Anda di halaman 1dari 22

JUST IN TIME DAN

SISTEM PRODUKSI YANG RAMPING

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Manajemen Sistem Operasional
Dosen : Ni Luh Gede Putu Purnawati,SE.,MM

Oleh :

I Komang Anom Wibawa : (11/1802612010383)


Kezia Angelika : (19/1802612010391)
Ni Kadek Diah Ayu Apsari : (23/1802612010395)
Ni Made Dwi Cintya Pradnya Paramita : (32/1802612010404)
PRODI : MANAJEMEN E (MALAM)

Tahun Ajaran
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul JUST IN
TIME DAN SISTEM PRODUKSI YANG RAMPING ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah Manajemen Sistem Operasional. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang just in time dan sistem produksi yang ramping bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Ni Luh Gede Putu Purnawati,SE.,MM,
selaku dosen mata kuliah Manajemen Sistem Operasional yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Badung, 04 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Dengan begitu pesatnya kemajuan pada era globalisasi ini, persaingan antar perusahaan
semakin ketat baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk dapat mempertahankan
kelangsungan perusahaan dan meningkatkan pencapaian laba, maka perusahaan harus mampu
menciptakan produk yang lebih baik dari pesaingnya. Hal ini dapat dicapai melalui
peningkatan efisiensi perusahaan. Efisiensi ini dapat dilakukan, namun secara bersamaan tidak
mempengaruhi kualitas barang yang diproduksi.

Peningkatan efisiensi dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan di dalam perusahaan


yang mencakup pembelian bahan baku, proses produksi dan distribusi. Salah satunya adalah
dengan melakukan pengelolaan persediaan dengan baik, karena persediaan memiliki peranan
yang sangat penting. Kelebihan persediaan dalam suatu perusahaan akan mengakibatkan
bertambahnya biaya pengelolaan persediaan tersebut. Sebaliknya, jika terjadi kekurangan
persediaan, maka akan memperbesar resiko keterlambatan dalam kegiatan produksi.

Just In Time tidak hanya sebuah teknik ataupun pendekatan, namun juga merupakan
suatu filosofi dan strategi manajemen. Just In Time menganggap kelebihan persediaan sebagai
pemborosan. Namun, mengurangi persediaan bukanlah tujuan utama dari Just In Time. Tujuan
Just In Time adalah untuk meningkatkan produktivitas dengan cara mengurangi berbagai
aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk.

Penerapan Just In Time dalam berbagai bidang fungsional perusahaan, namum paling
banyak diterapkan dalam bidang pembelian dan produksi karena sistem pembelian dan
produksi merupakan titik awal penerapan Just In Time sebelum diterapkan pada bidang
fungsional lainnya. Dengan penekanan pada peningkatan berkelanjutan, penghargaan terhadap
orang lain, dan praktik kerja standar. Toyota Production System (TPS) diperlukan dalam lini
perakitan. Sistem produksi yang ramping atau Operasi ramping (lean operations) menyediakan
pelanggan tepat yang dibutuhkannya, yakni kapan pelanggan menghendakinya, tanpa
buangan, melalui peningkatan berkesinambungan atau berkelanjutan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan JIT dan Sistem Produksi yang Ramping ?
2. Apa perhatian pemasok dalam JIT ?
3. Bagaimana tata letak dari JIT ?
4. Bagaimana persediaan JIT ?
5. Bagaimana penjadwalan yang baik dalam JIT ?
6. Bagaimana kualitas dari JIT ?
7. Apa yang dimaksud dengan produksi yang ramping ?
8. Apa yang dimaksud dengan JIT dalam sector jasa ?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan JIT dan Sistem Produksi yang Ramping.
2. Mengetahui apa perhatian pemasok dalam JIT.
3. Mengetahui bagaimana tata letak dari JIT.
4. Mengetahui bagaimana persediaan JIT.
5. Mengetahui bagaimana penjadwalan yang baik dalam JIT.
6. Mengetahui bagaimana kualitas dari JIT.
7. Mengetahui apa yang dimaksud dengan produksi yang ramping.
8. Mengetahui apa yang dimaksud dengan JIT dalam sector jasa.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Perkembangan Just In Time

Sistem Just In Time berkembang di negara Jepang karena adanya keprihatinan industri-
industri di Jepang. Pada saat itu Jepang merupakan negara yang memiliki sumber daya alam
yang terbatas, ketergantungan pada energi dan bahan baku import, dan keadaan geografisnya
yang kurang menguntungkan (80% bagian negara terdiri dari pegunungan). Hal ini
menjadikan para produsen Jepang mempunyai posisi yang kurang menguntungkan
dibandingkan pesaing-pesaing dari negara-negara barat. Oleh karena itu, Jepang melakukan
berbagai macam usaha untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi dengan biaya
produksi yang lebih rendah dibandingkan negara lain sehingga produk Jepang menjadi sangat
kompetitif dengan produk lain di dunia internasional.

Jepang mengembangkan suatu inovasi terhadap pemborosan dalam hal bahan baku,
tempat, tenaga kerja, waktu serta biaya. Harga tanah yang mahal akibat lahan yang sempit
tidak memungkinkan untuk membangun tempat penyimpanan persediaan sehingga
mendorong perusahaan untuk merancang tata letak pabrik dan arus bahan menjadi seefektif
mungkin. Dari keterbatasan inilah Just In Time berkembang. Pendekatan Just In Time
dikembangkan oleh Mr. Taiichi Ohno (mantan wakil presiden Toyota Motor Company di
Jepang) bersama rekannya di pertengahan 1970. Pengembangan Just In Time di Jepang adalah
untuk menghindari atau mengeliminasi pemborosan, menghindari produk-produk rusak atau
cacat dengan menghasilkan produk yang bermutu tinggi, mengeliminasi pengerjaan ulang dan
penumpukan persediaan.

Keberhasilan Just In Time pada Toyota Motor Company menarik perhatian perusahaan
lain di Jepang. Toyota telah memperoleh pengakuan dunia industri tentang keberhasilannya
mengurangi inventory sampai pada tingkat minimum (orientasi zero inventory). Sejak saat
penerapan sistem Just In Time terbukti manfaatnya semakin bertambah banyak perusahaan-
perusahaan di Jepang yang ikut menerapkan sistem Just In Time. Konsep Just In Time ini
kemudian meluas di luar Jepang yaitu Ford, Chrysler, General Motor, Hawlett Packard
merupakan contoh perusahaan-perusahaan besar yang telah menerapkan sistem Just In Time.
Tempat makan siap saji seperti McDonald’s telah belajar sistem manufaktur Just In Time
seperti Toyota, dengan menerapkan sistem Just In Time baru yang disebut dengan “Made For
You”. Dimana tujuan dari sistem Just In Time tersebut adalah melayani setiap konsumen
dengan makanan yang segar mungkin dalam waktu 90 detik. Sampai saat ini, sistem Just In
Time terus berkembang dan diterapkan bukan saja pada perusahaan-perusahaan manufaktur,
tetapi juga dikembangkan oleh perusahaan kecil (Ristono, 2010).

2.2. Pengertian Just In Time

Sistem Produksi Tepat Waktu (Just In Time) merupakan suatu sistem manajemen
pabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang pada
prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan
pada saat yang dibutuhkan oleh konsumen. Sistem Just In Time juga dipandang sebagai
sebuah sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas, biaya dan waktu
penyerahan sebaik mungkin, dengan menghapuskan semua pemborosan yang terdapat dalam
proses internal, sehingga mampu menyerahkan produk yang dipesan sesuai dengan kehendak
konsumen secara tepat waktu (Imai, 1997).

Sistem Just In Time merupakan suatu konsep filosofi yaitu memproduksi produk yang
dibutuhkan, pada saat dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan,
pada tingkat kualitas prima, dari setiap tahap proses dalam sistem manufacturing, dengan cara
yang paling ekonomis dan efisien melalui eliminasi pemborosan dan perbaikan proses secara
terus menerus (Gaspersz, 1998). Sedangkan menurut Heizer dan Render (2004), Just In Time
merupakan sebuah filosofi pemecahan masalah secara berkelanjutan dan memaksa dengan
cara menghilangkan pemborosan. Sistem Just In Time merupakan upaya untuk mengurangi
persediaan, dengan demikian memangkas segala biaya-biaya.

2.2.1. Konsep Dasar Just In Time


Sistem produksi Just In Time menggunakan metode produksi yang berkonsep
pada inventory minimum, waktu set up mesin, tenaga kerja dengan kemampuan
multifungsional dan waktu pekerjaan yang pendek sesuai dengan standar yang
ditetapkan pada siklus waktu (Gaspersz, 1998). Menurut Indrajid dan Pranoto (2003),
terdapat lima tahap pengenalan konsep dasar dari Just In Time dalam suatu
perusahaan, yaitu:
1. Hanya memproduksi produk sejumlah yang diminta oleh konsumen.
2. Memproduksi produk bermutu tinggi.
3. Memproduksi produk berbiaya rendah.
4. Memproduksi produk berdaur waktu yang cepat.
5. Mengirimkan produk pada konsumen tepat waktu.
2.2.2. Prinsip Just In Time
Secara singkat prinsip Just In Time adalah menghilangkan sumber-sumber
pemborosan produksi dengan cara menerima jumlah yang tepat dari bahan baku dan
memproduksinya dalam jumlah yang tepat pada tempat yang tepat dan waktu yang
tepat pula (Indrajid dan Pranoto, 2003). Terdapat tujuh macam prinsip dasar yang
menyusun sistem produksi Just In Time sehingga menjadikan sebuah sistem yang
memiliki kualifikasi tinggi, ketujuh prinsip itu menurut Leo (2007) adalah:
1. Simplification :
merupakan salah satu tools atau peralatan Just In Time dalam penyederhanaan
proses maupun prosedur yang ada.
2. Cleanliness and Organization :
merupakan fasilitas-fasilitas yang bersih dan teratur akan memudahkan
pekerja dalam melakukan pekerjaan.
3. Visibility :
merupakan kejelasan yang membuat suatu kesalahan dapat terlihat dengan
jelas.
4. Cycle time :
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produk.
5. Agility :
merupakan kekuatan dalam pembuatan produk dengan memberikan respon
yang cepat dan tepat terhadap perubahan.
6. Variability Reduction :
merupakan kemampuan mengurangi hal-hal yang tidak diperlukan.
7. Measurement :
merupakan pengukuran serta pengertian akan proses keseluruhan.

2.2.3. Karakteristik Just In Time


Ada beberapa karakteristik utama pada perusahaan-perusahaan yang telah
menerapkan sistem Just In Time. Adapun karakteristik-karakteristik perusahaan
dalam menerapkan sistem Just In Time menurut Sulastiningsih (1999), dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Kuantitas
 Tingkat kuantitas stabil sesuai yang diinginkan penyerahan dengan ukuran
lot kecil dengan frekuensi lebih sering.
 Kontrak jangka panjang.
 Lebih sedikit menggunakan kertas
 Kuantitas penyerahan bervariasi, tetapi masih bentuk kontrak keseluruhan
 Pemasok didorong untuk melakukan pengepakan kuantitas yang tepat.
 Pemasok didorong untuk mengurangi ukuran lot produksi mereka.
2. Kualitas
 Spesifikasi minimum
 Pemasok membantu untuk memenuhi kebutuhan kualitas
 Membina hubungan yang erat antara pembeli dan pemasok melalui tim
kerja sama pengendalian kualitas.
 Pemasok didorong untuk menggunakan pengendalian proses daripada
mengandalkan inspeksi.
3. Pemasok
 Membina hubungan dengan lebih sedikit pemasok (pemasok tunggal)
dalam lokasi geografis yang dekat.
 Aktif menggunakan analisis nilai untuk memperoleh pemasok yang
diinginkan serta bertahan pada harga yang kompetitif
 Melakukan pengelompokkan pemasok
 Menjalin hubungan bisnis berulang dengan pemasok yang sama pemasok
didorong untuk mengembangkan Just In Time dalam aktivitas pembelian.
4. Pengiriman
Pengiriman terjadwal dengan menggunakan metode atau transportasi yang
telah dikontrak dalam jangka panjang.
2.2.4. Tujuan Just In Time

Tujuan dari Just In Time (JIT) adalah menghilangkan pemborosan melalui


perbaikan terus-menerus. Melalui Just In Time, segala sesuatu material, mesin dan
peralatan, sumber daya manusia, modal, informasi, manajerial, proses dan lainnya
yang tidak memberikan nilai tambah pada produk disebut sebagai pemborosan. Nilai
tambah produk, merupakan kunci dalam Just In Time. Nilai tambah produk diperoleh
dari aktivitas aktual yang dilakukan pada produk, tidak melalui pemindahan,
penyimpanan, penghitungan dan penyortiran (Ristono, 2010).

Menurut Indrajid dan Pranoto (2003), tujuan dari adanya manajemen


menggunakan dan mengembangkan konsep manajemen Just In Time dalam
perusahaan dapat dirangkum atas beberapa aspek. Adapun tujuan tersebut antara lain
adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan fleksibilitas produk yang tinggi produksi


Bersifat “sistem tarik” (pull system) memerlukan fleksibilitas tinggi untuk
menanggapi tuntutan konsumen yang terus berkembang. Produksi dengan
cara “sistem tarik” (pendekatan baru) merupakan produksi yang dilakukan
untuk menganggapi permintaan, sedangkan produksi dengan “sistem dorong”
(pendekatan lama) merupakan produksi yang ditetapkan produsen kepada
konsumen.
2. Meningkatkan efisiensi proses produksi
Peningkatan efisiensi dapat dilakukan terutama melalui pengurangan
persediaan barang sehingga mengakibatkan pengurangan biaya persediaan,
atau dengan kata lain meningkatkan perputaran modal. Biaya persediaan ini
sangat tinggi, berkisar antara 20 persen–40 persen dari harga barang pertahun.
Efisiensi didapat juga dengan cara mendesain pabrik sedemikian rupa
sehingga proses produksi dapat dilakukan dengan lebih cepat dan aman.
3. Meningkatkan daya kompetisi
Meningkatnya efisiensi dalam proses produksi dengan sendirinya akan
meningkatkan daya saing perusahaan. Hal ini dianggap salah satu tujuan yang
paling penting, yaitu suatu tujuan strategis, karena peningkatan efisiensi
berarti penurunan biaya dan ini memungkinkan perusahaan untuk tetap
bertahan dalam persaingan pasar.
4. Meningkatkan mutu barang
Kemitraan pembeli-penjual yang dibina dan berlangsung dalam jangka
panjang selalu berusaha untuk melakukan perbaikan secara terus menerus
dalam hal mutu dan biaya barang. Mutu tinggi dari suku cadang atau
komponen yang dipasok oleh pemasok pada gilirannya akan meningkatkan
mutu barang yang diproduksi oleh perusahaan. Kemitraan penjual pembeli
memungkinkan melakukan pengendalian mutu suku cadang atau komponen
dengan lebih murah dan lebih handal.
5. Mengurangi pemborosan
Pengurangan pemborosan terutama dalam bentuk barang yang terbuang,
karena pada hakekatnya pemborosan adalah biaya. Menurut jenisnya,
pemborosan dapat dibedakan dari cara pemborosan itu terjadi, yaitu:
a. Karena produksi berlebih (memproduksi barang dengan jumlah yang
terlalu banyak).
b. Karena waktu tunggu (waktu tunggu yang tidak produktif dalam proses
produksi perusahaan).
c. Karena transport (gerakan yang tidak perlu dalam proses produksi).
d. Karena proses (operasi atau proses yang tidak perlu).
e. Karena persediaan (penimbunan bahan baku, bahan setengah jadi, bahan
jadi, atau bahan lain yang berlebih).
f. Karena gerakan (pengerjaan kembali atau hasil dari kegiatan-kegiatan
yang tidak perlu).
2.2.5. Manfaat Just In Time

Manfaat yang didapatkan dari penerapan konsep Just In Time memberikan


keuntungan-keuntungan yang baik bagi perusahaan. Adapun manfaat-manfaat yang
diperoleh dengan adanya penerapan Just In Time menurut Garrison dan Norren
(1997), adalah sebagai berikut :

1. Modal kerja dapat ditunjang dengan adanya penghematan karena


pengurangan biaya-biaya persediaan.
2. Lokasi yang tadinya untuk menyimpan persediaan dapat digunakan untuk
aktivitas lain sehingga produktivitas meningkat.
3. Waktu untuk melakukan aktivitas produksi berkurang, sehingga dapat
menghasilkan jumlah produk lebih banyak dan cepat merespon konsumen.
Tingkat produk cacat berkurang, mengakibatkan penghematan dan kepuasan
konsumen meningkat.
2.2.6. Faktor Pendukung Just In Time
Sistem produksi Just In Time memiliki beberapa faktor pendukung yang
berperan penting dalam usaha untuk mencapai keberhasilan penerapan sistem
tersebut. Menurut Heizer dan Render (2004), terdapat beberapa faktor penting dalam
Just In Time, yaitu:
1. Faktor Supplier (Pemasok)
Just In Time sangat memerlukan hubungan khusus antara pemasok dengan
perusahaan pembeli seperti konsep kemitraan (partnership). Sistem Just In Time
memerlukan jumlah pemasok yang sedikit, pemasok dekat dengan pabrik,
peningkatan frekuensi pengiriman dalam jumlah kecil, dilakukannya kontrak
jangka panjang, pemasok dibantu dalam peningkatan kualitas serta penerapan Just
In Time yang dibangun secara bersama-sama.
2. Faktor Inventory (Persediaan)
Perusahaan pabrikasi biasanya menyimpan tiga jenis persediaan yaitu bahan
baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Just In Time memerlukan teknik
dalam mengelola inventory antara lain penggunaan pull system untuk pergerakan
inventory, pengurangan variabilitas, pengurangan persediaan, ukuran lot yang
kecil dan pengurangan waktu set up.
3. Faktor Scheduling (Penjadwalan)
Scheduling atau penjadwalan operasi produksi merupakan penetapan waktu
serta penggunaan sumber daya dalam kegiatan operasi produksi. Just In Time
mensyaratkan dan mengkomunikasikan penjadwalan kepada supplier, jadwal
produksi yang bertingkat, menekankan bagian dari jadwal paling dekat dengan
tempo, lot kecil, dan teknik kanban.
4. Faktor Layout (Tata Letak)
Tata letak (layout) merupakan susunan dari mesin-mesin dan peralatan serta
semua komponen yang menunjang produksi dalam suatu pabrik. Tata letak yang
baik memungkinkan pengurangan pemborosan yaitu pergerakan, misalnya
pergerakan bahan baku maupun manusia.
5. Faktor Quality Management (Manajemen Kualitas)
Just In Time memiliki prinsip utama dalam pengendalian kualitas, yaitu output
yang bebas cacat adalah lebih penting dari output itu sendiri, segala kesalahan dan
kerusakan dapat dicegah, dan tindakan pencegahan adalah lebih murah dari pada
pekerjaan mengulang. Dengan demikian Just In Time lebih dapat menghemat
biaya karena tidak ada pemborosan.
6. Faktor Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan)
Pemeliharaan dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan melalui
tindakan pencegahan. Preventive maintenance merupakan semua aktifitas yang
dilakukan untuk menjaga peralatan dan mesin tetap bekerja dengan baik dan untuk
mencegah kerusakan. Just In Time membutuhkan preventive maintenance yang
terjadwal dan adanya pemeliharaan rutin harian.
7. Faktor Employee Empowerment (Pemberdayaan Pekerja)
Pemberdayaan pekerja berarti melibatkan pekerja dalam setiap langkah proses
produksi. Pemberdayaan pekerja dengan meluaskan pekerjaan pekerja sehingga
bertanggung jawab dan memiliki kewenangan tambahan yang dipindahkan
sedapat mungkin pada tingkat terendah dalam organisasi.

Selain faktor pendukung diatas adapun beberapa faktor pendukung yang berperan
penting dalam usaha untuk mencapai keberhasilan penerapan sistem Just In Time
(JIT), antara lain sebagai berikut :

1. Kemitraan JIT
Suatu kemitraan JIT timbul ketika pemasok dan pembeli bekerja sama dengan
komunikasi yang terbuka dan sasaran untuk mengurangi sampah (pemborosan)
dan biaya. Berikut beberapa sasaran dari kemitraan JIT:
a. Menghilangkan aktivitas yang tidak perlu.
b. Menghilangkan perlunya menyimpan persediaan di pabrik.
c. Menghilangkan persediaan dalam transit dengan mendorong para pemasok
dan calon pemasok untuk memilih lokasi di dekat penjual, serta melakukan
pengiriman dalam jumlah kecil, tetapi sering.
d. Meningkatkan kualitas dan keandalam melalui komunikasi, kerja sama,
dan komitmen jangka panjang.
 Perhatian Pemasok antara lain :
a. Diversifikasi.
Pemasok mungkin tidak ingin terikat kontrak jangka panjang dengan hanya
satu pelanggan. Pemasok beranggapan risiko akan dapat dikurangi jika
mereka mempunyai beberapa pelanggan.
b. Penjadwalan.
Banyak pemasok kurang yakin terhadap kemampuan pembeli untuk
memproduksi pesanan dalam jadwal yang lancar dan terkoordinasi.
c. Perubahan.
Perubahan teknik atau spesifikasi kerap merupakan malapetaka bagi JIT
karena kurangnya waktu tunggu bagi pemasok untuk
mengimplementasikan perubahan-perubahan yang diperlukan.
d. Kualitas.
Anggaran permodalan, proses-proses, dan teknologi dapat membatasi
kualitas produk.
e. Ukuran lot.
Para pemasok beranggapan penerimaan barang dalam lot yang kecil secara
sering merupakan suatu cara mentransfer biaya penyimpangan yang
seharusnya ditanggung pembeli kepada pemasok.
2. Tata Letak JIT
Tata letak JIT mengurangi bentuk pemborosan lain, yaitu pergerakan.
Bergeraknya bahan pada suatu lantai pabrik tidak memberikan nilai tambah.
Sebagai konsekuensinya, para manajer menginginkan tata letak fleksibel yang
mengurangi pergerakan orang dari bahan. Tata letak JIT memindahkan bahan
secara langsung ke lokasi yang diperlukan.
 Pengurangan Jarak
Mengurangi jarak adalah suatu konstribusi utama dari sel kerja, pusat kerja,
dan pabrik yang terfokus. Jalur produsi yang panjang dan lot ekonomis yang
sangat besar dengan barang-barang yang melintas melalui mesin yang sangat
besar untuk operasi tunggal sekarang sudah tidak ada lagi. Dewasa ini,
perusahaan-perusahaan menggunakan sel kerja yang biasanya disusun dalam
bentuk U dan mengandung beberapa mesin yang melakukan operasi-operasi
berbeda.
 Peningkatan Fleksibilitas
Sel kerja yang modern dirancang sedemikian hingga dapat ditata kembali
dengan mudah untuk menyesuaikan terhadap perubahan dalam volume,
perbaikan produk, atau bahkan desain-desain baru. Hampir tidak ada satu hal
pun dalam departemen-departemen baru yang tidak dapat diganti. Fleksibilitas
tata letak membantu perubahan-perubahan yang berasal dari perbaikan produk
dan proses yang tidak bisa diabaikan dengan adanya filosofi peningkatan
berkelanjutan.
 Dampak pada Pekeja
Pekerja yang bekerja bersama dilatih silang sehingga mereka dapat
menghadirkan efisiensi dan fleksibilitas pada sel kerja. Tata letak JIT membuat
para pekerja dapat bekerja sama sehingga mereka dapat saling berbagi
permasalahan dan peluang untuk dilakukannya peningkatan.
 Ruang dan Persediaan yang Berkurang
Karena tata letak JIT mengurangi jarak perjalanan barang, JIT juga
mengurangi persediaan dengan menghilangkan ruang untuk persediaan. Ketika
terdapat ruang kecil, persediaan harus dipindah dengan jumlah lot yang sangat
kecil atau bahkan setiap satu unit. Unit selalu bergerak karena tidak ada
gudang.
3. Persediaan JIT
Persediaan dalam sistem produksi dan distribusi biasanya bersifat jaga-jaga
jika terjadi sesuatu yang tidak beres. Artinya, persediaan hanya digunakan jika
terjadi perubahan dalam rencana produksi. Kemudian, persediaan “berlebih” ini
digunakan untuk menutupi perubahannya atau masalahnya. Taktik persediaan
yang efektif haruslah “just in time” dan bukan “just in case”. Persediaan just-
in-time adalah persediaan minimum yang diperlukan untuk menjaga agar suatu
sistem dapat berjalan dengan sempurna.
 Mengurangi Variabilitas
Gagasan di balik JIT adalah meniadakan persediaan yang menyembunyikan
variabilitas dalam sistem produksi.
 Mengurangi Persediaan
Para manajer operasi beralih ke JIT; pertama, dengan meniadakan
persediaan. Dengan mengurangi persediaan, manajemen telah membuang
masalah yang tampak hingga seluruh danaunya menjadi bersih. Setelah
danaunya bersih, para manajer mengurangi kembali persediaan, kemudian
mengikis permasalahan yang tampak pada tingkat berikutnya. Pada
akhirnya, akan terdapat kondisi di mana tidak ada lagi persediaan dan juga
masalah.
 Mengurangi Ukuran Lot
Just-in-time juga berarti meniadakan limbah dengan mengurangi investasi
persediaan. Kunci menuju JIT adalah menghasilkan produk yang baik dalam
ukuran lot kecil. Idealnya, dalam sebuah lingkungan JIT, ukuran pesanan
adalah satu dan unit-unit tunggal ditarik dari satu proses ke proses lain di
sebelahnya.
 Mengurangi Biaya Penyetelan
Baik biaya persediaan maupun biaya penyimpanan akan berkurang sejalan
dengan turunnya jumlah persediaan pesanan ulang dan tingkat persediaan.
Namun, karena persediaan memerlukan biaya pemesanan atau penyetelan
pada unit yang diproduksi, para manajer cenderung membeli pesanan dalam
jumlah besar. Dengan pesanan berjumlah besar, setiap unit yang dibeli atau
dipesan hanya menyerap sebagian kecil dari biaya penyetelannya. Cara
mengurangi ukuran lot dan persediaan rata-rata adalah mengurangi biaya
penyetelan yang ada gilirannya akan dapat mengurangi ukuran pesanan yang
optimal.
4. Penjadwalan JIT
Jadwal efektif yang dikomunikasikan dalam organisasi dan kepada para
pemasok luar akan mendukung JIT. Penjadwalan yang lebih baik juga
meningkatkan kemampuan untuk memenuhi pesanan pelanggan, menurunkan
persediaan dengan menjadikan ukuran lot lebih kecil, dan mengurangi barang
setengah jadi.
 Jadwal Bertingkat
Jadwal bertingkat kerap memproses lot-lot kecil dengan alih-alih lot-lot
besar yang jumlahnya sedikit. Karena teknik ini menjadwalkan banyak lot
kecil yang selalu berubah, hal ini terkadang disebut penjadwalan “jelly
bean”. Penjadwalan mungkin mendapati bahwa membekukan sebagian
jadwal yang paling dekat dengan batas waktu membuat sistem produksi
dapat berfungsi dan jadwalnya terpenuhi. Pembekuan berarti tidak
memperbolehkan perubahan dalam jadwal.
 Kanban
Suatu cara mencapai lot yang kecil adalah memindahkan persediaan ke
dalam pabrik hanya jika dibutuhkan, alih-alih mendorongnya ke stasiun
kerja berikutnya tanpa mempertimbangkan ada atau tidaknya pekerja yang
siap mengerjakan lot tersebut. Orang-orang Jepang menyebut sistem ini
sebagai kanban. Kanban membuat waktu kedatangan dalam pusat kerja sama
dengan waktu pemrosesan. Kanban adalah bahasa Jepang dari kartu yang
kemudian diartikan sebagai “isyarat” atau “tanda”, sistem kanban
memindahkan bagian-bagian produksi lewat suatu “tarikan” dari suatu
isyarat.
5. Kualitas JIT
Hubungan antara JIT dan kualitas sangatlah kuat. Hubungannya ada tiga.
Pertama, JIT memotong biaya untuk mendapatkan kualitas barang yang baik.
Kedua, JIT meningkatkan kualitas. Akhirnya, kualitas yang lebih baik
memerlukan lebih sedikit penyangga sehingga sistem JIT yang lebih baik dan
lebih mudah diterapkan akan terbentuk.
2.3. Sistem Produksi Yang Ramping
Produksi yang ramping (lean) dapat dilihat sebagai hasil akhir dari sebuah fungsi
Manajemen Operasional yang berjalan dengan baik. Perbedaan utama antara JIT dengan
produksi lean adalah JIT merupakan sebuah filosofi perbaikan berkelanjutan dengan fokus
internal, sementara produksi lean atau sistem produksi yang ramping memulai secara eksternal
dengan fokus pada pelanggan. Memahami apa yang pelanggan inginkan dan memastikan
input dan umpan balik pelanggan adalah titik awal bagi produksi lean. Sistem produksi lean
berarti sistem yang mengindentifikasi nilai pelanggan di masa datang dengan menganalisis
semua aktivitas yang diperlukan, dan kemudian melakukan optimasi proses secara
keseluruhan sesuai dengan pandangan pelanggan.
Transisi untuk produksi lean memang sulit. Membangun sebuah budaya organisasi di
mana pembelajaran dan perbaikan berkelanjutan menjadi norma merupakan sebuah tantangan.
Bagaimanapun, organisasi yang terfokus pada JIT, kualitas, dan pemberdayaan karyawan
sering kali merupakan produsen yang ramping (lean). Perusahaan seperti itu menghilangkan
aktifitas yang tidak memberi nilai tambah dalam pandangan pelanggan.
Produsen lean atau produsen yang sering menjadi pelaku beanchmark atau tolak ukur.
Mereka berbagi atribusi sebagai berikut:
a. Menggunakan teknik just in time untuk menghapuskan hampir semua persediaan.
b. Membangun sistem yang membantu karyawan menghasilkan kompopnen yang
sempurna setiap saat.
c. Mengurangi kebutuhan luas ruang dengan meminimasi jarak tempuh komponen.
d. Mengembangkan hubungan yang erat dengan para pemasok, membantu untuk
memahami kebutuhan mereka dan kebutuhan pelanggan mereka.
e. Mendidik para pemasok untuk dapat menerima tanggung jawab dalam membantu
memenuhi kebutuhan pelanggan.
f. Menghapuskan semua aktivitas kecuali yang memiliki nilai tambah. Penanganan
material, pemeriksaan, persediaan, dan pekerjaan ualgn bukan merupakan target
karena tidak memberikan nilai tambah kepada produk.
g. Mengembangkan kekuatan pekerja secara konstan dalam memperbaiki desain kerja,
pelatihan, partisipasi, dan komitmen karyawan, dan kerja sama kelompok.
h. Membuat pekerjaan menjadi lebih menantang, mendorong tnggung jawab pada
tingkatan serendah mungkin.
i. Mengurangi banyaknya kalsifikasi kerja dan membangun fleksibitas pekerja.
2.4. Just In Time Dalam Sektor Jasa
Semua teknik JIT dalam hubungannya dengan para pemasok, tata letak, persediaan, dan
penjadwalan digunakan dalam sektor jasa. Pemasok seperti yang telah dicatat, hampir setiap
restoran berhadapan dengan para pemasok dalam basis JIT. Yang tidak, pada umumnya gagal.
Pemborosan sangat jelas – makanan tebuang dan pelanggan mengeluh.
Tata Letak tata letak JIT diperlukan di dalam dapur restoran, di mana makanan dingin
haris disajikan dingin dan makanan hangat disajikan hangat. Sebagai contoh, McDonal’s telah
mengatur kembali tata letak dapurnya dengan biaya yang begitu besar untuk menghemat
waktu proses produksi, sehingga mempercapat penyerahan ke pelanggan.
Persediaan Setiap pialang saham menurunkan persediaan hingga mendekati nol.
Kebanyakan pesanan jual dan belu terjadi pada basis JIT karena sebuah pesanan jual atau beli
yang tidak diekssekusi tidaklah dapat diterima oleh kebanyakan klien. Seorang pialang
mungkin berada dalam masalah yang serius jika menaham sebuah perdagangan yang tidak
dieksekusi. Rumah sakit juga menjalankan persediaan secara JIT dan persediaan pengaman
yang rendah, bahkan untuk persediaan yang kritis seperti obat farmasi, dengan membangun
jaringan komunikasi sebagai sistem cadangan.
Penjadwalan Pada loket tiker perusahaan penerbangan, fokus sebuah sistem JIT adalah
permintaan pelangga, tetapi bukannya dipenuhi oleh persediaan produk yang berwujud,
melainkan harus dipenuhi oleh karyawan. Melalui penjadawalan rumit, karyawan loket tiket
perusahaan penerbangan muncul tepat waktu untuk dapat memenuhi permintaan pelanggan,
dan mereka menyediakan pelayanan berdasarkan JIT. Dengan kata lain, karyawan
dijadwalkan, dan bukannya ”barang” yang disimpan sebagai persediaan. Penjadwalan
karyawan merupakan hal yang kritis.
Untuk mengirimkan barang dan jasa kepada pelanggan dalam permintaan yang berubah
secara terus-menerus, para pemasok harus dapat diandalkan, persediaan yang ramping (lean),
siklus waktu yang singkat, dan jadwal yang cepat. Isu ini sekarang dikelola dengan sangat
berhasil pada banyak perusahaan terlepas dari jenis produk mereka. Teknik JIT secara luas
digunakan baik oleh perusahaan penghasil barang maupun jasa.
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sistem produksi tepat waktu (Just in Time) adalah suatu filosofi manajemen, teknik,
ataupun metode yang dilakukan secara komprehensif dengan tujuan untuk membeli bahan
baku dan memproduksi barang hanya saat dibutuhkan dan tepat waktu untuk digunakan di
setiap tahapan yang ada. Banyak masalah yang dihadapi oleh industri terutama adanya
inefisiensi dalam sistem pembelian dan produksi. Dengan diterapkannya Just in Time, maka
masalah tersebut dapat diatasi dan pada akhirnya terjadi penghematan yang akan
meningkatkan laba perusahaan. Sistem produksi yang ramping atau Operasi ramping (lean
operations) menyediakan pelanggan tepat yang dibutuhkannya, yakni kapan pelanggan
menghendakinya, tanpa buangan, melalui peningkatan yang berkesinambungan atau
berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com/media/publications/167739-ID-penerapan-just-in-time-dalam-
sistem-pemb.pdf
https://marieffauzi.wordpress.com/2013/11/15/10-jit-dan-operasi-ramping-jit-and-
lean-operations/
http://nonnababybelle.blogspot.com/2012/05/manajemen-persediaan-just-in-time.html
http://gressellahutasoit.blogspot.com/2012/11/just-in-time.html

Anda mungkin juga menyukai