Sistem produksi JIT adalah sistem di mana organisasi membeli bahan mentah dan suku cadang untuk komponen produksi hanya jika diperlukan selama proses produksi. Tujuannya bukan untuk memiliki persediaan, karena memiliki persediaan merupakan kegiatan yang tidak menambah nilai. JIT adalah filosofi yang berfokus pada Hilangkan kegiatan pemborosan dengan memproduksi produk sesuai kebutuhan konsumen dan membeli bahan hanya sesuai kebutuhan produksi. JIT adalah sistem produksi di mana bahan baku hanya dibeli dalam jumlah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang sebenarnya (Balich & Mutia, 2020) Menurut Wijaksono dalam (Madianto et al., 2016) mengungkapkan bahwa Just In Time (JIT) adalah suatu filosofi bisnis yang khusus membahas bagaimana mengurangi waktu produksi, baik dalam proses menufaktur maupun proses nonmanufaktur. Dapat disederhanakan bahwa Just In Time hanya akan tersedia dalam permintaan unit yang dibutuhkan dengan jumlah yang dibutuhkan dan pada saat dibutuhkan, dengan logika sederhana bahwa Just In Time adalah “Tidak akan ada produksi sampai adanya permintaan” (Zidane & Palangka, 2021). Sistem Just In Time pertama kali dikembangkan dan disempurnakan oleh Ohno Naiichi Jepang di pabrik manufaktur Toyota, sehingga Ohno Naiichi sering disebut sebagai bapak Just In Time (JIT). Selanjutnya, JIT diadopsi oleh banyak perusahaan manufaktur di Jepang dan Amerika Serikat, seperti Hewlett-Packard (HP), IBM, dan Harley-Davidson (Aznedra & Safitri, 2018) 2.1.1 Manfaat metode Just In Time. Menurut Supriyono (1994) dalam (Willem, 2018) memberikan dua tujuan strategi Just In Time yaitu (1) Meningkatkan laba (2) Memperbaiki posisi persaingan perusahaan. Sedangkan Menurut Tjitono dan Diana (1996) dalam (Willem, 2018) tujuan Just In Time adalah meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas , serta perbaikan kinerja pengiriman. Terdapat banyak manfaat Just Int Time, misalnya, tingkat inventaris yang lebih rendah, Ini berarti mengurangi investasi persediaan. Karena sistem hanya membutuhkan jumlah minimum bahan yang dibutuhkan segera, itu akan sangat mengurangi tingkat persediaan secara keseluruhan, sehingga tidak akan ada pemborosan persediaan, dan pembelian tepat waktu membutuhkan waktu pengiriman yang lebih singkat, dan batas waktu pengiriman sangat ditingkatkan (Zidane & Palangka, 2021). Adapun manfaat Just In Time yang disebutkan Amin Wijdaya Tunggal (1995) dalam Willem (2018) adalah sebagai berikut: a. Praktek JIT mengurangi tingkat persediaan yang dimana investasi lebih rendah dari pada persediaan .Karena sistem JIT hanya mengarahkan kuantitas yang terendah dari bahan baku yang diperlukan segera, maka JIT akan mengurangi tingkat persediaan secara keseluruhan. b. Rencana pembelian bahan baku pada pemasok dibawah JIT memberikan tenggag waktu untuk pengiriman yang relatif lebih pendek c. Dengan tenggang waktu yang relatif lebih pendek dalam pengiriman, juga dapat memaksimalkan kinerja mesin dan alat produksi dengan kelenturan penjadwalan sehingga waktu untuk produksi dapat dikurangi atau selesai lebih cepat. d. Tingkat mutu pada suatu produk segera bisa di identifikasi dan diperbaiki apabila jumlah kuantitas pesanan mencakup lebih kecil e. Biaya bahan baku dapat di kurangi dengan analisis nilai yang lebih ekstensif dalam kegiatan pengembangan pemasok yang kooperatif. f. Manfaat yang dapat dirasakan yaitu dalam keuangan lainnya seperti halnya investasi, biaya persediaan, biaya penyimpanan, dan lainnya. 2.1.2 Penerapan Just In Time. Willem (2018) menyebutkan bahwa Just In Time sering disebut dengan sistem produksi tanpa stok, namun nyatanya semuanya perlu pertimbangan yang didasari dengan praktek. Berikut adalah alur perjalanan dalam penerapan JIT pada suatu perusahaan : 1. Orang-orang dapat mengindikasikan adanya rantai yang terlihat dari konsumen melalui proses produksi. Dengan tenggang waktu produksi yang lebih singkat dapat mengarahkan produksi dimulai saat adanya pesanan yang masuk, dengan demikian petugas produksi dapat bekrja dengan lebih fokus. Adanya hal tersebut, dapat diasumsikan bahwa seolah-olah konsumen harus menerima produknya dengan waktu yang telah ditentukan 2. Dalam memenuhi permintaan dari konsumen, sistem ini mengharuskan untuk fleksibel dalam pengadaan produk, sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan bahan baku dan waktu pengiriman. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap ketersediaan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan produksi. 3. Sistem JIT ini juga dapat menganalisis masalah terjadi terhadap produk yang dihasilkan pada saat produksi. Jika ada terdapat produk yang rusak ataupun cacat, seluruh proses produksi akan dihentikan untuk memperbaiki kerusakan produk yang dihasilkan agar tidak ada produk rusak yang di berikan kepada konsumen. Dengan demikian masalah kualitas dan mutu produk dalam suatu perusahaan diterima dengan baik. 4. Orang-orang dapat mengindikasikan adanya rantai yang terlihat dari konsumen melalui proses produksi. Dengan tenggang waktu produksi yang lebih singkat dapat mengarahkan produksi dimulai saat adanya pesanan yang masuk, dengan demikian petugas produksi dapat bekrja dengan lebih fokus. Adanya hal tersebut, dapat diasumsikan bahwa seolah-olah konsumen harus menerima produknya dengan waktu yang telah ditentukan 5. Dalam memenuhi permintaan dari konsumen, sistem ini mengharuskan untuk fleksibel dalam pengadaan produk, sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan bahan baku dan waktu pengiriman. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap ketersediaan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan produksi. 6. Sistem JIT ini juga dapat menganalisis masalah terjadi terhadap produk yang dihasilkan pada saat produksi. Jika ada terdapat produk yang rusak ataupun cacat, seluruh proses produksi akan dihentikan untuk memperbaiki kerusakan produk yang dihasilkan agar tidak ada produk rusak yang di berikan kepada konsumen. Dengan demikian masalah kualitas dan mutu produk dalam suatu perusahaan diterima dengan baik. 2.1.3 Tujuan Just In Time. Menurut Putra dan Idayati (2014) dalam (Dahtiah et al., 2020) tujuan utama dari Just in time adalah menghasilkan produk apabila diperlukan dengan kuantitas yang disesuaikan dengan permintaan dari konsumen. Adapun ahli lain yang mengemukakan bahwa tujuan dari penerapan Just in time adalah untuk membeli bahan baku dengan tepat waktu yang akan digunakan untuk untuk proses produksi, dan untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dengan tepat waktu untuk dijual. Hal tersebut dapat dicapai apabila perusahaan terus berusaha untuk meminimalkan pemborosan, mengurangi persediaan, menjalin komunikasi dan hubungan yang baik dengan pemasok, meningkatkan keterlibatan karyawan, serta membuat program- program yang berfokus pada pelanggan. Penerapan dari sistem Just In Time ini memiliki beberapa manfaat menurut Agustina, dkk (2007) pada (Dahtiah et al., 2020) adalah: 1. Mengeliminasi pemborosan. Sistem Just in time yang diterapkan pada perusahaan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk menghilangkan aktivitas-aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan (nonvalue-added activity). 2. Adanya partisipasi dari karyawan. Dalam sistem Just in time, peran dari semua pihak sangat dibutuhkan baik dari manajer maupun dari karyawan atau pekerja yang bersangkutan. Pemberdayaan pekerja sangat diperlukan untuk mencapai tujuan dari sistem ini yaitu peningkatan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Pekerja memiliki peran yang penting dalam proses produksi sehingga memerlukan adanya kewenangan untuk mengambil keputusan keputusan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. 3. Mengurangi atau bahkan menghilangkan produk cacat, produk cacat dapat menimbulkan menimbulkan masalah bagi perusahaan karena dapat menimbulkan penundaan dalam pengiriman barang dan memerlukan pengerjaan ulang untuk mengganti produk tersebut yang pada akhirnya akan menimbulkan kekecewaan dari konsumen. Produk yang dihasilkan akan semakin efisien karena tingkat kerusakan produk akan ditekan sampai sekecil-kecilnya. 4. Meningkatkan produktivitas, produktivitas merupakan rasio antara outputs dengan inputs. 2.1.4 Prinsip Dasar Just In Time. Menurut Evan Jaelani (2009) pada (Dahtiah et al., 2020) terdapat delapan prinsip yang harus dijadikan dasar pertimbangan di dalam menentukan sistem strategi produksi dengan metode Just In Time sebagai berikut: 1. Berproduksi sesuai dengan pesanan jadwal produksi induk Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu setelah diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan utamanya untuk memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsikan saja, untuk itu proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan untuk menghindari terjadinya stok serta untuk menekan biaya penyimpanan. 2. Produksi dalam jumlah kecil Produksi dilakukan dalam jumlah lot yang kecil untuk menghindari perencanaan dan jeda waktu yang kompleks seperti halnya dalam produksi jumlah besar. Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa dilakukan, karena hal tersebut memudahkan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi terutama menghadapi perubahan-perubahan permintaan pasar. 3. Mengurangi pemborosan Pemborosan harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam, kerja mesin atau orang, dan lain- lain) tidak boleh melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai taerget produksi. 4. Perbaikan aliran produk secara terus-menerus Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses yang tidak produktif yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi. 5. Penyempurnaan kualitas produk Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just In Time dalam sistem produksi. Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “zero defects” dengan cara melakukan pengendalian secara total dalam setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan haruslah bisa diidentifikasi dan dikoreksi sedini mungkin. 6. Respek terhadap semua orang / karyawan Dengan metode Just In Time dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja tertentu. 7. Mengurangi segala bentuk ketidakpastian Persediaan yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi permintaan yang berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi pemborosan jika tidak segera digunakan. Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara tidak terkendali seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek akan menyebabkan terjadinya pemborosan jika tidak dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu dalam perencanaan dan penjadwalan produksi harus bisa dibuat dan dikendalikan secara teliti. Segala bentuk yang memberi kesan ketidakpastian harus bisa dieliminasi dan harus sudah dimasukkan dalam pertimbangan. 8. Perhatian dalam jangka panjang Ketujuh prinsip pelaksanaan Just In Time dalam sistem produksi di atas bukanlah suatu komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu pendek. Melainkan harus dibangun secara berkelanjutan dan merupakan komitmen semua pihak dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, ada kemungkinan aplikasi Just In Time dalam sistem produksi justru akan menambah biaya produksi mengikuti konsekuensi proses terbentuknya kurva belajar. 2.2 Persediaan. Di dalam Sebuah perusahaan dituntut untuk bisa mengelola pengadaan persediaan agar terbangunnya efektivitas maupun efisiennya kegiatan produksi suatu perusahaan. Arti dari persedian menurut buku Eddy Herjanto dalam Fitrianur & Cahyani (2018) menyebutkan bahwa persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Berdasarkan pengertian yang disebutkan diatas bahwa persediaan merupakan material yang berupa barang mentah, barang setangah jadi ataupu barang jadi yang akan dikelola dan dipergunakan untuk mendukung proses produksi. 2.2.1 Jenis-jenis persediaan. Persediaan mempunyai beberapa jenis yang setiap jenisnya memiliki karakteristik kasus maupun cara pengelolaan yang berbeda. Menurut Heizer dan Render pada (Aznedra & Safitri, 2018) bahwa untuk mengakomodasikan fungsi-fungsi persediaan, Sebuah perusahaan harus memperhatikan 4 jenis persediaan, sebagai berikut: 1. Persediaan bahan baku (Raw Material Stock) Cara yang digunakan dalam memisahkan (decouple) pemasok dari proses produksi. Bagaimanapun juga, pendekatan yang sering dipilih adalah dengan cara menghilangkan variabilitas pemasok pada kuantitas, kualitas hingga waktu pengantaran sehingga tidak lagi memerlukan pemisahan. 2. Persediaan barang setengah jadi (work in process-WIP inventory) Beberapa komponen atau barang yang mentah setelah melewati sebagian proses perubahah yang belum sepenuhnya selesai. WIP ini iada dikarenakan adanya waktu yang diperlukan agar dapat menyelesaikan sebuah produk (siklus waktu). 3. Persediaan pasokan pemeliharaan,perbaikan, dan operasi (maintenance, repair, operating MRO) Beberapa persediakan yang di peruntukkan untuk pemeliharaan, perbaikan dan segala proses tetap bisa produktif. 4. Persediaan barang jadi (finish good inventory) Merupakan produk yang seratus persen sudah selesai dan menunggu untuk dikirmkan. Barang jadi dapat disebut kedalam persediaaan dikarenakan di masa mendatang tidak akan diketahui permintaan dari pelanggan. 2.2.2 Fungsi Persediaan. Pada dasarnya persediaan mampu melancarkan perusahaan dalam segala bentuk proses produksi yang terjadi secara berkelanjutan disetiap harinya, fungsi persediaan sangatlah penting bagi perusahaan, yaitu: 1. Agar mampu memenuhi dan mengantisipasi sewaktu ketika ada permintaan yang terjadi. 2. Untuk menyeimbangkan proses produksi dengan distribusi. 3. Agar Mendapatkan laba dari pemotongan kuantitas yang dimana jika membeli dengan kuantitas yang banyak akan mendapatkan diskon. 4. Untu Investasi dari inflasi yang dihasilkan dari perubahan harga. 5. Agar dapat menghindari kekurangan persedian yang terjadi akibat cuaca, kekurangan pasokan, mutu, dan ketidaktepatan waktu dalam pengiriman. 6. Untuk menjaga keberlangsungan operasi dengan cara persedian dalam proses. (Aznedra & Safitri, 2018). 2.2.3 Sistem Pencatatan Persediaan. Ada dua metode pencatatan persediaan, yaitu metode perpetual dengan metode periodik. Pencatatan dengan metode perpetual dapat disebut metode buku, disebut demikian dikarenakan setiap jenis persediaan mempunyai kartu persediaan, Sedangkan metode fisik juga sebutan dari metode periodik. Dalam metode ini, pada akhir periode dihitung fisik suatu barang untuk mengetahui jumlah persediaan akhir (Aznedra & Safitri, 2018) Menurut Stice dan Skousen dalam Aznedra & Safitri (2018), “Ada beberapa macam metode penilaian persediaan yang umum digunakan, yaitu: identifikasi khusus, biaya rata-rata (average), FIFO dan LIFO. 1. Identifukasi Khusus Menggunakan metode ini, pengalokasian biaya ke barang yang terjual ketika periode masih berjalan, sedangakan ke barang yang ada ditangan dapat dialokasikan pada akhir periode. 2. Metode Biaya Rata-rata (Average) Metode ini memfokuskan pada biaya rata-rata yang sama untuk setiap unit. Metode ini mendasar pada perkiraan bahwa barang yang terjual dibebankan terhadap biaya rata-rata, yaitu rata-rata diukur dari jumlah unit yang dibeli pada persetiap harganya. Metode rata-rata mendahulukan yang mudah terjangkau untuk dilayani, tidak memikirkan barang tersebut masuknya pertama atau terakhir. 3. First in First Out (FIFO) Metode ini berdasarkan terhadap ansumsi bahwa yang terjual adalah unit yang masuk terlebih dahulu. FIFO bisa dianggap sebuah pendekatan yang logis dan realistis terhadap alur biaya. 4. Last in First Out (LIFO) Metode ini berdasarkan terhadap asumsi bahwa unit yang terbaru yang akan terjual. Jika LIFO digunakan dalam jangka waktu yang lama, maka akan terdapat perbedaan. 2.2.4 Biaya Persediaan Bahan Baku Biaya bahan baku adalah komponen biaya terbesar dalam produk jadi. Di perusahaan manufaktur, bahan baku diproses menjadi produk jadi dengan biaya konversi. Bahan yang digunakan untuk produksi dibagi menjadi bahan baku (bahan langsung) dan bahan penolong (bahan tidak langsung). Bahan langsung adalah bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk yang dapat diidentifikasi. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya utama (original cost) yang termasuk dalam persediaan produk dalam proses. Bahan tidak langsung meliputi semua bahan bukan mentah. Ketika bahan digunakan dalam produksi, biaya bahan tidak langsung termasuk dalam biaya overhead pabrik. (Aznedra & Safitri, 2018) 2.2.5 Persediaan Dalam Perspektif Just In Time Menurut Firdayanti dalam (Umair, 2018) persediaan dalam Just In Time merupakan persediaan yang dirancang guna mendapatkan barang secara tepat waktu. Persediaan Just In Time membutuhkan penghapusan persediaan, karena tidak ada produksi untuk menghasilkan penimbunan atau pembelian yang sia-sia. Dalam sistem Just In Time, maksudnya adalah hanya melakukan inventaris pembelian barang dalam jumlah yang dibutuhkan. Langkah-langkah penerapan Just In Time pada persediaan menurut hustanto, yaitu: 1. Membuat rencana kebutuhan bahan baku, 2. Menghitung biaya pembelian bahan baku, 3. Menghitung dan menetapkan biaya pemesananan, 4. Menghitung biaya penyimpanan yang terdiri dari biaya gudang, pemakaian listrik dan kebersihan, 5. Total biaya persediaan. 2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang masalah persedian bahan baku umum terjadi pada berbagai perusahaan, terdapat upaya untuk mengatasinya dengan menggunakan metode Just In Time. Banyak terdapat penelitian-penelitian sebelumnya yang dijadikan acauan adalah sebagai berikut: 1. Penelitian dilakukan oleh Fitrianur & Cahyani (2018) dengan judul “Penerapan Sistem Just In Time (JIT) dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku (Studi Kasus di UD. Sukri Dana Abadi, Ponorogo). Penelitian dilakukan melalui pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi dari perusahaan. Hasil analisis dapat diketahui bahwa terjadi penghematan pada penyimpanan persediaan bahan baku pada UD. Sukri Dana Abadi, Ponogoro menggunakan prinsip Just In Time. 2. Penelitian kedua dilakukan oleh Aznedra & Safitri (2018) dengan judul “Analisis Pengendalian Internal Persediaan dan Penerapan Metode Just In Time Terhadap Efisiensi Biaya Persediaan Bahan Baku Studi Kasus Pt. Siix Electronics Indonesia. Penelitian dilakukan melalui pengempulan data perusahaan dengan pendekatan kualitatif. Hasil analisis yang di dapat bahwa penerapan Just In Time untuk efisisensi biaya persediaan bahan baku, namun pada hasil analisis pengendalian internal persedian tidak berjalan dengan baik, begitupun dengan diterapkanya metode Just In Time. 3. Penelitian ketiga dilakukan oleh (Yosefa et al., 2020) dengan judul “Penerapan Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan Bahan Baku Pada PT. Jakarama Tama Medan. Penelitian dilakukan melalui pengumpulan data dari perusahaan. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif, penelitian menunjukkan bahwa PT. Jakarana Tama Medan menggunakan metode Just In Time untuk meningkatkan efisiensi biaya persedian yang menghemat 89,79% dengan total biaya persediaan sebesar Rp 14.763.686,- dan penghematan yang terjadi selisih Rp 129.890,307. 2.4 Kerangka Pemikiran Metode Just In Time dapat diterapkan di berbagai bidang fungsional di dalam perusahaan seperti produksi, distribusi, pemebelian, administrasi dan lain sebagainya. Tetapi, dalam bidang produksi merupakan bidang fungsional yang paling sering menerapkan JIT dikarenakan sistem produksi merupakan awal dari penerapan Just In Time sebelum diimplementasikan di berbagai bidang lainnya (Balich & Mutia, 2020).
Rencana akumulasi yang dibuat sederhana: Bagaimana dan mengapa berinvestasi di bidang keuangan dengan membangun rencana akumulasi otomatis yang disesuaikan untuk memanfaatkan tujuan Anda