada permukaan sel. Senyawa kurkumin memiliki aktivitas sinergis antara
efek antimikroba dengan antibiotic dan antijamur. Kurkumin bekerja dengan memberikan efek
penghambatan in vitro pada adhesi spesies Candida pada sel epitel buccal manusia.
Perkembangan kurkumin yang pesat memberikan dampak baik tentang keamanan dari
kurkumin itu sendiri, FDA telah menyetujui kurkumin sebagai GRAS (Generally Recognized As
Safe) yaitu diakui keamanan dan digunakan sebagai suplemen pada beberapa negara. Senyawa
kurkumin sendiri telah dipasarkan dalam bentuk sediaan tablet, kapsul, salep, sabun hingga
kosmetik.
Curcumin memiliki nama IUPAC (1E,6E)-1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,6-heptadiena-
3,5-dion, dengan rumus kimia C21H20O6. Terdapat reaksi kimia yang penting terkait dengan
aktivitas biologis kurkumin yaitu reaksi donasi hydrogen yang mengarah pada oksidasi
kurkumin. Selain itu juga rekasi adisi nukleofilik yang bersifat irreversible dan reversible, reaksi
hidrolisis, degradasi dan reaksi enzimatik. Kestabilan senyawa kurkumin bergantung pada pH,
dimana ditunjukkan dengan perubahan warna larutan kurkumin.
19

DAFTAR PUSTAKA

Adamczak, A., Ożarowski, M., & Karpiński, T. M. (2020). Curcumin, a natural antimicrobial agent
with strain-specific activity. Pharmaceuticals, 13(7), 1–12.
https://doi.org/10.3390/ph13070153

Akram, M., Ahmed, A., Usmanghani, K., Hannan, A., Mohiuddin, E., & Asif, M. (2010). Curcuma
Longa and Curcumin: a Review Article. Romanian Journal of Biology, 55(2), 65–70.
http://ns.ibiol.ro/plant/volume 55/art201.pdf

Baskaran, R., T. Madheswaran, P. Sundaramoorthy, H. M. Kim, dan B. K. Yoo. 2014. Entrapment of


curcumin into monoolein-based liquid crystalline nanoparticle dispersion for enhancement of
stability and anticancer activity. International Journal of Nanomedicine. 9(1):3119–3130.

Bengmark, S., Mesa, M.D., Gil, A., 2009. Plant - derived health - the effects of turmeric and
curcuminoids. Nutr. Hosp 24 (3), 273 – 281.

Çıkrıkçı, Simay, Mozioglu, E., & Yılmaz, H. (2008). Biological activity of curcuminoids isolated from
Curcuma longa. Records of Natural Products, 2 (1), 19 – 24.

Das, K., 2016. Turmeric (Curcuma longa) oils. In: Preedy, V.R. (Ed.), Essential Oils in Food
Preservation, Flavor and Safety. Academic Press, San Diego, pp. 835 – 841, (Chapter 95).

Gupta, S. C., Patchva, S., & Aggarwal, B. B. (2013). Therapeutic roles of curcumin: Lessons learned
from clinical trials. AAPS Journal, 15 (1), 195 – 218

Hewlings, S., & Kalman, D. (2017). Curcumin: A Review of Its Effects on Human Health. Foods,
6(10), 92. https://doi.org/10.3390/foods6100092

Hu, D., Gao, J., Yang, X., & Liang, Y. (2021). A Comprehensive Mini-Review of Curcumae Radix:
Ethnopharmacology, Phytochemistry, and Pharmacology. Natural Product Communications,
16(5), 1934578X2110206. https://doi.org/10.1177/1934578x211020628

Jansen, P.C.M., 2005. Curcuma longa L. In: Jansen, P.C.M., Cardon, D. (Eds.), PROTA 3: Dyes and
Tannins/ Colorants et tanins. [CD – Rom]. PROTA, Wageningen
20

Kartasubrata, Junus. 2019. Sukses Budi Daya Tanaman Obat. Bogor: IPB Press.

Khanna, M.M., 1999. Turmeric — nature’s precious gift. Curr. Sci. 76 (10), 1351 – 1356.

Lal, J., 2012. Turmeric, curcumin and our life: a review. Bull. Environ. Pharmacol. Life Sci. 1 (7), 11–
17.

Lestari, M. L. A. D. dan G. Indrayanto. 2014. Curcumin. Profiles of Drug Substances, Excipients and
Related Methodology.

Mahendra Raden Aldizal. 2019. Temulawak Plant (Curcuma xanthorrhiza Roxhb) as a traditional
medicine. Fakultas MIPA Universitas Garut : Garut

Mathew, D., & Hsu, W. L. (2018). Antiviral potential of curcumin. Journal of Functional Foods,
40(September 2017), 692–699. https://doi.org/10.1016/j.jff.2017.12.017

Priyadarsini, K. I. 2014. The chemistry of curcumin: from extraction to therapeutic agent.


Molecules. 19(12):20091–20112.

Ravindran, P.N., 2007. Turmeric: the Genus Curcuma. CRC Press, London.

Shishodia, S., Chaturvedi, M.M., Aggarwal, B.B., 2007. Role of curcumin in cancer therapy. Curr.
Prob. Cancer 31 (4), 243 – 305.

Singh, R., Sharma, P., 2011. Hepatoprotective effect of curcumin on lindane-induced oxidative
stress in male wistar rats. Toxicol. Int. 18 (2), 124.

Widowati, Retno. Kundaryati, Rini. Ernawati, N. (2020). Pengaruh Pemberian Minuman Madu
Kunyit Terhadap Tingkat Nyeri Menstruasi. Jurnal Ilmu Dan Budaya, Vol. 41(66), 7809–7824.

Zhou, Y., Xie, M., Song, Y., Wang, W., Zhao, H., Tian, Y., She, G. (2016). Two traditional Chinese
medicines Curcumae radix and Curcumae Rhizoma: An ethnopharmacology, phytochemistry,
and pharmacology review. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine

Zorofchian Moghadamtousi, S., Abdul Kadir, H., Hassandarvish, P., Tajik, H., Abubakar, S., & Zandi,
K. (2014). A review on antibacterial, antiviral, and antifungal activity of curcumin. BioMed
Research International, 2014. https://doi.org/10.1155/2014/186864
21

Anda mungkin juga menyukai