Anda di halaman 1dari 5

Kota Samarinda

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian
"Samarinda" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain, lihat Samarinda (disambiguasi).
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya
dapat dipastikan. Mohon bantu kami mengembangkan artikel ini dengan
cara menambahkan rujukan ke sumber tepercaya. Pernyataan tak bersumber bisa saja
dipertentangkan dan dihapus.
Cari sumber: "Kota Samarinda" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR (Maret
2018) (Pelajari cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini)
Koordinat:  0°29′48.5″S 117°08′38.0″E

Kota Samarinda

Ibu kota provinsi Kalimantan Timur, Indonesia

Dari kanan atas searah jarum jam: Grand Barumbay Resort, gedung
pemerintah resmi, Entrance dari Kalimantan Timur stadion utama,
patung Lembuswana (Lembuswana adalah makhluk legendaris yang
muncul dalam Kutai mitologi Samarinda), Gedung
Katolik Keuskupan Agung Samarinda, Vihara Eka Dharma
Manggala, dan Masjid Islamic Center Samarinda.

Lambang

Julukan: 

Kota Tepian

Motto: 

TEPIAN
(Teduh, Rapi, Aman, dan Nyaman)

Kota Samarinda

Tampilkan peta Kalimantan Tampilkan peta Indonesia

Tampilkan semua

Koordinat:  0°29′48.5″S 117°8′38.0″E

Negara  Indonesia

Provinsi Kalimantan Timur

Tanggal peresmian 21 Januari 1668

Dasar hukum UU RI No. 27 Tahun 1959

Pemerintahan

 •  Wali Kota Andi Harun

 •  Wakil Wali Kota Rusmadi

Luas

 • Total 783 km2 (302 sq mi)
Populasi

 (2021)[1]

 • Total 825.494 jiwa

 • Kepadatan 1.054/km2 (2,730/sq mi)

Demografi

 • Agama Islam 91,36%
Kristen 7,53%
- Protestan 5,06%
- Katolik 2,47%
Buddha 0,97%
Hindu 0,10%
Konghucu 0,03%
Kaharingan 0,01%[1]

 • Bahasa Indonesia, Banjar, Kutai[3][4][2]

Zona waktu WITA (UTC+08:00)

Kode telepon +62 541

Kode Kemendagri 64.72 

Kode SNI SMR

Jumlah kecamatan 10 kecamatan

Jumlah kelurahan 59 kelurahan

DAU Rp 740.334.155.000,- (2020)[5]

IPM  80,11 (2020)


Sangat Tinggi[6]

Bandar udara Bandar Udara Internasional Aji


Pangeran Tumenggung Pranoto

Pelabuhan Yos Soedarso dan TPK Palaran

Fauna resmi Pesut Mahakam

Situs web www.samarindakota.go.id

Kota Samarinda merupakan ibu kota dari provinsi Kalimantan Timur, Indonesia serta kota dengan


penduduk terbesar di seluruh Pulau Kalimantan dengan jumlah penduduk 825.949 jiwa (2021).[1]
[7]
 Samarinda memiliki wilayah seluas 783 km² dengan kondisi geografi daerah berbukit dengan
ketinggian bervariasi dari 10 sampai 200 meter dari permukaan laut. [8]
Kota Samarinda dibelah oleh Sungai Mahakam dan menjadi gerbang menuju pedalaman Kalimantan
Timur melalui jalur sungai, darat maupun udara. Dengan luas wilayah yang hanya sebesar 0,56
persen dari luas Provinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda merupakan wilayah terkecil ketiga
setelah Kota Bontang dan Kota Balikpapan. [9] Ditinjau berdasarkan batas wilayahnya, Kota Samarinda
seluruhnya dikelilingi oleh Kabupaten Kutai Kartanegara.

Daftar isi

 1Sejarah
 2Geografi
o 2.1Batas Wilayah
o 2.2Iklim
 3Sungai Sungai
 4Daftar Sungai Alam dalam Wilayah Kota Samarinda
 5Demografi
o 5.1Suku bangsa
o 5.2Agama
 6Pemerintahan
o 6.1Daftar Wali Kota
o 6.2Dewan Perwakilan
o 6.3Kecamatan
o 6.4Pemilihan Umum Kepala Daerah
 6.4.1Pilkada Samarinda
o 6.5Lambang Daerah
o 6.6Militer
 7Pendidikan
 8Kesehatan
 9Pelayanan umum
o 9.1Air bersih
 10Pariwisata
o 10.1Wisata alam
o 10.2Wisata budaya
o 10.3Wisata religi
 11Pusat Perbelanjaan
o 11.1Plaza dan Mal
o 11.2Pertokoan
o 11.3Pasar
 12Transportasi
o 12.1Air
o 12.2Darat
 12.2.1Bus
 12.2.2Jalan tol
o 12.3Udara
 13Media Massa & Komunikasi
o 13.1Televisi
o 13.2Surat Kabar
 14Olahraga
 15Lihat pula
 16Referensi
 17Pranala luar

Sejarah[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Sejarah Kota Samarinda
Samarinda yang dikenal sebagai kota seperti saat ini dulunya adalah salah satu wilayah Kesultanan
Kutai Kartanegara ing Martadipura. Pada abad ke-13 Masehi (tahun 1201–1300), sebelum
dikenalnya nama Samarinda, sudah ada perkampungan penduduk di enam lokasi yaitu Pulau Atas,
Karangasan (Karang Asam), Karamumus (Karang Mumus), Luah Bakung (Loa Bakung), Sembuyutan
(Sambutan) dan Mangkupelas (Mangkupalas). Penyebutan enam kampung di atas tercantum dalam
manuskrip surat Salasilah Raja Kutai Kartanegara yang ditulis oleh Khatib Muhammad Tahir pada 30
Rabiul Awal 1265 H (24 Februari 1849 M).[10]
Pada tahun 1565, terjadi migrasi suku Banjar dari Batang Banyu ke daratan Kalimantan bagian timur.
Ketika itu rombongan Banjar dari Amuntai di bawah pimpinan Aria Manau dari Kerajaan
Kuripan (Hindu) merintis berdirinya Kerajaan Sadurangas (Pasir Balengkong) di daerah Paser.
 Selanjutnya suku Banjar juga menyebar di wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara, yang di dalamnya
[11]

meliputi kawasan di daerah yang sekarang disebut Samarinda. [2]


Sejarah bermukimnya suku Banjar di Kalimantan bagian timur pada masa otoritas Kerajaan
Banjar juga dinyatakan oleh tim peneliti dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1976):
“Bermukimnya suku Banjar di daerah ini untuk pertama kali ialah pada waktu kerajaan Kutai
Kertanegara tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Banjar.” [12][13] Inilah yang melatarbelakangi
terbentuknya bahasa Banjar sebagai bahasa dominan mayoritas masyarakat Samarinda di kemudian
hari, walaupun telah ada beragam suku yang datang, seperti Bugis dan Jawa. [14][3]
Pada tahun 1730, rombongan Bugis Wajo yang dipimpin La Mohang Daeng Mangkona merantau ke
Samarinda. Semula mereka diizinkan Raja Kutai bermukim di muara Karang Mumus, tetapi dengan
pertimbangan subjektif bahwa kondisi alamnya kurang baik, mereka memilih lokasi di Samarinda
Seberang.[15] Dalam kaitan ini, lokasi di bagian Samarinda Kota sebelum kedatangan Bugis Wajo,
sudah terbentuk permukiman penduduk dengan sebagian areal perladangan dan persawahan yang
pada umumnya dipusatkan di sepanjang tepi Sungai Karang Mumus dan Karang Asam. [16]
Mengenai nama La Mohang Daeng Mangkona yang diklaim sebagai pendiri Samarinda Seberang,
hal ini kontroversi. Namanya tidak ditemukan dalam sumber arsip dan literatur kolonial. Namanya
juga tidak tercatat dalam surat perjanjian antara Bugis dan Raja Kutai. Yang tercatat dalam perjanjian
beraksara Arab-Melayu dan penelitian S.W. Tromp (1881) sebagai pemimpin Bugis adalah Anakhoda
Latuji.[17]
Mengenai asal mula nama Samarinda, tradisi lisan penduduk Samarinda menyebutkan, asal-usul
nama Samarendah dilatarbelakangi oleh posisi sama rendahnya permukaan Sungai Mahakam
dengan pesisir daratan kota yang membentenginya. Tempo dulu, setiap kali air sungai pasang,
kawasan tepian kota selalu tenggelam. Selanjutnya, tepian Mahakam mengalami
pengurukan/penimbunan berkali-kali hingga kini bertambah 2 meter dari ketinggian semula.
Oemar Dachlan mengungkapkan, asal kata “sama randah” dari bahasa Banjar karena permukaan
tanah yang tetap rendah, tidak bergerak, bukan permukaan sungai yang airnya naik-turun. Ini
disebabkan jika patokannya sungai, maka istilahnya adalah “sama tinggi”, bukan “sama rendah”.
Sebutan “sama-randah” inilah yang mula-mula disematkan sebagai nama lokasi yang terletak di
pinggir sungai Mahakam. Lama-kelamaan nama tersebut berkembang menjadi sebuah lafal yang
melodius: “Samarinda”.[18]

Anda mungkin juga menyukai