Anda di halaman 1dari 4

1. Jelaskan kemungkinan etiologi restorasi amalgam pada gigi 36 pecah.

(Konser)

Pradopo dalam penelitiannya mengatakan ketahanan restorasi bergantung pada


beberapa faktor meliputi jenis gigi, lokasi, tipe restorasi, umur pasien, serta bahan yang
digunakan. Karies sekunder merupakan penyebab tersering kegagalan atau kerusakan
restorasi.1 Karies sekunder adalah karies yang menyebar dibawah atau di dalam tepi restorasi,
disebabkan oleh akumulasi debris akibat tidak sempurnanya preparasi kavitas. Fraktur gigi/
restorasi adalah patahnya gigi atau restorasi yang dapat menyebabkan terpisahnya restorasi
dari kavitas. Karies sekunder merupakan kriteria penting dalam menentukan penggantian
restorasi, namun karies sekunder bukanlah penyebab satusatunya kegagalan tumpatan.
Beberapa faktor lain seperti tampilannya yang buruk, bentuk anatomi yang kurang baik, dan
pecahnya gigi atau tumpatan juga merupakan penyebab untuk mengganti tumpatan. Dari
penelitian yang dilakukan oleh Foster, dijelaskan bahwa salah satu penyebab utama
penggantian atau terlepasnya tumpatan amalgam adalah timbulnya karies sekunder, baik yang
didiagnosis secara radiografis (31%) maupun melalui observasi klinis (14%).2
Kebocoran tepi didefinisikan oleh Kidd sebagai celah mikroskopik antara dinding
kavitas dan restorasi yang dapat dilalui mikro organisme, cairan, molekul dan ion. Kebocoran
tersebut dapat mengakibatkan berbagai keadaan seperti karies sekunder, diskolorasi gigi,
reaksi hipersensitif, bahkan dapat mempercepat, kerusakan restorasi itu sendiri. Terjadinya
kebocoran tepi merupakan akibat kegagalan adaptasi restorasi terhadap dinding kavitas.
Kobayashi (1973) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kebocoran tepi dan adaptasi
restorasi. Kegagalan restorasi amalgam dapat disebabkan oleh faktor berikut, perbedaan
masing-masing koefisien thermal ekspansi diantara amalgam, dentin dan enamel, penggunaan
oklusi dan pengunyahan yang tidak normal, dan kesulitan karena adanya kelembaban,
mikroflora yang ada, lingkungan mulut bersifat asam, maka akibat kegagalan ini dapat terjadi
kebocoran tepi pada amalgam. Restorasi amalgam menghasilkan tarnis dan korosi selama
periode waktu tertentu. Meskipun korosi mengakibatkan berkurangnya kekuatan restorasi
sekitar 50% dalam waktu 5 tahun, fakta yang menguntungkan dari korosi adalah bahwa hal
ini dapat memperkuat margin preparasi dan memperkuat amalgam itu sendiri.3

2. Jelaskan etiologi mengapa sering terjadi menyelip makanan pada gigi 36 tersebut?
(PERIO KONSER)

Berdasarkan letak gigi karies sekunder lebih banyak terjadi pada gigi posterior dan
kebanyakan terjadi pada gigi molar. Dalam penelitian Mukuan, dkk (2013) kebanyakan yang
mengalami kebocoran tumpatan yaitu gigi molar kemudian premolar kemudian gigi insisivus
yang paling sedikit. Hal ini disebabkan karena pada gigi posterior sering digunakan untuk
mengunyah makanan sehingga rentan terjadinya penumpukan plak di sekitar tumpatan gigi
posterior kemudian menghasilkan karies sekunder. Dilihat dari segi anatomisnya pada gigi
molar satu terdapat pit dan fissure yang dalam, sehingga plak dan sisa makanan mudah
melekat pada gigi yang menyebabkan terjadinya karies sekunder. Pit dan fisur pada gigi
posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah
tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Permukaan gigi yang kasar juga dapat
menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.

3. Jelaskan analisa faktor risiko apa saja yang berperan terhadap proses terjadinya
karies pada pasien tersebut. (Konser)

Hubungan sebab akibat dalam menyebabkan terjadinya karies gigi sering disebut
sebagai faktor resiko. Individu dengan resiko karies yang tinggi adalah seseorang yang
mempunyai faktor resiko karies yang lebih banyak. Faktor resiko karies terdiri atas karies,
fluor, oral hygiene, bakteri, saliva, dan pola makan. Perkembangan karies juga dipengaruhi
adanya faktor modifikasi. Faktor-faktor ini memang tidak langsung menyebabkan karies,
namun pengaruhnya berkaitan dengan perkembangan karies. Faktor-faktor tersebut adalah
umur, jenis kelamin, perilaku, faktor sosial, genetik, pekerjaan, dan kesehatan umum. Karies
dapat terjadi bila ada faktor penyebab yang saling berhubungan dan mendukung, yaitu host
(saliva dan gigi), mikroorganisme, substrat dan waktu. Menurut kasus, pasien mengaku tidak
pernah mendapatkan aplikasi fluor dan hanya mendapatkan fluor dari pasta giginya,
menggosok giginya dua kali sehari (mandi pagi sebelum sarapan dan malam sebelum tidur).
Penggunaan fluor, pemberian fluor yang teratur berperan dalam remineralisasi pada gigi
sehingga dapat menekan terjadinya karies. Pemberian fluor baik sistemik maupun lokal perlu
diperhatikan karena kelebihan fluor dapat menyebabkan fluorosis.
Menurut kasus, Saliva pada pasien yaitu flow ratenya 3.5/5menit inin termasuk
kedalam resiko karies sedang, buffer saliva 6.6 ini termasuk ke dalam risiko karies rendah.
Jadi menurut gambaran klinis dan data yang di dapat risiko karies pasien termasuk kedalam
risiko karies sedang/moderate. Saliva, memiliki efek buffer dan memiliki sifat self cleansing
berguna sebagai untuk membersihkan sisa – sisa makanan di dalam mulut. Berkurangnya
aliran saliva dapat meningkatkan terjadinya karies. Adanya aktifitas makan dan minum yang
mengandung karbohidrat akan menyebabkan bakteri penyebab karies mulai memproduksi
asam sehingga terjadi demineralisasi yang akan berlangsung selama 20-30 menit setelah
makan. Saat pH turun menjadi dibawah pH kritis (< 5,5) saliva akan bekerja mentralisir asam
dan membantu proses remineralisasi, jika konsumsi karbohidrat terus berlangsung maka
enamel gigi tidak memiliki kesempatan untuk melakukan remineralisasi sehingga terjadi
karies.
Saliva memiliki kemampuan untuk mendeposit kembali mineral selama
berlangsungnya proses karies. Hal ini menandakan bahwa proses karies terdiri atas periode
perusakan dan perbaikan yang silih berganti. proses terjadinya karies ini sebenarnya dapat
dicegah apabila saliva ada di dalam lingkungan gigi. Dekalsifikasi awal karies terjadi di
permukaan gigi selama 1-2 tahun sebelum terbentuknya kavitas. Terpaparnya plak terhadap
nutrien (terutama sukrosa), metabolisme dalam plak menghasilkan asam sehingga
menyebabkan demineralisasi struktur gigi. Jika plak atau nutrien dihilangkan maka ion-ion
dari saliva (natrium, kalium atau kalsium) akan meremineralisasi struktur gigi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pradopo S, Saskianti T. Mengatasi kegagalan restorasi klas II pada gigi sulung.


Dentika Dental Journal. 2007;12(1):75-80.
2. Foster LV. Validity of clinical judgements for the presence of secondary caries
associated with defective amalgam restorations. Br Dent J 1994;177:89-93.
3. Wicaksono, D Mariati NW. Ilmu Konservasi Gigi I Materi Perkuliahan. Manado:
PSKG-UNSRAT; 2009.
4. Bebe ZA, Susanto HS, Martini. Faktor risiko kejadian karies gigi pada orang dewasa
usia 20 – 39 tahun di Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara, Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2018; 6(1): 367.
5. Sundoro EH. Pemanfaatan saliva dalam mendeteksi faktor-faktor resiko terhadap
karies. JKGUI 2000;7(Edisi khusus):431-2.

Anda mungkin juga menyukai