Anda di halaman 1dari 4

STM-10 SMAP 2012

Hasil Awal TEC Ionosfir Indonesia


Berbasis Penerima Radio Beacon

Timbul Manik, Peberlin Sitompul


Pusat Sains Antariksa – LAPAN
Jl . DR Djunjunan no 133 Pasteur Bandung
Email : timbul@bdg.lapan.go.id, peberlin_sitompul@yahoo.com

I. PENDAHULUAN
Abstrack − GNU Radio Beacon Receiver (GRBR) mainly
Penggunaan penerima beacon pada satelit berorbit rendah
planned used for tomography of total electron content (TEC)
menjadi sebuah alat yang potensial untuk penelitian struktur
ionosfer in Indonesian region. GRBR has installed on
Kototabang, Pontianak, Menado that continuosly receives
dua dimensi bahkan tiga dimensi ionosfir. Nilai TEC yang
radio beacon signal from low earth orbital satellite (LEOs)
diperoleh diperkirakan di sepanjang jalur yang dilalui sinyal
mainly OSCAR, Cosmos, CNOFS, Formosat/COSMIC, for
mulai dari satelit ke penerima beacon. Hubungan antara
receiving TEC at each receiver. This GRBR Network is the
nilai TEC dan kerapatan elektron dapat dijelaskan dengan
first observation based on beacon in Indonesia. The resulted
persamaan 1 [1] :
TEC from beacon receiver show that TEC on east area higher
TEC = ∫p N(s) ds (1)
than west area.

Key Word − Ionosfer, TEC, beacon receiver Dengan N(s) adalah distribusi kerapatan elektron dan p
merupakan jalur yang dilalui sinyal antara satelit dan
Abstrak − GNU Radio Beacon Receiver (GRBR) yang telah
penerima beacon. Penerima pada dasarnya mengukur
dipasang di Indonesia utamanya digunakan untuk tomograpi total
perbedaan dopler (doppler shift) antara sinyal berfrekuensi
electron content (TEC) lapisan ionosfir wilayah Indonesia.
150 MHz dan 400 MHz, yang dipancarkan secara coherent
Penerima beacon telah dipasang di Kototabang, Pontianak,
dari satelit beacon dan perbedaan dopler ini dihubungkan
Menado yang secara terus-menerus menerima sinyal radio beacon
dengan slant TEC sepanjang jalur sinyal. Nilai TEC yang
satelit yang berorbit rendah (Low Earth Orbital Satellite (LEOs))
diperoleh diperkirakan dari sepanjang sejumlah jalur sinyal
utamanya OSCAR, Cosmos, CNOFS, Formosat/COSMIC, untuk
yang mendefinisikan lintasan sebuah satelit LEO yang
mendapatkan data TEC di lokasi tersebut, yang kemudian
ditentukan oleh penerima berbasis bumi pada lokasi
digunakan untuk rekonstruksi tomograpi dari kerapatan elektron
penerima. TEC bisa didefenisikan sebagai integral garis dari
ionosfir. Jaringan GRBR ini merupakan yang pertama untuk
kerapatan elektron sepanjang lintasan sinyal dari satelit ke
pengamatan TEC berbasis beacon di Indonesia. Hasil TEC yang
sistem penerima beacon seperti ditunjukkan pada persamaan
diperoleh menunjukkan bahwa TEC di wilayah timur lebih tinggi
1 [2][3]. TEC telah digunakan untuk penelitian variasi dari
dari wilayah barat.
phenomena ionosfir seperti anomaly ekuatorial [4]
Kata Kunci − Ionosfir, TEC, penerima beacon Pengamatan dilakukan dengan cara memasang deretan
penerima di sepanjang garis katulistiwa.
Saat ini GPS telah secara luas digunakan untuk penelitian
lapisan ionosfer. Namun, hasil yang terbaru dari pengamatan
GPS berbasis bumi hanya memberikan beberapa informasi
pada struktur horizontal ionosfer, tetapi sangat terbatas
dalam pemetaan struktur vertikalnya. Dalam tulisan ini,
dibahas nilai TEC yang diperoleh dari sistem penerima
beacon di 3 lokasi [5] dan kemudian dibandingkan dengan
kerapatan elektron yang diperoleh dari hasil model IRI 2007
di 3 lokasi yang sama dan waktu yang sama juga, yang
merupakan bagian dari penelitian kerapatan elektron
ionosfer diwilayah katulistiwa Indonesia.

163
STM-10 SMAP 2012

II. SISTEM PENERIMA BEACON III. METODA AKUISISI DATA

Penerima beacon merupakan sebuah sistem yang terdiri Global Positioning Sistem (GPS) bekerja secara terus
dari perangkat keras USRP, perangkat lunak GNU Radio, menerus selama 24 jam dengan resolusi temporal 30 detik
penguat sinyal dan antenn. Diagram blok bagian bagian [7], sehingga GPS dapat memberikan informasi dengan
sistem penerima beacon ditunjukkan pada gambar 1. sampling frekuensi yang tinggi lapisan ionosfir yang dilalui
sinyal dari satelit ke sistem penerima beacon. Untuk
mendapatkan hasil pengukuran yang akurat tentang
distribusi kerapatan elektron, hal yang perlu dilakukan
adalah untuk mendapatkan line-of-sight yang tepat dari
pengukuran dengan frekuensi ganda.

Gambar 3. Geometri untuk pengukuran ionosfir, yang


menunjukkan jalur sinyal radio antara satelit dan sistem
penerima beacon [8].
Gambar 1. Diagram blok sistem penerima [6]
Gambar 3 menunjukkan lintasan sinyal antara sistem
penerima beacon dan satelit. Sistem penerima beacon
Gambar 1 menunjukkan diagram blok sistem penerima radio dipasang di beberapa lokasi, tetapi di dalam tulisan ini
beacon, yang terdiri dari antena, perangkat keras universal hanya menggunakan data dari 3 lokasi. Saat satelit melintas
software radio pheripheral (USRP) dan perangkat lunak maka sistem penerima beacon selalu menerima sinyal radio
GNU Radio. yang terdiri dari frekuensi 150 MHz dan 450 MHz.

Di stasiun Kototabang (KTB), (Lat, Long : -0:12:15.8 LS,


100:19:09.1 BT) sistem penerima beacon mulai menerima
sinyal dari satelit pada jarak 2858 km, jarak terdekatnya
pada jarak 1195.29 km dan jarak terjauhnya menerima
sinyal pada jarak 2435 km. Di stasiun Pontianak (PTK) (Lat,
Long : -0:00:10.8 LS, 109:21:57.6 BT), sistem penerima
beacon sudah mulai menerima sinyal dari satelit pada jarak
2751 km, jarak terdekatnya pada jarak 1033 km dan jarak
terjauhnya menerima sinyal pada jarak 2445 km. Di stasiun
Menado (MND) (Lat, Long : 1:32:45.6 LU, 124:55:19.2
BT), sistem penerima beacon sudah mulai menerima sinyal
dari satelit pada jarak 2617 km, jarak terdekatnya pada
jarak 833 km dan jarak terjauhnya menerima sinyal pada
Gambar 2. Antena Penerima Beacon [5]
jarak 2258 km.

Gambar 2 menunjukkan antena sistem penerima beacon


yang merupakan antena quadrifillar holicoidal, yang terdiri
dari 2 frekuensi yaitu 150 MHz yang berada pada bagian
luar dan 450 MHz yang berada pada bagian dalam antena.

164
STM-10 SMAP 2012

IV. HASIL DAN ANALISA

Power Sinyal 150 MHz Nilai TEC


25 30
r:=ktb, b-.=ptk, g- = mnd r.=ktb, b-.=ptk, g-=mnd, CNOFS
20

20 10

relativ slant TEC


15 -10
relatif power

-20

10 -30

-40

5 -50

-60

0 -70
0 100 200 300 400 500 600 700 0 100 200 300 400 500 600 700
waktu (s) waktu (s)

Gambar 4. Nilai relative slant TEC hasil keluaran penerima


beacon
Gambar 3a. Daya sinyal satelit 150 MHz

20
Power Sinyal 400 MHz Pemilihan data dilakukan karena keterbatasan data yang
r.=ktb, b-.=ptk, g- = mnd, CNOFS diterima sistem penerima secara bersamaan di 3 stasiun.
18
Nilai TEC yang diperoleh mempunyai nilai yang berbeda di
16
3 stasiun, dengan nilai minimum -61,7 di MND, -38,49 di
14
MND dan -7,898 di KTB. Nilai relative tersebut belum di
12 normalisasi untuk menunjukkan keaslian data yang
relatif power

10 diperoleh dari sistem penerima, sehingga satuannya belum


8 dicantumkan. Di KTB terlihat bahwa nilai TEC tidak
6
simetris di bagian timur dan bagian barat, dimana nilai TEC
4
lebih tinggi dibagian timur. Hasil tersebut juga ditunjukkan
di PTK , dimana nilai TEC lebih tinggi dibagian barat
2
dibanding dibagian timur. Tetapi nilai ini berbeda dengan
0
0 100 200 300 400 500 600 700 wilayah MND, dimana nilai TEC lebih besar di wilayah
waktu (s)
timur dibanding wilayah bagian barat.
Gambar 3b. Daya sinyal satelit 400 MHz

Nilai TEC
70
Gambar 3a dan 3b menunjukkan besar daya yang diterima r.=ktb, b-.=ptk, g- = mnd, CNOFS

penerima beacon untuk frekuensi masing-masing 150 dan 60

400 MHz. Untuk frekuensi 150 MHz terlihat MND


50
menerima sinyal yang paling tinggi di banding PTK dan
relativ slant TEC

MND, sedangkan untuk frekuensi 400 MHz terlihat KTB 40

menerima sinyal yang jauh lebih besar dibanding PTK dan


MND. Gambar 4 menunjukkan nilai relative slant TEC 30

yang diperoleh di 3 lokasi penerima beacon yang diterima 20


dari satelit CNOFS yang dipasang di KTB, PTK, MND,
yang diperoleh pada tgl 30 Mei 2011, pada pukul 05.05.42. 10

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
waktu (s)

Gambar 5. Nilai relative slant TEC hasil keluaran penerima


beacon yang sudah dinormalisasi

165
STM-10 SMAP 2012

Gambar 5 menunjukan nilai TEC yang sudah dinormalisasi Mencari hubungan parameter nilai TEC yang diperoleh dari
dengan nilai terendah di geser menjadi nilai nol. Nilai TEC sistem penerima beacon dengan kerapatan elektron dan juga
di lokasi MND setelah detik ke 400 mengalami distorsi, hal akurasi parameter menjadi pekerjaan selanjutnya dari
ini karena posisi penerima terhalang bangunan si sebelah penelitian ini.
timur sistem penerima beacon.
V. KESIMPULAN

Hasil model IRI 2007 Dari hasil pengukuran TEC sistem penerima beacon
1000
diperoleh bahwa nilai TEC di wilayah timur lebih tinggi
r:=ktb,b-=pnt,g-=mnd
dari wilayah barat katulistiwa. Untuk itu nilai TEC yang
900
diperoleh dari penerima beacon akan digunakan untuk
800 penentuan perkiraan kerapatan elektron di lapisan ionosfir
700 Indonesia. Korelasi antara nilai TEC yang diperoleh dari
penerima beacon dan kerapatan elektron akan ditentukan
ketinggian (km)

600
dari hasil penelitian selanjutnya dengan metoda tomograpi.
500

400

300

200 DAFTAR ACUAN


100 1. Leitinger, R., G. Schmidt, and A. Tauriainen “An Evaluation
Method Combining the Differential Doppler Measurements
0 2 4 6 8 10 12 14 from Two Stations that Enables the Calculation of the
kerapatan elektron (el/m3) x 10
11 Elektron Content of the Ionosphere”, J. Geophys., 41, pp
201-213, 19752
2. YEH K. C. and G. W. SWENSON,. “Ionospheric
elektron content and its variations deduced from
Gambar 6. Kerapatan elektron hasil Model IRI 29 mei 2011
satellite observations”. J. Geophys. Res., 66, 1061-
Untuk membandingkan hasil pengukuran TEC yang 1067, 1961
3. Yeh,. and Liu “A theoretical study of the ionospheric
diperoleh dari sistem penerima beacon, maka dibandingkan scintillation behavior caused by multiple scattering”,
dengan hasil model yang diperoleh dari IRI 2007 pada RADIO SCIENCE, VOL. 10, NO. 1, PP. 97-106, 1975
tanggal 29 mei 2012 di 3 tempat, KTB, PTK dan MND [9]. 4. Manik. T and Lathif .M “Radio Beacon Satellite
Dari hasil model IRI diperoleh bahwa kerapatan elektron di Receiver Network for Ionosphere TEC and
KTB mempunyai kerapatan elektron yang lebih tinggi Scintillation Measurement In Indonesia Equatorial
dibanding PTK, di PTK juga lebih tinggi dibanding MND. Region”, International Symposium on the 10th
anniversary of the EAR, Jakarta, 2011
Hasil model IRI ini menunjukkan kesesuain hasil yang sama
5. Huang,Y.-N. And Cheng,K. (1991), Ionospheric
dengan TEC yang diperoleh dari sistem beacon penerima, disturbances at the equatorial anomaly crest region
dimana nilai TEC di KTB lebih tinggi dibanding PTK, dan during the March 1989 magnetic storms, J. Geophys.
juga nilai TEC lebih tinggi di PTK dibanding di MND Res., 96, 13952–13965
seperti ditunjukkan gambar 6. 6. http://www.rish.kyoto-u.ac.jp/digitalbeacon/sub1.html.
(diakses 24 Agustus 12)
7. S.G Jin, J.U Park, J.L Wang “Elektron Density profiles
derived from ground-based GPS Observastions”. Korea
Selatan.
8. Materassi, M., C. N Mitchell., P.S.J Spencer, “Ionospheric
imaging of the northern crest of the equatorial anomaly”, J.
Atmos. Terr, Phys, 2003
9. http://omniweb.gsfc.nasa.gov/vitmo/iri_vitmo.html (diakses
6 Sep 2012)

166

Anda mungkin juga menyukai