Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Just In Time


Sistem produksi JIT adalah sistem di mana organisasi membeli bahan
mentah dan suku cadang untuk komponen produksi hanya jika diperlukan selama
proses produksi. Tujuannya bukan untuk memiliki persediaan, karena memiliki
persediaan merupakan kegiatan yang tidak menambah nilai. JIT adalah filosofi
yang berfokus pada Hilangkan kegiatan pemborosan dengan memproduksi
produk sesuai kebutuhan konsumen dan membeli bahan hanya sesuai kebutuhan
produksi. JIT adalah sistem produksi di mana bahan baku hanya dibeli dalam
jumlah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang sebenarnya
(Balich & Mutia, 2020)
Menurut Wijaksono dalam (Madianto et al., 2016) mengungkapkan
bahwa Just In Time (JIT) adalah suatu filosofi bisnis yang khusus membahas
bagaimana mengurangi waktu produksi, baik dalam proses menufaktur maupun
proses nonmanufaktur. Dapat disederhanakan bahwa Just In Time hanya akan
tersedia dalam permintaan unit yang dibutuhkan dengan jumlah yang dibutuhkan
dan pada saat dibutuhkan, dengan logika sederhana bahwa Just In Time adalah
“Tidak akan ada produksi sampai adanya permintaan” (Zidane & Palangka, 2021).
Sistem Just In Time pertama kali dikembangkan dan disempurnakan oleh
Ohno Naiichi Jepang di pabrik manufaktur Toyota, sehingga Ohno Naiichi sering
disebut sebagai bapak Just In Time (JIT). Selanjutnya, JIT diadopsi oleh banyak
perusahaan manufaktur di Jepang dan Amerika Serikat, seperti Hewlett-Packard
(HP), IBM, dan Harley-Davidson (Aznedra & Safitri, 2018)
2.1.1 Manfaat metode Just In Time.
Menurut Supriyono (1994) dalam (Willem, 2018) memberikan dua
tujuan strategi Just In Time yaitu (1) Meningkatkan laba (2) Memperbaiki
posisi persaingan perusahaan. Sedangkan Menurut Tjitono dan Diana
(1996) dalam (Willem, 2018) tujuan Just In Time adalah meningkatkan laba
dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian
biaya, peningkatan kualitas , serta perbaikan kinerja pengiriman.
Terdapat banyak manfaat Just Int Time, misalnya, tingkat inventaris
yang lebih rendah, Ini berarti mengurangi investasi persediaan. Karena
sistem hanya membutuhkan jumlah minimum bahan yang dibutuhkan
segera, itu akan sangat mengurangi tingkat persediaan secara keseluruhan,
sehingga tidak akan ada pemborosan persediaan, dan pembelian tepat
waktu membutuhkan waktu pengiriman yang lebih singkat, dan batas waktu
pengiriman sangat ditingkatkan (Zidane & Palangka, 2021).
Adapun manfaat Just In Time yang disebutkan Amin Wijdaya
Tunggal (1995) dalam Willem (2018) adalah sebagai berikut:
a. Praktek JIT mengurangi tingkat persediaan yang dimana investasi lebih
rendah dari pada persediaan .Karena sistem JIT hanya mengarahkan
kuantitas yang terendah dari bahan baku yang diperlukan segera, maka
JIT akan mengurangi tingkat persediaan secara keseluruhan.
b. Rencana pembelian bahan baku pada pemasok dibawah JIT
memberikan tenggag waktu untuk pengiriman yang relatif lebih pendek
c. Dengan tenggang waktu yang relatif lebih pendek dalam pengiriman,
juga dapat memaksimalkan kinerja mesin dan alat produksi dengan
kelenturan penjadwalan sehingga waktu untuk produksi dapat dikurangi
atau selesai lebih cepat.
d. Tingkat mutu pada suatu produk segera bisa di identifikasi dan diperbaiki
apabila jumlah kuantitas pesanan mencakup lebih kecil
e. Biaya bahan baku dapat di kurangi dengan analisis nilai yang lebih
ekstensif dalam kegiatan pengembangan pemasok yang kooperatif.
f. Manfaat yang dapat dirasakan yaitu dalam keuangan lainnya seperti
halnya investasi, biaya persediaan, biaya penyimpanan, dan lainnya.
2.1.2 Penerapan Just In Time.
Willem (2018) menyebutkan bahwa Just In Time sering disebut
dengan sistem produksi tanpa stok, namun nyatanya semuanya perlu
pertimbangan yang didasari dengan praktek. Berikut adalah alur perjalanan
dalam penerapan JIT pada suatu perusahaan :
1. Orang-orang dapat mengindikasikan adanya rantai yang terlihat dari
konsumen melalui proses produksi. Dengan tenggang waktu produksi
yang lebih singkat dapat mengarahkan produksi dimulai saat adanya
pesanan yang masuk, dengan demikian petugas produksi dapat bekrja
dengan lebih fokus. Adanya hal tersebut, dapat diasumsikan bahwa
seolah-olah konsumen harus menerima produknya dengan waktu yang
telah ditentukan
2. Dalam memenuhi permintaan dari konsumen, sistem ini mengharuskan
untuk fleksibel dalam pengadaan produk, sehingga berpengaruh
terhadap ketersediaan bahan baku dan waktu pengiriman. Hal ini tentu
sangat berpengaruh terhadap ketersediaan bahan baku untuk
memenuhi kebutuhan produksi.
3. Sistem JIT ini juga dapat menganalisis masalah terjadi terhadap produk
yang dihasilkan pada saat produksi. Jika ada terdapat produk yang rusak
ataupun cacat, seluruh proses produksi akan dihentikan untuk
memperbaiki kerusakan produk yang dihasilkan agar tidak ada produk
rusak yang di berikan kepada konsumen. Dengan demikian masalah
kualitas dan mutu produk dalam suatu perusahaan diterima dengan baik.
4. Orang-orang dapat mengindikasikan adanya rantai yang terlihat dari
konsumen melalui proses produksi. Dengan tenggang waktu produksi
yang lebih singkat dapat mengarahkan produksi dimulai saat adanya
pesanan yang masuk, dengan demikian petugas produksi dapat bekrja
dengan lebih fokus. Adanya hal tersebut, dapat diasumsikan bahwa
seolah-olah konsumen harus menerima produknya dengan waktu yang
telah ditentukan
5. Dalam memenuhi permintaan dari konsumen, sistem ini mengharuskan
untuk fleksibel dalam pengadaan produk, sehingga berpengaruh
terhadap ketersediaan bahan baku dan waktu pengiriman. Hal ini tentu
sangat berpengaruh terhadap ketersediaan bahan baku untuk
memenuhi kebutuhan produksi.
6. Sistem JIT ini juga dapat menganalisis masalah terjadi terhadap produk
yang dihasilkan pada saat produksi. Jika ada terdapat produk yang rusak
ataupun cacat, seluruh proses produksi akan dihentikan untuk
memperbaiki kerusakan produk yang dihasilkan agar tidak ada produk
rusak yang di berikan kepada konsumen. Dengan demikian masalah
kualitas dan mutu produk dalam suatu perusahaan diterima dengan baik.
2.1.3 Tujuan Just In Time.
Menurut Putra dan Idayati (2014) dalam (Dahtiah et al., 2020) tujuan
utama dari Just in time adalah menghasilkan produk apabila diperlukan
dengan kuantitas yang disesuaikan dengan permintaan dari konsumen.
Adapun ahli lain yang mengemukakan bahwa tujuan dari penerapan Just in
time adalah untuk membeli bahan baku dengan tepat waktu yang akan
digunakan untuk untuk proses produksi, dan untuk memproduksi dan
mendistribusikan barang dengan tepat waktu untuk dijual. Hal tersebut dapat
dicapai apabila perusahaan terus berusaha untuk meminimalkan
pemborosan, mengurangi persediaan, menjalin komunikasi dan hubungan
yang baik dengan pemasok, meningkatkan keterlibatan karyawan, serta
membuat program- program yang berfokus pada pelanggan.
Penerapan dari sistem Just In Time ini memiliki beberapa manfaat
menurut Agustina, dkk (2007) pada (Dahtiah et al., 2020) adalah:
1. Mengeliminasi pemborosan. Sistem Just in time yang diterapkan pada
perusahaan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk
menghilangkan aktivitas-aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah
terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan (nonvalue-added
activity).
2. Adanya partisipasi dari karyawan. Dalam sistem Just in time, peran dari
semua pihak sangat dibutuhkan baik dari manajer maupun dari karyawan
atau pekerja yang bersangkutan. Pemberdayaan pekerja sangat
diperlukan untuk mencapai tujuan dari sistem ini yaitu peningkatan
efisiensi dan produktivitas perusahaan. Pekerja memiliki peran yang
penting dalam proses produksi sehingga memerlukan adanya
kewenangan untuk mengambil keputusan keputusan sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya.
3. Mengurangi atau bahkan menghilangkan produk cacat, produk cacat
dapat menimbulkan menimbulkan masalah bagi perusahaan karena
dapat menimbulkan penundaan dalam pengiriman barang dan
memerlukan pengerjaan ulang untuk mengganti produk tersebut yang
pada akhirnya akan menimbulkan kekecewaan dari konsumen. Produk
yang dihasilkan akan semakin efisien karena tingkat kerusakan produk
akan ditekan sampai sekecil-kecilnya.
4. Meningkatkan produktivitas, produktivitas merupakan rasio antara
outputs dengan inputs.
2.1.4 Prinsip Dasar Just In Time.
Menurut Evan Jaelani (2009) pada (Dahtiah et al., 2020) terdapat
delapan prinsip yang harus dijadikan dasar pertimbangan di dalam
menentukan sistem strategi produksi dengan metode Just In Time sebagai
berikut:
1. Berproduksi sesuai dengan pesanan jadwal produksi induk
Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk
menunggu setelah diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah
tertentu masuk. Tujuan utamanya untuk memproduksi finished goods
tepat waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsikan saja,
untuk itu proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang diperlukan
dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan untuk
menghindari terjadinya stok serta untuk menekan biaya penyimpanan.
2. Produksi dalam jumlah kecil
Produksi dilakukan dalam jumlah lot yang kecil untuk menghindari
perencanaan dan jeda waktu yang kompleks seperti halnya dalam
produksi jumlah besar. Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa
dilakukan, karena hal tersebut memudahkan untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi terutama
menghadapi perubahan-perubahan permintaan pasar.
3. Mengurangi pemborosan
Pemborosan harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada.
Semua pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam, kerja
mesin atau orang, dan lain- lain) tidak boleh melebihi batas minimal yang
diperlukan untuk mencapai taerget produksi.
4. Perbaikan aliran produk secara terus-menerus
Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses yang tidak
produktif yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi.
5. Penyempurnaan kualitas produk
Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just In Time dalam
sistem produksi. Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “zero
defects” dengan cara melakukan pengendalian secara total dalam setiap
langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan haruslah bisa
diidentifikasi dan dikoreksi sedini mungkin.
6. Respek terhadap semua orang / karyawan
Dengan metode Just In Time dalam sistem produksi setiap pekerja akan
diberi kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil
keputusan apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus
dihentikan karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun
kerja tertentu.
7. Mengurangi segala bentuk ketidakpastian
Persediaan yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi
permintaan yang berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga,
justru akan berubah menjadi pemborosan jika tidak segera digunakan.
Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara tidak
terkendali seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek
akan menyebabkan terjadinya pemborosan jika tidak dimanfaatkan pada
waktunya. Oleh karena itu dalam perencanaan dan penjadwalan
produksi harus bisa dibuat dan dikendalikan secara teliti. Segala bentuk
yang memberi kesan ketidakpastian harus bisa dieliminasi dan harus
sudah dimasukkan dalam pertimbangan.
8. Perhatian dalam jangka panjang
Ketujuh prinsip pelaksanaan Just In Time dalam sistem produksi di atas
bukanlah suatu komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka
waktu pendek. Melainkan harus dibangun secara berkelanjutan dan
merupakan komitmen semua pihak dalam jangka panjang. Dalam jangka
pendek, ada kemungkinan aplikasi Just In Time dalam sistem produksi
justru akan menambah biaya produksi mengikuti konsekuensi proses
terbentuknya kurva belajar.
2.2 Persediaan.
Di dalam Sebuah perusahaan dituntut untuk bisa mengelola pengadaan
persediaan agar terbangunnya efektivitas maupun efisiennya kegiatan produksi
suatu perusahaan. Arti dari persedian menurut buku Eddy Herjanto dalam Fitrianur
& Cahyani (2018) menyebutkan bahwa persediaan adalah bahan atau barang
yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya
untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau
untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Berdasarkan pengertian yang
disebutkan diatas bahwa persediaan merupakan material yang berupa barang
mentah, barang setangah jadi ataupu barang jadi yang akan dikelola dan
dipergunakan untuk mendukung proses produksi.
2.2.1 Jenis-jenis persediaan.
Persediaan mempunyai beberapa jenis yang setiap jenisnya
memiliki karakteristik kasus maupun cara pengelolaan yang berbeda.
Menurut Heizer dan Render pada (Aznedra & Safitri, 2018) bahwa untuk
mengakomodasikan fungsi-fungsi persediaan, Sebuah perusahaan harus
memperhatikan 4 jenis persediaan, sebagai berikut:
1. Persediaan bahan baku (Raw Material Stock)
Cara yang digunakan dalam memisahkan (decouple) pemasok dari
proses produksi. Bagaimanapun juga, pendekatan yang sering dipilih
adalah dengan cara menghilangkan variabilitas pemasok pada kuantitas,
kualitas hingga waktu pengantaran sehingga tidak lagi memerlukan
pemisahan.
2. Persediaan barang setengah jadi (work in process-WIP inventory)
Beberapa komponen atau barang yang mentah setelah melewati
sebagian proses perubahah yang belum sepenuhnya selesai. WIP ini
iada dikarenakan adanya waktu yang diperlukan agar dapat
menyelesaikan sebuah produk (siklus waktu).
3. Persediaan pasokan pemeliharaan,perbaikan, dan operasi
(maintenance, repair, operating MRO)
Beberapa persediakan yang di peruntukkan untuk pemeliharaan,
perbaikan dan segala proses tetap bisa produktif.
4. Persediaan barang jadi (finish good inventory)
Merupakan produk yang seratus persen sudah selesai dan menunggu
untuk dikirmkan. Barang jadi dapat disebut kedalam persediaaan
dikarenakan di masa mendatang tidak akan diketahui permintaan dari
pelanggan.
2.2.2 Fungsi Persediaan.
Pada dasarnya persediaan mampu melancarkan perusahaan
dalam segala bentuk proses produksi yang terjadi secara berkelanjutan
disetiap harinya, fungsi persediaan sangatlah penting bagi perusahaan,
yaitu:
1. Agar mampu memenuhi dan mengantisipasi sewaktu ketika ada
permintaan yang terjadi.
2. Untuk menyeimbangkan proses produksi dengan distribusi.
3. Agar Mendapatkan laba dari pemotongan kuantitas yang dimana jika
membeli dengan kuantitas yang banyak akan mendapatkan diskon.
4. Untu Investasi dari inflasi yang dihasilkan dari perubahan harga.
5. Agar dapat menghindari kekurangan persedian yang terjadi akibat
cuaca, kekurangan pasokan, mutu, dan ketidaktepatan waktu dalam
pengiriman.
6. Untuk menjaga keberlangsungan operasi dengan cara persedian dalam
proses. (Aznedra & Safitri, 2018).
2.2.3 Sistem Pencatatan Persediaan.
Ada dua metode pencatatan persediaan, yaitu metode perpetual
dengan metode periodik. Pencatatan dengan metode perpetual dapat
disebut metode buku, disebut demikian dikarenakan setiap jenis persediaan
mempunyai kartu persediaan, Sedangkan metode fisik juga sebutan dari
metode periodik. Dalam metode ini, pada akhir periode dihitung fisik suatu
barang untuk mengetahui jumlah persediaan akhir (Aznedra & Safitri, 2018)
Menurut Stice dan Skousen dalam Aznedra & Safitri (2018), “Ada
beberapa macam metode penilaian persediaan yang umum digunakan,
yaitu: identifikasi khusus, biaya rata-rata (average), FIFO dan LIFO.
1. Identifukasi Khusus
Menggunakan metode ini, pengalokasian biaya ke barang yang terjual
ketika periode masih berjalan, sedangakan ke barang yang ada ditangan
dapat dialokasikan pada akhir periode.
2. Metode Biaya Rata-rata (Average)
Metode ini memfokuskan pada biaya rata-rata yang sama untuk setiap
unit. Metode ini mendasar pada perkiraan bahwa barang yang terjual
dibebankan terhadap biaya rata-rata, yaitu rata-rata diukur dari jumlah
unit yang dibeli pada persetiap harganya. Metode rata-rata
mendahulukan yang mudah terjangkau untuk dilayani, tidak memikirkan
barang tersebut masuknya pertama atau terakhir.
3. First in First Out (FIFO)
Metode ini berdasarkan terhadap ansumsi bahwa yang terjual adalah
unit yang masuk terlebih dahulu. FIFO bisa dianggap sebuah
pendekatan yang logis dan realistis terhadap alur biaya.
4. Last in First Out (LIFO)
Metode ini berdasarkan terhadap asumsi bahwa unit yang terbaru yang
akan terjual. Jika LIFO digunakan dalam jangka waktu yang lama, maka
akan terdapat perbedaan.
2.2.4 Biaya Persediaan Bahan Baku
Biaya bahan baku adalah komponen biaya terbesar dalam produk
jadi. Di perusahaan manufaktur, bahan baku diproses menjadi produk jadi
dengan biaya konversi. Bahan yang digunakan untuk produksi dibagi
menjadi bahan baku (bahan langsung) dan bahan penolong (bahan tidak
langsung). Bahan langsung adalah bahan yang digunakan untuk
menghasilkan produk yang dapat diidentifikasi. Biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung merupakan biaya utama (original cost) yang termasuk
dalam persediaan produk dalam proses. Bahan tidak langsung meliputi
semua bahan bukan mentah. Ketika bahan digunakan dalam produksi, biaya
bahan tidak langsung termasuk dalam biaya overhead pabrik. (Aznedra &
Safitri, 2018)
2.2.5 Persediaan Dalam Perspektif Just In Time
Menurut Firdayanti dalam (Umair, 2018) persediaan dalam Just In
Time merupakan persediaan yang dirancang guna mendapatkan barang
secara tepat waktu. Persediaan Just In Time membutuhkan penghapusan
persediaan, karena tidak ada produksi untuk menghasilkan penimbunan
atau pembelian yang sia-sia. Dalam sistem Just In Time, maksudnya adalah
hanya melakukan inventaris pembelian barang dalam jumlah yang
dibutuhkan.
Langkah-langkah penerapan Just In Time pada persediaan
menurut hustanto, yaitu:
1. Membuat rencana kebutuhan bahan baku,
2. Menghitung biaya pembelian bahan baku,
3. Menghitung dan menetapkan biaya pemesananan,
4. Menghitung biaya penyimpanan yang terdiri dari biaya gudang,
pemakaian listrik dan kebersihan,
5. Total biaya persediaan.
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang masalah persedian bahan baku umum terjadi pada
berbagai perusahaan, terdapat upaya untuk mengatasinya dengan menggunakan
metode Just In Time. Banyak terdapat penelitian-penelitian sebelumnya yang
dijadikan acauan adalah sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan oleh Fitrianur & Cahyani (2018) dengan judul “Penerapan
Sistem Just In Time (JIT) dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku (Studi
Kasus di UD. Sukri Dana Abadi, Ponorogo). Penelitian dilakukan melalui
pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi dari
perusahaan. Hasil analisis dapat diketahui bahwa terjadi penghematan pada
penyimpanan persediaan bahan baku pada UD. Sukri Dana Abadi, Ponogoro
menggunakan prinsip Just In Time.
2. Penelitian kedua dilakukan oleh Aznedra & Safitri (2018) dengan judul
“Analisis Pengendalian Internal Persediaan dan Penerapan Metode Just In
Time Terhadap Efisiensi Biaya Persediaan Bahan Baku Studi Kasus Pt. Siix
Electronics Indonesia. Penelitian dilakukan melalui pengempulan data
perusahaan dengan pendekatan kualitatif. Hasil analisis yang di dapat bahwa
penerapan Just In Time untuk efisisensi biaya persediaan bahan baku, namun
pada hasil analisis pengendalian internal persedian tidak berjalan dengan baik,
begitupun dengan diterapkanya metode Just In Time.
3. Penelitian ketiga dilakukan oleh (Yosefa et al., 2020) dengan judul “Penerapan
Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan Bahan Baku
Pada PT. Jakarama Tama Medan. Penelitian dilakukan melalui pengumpulan
data dari perusahaan. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif,
penelitian menunjukkan bahwa PT. Jakarana Tama Medan menggunakan
metode Just In Time untuk meningkatkan efisiensi biaya persedian yang
menghemat 89,79% dengan total biaya persediaan sebesar Rp 14.763.686,-
dan penghematan yang terjadi selisih Rp 129.890,307.
2.4 Kerangka Pemikiran
Metode Just In Time dapat diterapkan di berbagai bidang fungsional di
dalam perusahaan seperti produksi, distribusi, pemebelian, administrasi dan lain
sebagainya. Tetapi, dalam bidang produksi merupakan bidang fungsional yang
paling sering menerapkan JIT dikarenakan sistem produksi merupakan awal dari
penerapan Just In Time sebelum diimplementasikan di berbagai bidang lainnya
(Balich & Mutia, 2020).

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


Gabour Bakery

Pengendalian
Persediaan Bahan Baku

Metode Just In Time

Sistem Pengiriman Sistem Produksi


(Just In Time) (Just In Time)

Hasil Analisis Penelitian

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai