Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Prosedur bedah katarak merupakan salah satu tindakan operasi di


bidang mata yang paling banyak dilakukan. Prosedur ini bertujuan untuk
mengembalikan fungsi penglihatan yang terganggu akibat kekeruhan lensa
mata. Sebagaimana tindakan bedah yang lain, prosedur bedah katarak
memiliki berbagai resiko dan komplikasi kejadian yang tidak diinginkan.

Beberapa keluhan yang disampaikan oleh pasien setelah menjalani


prosedur bedah katarak antara lain keluhan yang berhubungan dengan fungsi
kelopak mata antara lain mata berair, rasa kurang nyaman dan megganjal.
Keluhan ini terkait dengan kondisi malposisi kelopak mata paska tindakan
operasi. Beberapa hal yang diduga berhubungan dengan kondisi ini, antara
lain penggunaan anestesi lokal retrobulber maupun peribulber serta
penggunaan spekulum selama tindakan bedah (Ahuero dan Hatton.,2010).

Ptosis pasca bedah katarak secara klinis mirip seperti ptosis


involusional, dengan fungsi levator baik dan eyelid crease tinggi. Beberapa
faktor yang dicurigai sebagai penyebab kondisi ini antara lain penggunaan
kendali otot rektus superior, anestesi lokal, penggunaan spekulum kaku,
patching yang lama dan edema kelopak (Sunil et al.,1997). Patofisiologis
kejadian ptosis pasca tindakan bedah katarak yang berkaitan dengan metode
anestesi belum banyak dibahas. Pada tindakan bedah dengan lokal anestesi,
kejadian ptosis sering dihubungkan dengan efek myotoksik dari beberapa agen
anestesi, volume yang diinjeksikan, trauma langsung jarum anestesi terhadap
otot ekstraokuler serta penggunaan spekulum mata.

Anestesi lokal saat ini lebih banyak digunakan pada tindakan operasi
bedah katarak dibandingkan anestesi umum dengan target tercapainya
anestesia dan akinesia otot-otot ekstraokuler. Tindakan anestesi periokular
diketahui memiliki beberapa resiko komplikasi antara lain trauma terhadap

1
struktur intraorbita, perdarahan retrobulber, parese otot ekstraokuler serta
komplikasi yang melibatkan kelopak mata seperti ptosis dan ekimosis.

Data mengenai angka kejadian ptosis pasca tindakan bedah katarak


cukup bervariasi berkisar 0 – 13% (Rapo et al., 1992). Pada suatu penelitian
diketahui angka kejadian ptosis pasca bedah katarak dengan anestesi lokal
lebih tinggi yaitu 11,4% dibandingkan anestesi umum 1,5% (Alpar, 1982).
Pada penelitian yang lain diketahui adanya korelasi antara kejadian ptosis
pada hari pertama pasca operasi dengan pemberian anestesi lokal dan adanya
kejadian ektropion pungtum setelah tindakan pembedahan (Hosal et al, 1998).

Namun dari banyak penelitian tentang malposisi kelopak mata, belum


ada penelitian yang membadingkan laksitas palpebra inferior pasca operasi
katarak yang menggunakan anestesi lokal dengan anestesi umum.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut :

a. Keluhan terkait kelopak mata merupakan komplikasi paska


bedah katarak yang umum dikeluhkan oleh pasien, antara lain
mata berair, rasa mengganjal atau tidak nyaman.
b. Jenis anestesi berpengaruh terhadap kejadian ptosis paska
bedah katarak, dengan angka kejadian lebih tinggi pada
anestesi lokal.
c. Laksitas palpebra inferior paska tindakan bedah katarak
sebagai bagian dari malposisi kelopak mata belum banyak
diteliti.
d. Perlu dilakukan penelitian tentang jenis anestesi yang
digunakan dan hubungannya dengan laksitas palpebra inferior
paska tindakan bedah katarak.

2
C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dirumuskan suatu


pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah ada perbedaan laksitas
palpebra inferior paska tindakan bedah katarak dengan anetesi lokal
dibandingkan anestesi umum?”

D. Keaslian Penelitian

Pada penelusuran kepustakaan dengan menggunakan kata kunci


lower eyelid laxity, cataract surgery, local and general anesthesia melalui
Acta Ophthalmologica diperoleh 1 artikel yang membahas ptosis pasca
operasi bedah katarak dengan anestesi periokular atau anestesi umum.
Artikel ini berupa penelitian klinis dengan jumlah naracoba sebnayak 64
pasien yang terbagi menjadi 2 studi grup. Sebanyak 32 pasien pada grup
pertama operasi katarak ekstrakapsuler dengan anestesi lokal dan 32
pasien pada kelompok kedua dengan anestesi umum. Hasilnya
disimpulkan bahwa kejadian ptosis pasca operasi merupakan komplikasi
yang umum tejadi pada kedua kelompok perlakuan. Namun pada
kelompok dengan anestesi umum diperoleh hasil kembalinya apertura
palpebra seperti sebelum operasi lebih cepat dibandingkan pada kelompok
anestesi lokal. Pada akhir kesimpulannya penelitian ini tidak memahas
tentang perbedaan laksitas pada palpera inferior antara kelompok
perlakuan operasi ektraksi katarak dengan anestesi lokal dan anestesi
umum.
Sedangkan melalui penelusuran International Ophthalmology
Clinics, ditemukan artikel yang juga menyinggung malposisi palpebra
setelah bedah refraktif dan katarak. Deteksi malposisi palpebra dijelaskan
secara bersamaan dengan gambaran yang terkait dengan peningkatan
risiko ptosis. Dalam artikel disebutkan bahwa faktor-faktor yang
dispekulasikan mengakibatkan ptosis persisten adalah faktor benang
kendali dan penggunaan spekulum palpebra (Ahuero et al, 2010). Sama

3
seperti penelitian sebelumnya, artikel ini tidak menyinggung tentang
peningkatan laksitas palpebra inferior pasca penggunaan spekulum.
Pada penelusuran kepustakaan dengan menggunakan kata kunci
lower eyelid laxity, cataract surgery, lokal and general anesthesia melalui
Journal Cataract Refractive Surgery didapatkan satu artikel yang
menyinggung malposisi palpebra, dalam hal ini ptosis, setelah bedah
katarak. Artikel ini berupa penelitian klinis dengan 2 studi grup, dimana
pada grup pertama yang menggunakan spekulum dalam bedah katarak
mempunyai sampel sejumlah 108, dan grup kedua, tanpa menggunakan
spekulum, mempunyai jumlah sampel 112, dimana pada grup ini
spekulum diganti dengan menggunakan benang kendali (bridle suture)
pada rektus superior. Analisis dilakukan oleh observer yang tidak
dilibatkan dalam proses tindakan bedah yang dilakukan. Ternyata insiden
ptosis secara signifikan ditemukan pada grup yang menggunakan
spekulum yaitu sebesar 44,4% dan pada grup yang tidak menggunakan
spekulum ditemukan sebesar 23,3% (Singh SK et al, 1997). Namun
secara garis besar tidak ada penelitian sebelumnya yang menyebutkan
adanya keterkaitan penggunaan spekulum dengan peningkatan kejadian
kendurnya palpebra inferior.
Penelusuran melalui Ebscohost dengan kata kunci lower eyelid
laxity ditemukan dua artikel. Satu artikel berupa penelitian prospektif
terhadap palpebra inferior dengan menggunakan tensometry pada subyek
normal. Peneliti beranggapan bahwa pasien-pasien dengan keluhan mata
berair terkait pada penurunan tegangan palpebra inferior. Penelitian
dilakukan pada 32 subyek dewasa, 12 subyek orang muda, dan 20 obyek
lanjut usia, dimana semuanya menjalani pemeriksaan dengan lower eyelid
tensometry (LET) untuk menilai pergeseran posteroanterior, nasal dan
temporal dari palpebra inferior. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
LET adalah alat yang dapat diterima, dapat dilakukan dengan mudah,
dapat diulang dan dapat dilakukan dalam waktu singkat. Tekanan
posteroanterior merupakan pengukuran yang paling mungkin dapat

4
diulang. Dan tidak ada reduksi yang signifikan dalam tekanan
posteroanterior terkait dengan usia (Francis IC et al, 2006).
Artikel yang kedua dalam Academy for Eyecare Excellence
dinyatakan bahwa retraktor palpebra inferior dapat mengalami
peningkatan kekenduran sehingga palpebra menjadi kurang stabil secara
vertikal. Pada saat palpebra berputar ke arah luar, pasien akan
mengeluhkan mata berair sebagai akibat aliran yang berlebihan dari air
mata (Reuser T, 2012).

5
Tabel 1. Pelacakan Keaslian Penelitian

No. Sumber Peneliti Tahun Desain Hasil


1. Acta A.Rappo 1992 Ramdomized Ptosis umum terjadi
Ophthalmolo et al control trial pada anstesi lokal
gica dan anestesi umum.
2. J Cataract Singh et 1997 Randomized Ptosis pada grup
Refract Surg. al control trial spekulum 44,4%,
non spekulum 23,3%
3. Ebscohost Francis 2006 Prospective LET lebih singkat,
et al consecutive dapat diulang, dapat
observational dilakukan, dan dapat
diterima. Tidak ada
reduksi yang
signifikan pada
tekanan PA dengan
usia
4. Int Ahuero et 2010 retrospektif Ptosis terkait dengan
Ophthalmol al faktor pemakaian
Clin. benang kendali dan
spekulum palpebra
5. Ebscohost Reuser T 2012 Retrospektif Saat palpebra
inferior berputar ke
arah luar, pasien
mengeluhkan mata
berair.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya perbedaan


laksitas palpebra inferior paska tindakan bedah katarak dengan anestesi
lokal dibandingkan anestesi umum.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi perkembangan oftalmologi


Membuktikan kebenaran bahwa jenis anestesi yang digunakan
pada tindakan bedah katarak dapat mempengaruhi laksitas palpebra
inferior / kekendoran kelopak mata bawah paska operasi.

6
2. Bagi penderita dan masyarakat umum
Masyarakat memperoleh kenyamanan dan keamanan pasca
dilakukan tindakan bedah katarak ataupun bedah okular pada
umumnya.

Anda mungkin juga menyukai