Nim: 1930201124
PGMI 4
MK METODOLOGI PAI MI
Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan
bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi
tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar
merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Dalam teori ini ada dua bidang kajian yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil
belajar, yaitu:
1) Belajar tidak sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga melibatkan proses
berfikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2005:34)
2) Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Menurut psikologi kognitivistik, belajar
dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu dengan jalan mengaitkan
pengetahuan baru kedalam struktur berfikir yang sudah ada. Usaha itu dilakukan secara
aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi,
memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga, pengetahuan yang dimiliki sebelumnya
sangat menentukkan keberhasilan mempelajari informasi pengetahuan yang baru.
Sehingga dalam aliran kognitivistik ini terdapat ciri-ciri pokok. Adapun ciri-ciri dari aliran
kognitivistik yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:
Tokoh dari teori tersebut antara lain Jean Peaget, Bruner, dan Ausebel, Robert M. Gagne.
Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah mengemukakan
pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap.
1. Asimilasi
Proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Contoh :
seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya
memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara
prinsip penjumlahan (yang sudah ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian
(informasi baru yang akan dipahami anak).
2. Akomodasi
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Penerapan
proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa ditelah mengetahui
prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.
3. Equilibrasi
Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Hal ini
sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya.
Tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses
penyeimbang. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-
sendat dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik
akan mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang baik, jernih,
dan logis.
Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui oleh siswa
yang terbagi kedalam empat tahap, yaitu :
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan
kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan. Sehingga, perkembangan
bahasa memberi pengaruh besar dalam perkembangan kognitif (Hilgard dan Bower, 1981)
Menurut Bruner untuk mengajarkan sesuatu tidak usah menunggu sampai anak mancapai
tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka
dapat diberikan padanya. Dengan kata lain, perkembangan kognitif seseorang dapat
ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai
dengan tingkat perkembangannya.
2. Ikonik :siswa melihat dunia dengan melalui gambar-gambar dan visualaisasi verbal.
a) Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk menemukan
jawabannya.
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya
dengan pengetahuan baru (belajar menjadi bermakna/ meaning full learning). Proses belajar
terjadi melalui tahap-tahap:
Menurut Ausebel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (Advanced Organizer), dengan
demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer
adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari
oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :
2. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan
yang akan dipelajari.
3. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Menurut gagne belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia.
Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga
menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pengolahan otak manusia :
1. Reseptor
2. Sensory register
3. Short-term memory
4. Long-term memory
5. Response generator
a. Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa
memahami bahan belajar secara lebih mudah.
b. Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di
praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit
dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
Merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam
menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau dengan kata lain
teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya
sendiri. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif.
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan
lancar.
Proses belajar konstrutivistik sebagaimana dirilis dalam laman dapat dilihat dari berbagai
aspek, yaitu:
2. Peranan siswa
Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai
fasiitator. Karena belajar merupakan suatu proses pemaknaan atau pembentukan
pengetahuan dari pengalaman secara konkrit, aktivitas kolaboratif, refleksi serta
interpretasi yang harus dilukukan oleh siswa sendiri.
3. Peranan guru
Guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan agar
berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa
tetapi guru dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap siswa
dalam belajar.
4. Sarana belajar
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar yang menekankan pada ketrampilan proses
baik individu maupun kelompok. Dengan cara ini, maka kita dapat mengetahui seberapa
besar suatu pengetahuan telah dipahami oleh siswa.
d. Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu usaha yang
kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
e. Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah
ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-
idenya secara lebih bebas.
h. Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu usaha yang
kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
Dalam teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia.
Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif.
Kemampuan positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran
humanisme biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan yang
positif. Kemampuan positif tersebuterat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang
terdapat dalam domain afektif. Emosi merupakan karateristik yang sangat kuat yang nampak
dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar
merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan
manusia. Dimana memanusiakan manusia di sini berarti mempunyai tujuan untuk mencapai
aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih
abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada
bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari
pada proses belajar itu sendiri serta lebih banyak berbiacara tentang konsep-konsep pendidikan
untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuk yang
paling ideal.
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai teori belajar huamanisme yaitu diantaranya :
Arthur Combs bersama dengan Donald Syngg menyatakan bahwa belajar terjadi apabila
mempunyai arti bagi individu tersebut. Artinya bahwa dalam kegiatan pembelajaran
guru tidak boleh memaksakan materi yang tidak disukai oleh siswa. Sehingga siswa
belajar sesuai dengan apa yang diinginkan tanpa adanya paksaan sedikit pun.
Sebenarnya hal tersebut terjadi tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang
untuk melakukan sesautu yang tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya.
2. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal : suatu
usaha yang positif untuk berkembang; kekuatan untuk melawan atau menolak
perkembangan itu.
3. Carl Roger
Seorang psikolog humanism yang menekankan perlunya sikap salaing menghargai dan
tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-
masalahkehidupannya. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran
adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran.
Ada beberapa Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif; Segala hal di
dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih
kecil; Kecenderungan aktualisasi; Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak
menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual
mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dianut oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Beberapa ilmuwan yang termasuk
pendiri dan penganut teori ini antara lain adalah Thorndike, Watson, Hull, Guthrie, dan Skinner.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya
interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan
output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan
respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon.
1. Thorndike
Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan
perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud konkrit
yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Teori ini juga
disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati
dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-
perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap
hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa
perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu
tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat
diamati.
3. Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori
evolusi Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori
ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah
penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh bagian manusia, sehingga stimulus
dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,walaupun respon
yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
4. Edwin Guthrie
Demikian juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun ia
mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau
pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan, agar respon yang
muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam
stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
5. Skinner
b) Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan
tingkah laku.
c) Pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran yang berupa
respon.
d) Sesuatu yang terjadi diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting sebab tidak
bisa diukur dan diamati.
g) Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian juga jika respon
dikurangi maka respon juga menguat.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas
“mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang
benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Referensi :
Budiningsih, Asri, 2008. Teori Belajar dan Motivasi. Universitas Negeri Yogyakarta.