Anda di halaman 1dari 15

Nama: Sherin Azzahra

Nim: 1930201124

PGMI 4

MK METODOLOGI PAI MI

TEORI BELAJAR KOGNITIVISME, KONSTRUKTIVISME, HUMANISME, BEHAVUORISTIK

TEORI BELAJAR KOGNITIVISME

Teori kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar yang dilakukan individu adalah hasil interaksi


mentalnya dengan lingkungan sekitar sehingga menghasilkan perubahan pengetahuan atau
tingkah laku.

Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga menekankan
bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi
tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar
merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

Dalam teori ini ada dua bidang kajian yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil
belajar, yaitu:

1) Belajar tidak sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga melibatkan proses
berfikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2005:34)

2) Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Menurut psikologi kognitivistik, belajar
dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu dengan jalan mengaitkan
pengetahuan baru kedalam struktur berfikir yang sudah ada. Usaha itu dilakukan secara
aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi,
memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga, pengetahuan yang dimiliki sebelumnya
sangat menentukkan keberhasilan mempelajari informasi pengetahuan yang baru.

Sehingga dalam aliran kognitivistik ini terdapat ciri-ciri pokok. Adapun ciri-ciri dari aliran
kognitivistik yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:

a)  Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia

b) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian

c) Mementingkan peranan kognitif

d) Mementingkan kondisi waktu sekarang

e) Mementingkan pembentukan struktur kognitif

Tokoh dari teori tersebut antara lain Jean Peaget, Bruner, dan Ausebel, Robert M. Gagne.

Teori kognitivisme dikembangkan oleh Jean Piaget.

Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah mengemukakan
pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap.

Piaget membagi  proses belajar kedalam tiga tahapan yaitu :

1. Asimilasi

Proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Contoh :
seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya
memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara
prinsip penjumlahan (yang sudah ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian
(informasi baru yang akan dipahami anak).

2.  Akomodasi
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Penerapan
proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa ditelah mengetahui
prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.

3. Equilibrasi

Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Hal ini
sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya.
Tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses
penyeimbang. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-
sendat dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik
akan mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang baik, jernih,
dan logis.

Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui oleh siswa
yang terbagi kedalam empat tahap, yaitu :

1. Tahap sensorimotor (anak usia lahir – 2 tahun)

2. Tahap preoperational (anak usia 2 – 8 tahun)

3. Tahap operational konkret (anak usia 7/8 – 12/14 tahun)

4. Tahap operational formal (anak usia 14 tahun lebih)

Teori kognitivisme dikembangkan oleh Jarome Bruner.

Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan
kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan. Sehingga, perkembangan
bahasa memberi pengaruh besar dalam perkembangan kognitif (Hilgard dan Bower, 1981)

Menurut Bruner untuk mengajarkan sesuatu tidak usah menunggu sampai anak mancapai
tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka
dapat diberikan padanya. Dengan kata lain, perkembangan kognitif seseorang dapat
ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai
dengan tingkat perkembangannya.

Menurut bruner ada 3 tahap dalam perkembangan kognitif, yaitu:[8][8]

1. Enaktif : usaha/kegiatan untuk mengenali dan memahami lingkungan dengan observasi,


pengalaman terhadap suatu realita.

2. Ikonik :siswa melihat dunia dengan melalui gambar-gambar dan visualaisasi verbal.

3. Simbolik : siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh


bahasa dan logika dan penggunaan symbol.

Keuntungan belajar menemukan (Free Discovery Learning):

a) Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk menemukan
jawabannya.

b) Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan


mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi.

Teori kongnitivisme dikembangkan oleh Ausebel.

Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya
dengan pengetahuan baru (belajar menjadi bermakna/ meaning full learning). Proses belajar
terjadi melalui tahap-tahap:

1. Memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah


dipahami.

Menurut Ausebel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (Advanced Organizer), dengan
demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer
adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari
oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :

1. Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.

2. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan
yang akan dipelajari.

3. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.

Teori kognitivisme dikembangkan oleh Robert M. Gagne

Menurut gagne belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia.
Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga
menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pengolahan otak manusia :

1. Reseptor

2. Sensory register

3. Short-term memory

4. Long-term memory

5. Response generator

Kelebihan dan kelemahan teori Kognitivisme

a. Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa
memahami bahan belajar secara lebih mudah.

b. Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di
praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit
dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.

Pandangan Teori Kognitif Tentang Belajar


Menurut teori kognitif, belajar ialah proses internal yanh tidak dapat diamati langsung.
Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan berbuat dalam
situasi tertentu. Perubahan dalam tingkah laku adalah refleksi dari perubahan internal.

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME

Teori pembelajaran konstruktivisme adalah sebuah teori pendidikan yang mengedepankan


peningkatkan perkembangan logika dan konseptual pembelajar.

Konstruktivis percaya bahwa pembelajar membangun pengetahuan untuk dirinya. Peran


seorang pengajar sangat penting dalam teori pembelajaran konstruktivisme. Ketimbang
memberikan ceramah, seorang pengajar berfungsi sebagai fasilitator dimana yang membantu
pembelajar dengan pemahamannya.

Merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam
menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau dengan kata lain
teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya
sendiri. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif.

Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:

1.  Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.

2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri


pertanyaannya.

3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu konsep


secara lengkap.

4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.


5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Unsur-unsur penting dalam teori konstruktivistik:

1. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa

2. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna

3. Adanya lingkungan social yang kondusif

4. Adanya dorongan agar siswa mandiri

5. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah

Secara garis besar, prinsip-prinsip teori konstruktivistik adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri

2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar.

3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.

4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan
lancar.

5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.

6. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.

7. Mencari dan menilai pendapat siswa.

8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Proses belajar konstrutivistik sebagaimana dirilis dalam laman  dapat dilihat dari berbagai
aspek, yaitu:

1. Proses belajar konstruktivisti


Esensi dari teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki,
informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses belajar, siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan
belajar mengajar.

2. Peranan siswa

Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai
fasiitator. Karena belajar merupakan suatu proses pemaknaan atau pembentukan
pengetahuan dari pengalaman secara konkrit, aktivitas kolaboratif, refleksi serta
interpretasi yang harus dilukukan oleh siswa sendiri.

3. Peranan guru

Guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk
membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan agar
berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa
tetapi guru dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap siswa
dalam belajar.

4. Sarana belajar

Sarana belajar dibutuhkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah


diperoleh agar mendapatkan pengetahuan yang maksimal.

5. Evaluasi hasil belajar

Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar yang menekankan pada ketrampilan proses
baik individu maupun kelompok. Dengan cara ini, maka kita dapat mengetahui seberapa
besar suatu pengetahuan telah dipahami oleh siswa.

Aplikasi Teori Konstruktivistik Dalam Pembelajaran :


a. Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah
ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-
idenya secara lebih bebas.

b. Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan


ide-ide  atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut,
serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

c. Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah


kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan  tentang kebenaran yang
datangnya dari berbagai interpretasi.

d. Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya  merupakan suatu usaha yang
kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.

e. Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah
ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-
idenya secara lebih bebas.

f. Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan


ide-ide  atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut,
serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

g. Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah


kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan  tentang kebenaran yang
datangnya dari berbagai interpretasi.

h. Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya  merupakan suatu usaha yang
kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.

TEORI BELAJAR HUMANISME

Dalam teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia.
Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif.
Kemampuan positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran
humanisme biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan yang
positif. Kemampuan positif tersebuterat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang
terdapat dalam domain afektif. Emosi merupakan karateristik yang sangat kuat yang nampak
dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar
merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan
manusia. Dimana memanusiakan manusia di sini berarti mempunyai tujuan untuk mencapai
aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.

Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih
abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada
bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari
pada proses belajar itu sendiri serta lebih banyak berbiacara tentang konsep-konsep pendidikan
untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuk yang
paling ideal.

Pendekatan humanisme dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif.


Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan
yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan
interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya
diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan
membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena
keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.

Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya


dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.Tujuan utama
para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.

Ada beberapa pendapat para ahli mengenai teori belajar huamanisme yaitu diantaranya :

1. Arthur Combs (1912-1999)

Arthur Combs bersama dengan Donald Syngg menyatakan bahwa belajar terjadi apabila
mempunyai arti bagi individu tersebut. Artinya bahwa dalam kegiatan pembelajaran
guru tidak boleh memaksakan materi yang tidak disukai oleh siswa. Sehingga siswa
belajar sesuai dengan apa yang diinginkan tanpa adanya paksaan sedikit pun.
Sebenarnya hal tersebut terjadi tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang
untuk melakukan sesautu yang tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya.

Sehingga guru harus lebih memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia


persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus
berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal
membedakan seseorang dari yang lain.

2. Maslow

Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal : suatu
usaha yang positif untuk berkembang; kekuatan untuk melawan atau menolak
perkembangan itu.

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi


kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk
mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya,
tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan,
keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri
menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.

3. Carl Roger
Seorang psikolog humanism yang menekankan perlunya sikap salaing menghargai dan
tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-
masalahkehidupannya. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran
adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran.

Ada beberapa Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif; Segala hal di
dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih
kecil; Kecenderungan aktualisasi; Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak
menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual
mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dianut oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Beberapa ilmuwan yang termasuk
pendiri dan penganut teori ini antara lain adalah Thorndike, Watson, Hull, Guthrie, dan Skinner.

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya
interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.

Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus dan
output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan
respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. 

Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya:

1. Thorndike 

Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan
perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud konkrit
yaitu dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Teori ini juga
disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).

2. Watson

Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati
dan dapat diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-
perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap
hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa
perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu
tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat
diamati.

3. Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variable hubangan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori
evolusi Charles Darwin. Baginya, seperti teori evolusi, semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori
ini mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah
penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh bagian manusia, sehingga stimulus
dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,walaupun respon
yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.

4. Edwin Guthrie

Demikian juga Edwin, ia juga menggunakan variabel stimulus dan respon. Namun ia
mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau
pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan, agar respon yang
muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam
stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.

5. Skinner 

Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli


konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu
menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya
tentang belajar secara lebih komprehensif. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan
respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh
para tokoh sebelumnya.

Inti dari teori belajar behavioristik, adalah:

a) Belajar adalah perubahan tingkah laku.

b) Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan
tingkah laku.

c) Pentingnya masukan atau input  yang berupa stimulus dan keluaran yang berupa
respon.

d) Sesuatu yang terjadi  diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting  sebab tidak
bisa diukur dan diamati.

e) Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan respon.

f) Penguatan adalah faktor penting dalam belajar.

g) Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian juga jika respon
dikurangi maka respon juga menguat.

Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas
“mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang
benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.

Referensi :

Budiningsih, Asri, 2008. Teori Belajar dan Motivasi. Universitas Negeri Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai