Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rizka Riani

Nim : 4182240004

Kelas : Fisika ND 2018

Mk : Pendidikan Agama Islam

Jawaban dan Pertanyaan Materi Bedah Mayat Dalam Pandangan Islam

1. Karena pertanyaan dari Saudari Dhea Lovita Nasution dari kelompok 4 berkaitan dengan
pertanyaan Saudari Atika Khovivah dari kelompok 3, jadi kami merangkumnaya dalam
satu jawaban. Pertanyaannya yaitu:
 Apa hukumnya kadafer (mayat manusia) yang digunakan mahasiswa kedokteran
sebagai bahan praktikum, seperti pembedahan?.dan coba sebutkan juga dalil nya .
terimakasih
 Saya ingin bertanya jika mayat yang di gunakan untuk keperluan pendidikan
ataupun medis tidak diketahui asal usulnya dan tidak diketahui agamanya
bagaimana proses upacara keagamaan yang dilakukan? Apakah tetap dilakukan
secara Islam?
Jawaban:
Hakikat penciptaan manusia adalah sebagai bukti kekuasaan dari Allah SWT.
maka dari itu setiap manusia kelak pasti akan meninggal dan kembali pada Sang
Pencipta, dan bagi seorang muslim atau muslimah, ketika meninggal dunia maka ia harus
dikebumikan atau dimakamkan sesuai proses pemakaman jenazah menurut Islam.
Sedangkan pada zaman ini, terkadang jasad tubuh orang yang sudah meninggal
dibutuhkan untuk keperluan otopsi atau pembedahan mayat, baik untuk tujuan
pendidikan(autopsi anatomis), bedah mayat kehakiman(autopsi forensik) atau untuk
keilmuan(autopsi klinis). Dalam Islam hukum pembedahan mayat dlihat berdasarkan
tujuan dari dilakukannya pembedahan mayat tersebut. Jika pembedahan mayat dilakukan
demi kebaikan, apalagi demi kebaikan banyak orang maka hal tersebut diperbolehkan.
Namun, jika pembedahan mayat dilakukan semata-mata untuk keburukan dan
pelampiasan dendam maka hal tersebut tidaklah diperbolehkan. Pembedahan mayat yang
diperbolehkan oleh beberapa Ulama adalah sebagai berikut :

1. Pembedahan mayat untuk keperluan pendidikan

Dalam kasus ini pembedahan mayat diperlukan untuk mempraktekan dan menerapkan
teori yang telah didapat oleh para mahasiswa kedokteran atau kesehatan lainnya. Tanpa
melakukan hal tersebut maka para mahasiswa kedokteran dan kesehatan tidak dapat
mengetahui ilmu anatomi manusia
2. Pembedahan mayat untuk keperluan forensik

Manusia meninggal dikarenakan berbagai macam faktor dan kejadian, diantaranya adalah
faktor kecelakaan, pembunuhan, kesehatan atau bahkan belum diketahui apa
penyebabnya. Lalu disitulah kegunaan dilakukannya pembedahan mayat atau forensik,
yaitu untuk menyelidiki penyebab kematian seseorang dan mencari kebenaran hukum
dari peristiwa yang terjadi.

Biasanya pembedahan mayat untuk keperluan forensik dilakukan berdasarkan


permintaan dari pihak kepolisian atau badan hukum untuk memastikan penyebab
kematian dari seseorang tersebut, apakah penyebab kematiannya karena alamiah atau
disengaja. Jika kematian tersebut disebabkan bukan secara ilmiah atau disengaja maka
autopsi forensik tersebut dapat menjadi alat bukti untuk melacak dan menangkap si
pelaku. Pada intinya, tujuan pembedahan mayat forensik adalah untuk menetapkan
hukum secara adil seperti yang tertera dalam (QS. An-Nisa[4] : 58) bahwa kita sebagi
umat muslim dianjurkan untuk menetapkan hukum di antara manusia secara adil.

3. Pembedahan mayat untuk keilmuan

Didunia ini masih ada jenis-jenis penyakit yang belum diketahui obatnya dan
dengan melakukan autopsi klinis, para dokter atau ilmuwan kesehatan akan membedah
mayat untuk mencari tahu jalan keluar dan jawaban dari keraguan atau ketidaktahuan
mengenai persoalan medis yang mereka hadapi. Dalam Islam diperbolehkan untuk
mengembangkan ilmu kesehatan dan pembedahan mayat untuk keilmuan pada dasarnya
bertujuan untuk mengantisipasi dan menemukan obat dari penyakit yang pada saat itu
belum ditemukan obatnya. Tidak ada hukum dan dalil yang membahas langsung
mengenai pembedahan mayat, namun kita dapat menganalisanya berdasarkan akal namun
tidak mengesampingkan dasar hukum Islam dan tetap berpedoman pada sumber syariat
Islam.

Ada beberapa ulama yang tidak memperkenankan pembedahan pada perut mayat
karena hal tersebut dianggap tidak menghormati orang yang sudah meninggal, dan
pembedahan mayat hanya boleh dilakukan jika ada seorang ibu yang meninggal dalam
keadaan hamil dan janin yang ada dalam kandungannya berumur enam bulan keatas serta
memiliki harapan besar untuk hidup, maka harus dilakukan pembedahan untuk
mengeluarkan dan menyelamatkan janin tersebut.

Rasulullah SAW bersabda : “Memecah tulang mayat sama haramnya dengan


memecah tulang manusia hidup.” (HR. Abu Dawud dari Aisyah binti Abu Bakar dengan
sanadd syarat Muslim).
Ada pula beberapa ulama yang tidak memperbolehkan pembedahan mayat
dikarenakan dalam proses pembedahan, mayat dipotong daging dan tulangnya, diangkat
organ tubuh dan disentuh sana-sini. Hal tersebut sama saja seperti tidak memperlakukan
mayat dengan baik dan dianggap tidak menghormati orang yang sudah meninggal. Jadi,
pembedahan mayat dalam Islam diperbolehkan namun harus berdasarkan pada kebutuhan
darurat dan haruslah bermanfaat serta sesuai dengan sumber pokok ajaran Islam dan
menggunakan mayat orang yang kafir harbi.

Dan untuk tata cara perlakuan terhadap mayatnya yaitu:

Menangani jenazah kaum muslimin – memandikan, mengkafani, menshalatkan,


dan memakamkan – hukumnya fardhu kifayah.(HR. Bukhari 1240 & Muslim 2162)
Sementara menshalati mayat orang kafir, hukumnya haram. Karena Allah melarang kita
untuk mendoakan mereka setelah kematian.(QS. at-Taubah: 113)

Bagaimana ketika jenazahnya tidak bisa diidentifikasi agamanya? Dari kasus di


atas, terjadi benturan hukum, antara yang wajib dan yang haram bercampur. Hanya saja,
kewajiban ini terkait kepentingan kaum muslimin yang lain. Sehingga meninggalkan
kewajiban ini, berarti menelantarkan hak muslim yang lain. Apabila yang wajib dan yang
haram bercampur, maka diperhatikan kemaslahatan yang wajib. Dalil yang mendukung
kaidah ini adalah hadis dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma

Berdasarkan keterangan di atas, ketika ada jenazah yang tidak tahu muslim atau
kafir, maka semuanya ditangani secara islam, dan yang membedakan adalah niatnya.(al-
Wajiz fi Idhah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah, hlm. 269) Demikian, Allahu a’lam.

2. Dikarenakan pertanyaan dari Saudari Noraliza Hasanah Nasution dari kelas fisika nondik
18, juga berkaitan dengan pertanyaan dari Saudari Aisyah Umi Ramadhani dari kelas
nondik 2018. Yang pertanyaannya:
 Saya ingin bertanya kepada kelompok penyaji. Pada ppt kalian terdapat
pembagian bedah mayat menjadi 4 bagian, jadi pertanyaan saya dari keempat
pembagian bedah mayat tersebut, coba jelaskan bagaimana pembagian bedah
mayat itu dalam hukum Islam.
 Pada slide penyaji ada beberapa pembagian bedah mayat. Saya ingin bertanya.
Apa saja perbedaan maupun persamaan dari pembagian bedah mayat tsb?
bagaimana cara melakukan ke4 bedah mayat, apakah sama prosesnya? Dan
bagaimana pandangan Islam dari ke4 pembagian bedah mayat tsb, apakah
diperbolehkan dalam Islam jelaskan dengan mencantumkan hadis yang
mengatakan boleh pada Islam.
Jawaban:

a. Bedah mayat anatomis,Ialah pembedahan mayat dengan tujuan menerapkan


teori yang diperoleh oleh mahasiswa kedokteran atau peserta didik kesehatan
lainnya sebagai bahan praktikum tentang ilmu viral tubuh manusia (anatomi).
b. Bedah mayat klinis, Ialah pembedahan yang dilakukan terhadap mayat yang
meninggal di rumah sakit, setelah mendapat perawatan yang cukup dari para
dokter. Bedah mayat ini biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
secara umum atau secara mendalam. Sifat perubahan suatu penyakit setelah
dilakukan pengobatan secara intensif terlebih dahulu semasa hidupnya dan
untuk mengetahui secara pasti jenis penyakit mayat yang tidak diketahui
secara sempurna selama dia sakit.

Autopsi anatomis dan klinis diperbolehkan. Alasannya, tujuan autopsi


anatomis dan klinis sejalan dengan prisip-prinsip yang ditetapkan Rasulullah
SAW. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui
mendatangi Rasulullah SAW seraya bertanya, “Apakah kita harus berobat?”
Rasulullah SAW menjawab, “Ya, hamba Allah. Berobatlah kamu,
sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga
(menentukan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit, yaitu penyakit tua.” (HR
Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad). Rasulullah SAW memerintahkan berobat
dari segala penyakit, berarti secara implisit (tersirat) kita diperintahkan
melakukan penelitian untuk menentukan jenis-jenis penyakit dan cara
pengobatannya.
c. Bedah mayat kehakiman (forensik), Yaitu bedah mayat yang bertujuan
mencari kebenaran hukum dari suatu peristiwa yang terjadi, seperti dugaan
pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan. Bedah mayat dengan tujuan
forensik diperbolehkan karena merupakan salah satu upaya menetapkan
hukum secara adil adalah wajib hukumnya. Ini berdasarkan Firman Allah
SWT Surat An-Nisa Ayat 58 yang berbunyi : Artinya : “Sungguh Allah
menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu
menetapkannya dengan adil. Sungguh : Allah sebaik-baiknya yang memberi
pengajaran kepadamu, sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.
d. Bedah mayat mengeluarkan janin, Bahwa menurut imam syafi'i jika
meninggal seorang perempuan dan didalam perutnya ditemukan janin yang
masih hidup, maka perut perempuan itu dibedah dalam keadaan darurat, maka
pembedahan ini boleh dilakukan kalau ada harapan janin itu untuk hidup atau
berumur 6 bulan keatas. Jika kurang dari 6 bulan tidak ada harapan untuk
hidup, maka pembedahan itu haram dilakukan. Hal ini didasarkan sabda Nabi
yang berbunyi yang Artinya : “Sesuatu yang diperbolehkan karena, hanya
boleh dilakukan sekedarnya saja.”

Untuk proses pembedahan nya sendiri, kami rasa itu tergantung kepada
pihak forensiknya sendiri, tenth saya pasti sesuai dengan aturan yang telah
ditentukan oleh tim Forensik-nya. Namun, ada beberapa hal yang seharusnya
dipatuhi saat melakukan proses bedah itu sendiri. Seperti:
 Hukum asalnya tidak boleh melakukan tindakan yang macam-macam
terhadap mayat seorang muslim kecuali dalam batas-batas syariat yang
diperbolehkan. Dan pembedahan termasuk yang tidak dibolehkan.
 Kebutuhan untuk pembedahan bisa dipenuhi dengan mayat orang kafir
dan tidak boleh berpaling ke mayat seorang muslim karena muliannya
derajat seorang muslim di sisi Allah baik ketika hidup maupun mati.
 Dalil-dalil yang melarang [melarang mencincang dan menghacurkan
tulang –pent] mungkin merupakan takhsis/pengkhususan kepada
muslim saja tidak pada orang kafir
 Mereka yang berdalil bolehnya pembedahan secara mutlak
mengqiyaskannya dengan bolehnya membongkar kubur mayat untuk
mengambil kain kafan yang dirampas, maka qiyas ini tertolak karena
merupakan “qiyas ma’al faariq” [qiyas yang tidak sesuai –pent]

‫ولكنينبغيأنيتقيداألطباءوغيرهمممنيقومبم‬،‫ولهذاكلهفإنهيترجحفينظريالقولبجوازتشريحجثةالكافردونالمسلم‬
‫ألنماجازلعذربطلبزوالهواللهتعالىأ‬،‫فإنهاليجوزالتمثيلبالكافربتشريحهحينئذ‬،‫فمتىزالت‬،‫همةالتشريحبالحاجة‬
‫هـ‬.‫ا‬. ‫علم‬.

Oleh karena itu yang rajih menurut pendapatku adalah pendapat yang


membolehkan pembedahan mayat orang kafir dan tidak boleh pada mayat
orang muslim. Akan tetapi selayaknya para dokter dan yang lainnya [pemedah
mayat] membatasi kepentingan pemedahan mayat sesuai dengan kebutuhan.
Jika tidak ada kebutuhan, maka tidak boleh mencincang maupun membedah
mayat orang kafir ketika itu. Karena apa yang boleh karena ada udzur maka
tidak boleh ketika udzur tersebut hilang. Wallahu ta’ala a’lam.

3. Pertanyaan dari Saudari Dina Alfariza Nst dari kelompok 9. Tadi di jelaskan, otopsi di
boleh kan jika tidak melampaui batas dari hajat yang di butuhkan, jadi sampai manakah
batas2 yang di perboleh kan untuk mayat di otopsi?
Jawaban:
Autopsi dibolehkan jika tidak melampaui batas dari hajat yang dibutuhkan.
Artinya saat autopsi dilakukan sesuai dengan apa yang benar-benar kebutuhan
berdasarkan alasan dilakukannya autopsi. Seseorang yang sedang mengautopsi mayat
tidak boleh melakukan pembedahan terhadap mayat diluar dari kebutuhan yang sesuai
dengan alasan dilakukannya autopsi. Contohnya saat melakukan autopsi untuk meniliti
bagian kaki. Orang yang mengautopsi mayat tidak boleh merusak atau membedah bagian
perut mayat.

Jawaban dan Pertanyaan Materi Bayi Tabung

1. Apakah diperbolehkan secara agama bagi seorang laki-laki yang mengizinkan dokter
tersebut untuk memindahkan/ transfer spermanya ke [rahim] istrinya atau apa yang
dikenal dengan “bayi tabung”? Dan apa kelemahan dan kelebihan dari bayi tabung
tersebut? (Dhea Lovita Nasution)
Jawaban :
Di dalam Al-quran dan Al-hadist tidak ada menjelaskan boleh tidaknya bayi
tabung, sehingga untuk memindahkan atau transfer sperma jugak tidak ada
penjelasannya. Namun sudah di jelaskan bahwa proses bayi tabung hukumnya mubah.
Jadi menurut kelompok penyaji iru diperbolehkan karena mengingat hukumnya mubah.
Untuk kelemahan dan kelebihan dari bayi tabung menurut islam yaitu :
a.Merusak keturunan (nasab).
b.Mengacaukan status waris dan wali.
c.Bila anak itu lahir kelak dan terjadi suatu perselisihan kepemilikan antara kedua ibu
tersebut yang berdampak psikologis yang berat.
d.Timbul permasalahan lagi kepada ibu yang mana si anak tersebut setelah ia besar,
apakah ibu yang mempunyai rahim atau ibu yang mempunyai ovum.

2. Jelaskan akibat dari bayi tabung adalah percampuran nasab, yg ingin saya tanyakan apa
yang di maksud percampuran nasab dan apa akibat nya.? (Rizka Riani)
Jawaban :
Kata nasab yang sering kita dengar tentunya berasal dari bahasa arab  yakni kata
“an nasab” yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yakni keturunan atau kerabat.
Kata nasab juga berarti memiliki ciri atau atau memberikan karakter keturunannya.
Adapun dalam kamus besar bahasa Indonesia kata nasab itu sendiri tidak memiliki
perbedaan ari atau pergeseran makna. Nasab dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya
keturunan terutama keturunan dari pihak bapak.
Maksud dari percampuran nasab yaitu percampuran keturunan misalnya seperti
peminjaman rahim. Sperma dan ovum pasangan sah lalu dikembangkan dalam rahim
pinjaman. Ini disebut percampuran nasab. Akibatnya menimbulkan perselisihan ahli
waris, namun para ulama sudah sepakat bahwa pemilik ovumlah sebagai nasabnya
sedangkan pemilik rahim berkedudukan sama seperti ibu susuan.

3. Saya pernah menonton sebuah film, dimana ceritanya begini. Ada sepasang suami istri, si
suami tersebut bagus sperma nya, namun si istri tersebut ada masalah pada sel telurnya.
Jadi untuk memiliki anak, mereka membeli sel telur milik orang lain, nah bagaimana itu
hukumnya dalam islam? Dan jika itu halal atau haram sesuai jawaban kelompok penyaji,
bagaimana hukum tersebut pada dokter yang membantu dalam proses ini? Coba sertakan
hadits nya juga? (Novia Dila)
Jawaban :
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik kepada Allah,
daripada sperma yang diletakkan oleh seseorang pada rahim wanita yang tidak halal
baginya.” (H. R. Ibnu Abiddunya dari Al-Haitam)21. Dan selanjutnya Rasulullah SAW
bersabda: “Tidak halal bagi seseorang yang beriman dengan Allah dan hari kiamat bahwa
disiramkannya air (mani)-Nya kepada yang bukan ladangnya.” (H. R. Abu Daud dan
Tirmizi). Jadi hukumnya haram dalam islam
Hukum untuk si dokter kalok yang menyatukan sperma sama ovum yang pasangan sah
jadi mubah. Kalok dia yang bukan pasangan sah jadi haram.
4. Pada slide penyaji mengatakanbahwa bayi tabung yang di hasilkan selain dari pasangan
suami istri yang masih hidup adalah haram. Jadi saya ingin bertanya, apakah bayi yang di
hasilkan selain dari proses tersebut itu haram atau hanya proses nya yang haram?
(Sulandari)
Jawaban :
Praktik bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri kemudian
embrionya ditanam di dalam rahim istri yang lain dari si suami hukumnya mubah.
Sedangkan peminjaman rahim wanita untuk kandungan bayi hukumnya adalah haram,
sebab setiap wanita hanya dapat dibenarkan menggunakan rahimnya untuk kandungan
bayi yang berasal dari perkawinan sah, sehingga untuk anak yang dikandung dalam rahim
wanita lain adalah termasuk anak zina, walaupun pelaksanaan ini tidak termasuk definisi
zina, namun hukumnya sama-sama haram.

Anda mungkin juga menyukai