Anda di halaman 1dari 27

Tugas Bisnis Pariwisata

Pertumbuhan Pariwisata dan


Ekonomi Nasional

Oleh

Kelompok 4 :
1. I komang Anom Wibawa ( 1802612010383 / 11 )
2. I Nyoman Resa Permana ( 1802612010387 / 15 )
3. Komang Zadguna Wisnu Dana P. ( 1802612010392 / 20 )
4. Ni Kadek Diah Ayu Apsari ( 1802612010395 / 23 )
5. Ni Made Dwi Cintya Pradnya P. ( 1802612010404 / 32 )

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis


Universitas Mahasaraswati Denpasar
Tahun ajaran 2020 / 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pertumbuhan
Pariwisata dan Ekonomi Nasional ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Bisnis Pariwisata. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang pertumbuhan pariwisata dan ekonomi nasional bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Drs. I Wayan Sujana,MM, selaku
dosen mata kuliah Bisnis Pariwisata yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Denpasar, 04 Maret 2020

Penulis

[1]
DAFTAR ISI

[2]
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sektor pariwisata di Indonesia saat ini dinilai efektif peranannya dalam menambah devisa
negara. Hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan kebutuhan pariwisata, tidak hanya di
Indonesia, namun di seluruh dunia. Pertumbuhan kebutuhan manusia akan pariwisata
menyebabkan sektor ini dinilai mempunyai prospek yang besar di masa yang akan datang. Sektor
pariwisata mampu menghidupkan ekonomi masyarakat di sekitarnya, pariwisata juga diposisikan
sebagai sarana penting dalam rangka memperkenalkan budaya dan keindahan alam daerah
terkait. Banyak negara di dunia menganggap pariwisata sebagai invisible export atas barang dan
jasa pelayanan kepariwisataan yang dapat memperkuat neraca pemasukan.
Pariwisata merupakan sumber pendapatan yang dapat terus diperbaharui dan
diremajakan, bentuk peremajaan daerah wisata ini dapat berupa renovasi, dan perawatan secara
teratur, oleh sebab itu maka pariwisata merupakan investasi yang penting pada sektor non migas
bagi Indonesia. Pariwisata yang merupakan investasi ekonomi masa depan akan secara otomatis
mempermudah perputaran barang dan jasa pelayanan di tempat wisata. Lebih jauh lagi
pariwisata akan meningkatkan stabilitas ekonomi nasional, namun tentu saja keberhasilan dalam
pengembangan pariwisata seperti di atas akan mampu dirasakan apabila faktor faktor
pendukungnya telah dipersiapkan dengan baik.
Jika ditinjau dari sisi ekonomi, industri pariwisata merupakan mata rantai ekonomi yang
panjang (Multiplier effect), mulai dari biro perjalanan, jasa pengangkutan, perhotelan, restoran,
kegiatan pemanduan, kerajinan rakyat, pemeliharaan objek wisata dan lain sebagainya.
Selanjutnya, industri pariwisata juga akan membutuhkan hasil pertanian, peternakan, perikanan
bahan dan alat bangunan, sejumlah tenaga kerja juga dapat diserap didalamnya sebagai
pendukung keberhasilan mata rantai tersebut, lebih jauh lagi pengembangan dalam sektor
pariwisata jelas memiliki cakupan keuntungan ekonomi yang luas.

[3]
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 EKONOMI NASIONAL

Ekonomi Nasional diperuntukkan bagi ekonomi dan masyarakat yang menginginkan


agar Indonesia menjadi negara yang mandiri sehingga ribuan trilyun rupiah hasil SDA bisa
memakmurkan rakyat, tidak tergantung oleh hutang luar negeri atau lembaga IMF (yang
mendikte pemerintah RI untuk mengkonversi hutang swasta jadi hutang negara/rakyat),
tidak mementingkan konglomerat di atas rakyat Indonesia.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Perekonomian
Nasional dan Kesejahteraan Sosial antara lain dinyatakan sebagai berikut:
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
2) Cabang-cabang produski yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara;
3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas asas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.

Kondisi ekonomi dapat dikatakan sangat berpengaruh terhadap suatu negara,  kondisi
ekonomi itu sendiri dapat juga mencerminkan bagaimana keadaan suatu negara. Maju atau
tidaknya , tingkat keamanannya, hingga menyangkut masalah kesehatan sangat di 
pengaruhi oleh kondisi ekonominya. Untuk perekonomian Indonesia masih dalam tahap
memperbaiki , hal ini dikarenakan Indonesia sempat terkena krisis yang membuat
perekonomian Indonesia turun drastis pada saat pemerintahan orde baru.
Sebenarnya pertumbuhan perekonomian Indonesia yang sangat bagus terjadi pada
masa orde baru, atau pada masa pemerintahan Soeharto. Pada saat itu pemerintah
mencanangkan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara

[4]
periodik lima tahunan yang disebut pelita ,yang kebijakan ekonominya mencakup segala
bidang seperti, kebutuhan pokok,pendidikan dan kesehatan, kesempatan kerja, kesempatan
berusaha, penyebaran pembangunan, dan lain- lain.

Pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, kesuksesan ini mendapatkan
penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. Ini suatu
prestasi  yang sangat luar biasa bagi Indonesia , dan sangat sulit di ulangi hingga saat ini.
Namun dampak negative pada saat pemerintahan Soeharto ialah terjadinya krisis moneter 
yang melanda negara ini, yang disebabkan banyaknya hutang luar negeri. Selain itu KKN
pun merajalela, kemudian timbulah perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan
pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam. Hal ini yang
menyebabkan runtuhnya orde baru.
Setelah orde baru sampai saat ini Indonesia masih berusaha untuk memperbaiki
kondisi ekonominya dan hal itu membawa dampak yang positif , hal ini dapat diketahui
selama tiga tahun dari 2005, 2006, dan 2007 perekonomian Indonesia tumbuh cukup
signifikan yang pertumbuhan diatas 6%. Bahkan pada  pertengahan bulan oktober 2006 ,
Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS.   Pada tahun
2010 perkembangan perekonomian Indonesia bisa di bilang cukup baik walaupun sempat
terjadi penurunan sebelumnya, bahkan  deputi gubernur Bank Indonesia Hartadi A.
Sarwono memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 akan tumbuh pada kisaran
6,3-6,5%.

2.2 KONTRIBUSI PARIWISATA TERHADAP EKONOMI NASIONAL DAN


REGIONAL

Kontribusi Pariwisata Terhadap Ekonomi Nasional


Kontribusi pariwisata terhadap pendapatan pemerintah dapat diuraikan menjadi dua,
yakni: kontribusi langsung dan tidak langsung. Kontribusi langsung berasal dari pajak
pendapatan yang dipungut dari para pekerja pariwisata dan pelaku bisnis pariwisata pada
kawasan wisata yang diterima langsung oleh dinas pendapatan suatu destinasi.

[5]
Sedangkan kontribusi tidak langsung pariwisata terhadap pendapatan pemerintah
berasal dari pajak atau bea cukai barang-barang yang di import dan pajak yang dikenakan
kepada wisatawan yang berkunjung.
Dalam kedua konteks di atas, WTO memprediksi bahwa usaha perjalanan wisata dan
bisnis pariwisata tersebut secara langsung dan tidak langsung termasuk juga pajak
perorangan telah berkontribusi terhadap pariwisata dunia melampaui US$ 800 billion pada
tahun 1998, dan pada tahun 2010 berlipat dua kali jika dibandingkan tahun 1998.
 Menurut penelitian, pariwisata Kanada menghasilkan $ 19, 7 Juta pendapatan untuk
ketiga tingkat pemerintahan gabungan di Kanada pada tahun 2007. Dan Belanja Kanada
menyumbang tiga dari setiap empat dolar, sementara satu dari empat dolar berasal dari
wisatawan asing yang berwisata di Kanada.
 Sementara pemerintah Komboja mencatat bahwa sector pariwisata secara langsung
dan nyata telah memberikan sumbangan pendapatan bagi pemerintah melalui aktifitas
penjualan tiket masuk wisatawan yang mengunjungi obyek wisata Angkor sebesar 1,2 Juta
US Dolar, dari Visa sebesar 3 juta US Dolar, dan aktifitas  taksi dan aktifitas pelayanan di
bandara.
Pada kedua studi kasus di atas, tidak dapat disangkal lagi bahwa pariwisata memang
benar dapat meningkatkan pendapatan bagi pemerintah di mana pariwisata tersebut dapat
dikembangkan dengan baik.
 Pada beberapa negara yang telah mengembangkan sektor pariwisata, terbukti bahwa
sektor pariwisata secara internasional berkontribusi nyata terhadap penciptaan peluang
kerja, penciptaan usaha-usaha terkait pariwisata seperti usaha akomodasi, restoran, klub,
taxi, dan usaha kerajinan seni souvenir.
 Menurut Canada Government Revenue Attributable to Tourism, (2007),
mendifinisikan bahwa yang dimaksud “Tourism employment” adalah ukuran yang dipakai
untuk mengukur besarnya tenaga kerja yang terserap secara langsung pada sector
pariwisata termasuk juga besarnya tenaga kerja yang terserap di luar bidang pariwisata
akibat keberadaan pembangunan pariwisata.  Dan WTO mencatat kontribusi sector
pariwisata terhadap penyediaan lahan pekerjaan sebesar 7% secara internasional.
 Hasil studi pada dampak pembangunan pariwisata di Tripura, India menunjukkan
bahwa industry pariwisata adalah industri yang mampu menyerap tenaga kerja dalam

[6]
jumlah besar dan mampu menciptakan peluang kerja dari peluang kerja untuk tenaga yang
tidak terdidik sampai dengan tenaga yang sangat terdidik. Pariwisata juga menyediakan
peluang kerja diluar bidang pariwisata khususnya peluang kerja bagi mereka yang berusaha
secara langsung pada bidang pariwisata dan termasuk juga bagi mereka yang bekerja
secara tidak langsung terkait industri pariwisata seperti usaha-usaha pendukung pariwisata;
misalnya pertanian sayur mayor, peternak daging, supplier bahan makanan, yang akan
mendukung operasional industri perhotelan dan restoran.
 Sedangkan menurut Mitchell dan Ashley 2010, mencatat bahwa sumbangan
pariwisata dalam penyerapan tenaga kerja jika dibandingkan dengan sector lainnya
menunjukkan angka yang cukup berarti, dan indeks terbesar terjadi  di Negara New
Zealand sebesar 1,15 disusul oleh Negara Philipines, kemudian Chile, Papua New Guinea,
dan Thailand sebesar 0,93. Sementara di Indonesia indeks penyerapan tenaga kerja dari
sector pariwisata sebesar 0,74, masih lebih rendah jika dibandingkan Negara Afrika
Selatan yang mencapai 0,84.
Dalam dua kasus di atas, pariwisata memegang peranan penting dalam penyerapan
tenaga kerja di hampir semua Negara yang mengembangkan pariwisata, walaupun harus
diakui sector pertanian “agriculture” masih lebih besar indeks penyerapannya dan berada di
atas indeks penyerapan tenaga kerja oleh sector pariwisata di hampir semua Negara pada
penjelasan di atas.

Kontribusi Pariwisata Terhadap Ekonomi Regional


Berdasarkan fakta yang ada, pariwisata memberikan dampak yang cukup signifikan
terhadap keadaan suatu daerah baik itu dampak sosial, budaya sampai dengan ekonomi.
Namun, dampak yang sangat berperan dalam pengembangan masyarakat suatu daerah
adalah dampak ekonomi. Dengan adanya sektor pariwisata ini mampu mengembangkan
ekonomi lokal terutama pada daerah yang mempunyai daya tarik wisata yang cukup baik.
Selain itu, dampak ekonomi juga dapat bersifat positif maupun negatif dalam setiap
pengembangan obyek wisata.
 Segi Positif
Dampak ekonomi dari segi positif ini ada yang langsung dan ada juga yang tidak
langsung. Dampak positif langsungnya antara lain membuka lapangan pekerjaan

[7]
yang baru untuk komunitas lokal, yang sesuai dengan kemampuan dan skill  dari
masyarakat sekitar sehingga masyarakat lokal bisa mendapatkan peningkatan taraf
hidup yang layak. Namun, selain untuk masyarakat lokal, dampak ekonomi juga akan
berpengaruh bagi pemerintah daerah yang akan mendapatkan pendapatan dari pajak.
Pajak yang didapatkan oleh pemerintah biasanya dalam bentuk pajak hiburan dan
sebagainya. Sedangkan dampak ekonomi yang tidak langsung adalah kemajuan
pemikiran akan pengembangan suatu obyek wisata, terutama dengan adanya
emansipasi wanita sehingga wanita pun bisa bekerja. Dengan begitu dapat lebih
mengembangkan perekonomian lokal melalui pemberdayaan masyarakat dari semua
kalangan, tidak terkecuali kaum wanita.
 Segi Negatif
Dari segi negatifnya, dampak terhadap ekonomi lokal sebenarnya tidak serta merta
berjalan lancer, banyak faktor yang menyebabkan tidak semua masyarakat lokal
menerima dampak dari perkembangan perekonomian, antara lain adanya kebocoron.
Kebocoran dalam pariwisata ini banyak disebabkan karena adanya investor yang
menanamkan modalnya untuk mengembangkan objek wisata di suatu daerah. Hal
seperti inilah yang sebenarnya harus dapat dicegah oleh pemerintah daerah agar
pendapatan yang diterima oleh daerah tidak dijajah oleh para investor luar.
Berdasarkan data dari sumber yang kami dapatkan, Pengembangan suatu obyek wisata
yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan pendapatan ekonomi yang baik juga untuk
komunitas setempat (Joseph D. Fritgen, 1996). Menurut Prof.Ir Kusudianto Hadinoto
bahwa suatu tempat wisata yang direncanakan dengan baik, tidak hanya memberikan
keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf , kualitas dan pola hidup komunitas
setempat, tetapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang lebih baik. Menurut
Mill dalam bukunya yang berjudul “The Tourism, International Business” (2000, p.168-
169), menyatakan bahwa : “pariwisata dapat memberikan keuntungan bagi wisatawan
maupun komunitas tuan rumah dan dapat menaikkan taraf hidup melalui keuntungan
secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut.

2.3 PERTUMBUHAN PARIWISATA DAN DAMPAKNYA TERHADAP SUATU


PEREKONOMIAN

[8]
Pertumbuhan Pariwisata
Pariwisata merupakan industry perdagangan jasa yang memiliki mekanisme
pengaturan yang kompleks karena mencakupn pengaturan pergerakan wisatawan dari
Negara asalnya, di daerah tujuan wisata hingga kembali ke Negara asalnya yang
melibatkan berbagai hal, seperti: transportasi, penginapan, restoran, pemandu wisata, dan
lain-lain. Oleh karena itu, industry pariwisata memegang peranan yang sangat penting
dalam pengembangan pariwisata.
Dalam menjalankan perannya, industry pariwisata harus menerapkan konsep dan
peraturan serta panduan yang berlaku dalam pengembangan pariwisata agar mampu
mempertahankan dan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang nantinya bermuara
pada pemberian manfaat ekonomi bagi industry pariwisata dan masyarakat local. Industry-
industri pariwisata yang sangat berperan dalam pengembangan pariwisata adalah: biro
perjalanan wisata, hotel dan restoran. Selain itu juga di dukung oleh industry-industri
pendukung pariwisata lainnya.
Pariwisata Indonesia menjadi sektor paling menjanjikan. Bahkan, sektor ini memiliki
peran penting terhadap perekonomian. Ini bisa dilihat dari tren pertumbuhannya yang
selalu di atas pertumbuhan ekonomi Indonesia dan melebihi perkembangan pariwisata
dunia.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Mari Elka Pangestu
mengatakan tahun 2011, perolehan devisa dari pariwisata diperkirakan mencapai USD8,5
miliar. Angka ini naik 11,8 persen dibandingkan tahun lalu. Bahkan, kenaikan ini melebihi
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan ada di level 6,5 persen dan
pertumbuhan pariwisata dunia yang hanya berkisar 4,5 persen.
“Untuk kontribusi terhadap devisa, sektor pariwisata ada di peringkat lima setelah
minyak dan gas bumi, minyak kelapa sawit, batubara, dan karet olahan,” kata Mari
Pangestu, di Jakarta, (5/1).
Mari Pangestu menjelaskan bahwa visi pariwisata, fokusnya adalah menjadikan
Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, dan
berkelanjutan. Upaya yang perlu dilakukan agar sejalan dengan visi tersebut adalah
peningkatan daya saing produk wisata, pengembangan daya tarik, promosi terpadu dan
berkesinambungan, serta pengembangan institusi dan sumber daya manusia.

[9]
“Untuk pariwisata ada tiga hal utama. Destinasi yang sudah ada akan dikembangkan,
mengembangkan destinasi baru, dan wisata minat khusus. Untuk wisata minat khusus yang
akan dikembangkan adalah MICE (Meeting Incentives Convention and Exhibition), wisata
bahari dan alam, wisata olahraga, serta wisata belanja dan kuliner,” katanya.
Untuk pengembangan destinasi pariwisata, tambahnya, akan difokuskan pada
pengembangan 15 Destination Management Organization (DMO), desa wisata, pusat
rekreasi masyarakat, pasar wisata, zona kreatif, daya tarik wisata serta melakukan
kerjasama dan kemitraan.
Berdasarkan draft Renstra hingga 2014, pada 2014 Indonesia akan memiliki 15
destinasi wisata yang telah menerapkan tata kelola destinasi yang berkualitas (Destination
Management Organization). Untuk pariwisata berbasis pedesaan, ditargetkan tahun 2014
akan ada 822 desa, naik dibandingkan 2011 yang hanya sejumlah 674 desa.
Untuk sektor ekonomi kreatif, visi yang diusulkan adalah meningkatkan kualitas
hidup, toleransi, dan penciptaan nilai tambah. Langkah-langkah yang akan dilakukan agar
sejalan dengan visi tersebut adalah peningkatan daya saing dan penciptaan nilai tambah,
pengembangan institusi, apresiasi dan penegakan hukum, promosi terpadu dan
berkesinambungan, pengembangan SDM dan bahan baku, serta pengembangan teknologi
dan akses pembiayaan.

Dampak Pertumbuhan Pariwisata Terhadap Suatu Perekonomian


Pariwisata disambut sebagai industri yang membawa aliran devisa, lapangan pekerjaan
dan cara hidup modern. Industri periwisata memberikan keunikan tersendiri dibandingkan
dengan sektor ekonomi lain karena adanya empat faktor, yaitu :
a. Pariwisata adalah Industri Ekspor Fana
Segala transaksi yang terjadi di industri pariwisata berupa pengalaman yang dapat
diceritakan kepada orang lain, tetapi tidak dapat dibawa pulang sebagai cinderamata.
b. Butuhnya Barang dan Jasa Tambahan oleh Wisatawan
Saat seorang wisatawan mengunjungi suatu destinasi, ia selalu membutuhkan barang
dan jasa tambahan, seperti transportasi dan kebutuhan air bersih.
c. Pariwisata adalah Produk Fragmented But Intergreted

[10]
Maksudnya disini adalah pariwisata sebagai produk yang terpisah-pisah tetapi
terintegrasi dan langsung mempengaruhi sektor ekonomi lain. UU nomor 10 tahun
2009 tentang kepariwisataan secara jelas menyatakan, pariwisata berkaitan dengan
banyak sektor atau multisektor. Koordinasi strategis lintas sektor terkait dengan
pariwisata di antaranya dengan bidang pelayanan ke pelayanan kepabeanan,
keimigrasian, dan karantina; bidang keamanan dan ketertiban; bidang prasarana umum
yang mencakupi jalan, air abersih, listrik, telekomunikasi, dan kesehatan lingkungan;
bidang transportasi darat, laut, dan udara; dan bidang promosi pariwisara dan
kerjasama luar negeri. Kerjasama antarsektor harus diatur dengan tata kerja,
mekanisme dan hubungan baik untuk manfaat bersama.
d. Pariwisata Merupakan Ekspor yang Sangat Tidak Stabil
Sifat kepariwisataan yang dinamis dan musiman, membuat industri ini mngalami
fluktuasi yang sangat tinggi. Industri pariwisata rentan terhadap banyak hal, seperti
politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

Dampak pariwisata terhadap perekonomian bisa bersifat positif dan bisa negatif.
Secara umum dampak tersebut dapat dikelompokkan(Cohen, 1984) sebagai berikut :
1. Dampak terhadap peneriamaan devisa
2. Dampak terhadap pendapatan masyarakat
3. Dampak terhadap peluang kerja
4. Dampak terhadap harga dan tarif
5. Dampak terhadap distribusi manfaat dan keuntungan
6. Dampak terhadap kepemilikan dan pengendalian
7. Dampak terhadap pembangunan
8. Dampak terhadap pendapatan pemerintah

Keunikan industri pariwisata terhadap perekonomian berupa dampak ganda (multiplier


effect) dari pariwisata terhadap ekonomi. Pariwisata memberikan pengaruh tidak hanya
terhadap sektor ekonomi yang langsung terkait dengan industri periwisata, tetapi juga
industri tidak langsung terkait dengan industri pariwisata.

Gambar A. Dampak Ganda Pariwisata terhadap Perekonomian

[11]
Pariwisata memberikan keuntungan berganda ke bawah, terutama bagi
masyarakat setempat (trickle down). Secara ideal, pariwisata menghidupkan pemaok-
pemasok lokal dan mengurangi ketergantungan terhadap import. Dampak ganda dapat
memperbaiki kualitas pelayanan lokal dengan berinvestasi dan mendorong pembelajaan
dalam negeri. Namun, tidak tertutup kemungkianan, dampak ganda memperbesar
kebocoran devisa, apabila pembelanjaan masyarakat sarat dengan import.
Pariwisata memberikan keuntungan sebagai dampak positif, yang juga memberikan
kerugian sebagai dampak negatif. Beberapa keuntungan dari pariwisata terhadap
perekonomian di antaranya sebagai berikut :

a. Dampak terhadap Penerimaan Devisa


Di Indonesia, kontribusi pariwisata terhadap neraca peneriamaan negara dihitung
melalui Neraca Pariwisata Nasional (Nesparnas). Pada umumnya diistilahkan dengan
Tourism Satellite Account (TSA). Nesparnas menghitung secara kuantitatif melaui standar
statistik dengan mengacu pada UN System of National Accounts yang menampilkan
definisi dan klasifikasi yang dipergunakan untuk survey sesuai standar internasional.

[12]
Berdasarkan data dapat diketahui bahwa sumbangan periwisata terhadap
perekonomian dan keterkaitannya dengan berbagai sektor ekonomi lain baik konsumsi
yang dilakukan oleh wisatawan untuk sektor pariwisata maupun sektor lain.
Perhitungan Nesparnas terdiri atas beberapa subsektor dalam ekonomi (perdagangan,
hotel, restoran, transportasi dan jasa), faktor pendapatan (upah, keuntungan, dan bunga)
serta komposisi pengeluaran (konsumsi, pemerintah, investasi, ekspor, dan impor). Ketiga
komponen itu dihitung menjadi satu sebagai devisa dari sektor kepariwisataan. Nesparnas
menggambarkan besaran devisa yang mengalir masuk dan mengalir keluar dari sektor
pariwisata.
Besarnya kontribusi pariwisata dalam bentuk devisa ke dalam negara penerimaan
negara dicontohkan sebagai berikut :

b. Dampak terhadap Pendapatan Masyarakat


Setiap kegiatan pariwisata menghasilkan pendapatan khususnya bagi masyarakat
setempat . Pendapatan itu dihasilkan dai transaksi antara wisatawan dan tuan rumah dalam
bentuk pembelanjaan yang dilakukan oleh wisatawan. Pengeluaran wisatawan terdistribusi
tidak hanya ke pihak-pihak yang terlibat langsung dalam industri pariwisata seperti hotel,
restoran, biro perjalanan wisata, dan pemandu wisata. Distribusi pengeluaran wisatawan
juga diserap ke sektor pertanian, sektor industri kerajinan, sektor angkutan, sektor
komunikasi, dan sektor lain yang terkait.
Gambar Dampak Pariwisata tehadap Masyarakat

[13]
c. Dampak terhadap Peluang Kerja
Pariwisata merupakan industri yang menawarkan beragam jenis pekerjaan kreatif
sehingga mampu menampung jumlah tenaga kerja yang cukup banyak. Seorang wisatawan
dilayani oleh banyak orang. Sebagai contoh, wisatawan yang bersantai di pantai dapat
memberikan pendapatan bagi penjual makan-minum, penyewa tikar, pemijat, dan pekerja
lain.
d. Dampak terhadap Struktur Ekonomi
Peningkatan pendapatan masyarakat dari industri pariwisata membuat struktur
ekonomi masyarakat menjadi lebih baik. Masyarakat bisa memperbaiki kehidupan dari
bekerja di industri pariwisata.
e. Dampak dalam Membuka Peluang Investasi
Keragaman usaha dalam industri pariwisata memberikan peluang bagi para investor
untuk menanamkan modal. Kesempatan berinvestasi di daerah wisata berpotensi
membentuk dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
f. Dampak terhadap Aktivitas Wirausaha
Adanya kebutuhan wisatawan saat berkunjung ke destinasi wisata mendorong
masyarakat untuk menyediakan kebutuhannya dengan membuka usaha atau wirausaha.

[14]
Pariwisata membuka peluang untuk berwirausaha dengan menjajahkan berbagai kebutuhan
wisatawan, baik produk barang maupun produk jasa.

Selain keuntungan-keuntungan itu, pariwisata memberikan dampak yang


merugikan bagi masyarakat di antaranya sebagai berikut :

a. Bahaya Ketergantungan terhadap Industri pariwisata


Melihat banyaknya keuntungan yang dapat diperoleh dari sektor pariwisata namun
beberapa daerah tujuan wisata menjadi sangat tergantung dari kepariwisataan untuk
kehidupannya. Hal ini menjadikan wisatawan sangat rentan terhadap perubahan
permintaan wisata.
b. Pengembalian Modal Lambat
Industri pariwisata adalah Industri dengan investasi yang besar dan pengembalian
modal yang lambat. Hal ini menyebabkan kesulitan bagi pengusaha pariwisata untuk
mendapatkan pinjaman untuk modal usaha.
c. Mendorong Timbulnya Biaya Eksternal Lain
Pengembangan pariwisata menyebabkan muncul biaya eksternal lain bagi penduduk di
daerah tujuan wisata, seperti biaya kebersihan lingkungan, biaya pemeliharaan lingkungan
yang rusak akibat aktivitas wisata, dan peluang lain.

2.4 MENGUKUR SUMBANGAN PARIWISATA

1. Foreign Exchange Earnings


Pengeluaran sektor pariwisata akan menyebabkan perekonomian masyarakat local
menggeliat dan menjadi stimulus berinvestasi dan menyebabkan sektor keuangan
bertumbuh seiring bertumbuhnya sektor ekonomi lainnya.
Pengalaman di beberapa negara bahwa kedatangan wisatawan ke sebuah destinasi
wisata juga menyebabkan bertumbuhnya bisnis valuta asing untuk memberikan pelayanan
dan kemudahan bagi wisatawan selama mereka berwisata. Tercatat juga bahwa di beberapa
negara di dunia 83% dari lima besar pendapatan mereka, 38% pendapatannya adalah
berasal dari “Foreign Exchange Earnings” perdagangan valuta asing.
Sebagai contoh, bahwa pariwisata mampu menyumbangkan pendapatan untuk Negara
India, berdasarkan hasil survey ekonomi India pada tahun 2010-11, bahwa akibat

[15]
kedatangan wisatawan asing ke India pada tahun 2010 terjadi peningkatan pendapatan dari
perdangan Valas sebesar 34,56% atau sebesar 14,193 Juta US Dolar meningkat jika
dibandingkan tahun 2009 yang hanya sebesar 11,394 Juta US Dolar.
Sementara pemerintah China mencapat bahwa sumbangan pariwisata  akibat
perdagangan Valas  telah mencapai 5,1 Juta US Dolar untuk kurun waktu hanya empat
bulan saja pada tahun 2010.
Dari kedua contoh tersebut sudah dianggap cukup menguatkan pendapat bahwa
pembangunan pariwisata dapat meningkatkan pendapatan suatu Negara khususnya dari
aktifitas perdagangan valuta asing.
2. Contributions To Government Revenues
Kontribusi pariwisata terhadap pendapatan pemerintah dapat diuraikan menjadi dua,
yakni: kontribusi langsung dan tidak langsung. Kontribusi langsung berasal dari pajak
pendapatan yang dipungut dari para pekerja pariwisata dan pelaku bisnis pariwisata pada
kawasan wisata yang diterima langsung oleh dinas pendapatan suatu destinasi.
Sedangkan kontribusi tidak langsung pariwisata terhadap pendapatan pemerintah
berasal dari pajak atau bea cukai barang-barang yang di import dan pajak yang dikenakan
kepada wisatawan yang berkunjung.
Dalam kedua konteks di atas, WTO memprediksi bahwa usaha perjalanan wisata dan
bisnis pariwisata tersebut secara langsung dan tidak langsung termasuk juga pajak
perorangan telah berkontribusi terhadap pariwisata dunia melampaui US$ 800 billion pada
tahun 1998, dan pada tahun 2010 berlipat dua kali jika dibandingkan tahun 1998.
Menurut penelitian, pariwisata Kanada menghasilkan $ 19, 7 Juta pendapatan untuk
ketiga tingkat pemerintahan gabungan di Kanada pada tahun 2007. Dan Belanja Kanada
menyumbang tiga dari setiap empat dolar, sementara satu dari empat dolar berasal dari
wisatawan asing yang berwisata di Kanada.
Sementara pemerintah Komboja mencatat bahwa sector pariwisata secara langsung
dan nyata telah memberikan sumbangan pendapatan bagi pemerintah melalui aktifitas
penjualan tiket masuk wisatawan yang mengunjungi obyek wisata Angkor sebesar 1,2 Juta
US Dolar, dari Visa sebesar 3 juta US Dolar, dan aktifitas  taksi dan aktifitas pelayanan di
bandara.

[16]
Pada kedua studi kasus di atas, tidak dapat disangkal lagi bahwa pariwisata memang
benar dapat meningkatkan pendapatan bagi pemerintah di mana pariwisata tersebut dapat
dikembangkan dengan baik.
3. Employment Generation
Pada beberapa negara yang telah mengembangkan sektor pariwisata, terbukti bahwa
sektor pariwisata secara internasional berkontribusi nyata terhadap penciptaan peluang
kerja, penciptaan usaha-usaha terkait pariwisata seperti usaha akomodasi, restoran, klub,
taxi, dan usaha kerajinan seni souvenir.
Menurut Canada Government Revenue Attributable to Tourism, (2007),
mendifinisikan bahwa yang dimaksud “Tourism employment” adalah ukuran yang dipakai
untuk mengukur besarnya tenaga kerja yang terserap secara langsung pada sector
pariwisata termasuk juga besarnya tenaga kerja yang terserap di luar bidang pariwisata
akibat keberadaan pembangunan pariwisata.  Dan WTO mencatat kontribusi sector
pariwisata terhadap penyediaan lahan pekerjaan sebesar 7% secara internasional.
Hasil studi pada dampak pembangunan pariwisata di Tripura, India menunjukkan
bahwa industry pariwisata adalah industri yang mampu menyerap tenaga kerja dalam
jumlah besar dan mampu menciptakan peluang kerja dari peluang kerja untuk tenaga yang
tidak terdidik sampai dengan tenaga yang sangat terdidik. Pariwisata juga menyediakan
peluang kerja diluar bidang pariwisata khususnya peluang kerja bagi mereka yang berusaha
secara langsung pada bidang pariwisata dan termasuk juga bagi mereka yang bekerja
secara tidak langsung terkait industri pariwisata seperti usaha-usaha pendukung pariwisata;
misalnya pertanian sayur mayor, peternak daging, supplier bahan makanan, yang akan
mendukung operasional industri perhotelan dan restoran.
 Sedangkan menurut Mitchell dan Ashley 2010, mencatat bahwa sumbangan
pariwisata dalam penyerapan tenaga kerja jika dibandingkan dengan sector lainnya
menunjukkan angka yang cukup berarti, dan indeks terbesar terjadi  di Negara New
Zealand sebesar 1,15 disusul oleh Negara Philipines, kemudian Chile, Papua New Guinea,
dan Thailand sebesar 0,93. Sementara di Indonesia indeks penyerapan tenaga kerja dari
sector pariwisata sebesar 0,74, masih lebih rendah jika dibandingkan Negara Afrika
Selatan yang mencapai 0,84.

[17]
Dalam dua kasus di atas, pariwisata memegang peranan penting dalam penyerapan
tenaga kerja di hampir semua Negara yang mengembangkan pariwisata, walaupun harus
diakui sector pertanian “agriculture” masih lebih besar indeks penyerapannya dan berada di
atas indeks penyerapan tenaga kerja oleh sector pariwisata di hampir semua Negara pada
table di atas.
4. Infrastructure Development
Berkembangnya sektor pariwisata juga dapat mendorong pemerintah lokal untuk
menyediakan infrastruktur yang lebih baik, penyediaan air bersih, listrik, telekomunikasi,
transportasi umum dan fasilitas pendukung lainnya sebagai konsekuensi logis dan
kesemuanya itu dapat meningkatkan kualitas hidup baik wisatawan dan juga masyarakat
local itu sendiri sebagai tuan rumah.
Sepakat membangun pariwisata berarti sepakat pula harus membangun yakni daya
tarik wisata “attractions” khususnya daya tarik wisata man-made, sementara untuk daya
tarik alamiah dan budaya hanya diperlukan penataan dan pengkemasan. Karena Jarak dan
waktu tempuh menuju destinasi “accesable” akhirnya akan mendorong pemerintah untuk
membangun jalan raya yang layak untuk angkutan wisata, sementara fasilitas pendukung
pariwisata “Amenities” seperti hotel, penginapan, restoran juga harus disiapkan.
Pembangunan infrastruktur pariwisata dapa dilakukan secara mandiri ataupun
mengundang pihak swasta nasional bahkan pihak investor asing khususnya untuk
pembangunan yang berskala besar seperti pembangunan Bandara Internasional, dan
sebagainya. Perbaikan dan pembangunan insfrastruktur pariwisata tersebut juga akan
dinikmati oleh penduduk local dalam menjalankan aktifitas bisnisnya, dalam konteks ini
masyarakat local  akan mendapatkan pengaruh positif dari pembangunan pariwisata di
daerahnya.
5. Development of Local Economies
Pendapatan sektor pariwisata acapkali digunakan untuk mengukur nilai ekonomi pada
suatu kawasan wisata.  Sementara ada beberapa pendapatan lokal sangat sulit untuk
dihitung karena  tidak semua pengeluaran wisatawan dapat diketahui dengan jelas seperti
misalnya penghasilan para pekerja informal seperti sopir taksi tidak resmi, pramuwisata
tidak resmi, dan lain sebagainya.

[18]
WTO memprediksi bahwa pendapatan pariwisata secara tidak langsung disumbangkan
100% secara langsung dari pengeluaran wisatawan pada suatu kawasan.  Dalam
kenyataannya masyarakat local lebih banyak berebut lahan penghidupan dari sector
informal ini, artinya jika sector informal bertumbuh maka masyarakat local akan mendapat
menfaat ekonomi yang lebih besar.
Sebagai contoh, peran pariwisata bagi Provinsi Bali terhadap perekonomian daerah
“PDRB” sangat besar bahkan telah mengungguli sector pertanian yang pada tahun-tahun
sebelumnya memegang peranan penting di Bali.

Salah satu cara melihat sumbangan sektor pariwisata terhadap PDRB dapat dilihat
dengan dua cara, yaitu:
Dari sisi permintaan (demand side) yang berkaitan dengan pengeluaran wisatawan.
Gabungan dari sisi penawaran (supply side) dan sisi permintaan (demand side). Dari sisi
penawaran sebagian sektor pariwisata bisa dilihat dalam PDRB yang mencakup
restoran/rumah makan dan jasa hiburan. Sedangkan sisi permintaan adalah semua
pengeluaran wisatawan baik wisman maupun wisnus, di luar pengeluaran yang telah ada
dalam sisi penawaran, yang merupakan output dari usaha-usaha yang melayani para
wisatawan. Dengan mengalikan rasio nilai tambah dari usaha-usaha tersebut dengan
outputnya maka diperoleh nilai tambah yang ditimbulkan oleh permintaan wisatawan.
Sehingga dengan menjumlahkan kedua nilai tambah dari sisi penawaran dan permintaan
dapat diperoleh nilai tambah sektor pariwisata secara keseluruhan.
Diharapkan dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung di DKI Jakarta
serta peningkatan rata-rata pengeluaran mereka melebihi dari pertumbuhan PDRB akan
semakin meningkatkan sumbangan sektor pariwisata. Pembelanjaan wisman selama di
Jakarta merupakan pemasukan devisa yang dibawa secara langsung oleh para tamu
mancanegara tersebut. Dengan terpuruknya nilai rupiah terhadap mata uang US$ sejak
pertengahan tahun 1997 akan mengakibatkan harga barang dan jasa di Jakarta dan
Indonesia pada umumnya menjadi sangat murah apabila diukur dengan mata uang US$.
Sebenarnya dari sisi ekspor barang dan jasa atau dalam hal ini pengeluaran wisman di
Indonesia akan menjadikan permintaan barang dan jasa akan semakin meningkat yang
pada gilirannya meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara.

[19]
Sementara itu barang-barang impor akan menjadi mahal apabila diukur dengan mata
uang rupiah, sehingga bahan baku usaha industri yang masih banyak mengandalkan dari
luar negeri akan semakin tidak efisien. Kenaikan harga barang dan jasa pada umumnya
tidak bisa terelakkan lagi. Ini bisa dilihat dengan tingginya laju inflasi pada tahun 1998
yang hampir mencapai 80 persen. Daya beli masyarakat menjadi turun, suku bunga
pinjaman di bank menjadi tinggi mengakibatkan lesunya roda perekonomian nasional
maupun regional. Banyak perusahaan yang gulung tikar akibat resesi ini sehingga
peningkatan pengangguran tidak terelakkan lagi dengan banyaknya pekerja yang di-PHK.
Di sisi lain banyak usaha-usaha kecil yang sifatnya informal bermunculan dengan
menampung tenaga kerja korban PHK, seperti munculnya cafe-cafe di ibukota. Usaha-
usaha tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang Pariwisata
merupakan bagian dari usaha penyediaan sarana pariwisata. Tampaknya dengan
terpuruknya berbagai usaha akhir-akhir ini menjadikan sebagian usaha pariwisata tetap
bisa bertahan.

Sumbangan Sektor Pariwisata dari Sisi Permintaan


Dari total pengeluaran wisman pada tahun 1998 sebesar Rp 7.796,89 milyar dan
wisnus sebesar Rp 4.725,82 milyar tercipta nilai tambah Rp 7.455,53 milyar. Nilai tambah
ini ternyata yang terbesar terserap pada usaha jasa akomodasi, yaitu 24,5 persen diikuti
dengan pengeluaran untuk transport sebesar 20,7 persen. Sedangkan porsi terkecil
dikeluarkan untuk keperluan tamasya yang hanya mencapai 2,8 persen dari total nilai
tambah yang diciptakan wisatawan.
Sejalan dengan krisis ekonomi yang terjadi akhir-akhir ini dengan melemahnya dunia
usaha, maka pertumbuhan PDRB DKI Jakarta atas dasar harga konstan (1993) juga
mengalami penurunan yang cukup besar, yaitu 17,58 persen. Padahal lima tahun terakhir
sebelum tahun 1998 terjadi peningkatan di atas 5 persen. Apabila dilihat menurut sektor
penurunan terbesar terjadi pada sektor bangunan/konstruksi, yaitu sebesar 38,29 persen.
Sedangkan PDRB DKI Jakarta menurut harga berlaku pada tahun 1998 mencapai Rp
123.316,20 milyar dimana 3,72 persennya diciptakan oleh permintaan barang dan jasa dari
wisman dan 2,33 persen diciptakan oleh wisnus. Angka ini masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan nilai tambah yang diciptakan oleh wisatawan pada tahun 1997.

[20]
PDRB harga berlaku pada tahun 1997 mencapai Rp 91.375,10 milyar di mana 5,58 persen
diciptakan oleh wisman dan 1,69 persen oleh wisnus. Dari hasil estimasi memang
menunjukkan bahwa sumbangan wisman terhadap nilai tambah yang diciptakan oleh
wisman lebih besar jika dibandingkan dengan wisnus.
Secara keseluruhan gambaran sumbangan nilai tambah sektor pariwisata yang
diciptakan oleh wisman dan wisnus terhadap PDRB DKI Jakarta seperti berikut: Dari
tahun 1993 sampai dengan 1998, sumbangan terbesar sektor pariwisata terhadap PDRB
DKI Jakarta terjadi pada tahun 1997, yaitu 7,26 persen terhadap total PDRB. Sedangkan
yang terendah terjadi pada tahun 1995 yang hanya mencapai 5,44 persen. Namun apabila
di lihat pada tahun 1997 dan 1998 di mana krisis ekonomi melanda Indonesia, justru
pariwisata memberikan sumbangan yang lebih besar jika dibandingkan dengan tahun-tahun
tidak terjadinya krisis. Ini menunjukkan bahwa pariwisata bisa merupakan sektor yang bisa
diharapkan menjadi sektor andalan dalam menciptakan nilai tambah dimasa krisis. Bahkan
sesuai dengan GBHN bahwa sektor pariwisata khususnya pemasukan devisa dari wisman
dapat menjadi sektor andalan penerimaan devisa setelah menurunnya ekspor Indonesia
akhir-akhir ini. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk terus bisa meningkatkan
jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia yang pada gilirannya akan
meningkatkan pendapatan masyarakat dan meningkatkan mobilitas masyarakat Indonesia
yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah kunjungan wisnus.
Jumlah kunjungan wisnus maupun PDRB menurut harga yang berlaku menunjukkan
adanya peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan jumlah wismannya terlihat adanya tren
yang menurun sejak tahun 1997. Hal ini berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi
di ibukota mulai dari bulan Mei 1998 di mana pemberitaan terjadinya kerusuhan di luar
negeri sudah tidak bisa dibendung lagi yang mengakibatkan ditundanya atau dibatalkannya
rencana perjalanan wisman untuk berkunjung ke Indonesia pada umumnya dan Jakarta
pada khususnya.

Sumbangan Sektor Pariwisata dari Sisi Permintaan Dan Penawaran


Selama kurun waktu tujuh tahun (1992 - 1998) sumbangan sektor pariwisata
berdasarkan metode gabungan antara sisi permintaan dan penawaran mengalami fluktuasi
naik turun. Sumbangan terbesar terjadi pada tahun 1997 yang mencapai 10,95 persen dan

[21]
paling rendah terjadi pada tahun 1993 sebesar 8,80 persen. Namun bila dilihat menurut
jenis kegiatan sumbangan paling banyak selama kurun waktu tujuh tahun adalah rumah
makan/restoran.
Pada tahun 1997 di mana krisis ekonomi mulai melanda Indonesia, justru sektor
pariwisata memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB selama kurun waktu 7 tahun
(1992 - 1998). Tahun berikutnya, 1998, krisis ekonomi semakin terasa dampaknya oleh
masyarakat dan dunia usaha pada umumnya, termasuk usaha pariwisata. Sehingga
sumbangan sektor pariwisata terhadap PDRB pada tahun tersebut mengalami penurunan
sebesar 14,43 persen, yaitu dari 10,95 persen pada tahun 1997 menjadi 9,37 persen pada
tahun 1998. Namun jika dilihat perkembangan PDRB pada tahun yang sama terjadi
penurunan sebesar 17,58 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata masih bisa
diharapkan sebagai salah satu pendorong roda ekonomi di DKI Jakarta dengan
meningkatkan sumbangan sektor ini terhadap PDRB.
Jika dilihat nilai tambah yang diciptakan sektor pariwisata pada tahun 1998 sebesar Rp
11.574,07 milyar memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada
sektor ini sebesar Rp 238,50 milyar atau 2,06 persen yang berasal dari pajak pembangunan
I (PB I), pajak hiburan dan retribusi. Pada tahun 1998 terjadi penurunan jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, di mana PAD yang diperoleh pada tahun tersebut sebesar Rp
319,81 milyar atau sebesar 3,20 persen dari nilai tambah sektor pariwisata.
Seperti halnya nilai tambah pariwisata, PAD pariwisata terbesar selama kurun waktu 6
tahun (1993-1998) terjadi pada tahun 1998. Namun apabila dilihat sumbangan PAD
pariwisata terbesar terhadap perolehan total PAD di DKI Jakarta justru terjadi pada tahun
1997 yaitu sebesar 27,01 persen. Sedangkan pada tahun 1998 hanya mencapai 21,17
persen. Di sini juga menunjukkan bahwa sektor pariwisata masih bisa menjadi salah satu
pemasukan utama PAD.

[22]
Kasus (Pulau Bali)
Seperti yang telah kita ketahui bersama, Pulau Bali merupakan daya tarik wisata yang
dimiliki oleh Negara Indonesia secara Internasional. Oleh karena itu, harus ada perhatian
khusus dari pemerintah pusat mengenai bagaimana mengatur perputaran perekonomian yang
terjadi di Pulau Bali. Jangan sampai terjadi kebocoran yang cukup besar sehingga menjadi tidak
ada gunanya keberadaan pariwisata di Pulau Bali.
Berdasarkan fakta yang didapatkan, Pembangunan di Propinsi Bali didasarkan pada
bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian dalam arti luas guna melanjutkan
usaha-usaha memantapkan swasembada pangan, pengembangan sektor pariwisata dengan
karakter kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu, serta sektor industri kecil dan
kerajinan yang berkaitan dengan sektor pertanian dan sektor pariwisata (Anonim, 1999;
Anonim, 2001.
Dari pernyataan diatas, diketahui bahwa keadaan perekonomian Bali sangat bergantung
pada sektor pariwisata salah satunya. Tentu juga dengan didukung oleh perkembangan sektor
industri kecil yang memainkan peran dalam sektor pariwisatanya juga. Hal itu juga ditandai
dengan pertumbuhan ekonomi Bali yang selalu lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi
nasional. Pada perencanaan lima tahun yang dikeluarkan oleh pemerintah, Bali mengalami
kenaikan-kenaikan yang cukup signifikan. Penjabarannya dapat dilihat dibawah ini :
 Pelita I perekonomian Bali tumbuh 7,32%;
 Pelita II sebesar 8,55%;
 Pelita III sebesar 14,01%,
 Pelita IV sebesar 8,28%;
 dan pada Pelita V tumbuh sebesar 8,40%.
 Sedangkan dalam Pelita VI (1994-1998) pertumbuhan perekonomian Bali rata-rata 5,07%
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sebelumnya.
Pertumbuhan perekonomian Bali 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 1993 sebesar
2,78%, Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan lima tahun sebelumnya yang disebabkan
oleh dampak krisis ekonomi nasional 1997/1999 dan Bom Kuta I tahun 2002. Namun
pertumbuhan ekonomi Bali 2004-2005 atas harga konstan tahun 2000 mengalami kenaikan
rata-rata sebesar 5.09%. Walau tahun 2005 Bali lagi-lagi diguncang Bom Kuta II, tetapi tidak

[23]
banyak berpengaruh terhadap perekonomian Bali karena wisatawan tetap datang ke Bali walau
sedikit mengalami penurunan.
Pulau Bali mengalami pertumbuhan ekonomi lokal yang cukup signifikan disamping faktor
pariwisata yang sangat indah, Pulau Bali memiliki adat yang cukup kuat sehingga masyarakat
lokal tidak mudah mengalami degradasi sosial walaupun banyak wisatawan mancanegara yang
datang ke Pulau Bali. Dengan begitu, keekonomian lokal di Pulau Bali sangat terjaga dan tidak
terlalu banyak kebocoran yang terjadi sehingga masyarakat lokal dapat terberdayakan.

[24]
BAB 3
KESIMPULAN

Daftar Pustaka

Canada  Government Revenue Attributable to Tourism. 2007. Research Paper: Income


and Expenditure Accounts Technical Series: Catalogue no. 13-604-M — No. 60.
Canada : Canada  Government Revenue Attributable.

[25]
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI. 2005. Rencana Strategis Pembangunan
Kebudayaan dan Pariwisata Nasional 2005 – 2009. Jakarta : Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata RI.
Antara, Made. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas
Udayana, Bali
Rai Utama, Bagus. 2011. Dimensi Ekonomi Pariwisata: Kajian Terhadap Dampak
Ekonomi dan Refleksi Dampak Pariwisata Terhadap Pembangunan Ekonomi Provinsi
Bali. Denpasar : S3 Doktor Pariwisata, Universitas Udayana.

Website :
http://pisoftskill.blogspot.com/2011/03/perekonomian-indonesia.html
http://architecturetourism.files.wordpress.com/2009/06/multiplier-effect-pariwisata1.jpg.
Diunduh Maret 2012
http://kppo.bappenas.go.id/preview/282
http://travel.kompas.com/read/2012/01/06/08213046/Pertumbuhan.Pariwisata.Selalu.di.Ata
s.Pertumbuhan.Ekonomi
http://student.eepis-its.edu/~wongthathu/COOL/MANAJ.%20PROYEK%20SI/Day
%201/Contoh%20Tugas/Tugas%20ManPro%201/Lampiran/rupe18.htm

[26]

Anda mungkin juga menyukai