Anda di halaman 1dari 34

BAB 21

Just In Time Manufactur


1. Bella Novianthy
a. Pengertian Just In Time
b. Sasaran Just In Time
c. Delapan Fungsi Utama Pelaksanaan Just In Time
d. Manfaat Just In Time
e. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerapan Just In Time
2. Febriyani Rustanti
a. Strategi dalam Mengimplementasikan Just In Time diperusahaan
b. Hubungan antara Just In Time dan TQM
c. Keunggulan dan Kelemahan Just In Time
d. Implikasi Just In Time
e. Implementasi Just In Time Manufacturing
3. Krisdiani
a. Karakteristik Just In Time
b. Peranan Just In Time
c. Factor kunci sukses Just In Time
d. Kanban
e. Kesimpulan

A. Pengertian Just In Time

Just In Time ( JIT ) adalah filosofi yang merupakan suatu paradigma baru
dari strategi bisnis bergeser dari manajemen persediaan tradisional ke manajemen
rantai pasokan berbasis web yang meningkatkan perputaran persediaan dan
mengurangi penumpukan persediaan. JIT merupakan suatu konsep yang dapat
diterapkan pada banyak aspek dari bisnis selain persediaan. Sistem pemanufakturan
tradisional mengatur jadwal produksinya berdasarkan pada peramalan kebutuhan
dimasa yang akan datang dengan pasti, walaupun ia memiliki pemahaman yang
sempurna tentang masa lalu dan memiliki insting yang tajam terhadap
kecenderungan yang terjadi di pasar. JIT tergantung pada logistik termasuk
transportasi, pergudangan dan beberapa strategi untuk menangani ketidak pastian
pasokan rantai potensial.
Menurut Heizer (2011:314), Just In Time (JIT) adalah pendekatan
berkelanjutan dan penyelesaian masalah secara paksa yang berfokus pada keluaran
dan pengurangan penggunaan persediaan. Dengan penekanan pada peningkatan
berkelanjutan, penghargaan terhadap orang lain, dan praktik kerja standar, Toyota
Production System (TPS) diperlukan dalam lini perakitan. Operasi ramping (lead
operations) memasok sesuai dengan keinginan pelanggan ketika pelanggan
menginginkannya, tanpa pemborosan, dan melalui perbaikan berkelanjutan”.
Sedangkan Vincent (2001:37) menyatakan bahwa,“Konsep dasar sistem
produksi tepat waktu (Just In Time = JIT) adalah memproduksi out-put yang
diperlukan, pada waktu dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan
pelanggan, pada setiap tahap proses dalam sistem produksi, dengan cara yang paling
ekonomis atau paling efisien. Pandangan Just In Time (JIT) adalah jangan
membuang- buang waktu dengan hanya menyortir bagian-bagian yang baik dari
yang jelek atau bagian- bagian yang memenuhi syarat dari yang tidak memenuhi
syarat, tetapi pergunakanlah waktu itu untuk mencegah memproduksi bagian-bagian
yang jelek atau tidak memenuhi syarat itu. Dengan kata lain, falsafah Just In Time
(JIT) adalah Kerjakanlah Secara Benar Sejak Awal (Do It Right The First Time)”.
Jadi intinya Just In Time adalah suatu sistem produksi yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan dengan tepat waktu sesuai dengan jumlah yang
dikehendaki oleh pelanggan tersebut dengan cara yang paling ekonomis atau paling
efisien. Tujuan sistem produksi Just In Time (JIT) adalah untuk menghindari
terjadinya kelebihan kuantitas/jumlah dalam produksi (overproduction), persediaan
yang berlebihan (excess Inventory) dan juga pemborosan dalam waktu penungguan
(waiting).
Konsep dasar dari sistem produksi JIT adalah memproduksi produk yang
diperlukan, pada waktu dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan
pelanggan, pada setiap tahap proses dalam sistem produksi dengan cara yang paling
ekonomis atau paling efisien melalui eliminasi pemborosan (waste elimination) dan
perbaikan terus – menerus (contionous process improvement). Filosofi JIT
digunakan pertama kali oleh Toyota dan kemudian diadopsi oleh banyak perusahaan
manufaktur dijepang. Tujuan utama dari diterapkannya sistem produksi just in time
ini adalah mengurangi ongkos produksi dan meningkatkan produktivitas total
industri secara keseluruhan dengan cara menghilangkan pemborosan (waste) secara
terus-menerus (john A. White : Production Hand Book, Georgia Institute of
Technology, 1987).
Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik
perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal
atau persediaan barang-barang yang masih dalam proses ataupun persediaan bahan
baku. Persediaan merupakan salah satu aset paling mahal dan harus ada
keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat pelayanan konsumen. Dari
itulah timbul yang namanya konsep just in time adalah suatu konsep di mana bahan
baku yang digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan dari pemasok atau
supplier tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan
sangat menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan barang/penyimpanan
barang/ stocking cost. Tujuan utama just in time adalah untuk meningkatkan laba
dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya,
peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
Perhitungan serta kerja sama yang baik antara penyalur, pemasok, dan
bagian produksi haruslah baik karena keterlambatan akibat salah perhitungan atau
kejadian lainnya dapat menghambat proses produksi sehingga dapat menimbulkan
kerugian bagi perusahaan. Just In Time merupakan filosofi pemanufakturan yang
memiliki implikasi penting dalam manajemen biaya sebab ide dasar Just In Time
sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada permintaan (full system) atau
dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta, pada saat diminta, dan
hanya sebesar kuantitas yang diminta karena tujuannya adalah untuk mengangkat
produktifitas dan mengurangi pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep
arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi
bekerja sama dengan komponen- komponen lainnya.
Tenaga kerja langsung dalam lingkungan Just In Time dipertangguh dengan
perluasan tanggung jawab yang berkontribusi pada pemangkasan pemborosan biaya
tenaga kerja, ruang dan waktu produksi. Tujuan utama just in time adalah untuk
meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha
pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.

B. Sasaran Just In Time


1. Meningkatkan arus perputaran modal (Capital turnover ratio) dengan jalan
menghilangkan setiap pemborosan (waste) dalam sistem industri.
2. Menghindari terjadinya kelebihan kuantitas/jumlah dalam produksi
(overproduction), persediaan yang berlebihan (excess Inventory) dan juga
pemborosan dalam waktu penungguan (waiting).
3. Untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai
melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja
pengiriman.
4. Meningkatkan produktivitas produksi atau operasi dengan cara menghilangkan
semua kegiatan yang tidak menambah nilai bagi suatu produk, karena JIT
merupakan suatu filosofi manajemen operasi yang berusaha untuk
menghilangkan pemborosan pada semua aspek dari kegiatan-kegiatan produksi
perusahaan.

C. 8 (Delapan) Kunci utama pelaksanaan Just in time (JIT) dalam kegiatan


industri yaitu :
1. Menghasilkan produk sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada permintaan
pelanggan.
Sistem JIT biasanya menghasilkan produksi sesuai dengan pesanan
pelanggan dengan sistem produksi tarik (pull system) yang dibantu dengan
menggunakan kartu kanban. Menurut Monden (2000:20), “Kanban adalah suatu
metode otorisasi produk dan pergerakan bahan di dalam sistem Just In Time
(JIT). Kanban berarti tanda (kartu, sinyal, plakat) yang digunakan untuk
mengendalikan pengurutan kerja melalui suatu proses berurut”.
2. Memproduksi dalam jumlah kecil (small lot size).
Ciri khas lain adalah memproduksi dalam jumlah kecil sesuai dengan
permintaan pelanggan akan menghemat biaya dan sumber daya selain
menghilangkan persediaan barang dalam proses yang merupakan sejenis
pemborosan yang dapat dihindari dengan menggunakan penjadwalan proses
produksi selain itu juga menggunakan pola produksi campur merata yaitu :
memproduksi bermacam-mcam dalam satu lini produksi.
3. Menghilangkan pemborosan.
Untuk menghindari pemborosan pada persediaan, pembelian dan
penjadwalan dengan menggunakan sistem kartu kanban yang mendukung sistem
produksi tarik, selain menghasilkan produksi dengan baik sejak awal yaitu
pantang menerima, pantang memproses dan pantang menyerahkan produk cacat
dengan bekerjasama dengan pemasok dengan persediaan yaitu mengurangi
jumlah barang yang datang, menghilangkan persediaan penyangga, mengurangi
biaya pembelian, memperbaiki penanganan bahan baku, tercapainya persediaan
dalam jumlah kecil dan mendapatkan pemasok yang dapat dipercaya.

4. Memperbaiki aliran produksi.


Penataan produksi dilakukan dengan berpedoman pada lima disiplin di
tempat kerja yaitu 5-S yang antara lain : Seiri atau pemilahan yaitu disiplin
ditempat kerja dengan cara melakukan pemisahan berbgai alat atau komponen
ditempat masing-masing sehingga untuk mencarinya nanti bila diperlukan akan
lebih mudah. Seiton atau penataan yaitu disiplin ditempat kerja dengan
melakukan penyimpanan fungsional dan membuang waktu untuk mencari
barang. Seiso atau pembersihan yaitu disiplin ditempat kerja dengan melakukan
pembersihan sebagai pemeriksaan dan tingkat kebersihan. Seiketsu atau
pemantapan/ perawatan yaitu manajemen visual dan pemantpn 5-S seperti
pemberian tanda, pengumuman, label, pengaturan kabel, kode, dsb. Shitsuke
atau pembiasaan yaitu pembentukan kebiasaan dan tempat kerja yang
berdisiplin.
5. Menyempurnakan kualitas produk.
Salah satunya untuk menyempurnakan kualitas produk dengan melihat
prinsip manajemen yaitu memelihara pengendalian proses dan membuat semua
orang bertanggung-jawab terhadap tercapainya mutu, meningkatkan pandangan
manajemen terhadap mutu, terpenuhinya pengendalian mutu produk dengan
tegas, memberikan wewenang kepada karyawan untuk mengadakan
pengendalian mutu produk, menghendaki koreksi terhadap produk cacat oleh
karyawan, tercapainya inspeksi 100 % terhadap mutu produk dan tercapai
komitmen terhadap pengedalian mutu jangka panjang.
6. Orang-orang yang tanggap.
Penerapan sistem JIT ini tidak lagi menggunakan pilar keuangan,
pemasaran, SDM, tapi menggunakan lintas fungsi atau lintas disiplin sehingga
seluruh karyawan harus menguasai seluruh bidang dalam perusahan sesuai
dengan jenjang dan kedudukannya dan kesalahan dalam proses selalu ditandai
dengan menyalanya lampu andon dan proses dihentikan dan seluruh karyawan
terfokus pada perbaikan yang terkenal dengan istilh jidoka yaitu semua
karyawan bertanggungjawab terhadap tercapaianya produk yang baik dan
mencegah terjadinya kesalahan.
7. Menghilangkan ketidak pastian.
Untuk menghilangkan ketidakpastian dengan pemasok dengan cara menjalin
hubungan abadi dan memilki satu pemasok yang lokasinya berdekatan dengan
perusahaan yang masih kerabat dengan pemilik perusahaan, sedang dalam
proses produksi dengan cara menerapkan sistem produksi tarik dengan bantuan
kartu kanban dan produksi campur merata.
8. Penekanan pada pemeliharaan jangka panjang.
Karakteristik pemeliharaan dengan berpegang pada kontrak jangka panjang,
memperbaiki mutu, fleksibelitas dalam mengadakan pesanan barang, pemesanan
dalam jumlah kecil yang dilakukan berkali-kali, mengadakan perbaikan secara
terus-menerus dan berkesinambungan.

D. Manfaat JIT.
JIT bukan hanya sekedar metode pengendalian persediaan tetapi juga
merupakan system produksi yang saling berkaitan dengan semua fungsidan
aktivitas. Manfaat JIT antara lain :
a) Mengurangi ruangan gudang untuk penyimpanan barang,
b) Mengurangi waktu setup dan penundaan jadwal produksi,
c) Mengurangi pemborosan barang rusak dan cacat,
d) Mendeteksi kesalahan pada sumbernya,
e) Penggunaan mesin dan fasilitas secara baik,
f) Menciptakan hubungan yang lebih baik dengan pemasok,
g) Layout pabrik yang lebih baik,
h) Pengendalian kualitas dalam proses.

E. Persyaratan-persyaratan JIT yang harus dipenuhi dalam penerapan JIT:


1. Organisasi Pabrik dengan sisitem JIT berusaha untuk mengatur layout
berdasarkan produk. Semua proses yang diperlukan untuk membuat produk
tertentu diletakkan dalam satu lokasi.
2. Pelatihan/ Tim / Keterampilan. JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih
banyak bila dibandingkan dengan sistem tradisional. Karyawan diberi pelatihan
mengenai bagaimana menghadapi perubahan yang dilakukan dari sistem
tradisional dan bagaimana cara kerja JIT.
 Membentuk Aliran/Penyederhanaan. Idealnya suatu lini produksi yang
baru dapat di setup sebagai batu ujian untuk membentuk aliran produksi,
menyeimbangkan aliran tersebut, dan memecahkan masalah awal.
 Kanbal Pull System. Kanbal merupakan sistem manajemen suatu
pengendalian perusahaan, karena itu kanbal memiliki beberapa aturan
yang perlu diperhatikan
a) Jangan mengirim produk rusak ke prosess berikutnya,
b) Proses berikutnya hanya mengambil apa yang dibutuhkan pada saat
dibutuhkan, c) Memproduksi hanya sejumlah proses berikutnya,
d) Meratakan beban produksi,
e) Mentaati instruktur kanban pada saat fine tuning,
f) Melakukan stabilisasi dan rasionalisasi proses.

3. Visibiltas/ pengendalian visual. Salah satu kekuatan JIT adalah sistemnya yang
merupakan sistem visual. Melacaknya apa yang terjadi dalam sistem
tradisional sulit dilakukan karena para karyawan mondar-mandir mengurus
kelebihan barang dalam prosess dan banyak rute produksi yang saling
bersilangan.

4. Eliminasi Kemacetan. Untuk menghapus kemcetan, baik dalam fase setup


maupun dalam masa produksi, perlu dilakukan beberapa pendekatan yang
melibatkan tim fungsi silang. Tim ini terdiri dari berabagi departemen, seperti
perekayasaan, manufaktur, keuangan dan departemen lainnya yang relevan.

5. Ukuran Lot Kecil Dan Pengurangan Waktu Setup. Ukuran lot yang ideal bukan
ukuran yang terbesar, tetapi ukuran lot yang terkecil. Pendekatan ini sesuai bila
mesin-mesin digunakan untuk menghasilkan berbagai bagian atau komponen
yang berbeda yang digunakan proses berikutnya dalam tahap produksi.

6. Total Productive Maintance (TPM) merupakan suatu keharusan dalam sistem


JIT. Mesin-mesin membersihkan dan diberi pelumas secara rutin, biasanya
dilakukan oleh operator yang menjalankan mesin tersebut.

7. Kemampuan Proses, Statistical Proses Control (SPC), Dan Perbaikan


berkesinambungan. Kemampuan proses, SPC, dan perbaikan
berkesinambungan harus ada dalam pemanufakturan JIT, karena beberapa hal :
Pertama, segala sesuatu harus bekerja sesuai dengan harapan dan mendekati
sempurna. Kedua, dalam JIT tidak ada bahan cadangan untuk kemacetan
perusahaan dan Ketiga, semua kondisi mesin harus bekerja dengan prima.

F. Strategi-strategi dalam mengimplementasikan JIT dalam perusahaan yaitu:


Strategi Penerapan pembelian Just in Time. Dukungan, yaitu dari semua
pihak terutama yang berkaitan dengan kegiatan pembelian, dan khususnya
dukungan dari pimpinan. Tanpa ada komitmen dari pimpinan tersebut JIT tidak
dapat terlaksana. Mengubah sistem, yaitu mengubah cara mengadakan pembelian,
yaitu dengan membuat kontrak jangka panjang dengan pemasok sehingga
perusahaan cukup hanya memesan sekali untuk jangka panjang, selanjutnya barang
akan datang sesuai kebutuhan atau proses produksi perubahan diperusahaan.
Strategi penerapan Just in Time dalam sistem produksi. Penemuan sistem
produksi yang tepat, yaitu dengan sistem tarik yang bertujuan memenuhi kebutuhan
dan harapan pelanggan dengan menghilangkan sebanyak mungkin pemborosan.
Penemuan lini produksi yaitu dalam satu lini produksi harus dibuat bermacam-
macam barang, sehingga semua kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda itu dapat
terpenuhi. Selain itu lini produksi tersebut dapat menghemat biaya, biaya bahan,
persediaan, dan sebagainya. JIT bukan hanya sekedar metode pengedalian
persediaan, tetapi juga merupakan sistem produksi yang saling berkaitan dengan
semua fungsi dan aktivitas.
G. Hubungan antara JIT dan TQM.
Untuk mengimplementasikan JIT diperlukan adanya system total quality
secara keseluruhan dalam organisasi. JIT mensyaratkan semua departemen dapat
merespon kebutuhan-kebutuhannya. Apabila departemen produksi melaksanakan
JIT tetapi organisasi secara keseluruhan tidak mengupayakan Total Quality
Management (TQM), maka personil departemen produksi akan menghadapi
hambatan yang besar. Selain itu JIT juga mensyaratkan perubahan, sehingga sering
kali timbul penolakan dari departemen yang memiliki komitmen untuk berubah.
Perbaikan secara terus- menerus (kaizen) selalu beriringan dengan TQM. Bahkan
sebelum filosofi TQM ini terlaksana atau sebelum sistem mutu dapat dilaksanakan
dalam suatu perusahaan maka filosofi ini tidak akan dapat dilaksanakan sehingga
perbaikan secara terus-menerus (just in time) ini adalah usaha yang melekat pada
filosofi TQM itu sendiri. Sehingga Kaizen juga bisa merupakan suatu kesatuan
pandangan yang komprenhensif dan terintegrasi.
H. Keunggulan dan Kelemahan Metode JIT
Terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan dari metode JIT. Beriku ini beberapa
keunggulan dari metode JIT, antara lain:
1. menghilangkan pemborosan dengan Menghilangkan pemborosan
dengan cara memproduksi suatu produk hanya dalam kuantitas yang
diminta pelanggan.
2. Persediaan kecil, mungkin nol.
3. Tata letak pabrik, dikelompokkan satu macam produk, atau sistem
sel.
4. Pengelompokkan karyawan, dalam satu jenis produk.
5. Pemberdayaan karyawan, dilatih dan dididik terus menerus
menyesuaikan dengan perubahan alat kerja dan metode kerja.
6. Pengendalian mutu total, semua orang bertanggung jawab terhadap
mutu produk.
Beberapa kelemahan dari metode ini, yaitu:
1. Sulit suatu perusahaan yang memproduksi secara massal hanya melayani
pesanan pelanggan saja, misalnya pabrik gula, kopi, sabun dan sebagainya,
dan hanya memproduksi satu jenis produk.
2. Dalam perusahaan manufaktur sulit sekali tidak memiliki persediaan,
khususnya yang bahan bakunya impor.
3. Menempatkan karyawan pada keahlian khusus pada satu jenis produk tidak
mudah, dan mungkin biayanya mahal.
4. Memerlukan waktu yang cukup panjang untuk membangun relasi yang kuat
dengan para supplier.
5. Pengurangan persediaan yang dipaksa dan terlalu drastis dapat menyebabkan
para pekerja stress. Jika para pekerja melihat JIT sebagai suatu cara untuk
memeras mereka, maka usaha-usaha untuk mengimplementasikan JIT tidak
akan sepenuhnya berhasil dan kinerja karyawan malah akan
menurun. (Sinuraya, 2011, hal. 7-8).

I. Implikasi Just In Time


1. JIT sederhana dalam teori, namun sangat sulit diwujudkan
terutama dalam manufaktur.
2. Salah satu alasan utama banyak perusahaan enggan menerapkan
JIT adalah dengan ketiadaan barang dalam proses, disertai
kekhawatiran seluruh proses produksi akan terhenti bilamana suatu
masalah muncul pada salah satu rantai proses produksi.
3. Perusahaan yang hendak menerapkan JIT hendaknya terlebih
dahulu menghilangkan seluruh hal yang berpotensi menjadi
penyebab kegagalan sistem antara lain dengan cara:
a. Mendesain kembali proses produksi sehingga tidak
menimbulkan biaya tinggi bila hendak memproduksi satu
atau sejumlah kecil item produk pada saat tertentu.
b. Alternatif yang biasa dilakukan untuk mengurangi biaya
adalah dengan memperpendek jarak antar proses,
memperkerjakan pegawai yang memiliki kemampuan
beradaptasi dengan tuntutan tugas baru dan
menggunakan peralatan yang serba guna.
4. Inti utama dari sistem JIT adalah para pegawai yang sangat terlatih
dan senantiasa mampu memenuhi tuntutan untuk mencapai standar
kualitas produk barang/jasa tertinggi.
5. Bilamana seorang pekerja menjumpai masalah pada komponen
produk yang diterimanya, maka pekerja yang bersangkutan
berkewajiban untuk segera melaporkan hal tersebut pada atasannya
agar segera dapat diambil tindakan yang diperlukan.
6. Para pemasok dituntut agar mampu memproduksi sekaligus
mengirimkan produk yang bebas cacat (free defect) kapan saja
diperlukan.
7. Implikasi JIT pada sistem akuntansi manajemen:
a. Bagian akuntansi manajemen wajib mendukung
peralihan dari sistem konvensional menuju sistem JIT
dengan cara melakukan pemantauan, identifikasi dan
komunikasi pada para pengambil keputusan mengenai
asal-muasal/sumber penundaan (delay), kesalahan (error)
dan pemborosan (waste).
b. Kegiatan klerikal akuntansi manajemen menjadi lebih
sederhana, karena berkurangnya mutasi persediaan yang
harus dipantau.
8. Untuk mengukur tingkat reabilitas sistem JIT memanfaatkan
ukuran berikut ini sebagai patok duga (bench mark) efektivitas
siklus manufaktur, antara lain:
a. Defect Rate
b. Cycle Time
c. Prosentasi ketetapan waktu pengiriman produ pada
pelanggan
d. Akurasi perintah produksi/ pengadaan bahan
e. Perbandingan antara produksi aktual dengan rencana
produksi
f. Perbandigan antara jam mesin aktual dengan jam mesin
yang tersedia
9. Rasio produktivitas konvensional berkenaan dengan tenaga kerja
dan mesin kerap tidak konsisten dengan filosofi JIT.
10. Inovasi manajemen, termasuk JIT memerlukan perubahan kultur
organisasi secara keseluruhan, contohnya:
a. JIT dapat mengubah irama kerja dan disiplin kerja
organisasi secara keseluruhan.
b. Perombakan tata letak pabrik (plan lay out) untuk
membentuk shop, sangat mungkin memerlukan renovasi
besar-besaran yang haus diperhitungkan sebagai
investasi.
11. Karena ide dasar JIT adalah minimalisasi pemborosan sekaligus
keseragaman alur kerja, menyebabkan banyak pekerja yang tidak
siap dengan perubahan tersebut. Karenanya sosialisasi penerapan
JIT harus dilakukan jauh sebelum hari-H.
12. JIT sangat menekankan kerja sama tim, maka kerap dijumpai
pekerja yang mengalami stress, terutama mereka yang berasal dari
lingkungan kerja yang selama ini terisolasi atau mereka yang
memiliki kepribadian yang tidak tearn orinted. (Witjaksono, 2013,
hal. 227-228).
J. Implementasi Just In Time Manufacturing
JIT adalah metode untuk mengurangi waktu penyimpanan (storage time) dan waktu
penyimpanan tersebut tidak berkontribusi ke aktivitas yang bernilai tambah. Dalam filosofi
JIT, perusahaan hanya memproduksi apabila ada permintaan dari pembeli, tanpa
memanfaatkan tersedianya persediaan sehingga perusahaan tidak menanggung biaya
persediaan. Setiap operasi atau produksi hanya bertujuan memenuhi permintaan. Produksi
tidak akan terjadi sebelum ada tanda dari proses selanjutya yang menunjukkan permitaan
produksi. Suku cadang dan bahan tiba pada saat yang ditentukan untuk dipakai dalam
produksi (on time to production). JIT Manufacturing menuntut ketepatan waktu produksi
dan ketepatan penyerahan produk akhir kepada pelanggan maupun produk antara dari satu
tahap produksi ke tahap berikutnya. Dalam sistem akuntansi manajemen kontemporer,
produksi harus memenuhi “zero defect” yang artinya tingkat kerusakan nol pada semua
tahap siklus hidup produk. Adapun sistem tradisional, masih mentolerir tingkat kerusakan
produk atau produk cacat pada tingkat tertentu yang diperbolehkan. (Salman, 2016, hal. 13-
14).

K. Karakteristik Just In Time


Ada beberapa karakteristik utama dari perusahaan yang telah menerapkan sistem Just In
Time, diantaranya adalah:
1. Kualitas yang tinggi. Perusahaan yang telah menerapkan system JIT berupaya
mencapai tingkat kualitas dimana mereka dapat beroperasi dengan persediaan
yang rendah dan skedul yang ketat. Sistem JIT berupaya menghapus sumber-
sumber yang tidak efisien dan gangguan serta melibatkan karyawan dalam operasi
untuk terus melakukan perbaikan. Dengan kata lain, perusahaan berpegang pada
konsep lebih baik menghasilkan barang yang berkualitas tinggi dengan biaya
produksi sedikit lebih mahal, daripada menghasilkan barang dengan biaya
produksi murah tapi kualitasnya rendah.
2. Tingkat persediaan rendah. Dalam system JIT, persediaan dianggap suatu
pemborosan karena dengan adanya persediaan diperlukan biaya penyimpanan dan
biaya tambahan lainnya. Persediaan digudang tidak banyak, yang ada hanya
secukupnya untuk melanjutkan proses produksi kepada unit kerja berikutnya dan
kalau habis baru dikirim lagi, sehingga ada arus kerja yang berkesinambungan.
3. Jalur produksi yang fleksibel. Sistem produksi
menggunakan sellular manufacturing technique yaitu pengaturan layout dan
peralatan proses produksi yang fleksibel sehingga barang yang diproduksi tidak
terlalu sering mengalami perpindahan produk terlalu sering dianggap sebagai non
value added activity.
4. Perubahan struktur organisasi yang mengarah ke produk. Konsep JIT meghendaki
setiap bagian dalam proses produksi mempunyai service departement masing-
masing sehingga apabila ada penyimpangan dapat ditelusuri sedini mungkin.
Penggunaan teknologi informasi secara efektif. Merupakan salah satu syarat
utama dalam penerapan sistem JIT. Sistem JIT merupakan konsep tepat waktu
maka tidak ada keterlambatan dari jadwal induk sekecil apapun (non schedule
interruption) yang dapat ditolelir, disebabkan penyimpangan sekecil apapun dari
jadwal rutin akan menyebabkan kemacetan proses produksi. (Diaz, 2015, hal. 4)

L. Peranan Just In Time


Dalam sistem Just In Time ada beberapa peranan penting yaitu menghasilkan
sebuah produk hanya ketika dibutuhkan dan hanya dalam kuantitas yang diminta oleh
pelanggan. Just In Time memiliki beberapa peranan penting diantaranya:
1. Meningkatkan laba.
2. Meningkatkan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui:
a. Pengendalian biaya.
b. Peningkatan kualitas.
c. Perbaikan kinerja kualitas. (Putra, 2014, hal. 5)

M. Faktor Kunci Sukses dalam Just In Time


Ada tujuh faktor kesuksesan Just In Time yaitu:
1. Suppliers, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Kedatangan material dan produk akhir termasuk kesia-siaan.
b. Pembeli daan pemasok membentuk kemitraan.
c. Kemitraan Just In Time
2. Layout, merupakan tata letak yang memungkinkan pengurangan kesia-siaan yang
lain, yaitu pergerakan. Misalnya pergerakan bahan baku manusia menjadi
fleksibel, JIT mensyaratkan:
a. Sel kerja untuk produk keluarga.
b. Pergerakan atau perubahan mesin.
c. Jarak yang pendek.
d. Tempat yang kecil untuk persediaan.
e. Pengiriman langsung ke area kerja.
3. Inventory, persediaan dalam sistem produksi dan distribusi sering diadakan untuk
berjaga-jaga. Teknik persediaan yang efektif memerlukan Just In Time bukan Just
In Case. Persediaan Just In Time merupakan persediaan minimal yang diperlukan
untuk mempertahankan operasi sistem yang sempurna yaitu jumlah yang tepat,
tiba pada saat yang diperlukan bukan sebelum atau sesudah.
4. Schedulling, jadwal yang efektif dikomunikasikan di dalam organisasi dan kepada
pemasok, maka akan sangat mendukung penerapan Just In Tme. Penjadwalan
yang lebih baik juga mengingatkan kemampuan untuk memenuhi pesanan
konsumen, menurunkan persediaan dan mengurangi barang dalam proses, Just In
Time mensyaratkan:
a. Mengkomunikasikan penjadwalan kepada supplier.
b. Jadwal bertingkat.
c. Enekan bagian dari skedul paling dekat dengan jatuh tempo
d. Lot kecil.
e. Teknik kanban.
5. Preventive Maintenance, pemeliharaan dilakukan dalam rangka untuk menjaga
hal-hal yang tidak diinginkan supaya tidak terjadi atau merupakan suatu tindakan
pencegahan. Misalnya dengan cara pemeliharaan rutin pada fasilitas yang
digunakan maupun pelatihan karyawan secara terus menerus agar dapat
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
6. Kualitas, hubungan Just In Time dan mutu kuat sekali, karena berhubungan
dengan tiga hal, yaitu:
a. Just In Time mengurangi biaya perolehan mutu yang baik karena biaya
produk sisa, pengerjaan ulang, investasi persediaan menurun.
b. Just In Time meningkatkan mutu dengan mengurangi antrian dan waktu
antara Just In Time juga membatasi jumlah sumber kesalahan potensial.
c. Mutu yang baik berarti lebih sedikit cadangan sehingga Just In Time lebih
mudah diterapkan.
7. Employee Empowerment, karyawan yang diberdayakan dapat ikut terlibat dalam
isu-isu operasi harian yang merupakan falsafah Just In Time. Pemberdayaan
karyawan mengikuti nasehat manajemen bahwa tidak ada orang yang lebih tahu
mengenai suatu pekerjaan selain karyawan pelaksana pekerja itu sendiri. (Putra,
2014, hal. 8-9)

N. Kanban
Di Jepang, Kanban berarti “kartu”. Para pekerja menggunakan seperangkat kartu
pengendali untuk memberi tanda saat bahan dan produk harus dipindahkan dari satu operasi
ke lini perakitan lainnya. Kanban digunakan dengan JIT untuk menurunkan “lead time”
secara signifikan, menurunkan persediaan dan meningkatkan produktivitas dengan
menghubungkan semua operasi produksi secara lancar tanpa terputus.
Dengan sistem Kanban, proses atau tahap sebelumnya tidak dapat mengirim suku
cadang atau komponen yang sedang diproses ke tahap berikutnya jika tidak diminta oleh
kartu kanban dari proses di bawahnya. Langkah berikutnya mengendalikan jumlah yang
diproduksi, Jadi tidak akan terjadi overproduksi, prioritas dalam produksi menjadi jelas dan
pengendalian persediaan menjadi lebih mudah.
O. Kesimpulan
Just In Time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan
kualitas, menekankan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan
menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga
perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak
konsumen tepat waktu. Untuk mencapai sasaran dari sistem ini, perusahaan
memproduksinya hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan, sehingga dapat mengurangi
biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat
menimbun barang. Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan konsisten
dalam meningkatkan produktivitas. JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan semua
biaya (pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan.
Sumber

Dania, W. A. (2015). Aplikasi Just In Time Pada Perencanaan & Pengendalian Persediaan
Kentang. Jurnal Industria Vol.1 No.1 , 22-30.

Efrianti, D. (2014). Pengaruh Pengendalian Persediaan Just In Time Terhadap Efisiensi


Pengadaan Persediaan Bahan Baku. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan Vol.2 No.1 ISSN
2337-7852 , 99-108.

Mulla, B. M. (2009). Pengaruh Penerapan JIT (Just In Time) dan TQM (Total Quality
Management) Terhadap Delivery Performance Pada Industri Otomotif Di Indonesia. Jurnal
Manajemen Teori dan Terapan Tahun.2 No.2 , 115.

Santoso, H. F. (2001). Just In Time. Jurnal Akuntansi Krida Wacana Vol.1 No.1 , 5.

Sulastri, Putu. 2012. Sistem Just In Time ( JIT ) Penting Bagi Perusahaan Industri, No.36

Rosita, Rizka, M. Hufron, M. Khoirul ABS. 2018. Penerapan Metode Just In Time (JIT)
Untuk Meningkatkan Efisiensi Persediaan Bahan Baku Pada Home Industry “Mulya
Collection” Jombang.

Janson B, El Bethree Jeremya, I Nyoman Nurcaya. 2019. Penerapan Just In Time Untuk
Efisiensi Biaya Persediaan. 8 (3) 1755-1783.

Budi Kho. 2018. Pengertian Sistem Produksi Just In Time (JIT).


https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-sistem-produksi-just-in-time-jit/ (Diakses 7
Januari 2020)
BAB 22
Implementing Total Quality
Managament
Reza Prambudi
Intro
Total quality management (TQM) adalah filosofi manajemen di seluruh Perusahaan untuk
terus meningkatkan kualitas produk / layanan / proses melalui kebutuhan dan prospek
pelanggan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan kinerja Perusahaan.

A. Total Quality Management Strategy


Strategi adalah rencana atau tindakan yang dihasilkan atau dimaksudkan untuk mencapai
tujuan tertentu. Ini terutama tercermin dalam visi, misi dan pedoman kebijakan suatu
organisasi. Gagasan penting di balik perencanaan kualitas strategis adalah bahwa produk
tersebut adalah nilai pelanggan dan bukan produk atau layanan fisik. Prestasi ini tidak dapat
dicapai kecuali suatu organisasi menciptakan budaya kualitas dan tidak ada strategi dan
rencana yang dapat berguna kecuali jika dilaksanakan dengan hati-hati.
Kebijakan mutu adalah panduan bagi semua orang di organisasi mengenai bagaimana
mereka harus menyediakan produk dan layanan kepada pelanggan. Itu harus ditulis oleh
kepala eksekutif dengan umpan balik dari tenaga kerja dan disetujui oleh dewan mutu.
Kebijakan mutu adalah persyaratan ISO 9000. Empat komponen yang sering disebut
penting untuk strategi TQM yang sukses adalah kepuasan pelanggan, keterlibatan
karyawan, kontrol pengawas, serta peningkatan dan kontrol proses. Filosofi pemasaran
dapat diprediksi pentingnya kepuasan pelanggan bagi organisasi bisnis. Organisasi yang
berfokus pada kualitas harus mengidentifikasi pelanggan mereka (baik internal maupun
eksternal), menentukan persyaratan spesifik pelanggan ini, mengintegrasikan semua
kegiatan organisasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan ini, dan akhirnya,
menindaklanjuti untuk memastikan pelanggan telah puas. Organisasi harus mewakili
pendekatan alternatif untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi fungsi operasi
organisasi. audit digunakan untuk melacak efektivitas proses TQM, memilih proyek
peningkatan kualitas, dan memberikan justifikasi biaya kepada pesimis. Dengan
menyatukan biaya tinjauan, inspeksi, pengujian, memo, dan pengerjaan ulang yang mudah
dikumpulkan ini, seseorang dapat meyakinkan manajemen dan pihak lain mengenai
perlunya peningkatan kualitas. "Biaya kualitas telah mendapat perhatian yang meningkat
dalam beberapa tahun terakhir. Ini efektif dalam tujuannya tujuan meningkatkan perhatian
tentang kualitas dan mengkomunikasikan kepada manajemen manfaat TQM dalam hal
uang. Di bawah sistem TQM, upaya desain produk / layanan memiliki dua tujuan:
merancang produk manufaktur dan merancang kualitas ke dalam produk. Merancang untuk
menyederhanakan penggunaan teknik, lintas fungsional tim untuk mengurangi jumlah
bagian per produk dan menstandarisasi bagian, yang menghasilkan manajemen proses yang
lebih efisien dengan mengurangi kompleksitas proses dan varians proses. Manajemen
kualitas pemasok yang efektif difasilitasi oleh hubungan kerjasama jangka panjang dengan
pemasok sesedikit mungkin untuk memperoleh kualitas bahan dan / atau layanan.
Mempertahankan sejumlah kecil pemasok ves kualitas produk dan produktivitas pembeli
dengan mendorong komitmen pemasok ditingkatkan untuk desain dan kualitas produk.
Kualitas menciptakan tidak hanya keunggulan harga / nilai dibandingkan pesaing tetapi
juga memungkinkan perusahaan untuk membebankan harga penjualan per / unit yang lebih
tinggi melalui diferensiasi. Strategi berkualitas tinggi mengarah pada keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan. Perusahaan yang bersaing dalam hal kualitas mengejar
strategi operasional yang mengontrol kualitas produk / layanan dan mencari peningkatan
yang berkelanjutan.

B. Implementing a Quality Management System


Organisasi yang sukses telah menemukan bahwa kepuasan pelanggan memiliki dampak
langsung pada garis bawah. Menciptakan lingkungan yang mendukung budaya kualitas
memerlukan proses yang terstruktur dan sistematis. Berikut ini adalah langkah-langkah
untuk menerapkan sistem manajemen mutu yang akan membantu membawa lingkaran
proses penuh. Model Strategi Generik untuk Menerapkan Sistem TQM sebagai berikut,
Manajemen puncak belajar tentang dan memutuskan untuk berkomitmen pada TQM. TQM
diidentifikasi sebagai salah satu strategi organisasi.
Rumah sakit mengukur budaya masa kini, kepuasan pelanggan, dan sistem manajemen
mutu.
1. Manajemen puncak mengidentifikasi nilai-nilai inti dan prinsip-prinsip yang
akan digunakan, dan mengkomunikasikannya.
2. Rencana induk TQM dikembangkan berdasarkan langkah 1, 2, dan 3 di atas.
3. Organisasi mengidentifikasi dan memprioritaskan permintaan pelanggan dan
menyelaraskan produk dan layanan untuk memenuhi permintaan tersebut.
4. Manajemen memetakan proses kritis yang melaluinya organisasi memenuhi
kebutuhan pelanggannya.
5. Manajemen mengawasi pembentukan tim untuk upaya peningkatan proses.
6. Momentum upaya TQM dikelola oleh komite pengarah.
7. Manajer berkontribusi secara individu pada upaya melalui perencanaan,
pelatihan, pembinaan, atau metode lain.
8. Manajemen dan standarisasi proses harian dilakukan.
9. Kemajuan dievaluasi dan rencana direvisi sesuai kebutuhan.
10. Kesadaran karyawan yang konstan dan umpan balik tentang status
disediakan dan proses penghargaan / pengakuan ditetapkan.
11. Pendekatan elemen TQM mengambil proses bisnis utama dan / atau unit
organisasi dan menggunakan alat TQM untuk mendorong perbaikan.
C. Membangun dan menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM)

Membangun sistem manajemen mutu membantu organisasi berjalan secara efektif.


Sebelum membangun sistem manajemen mutu, organisasi harus mengidentifikasi dan
mengelola berbagai proses multi fungsi yang terhubung untuk memastikan kepuasan
pelanggan secara terus-menerus mencapai target. Ada banyak hal yang perlu
dipertimbangkan ketika membuat SMM untuk organisasi Anda. Yang sangat penting
adalah memastikan pilihan strategis yang dipengaruhi oleh beragam tujuan, kebutuhan, dan
produk serta layanan yang diberikan. Struktur ini sebagian besar didasarkan pada siklus
Plan-Do CheckAct (PDCA) dan memungkinkan peningkatan berkelanjutan untuk produk
dan SMM. Langkah-langkah dasar untuk menerapkan sistem manajemen mutu adalah:

 Design & Build Bagian desain dan bangun berfungsi untuk mengembangkan
struktur SMM, prosesnya, dan rencana implementasi. Manajemen senior harus
mengelola kuota ini untuk memastikan kebutuhan organisasi dan kebutuhan
pelanggannya merupakan kekuatan pendorong di belakang pengembangan sistem.
 Deploy & Deployment paling baik dilayani dalam pendekatan granular melalui
memecah setiap proses menjadi sub-proses, dan mendidik staf tentang dokumentasi,
pendidikan, alat pelatihan, dan metrik. Intranet perusahaan semakin banyak
digunakan untuk membantu dalam penyebaran sistem manajemen mutu.
 Control & Measure Kontrol dan pengukuran adalah dua bidang mendirikan SMM
yang sebagian besar dicapai melalui rutin, audit yang sistematis dari sistem
manajemen mutu. Spesifiknya sangat berbeda dari organisasi ke organisasi
tergantung pada ukuran, risiko potensial, dan dampak lingkungan
 Review and improvement menangani dengan tepat bagaimana hasil audit
ditangani. Tujuannya adalah untuk menentukan efektivitas dan efisiensi setiap
proses menuju tujuannya, untuk mengkomunikasikan temuan ini kepada karyawan,
dan untuk mengembangkan praktik dan proses terbaik baru berdasarkan data yang
dikumpulkan selama audit.

Menerapkan sistem manajemen mutu memengaruhi setiap aspek kinerja organisasi. Dua
manfaat menyeluruh untuk desain dan implementasi sistem manajemen kualitas yang
terdokumentasi termasuk Memenuhi persyaratan pelanggan, yang membantu menanamkan
kepercayaan pada organisasi, yang pada gilirannya mengarah pada lebih banyak pelanggan,
lebih banyak penjualan, dan lebih banyak bisnis yang berulang. Memenuhi persyaratan
organisasi, yang memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan penyediaan produk dan
layanan dengan cara yang paling hemat biaya dan sumber daya, menciptakan ruang untuk
ekspansi, pertumbuhan, dan laba Dalam manfaat menyeluruh ini adalah keuntungan seperti
membantu mengomunikasikan kesiapan untuk memproduksi hasil yang konsisten,
mencegah kesalahan, mengurangi biaya, memastikan bahwa proses didefinisikan dan
dikendalikan, dan terus meningkatkan penawaran organisasi.
Elements and requirements of a quality management System

Meskipun setiap sistem manajemen mutu harus dibuat untuk memenuhi kebutuhan unik
organisasi, ada beberapa elemen umum yang dimiliki semua sistem, termasuk: Kebijakan
mutu dan sasaran mutu organisasi, Prosedur manual mutu, instruksi, dan catatan
1. Manajemen data
2. Kepuasan pelanggan dari kualitas produk
3. Peluang peningkatan
4. Proses internal
5. Analisis kualitas

Setiap elemen dari sistem manajemen mutu melayani tujuan menuju sasaran keseluruhan
untuk memenuhi persyaratan pelanggan dan organisasi. Memastikan setiap elemen dari
SMM hadir memastikan pelaksanaan dan fungsi SMM yang tepat.

D. Strategic Quality Planning


Perencanaan kualitas strategis mencakup visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan. Mereka
dibentuk dengan memperhatikan konsep kualitas. Dengan upaya perencanaan kualitas
strategis yang efektif, karyawan diambil sebagai masukan dalam mengembangkan visi,
misi, strategi, dan tujuan. Ini memfasilitasi penerimaan dan dukungan rencana kualitas
strategis oleh karyawan. Upaya perencanaan kualitas strategis yang strategis juga
memperhitungkan kemungkinan efek samping dari rencana terhadap lingkungan sebelum
produksi. Ini akan mematenkan dan meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaan. Studi
sebelumnya telah menemukan bahwa perencanaan kualitas strategis berhubungan positif
dengan kinerja operasional, kinerja manajemen persediaan, hasil masyarakat, hasil
pelanggan, dan kinerja pasar. Namun, perencanaan kualitas strategis tidak secara statistik
terkait dengan kinerja yang dirasakan dalam industri kerangka utama. Jadi, kami
mengusulkan hipotesis berikut. model penelitian yang diusulkan dari hubungan e antara
praktik TQM dan ukuran kinerja termasuk hipotesis. model penelitian yang diajukan
tentang hubungan antara praktik TQM dan ukuran kinerja.
E. Failure Mode Effects Analysis (FMEA)
Disebut juga mode kegagalan potensial dan analisis efek; mode kegagalan, efek dan
analisis kekritisan (FMECA). Mode kegagalan dan analisis efek (FMEA) adalah
pendekatan selangkah demi selangkah untuk mengidentifikasi semua kemungkinan
kegagalan dalam suatu desain, proses manufaktur atau perakitan, atau produk atau layanan.
"Mode kegagalan" berarti cara, atau mode, di mana sesuatu mungkin gagal. Kegagalan
adalah kesalahan atau cacat, terutama yang mempengaruhi pelanggan, dan bisa menjadi
potensial atau aktual.

“Analisis Efek” mengacu mempelajari konsekuensi dari kegagalan-kegagalan. Kegagalan


diprioritaskan berdasarkan seberapa serius konsekuensinya, seberapa sering mereka terjadi
dan seberapa mudah mereka dapat dideteksi. Tujuan FMEA adalah mengambil tindakan.
untuk mengurangi kegagalan atau menghilangkan, mulai dari yang prioritas tertinggi.

Mode kegagalan dan analisis efek juga mendokumentasikan pengetahuan dan tindakan
terkini tentang risiko kegagalan, untuk digunakan dalam peningkatan berkelanjutan. FMEA
digunakan selama desain untuk mencegah kegagalan. Kemudian digunakan untuk kontrol,
sebelum dan selama operasi proses yang sedang berlangsung. Tahap desain konseptual dan
berlanjut sepanjang masa pakai produk atau layanan. Dimulai pada 1940-an oleh militer
A.S., FMEA dikembangkan lebih lanjut oleh industri penerbangan dan otomotif. Beberapa
industri mempertahankan standar FMEA formal. Berikut ini adalah garis besar dan
referensi. Sebelum melakukan proses FMEA, pelajari lebih lanjut tentang standar dan
metode spesifik dalam organisasi dan industri Anda melalui referensi dan pelatihan lainnya.

Kapan Menggunakan FMEA


 Ketika suatu proses, produk atau layanan dirancang atau dirancang ulang, setelah
penyebaran fungsi kualitas.
 Ketika proses yang ada, produk atau layanan diterapkan dengan cara yang baru.
 Sebelum mengembangkan rencana kontrol untuk proses baru atau yang
dimodifikasi.
 Ketika sasaran peningkatan direncanakan untuk proses, produk, atau layanan yang
ada.
 Saat menganalisis kegagalan proses, produk, atau layanan yang ada.
 Secara berkala sepanjang umur proses, produk atau layanan.

Contoh FMEA: Bank melakukan proses FMEA pada sistem ATM mereka. Fungsi
"mengeluarkan uang tunai" dan beberapa mode kegagalan untuk fungsi itu. Kolom
"Klasifikasi" opsional tidak digunakan. Hanya judul yang ditampilkan untuk kolom
(tindakan) paling kanan. Perhatikan bahwa RPN dan memprioritaskan kekritisan
menyebabkan berbeda. Menurut RPN, "kemacetan mesin" dan "lalu lintas jaringan
komputer yang berat" adalah risiko tertinggi pertama dan kedua.

Satu nilai tinggi untuk tingkat keparahan atau kejadian kali peringkat deteksi 10
menghasilkan RPN tinggi. Criticality tidak termasuk peringkat deteksi, sehingga
memberikan peringkat tertinggi satu-satunya penyebab dengan nilai sedang hingga tinggi
untuk tingkat keparahan dan kejadian: "kehabisan uang tunai." Tim harus menggunakan
pengalaman dan penilaian mereka untuk menentukan prioritas yang tepat untuk tindakan.
Semua aspek praktik TQM harus dikelola secara efektif di perusahaan karena setiap faktor
dalam praktik TQM meningkatkan aspek kinerja perusahaan yang berbeda. Efek gabungan
di antara faktor-faktor TQM membawa perbaikan luar biasa atau penting dalam kinerja
perusahaan. Perusahaan harus meningkatkan keterlibatan / keterampilan karyawan dan
struktur perusahaan dan mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk
mengimplementasikan TQM dengan sukses. Skala Pengukuran, Item Survei, dan
Sumbernya. Hanya item yang tetap merupakan tes reliabilitas dan EFA yang diberikan
dalam apendiks. Sumber dari setiap item dalam kuesioner diberikan dalam tanda kurung di
akhir item terkait. Penelitian terbaru tentang manajemen kualitas total telah meneliti
hubungan antara manajemen kualitas total dan kinerja organisasi. Banyak peneliti telah
meneliti hubungan antara manajemen kualitas total (TQM) dan kinerja keuangan. Para
peneliti seperti, memberikan bukti untuk menunjukkan bahwa implementasi TQM yang
efektif meningkatkan profitabilitas jangka panjang dan pengembalian saham.

 Kualitas mengarah ke biaya yang lebih rendah karena cacat berkurang.


 Kualitas dibuat di ruang dewan, itu tidak dapat ditanamkan ke lantai toko
tanpa inisiatif dan komitmen manajemen puncak.
 Sebagian besar cacat disebabkan oleh sistem bukan pekerja.
 Inspeksi terlambat, bertujuan untuk mengurangi cacat selama produksi dan
menghilangkan inspeksi massal.
 Menghilangkan kuota numerik, slogan, nasihat dan target untuk tenaga kerja
dan mempromosikan peningkatan proses dan kualitas output yang
berkelanjutan dan berkesinambungan.
Nureza Yovalianisa 1161001008

F. TQM Implementation

Dari hasil pengujian model implementasi TQM dan kinerja bisnis secara keseluruhan, dapat
disimpulkan bahwa implementasi TQM memiliki efek positif pada kepuasan karyawan,
kualitas produk, kepuasan pelanggan, dan kinerja bisnis strategis. Karena itu, penelitian ini
mendukung banyak temuan dari peneliti lain. Tidak perlu untuk membahas lebih lanjut
dampak implementasi TQM pada kinerja bisnis secara keseluruhan. Mengenai efek dari 11
konstruk implementasi TQM pada kinerja bisnis secara keseluruhan, paragraf berikut
memberikan penjelasan rinci.

G. Leadership
Cina sekarang mencoba untuk membangun sistem perusahaan modern. Berbagai
perusahaan (termasuk milik negara) telah menerima lebih banyak otonomi pengambilan
keputusan daripada sebelumnya. Mengenai operasi sehari-hari, pemerintah tidak memiliki
otoritas administratif langsung. Secara resmi, perusahaan milik negara dimiliki oleh
"seluruh rakyat" sedangkan perusahaan kolektif dimiliki oleh "bagian dari rakyat".
Faktanya, manajer umum perusahaan adalah orang yang secara hukum bertanggung jawab
atas perusahaan di bawah Sistem Tanggung Jawab Manajer Perusahaan. Ini adalah peran
manajemen puncak untuk menentukan visi, strategi, kebijakan, tujuan jangka panjang
perusahaan, dan cara untuk mencapai tujuan ini. Manajemen puncak bertugas mengelola
karyawan, memotivasi mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan peningkatan kualitas,
mendorong mereka untuk berbagi dalam visi perusahaan, memberdayakan mereka untuk
memecahkan masalah kualitas, mengatur sumber daya untuk pendidikan dan pelatihan
mereka, dan memberi penghargaan kepada mereka untuk upaya peningkatan kualitas
mereka .

H. Supplier Quality Management


Kualitas produk yang buruk dari pemasok adalah salah satu faktor utama yang menghambat
peningkatan kualitas produk. Pemasok yang dapat menghasilkan produk berkualitas tinggi
selalu mengharuskan pembeli untuk membayar segera, namun karena masalah "utang
Segitiga" di Cina, perusahaan yang diwawancarai tidak memiliki cukup uang untuk
pembayaran segera.
I. Vision and Plan Statement
Visi yang dibuat terutama oleh manajemen puncak dan menengah. Semua perusahaan
memiliki berbagai rencana seperti rencana kinerja bisnis strategis, kebijakan kualitas,
sasaran mutu, dan rencana peningkatan kualitas. sasaran mutu dan rencana kinerja bisnis
strategis ditetapkan oleh biro administrasi. Namun, perusahaan-perusahaan ini memiliki
tujuan mereka sendiri yang didasarkan pada rencana dari biro administrasi. Secara umum,
manajemen atas dan menengah membuat rencana ini. Rata-rata, sekitar 80% karyawan tahu
visi dan rencana perusahaan mereka. pernyataan visi dan rencana mereka secara efektif
mendorong karyawan untuk bekerja keras untuk meningkatkan kualitas produk,
mengurangi biaya, dan memuaskan pelanggan.

J. Customer focus
Perusahaan milik negara terbesar di wilayah Liaoning meninggalkan ekonomi terencana
dan melangkah ke ekonomi pasar. Kualitas produk, efisiensi, dan layanan menjadi prioritas
utamanya. Dalam studi ini, semua manajer kualitas yang diwawancarai mengakui bahwa
penerapan ekonomi pasar di Cina telah menyebabkan tekanan kompetitif meningkat.
Mereka harus lebih memperhatikan kualitas produk dan layanan. Situasi saat ini sangat
berbeda dari beberapa tahun yang lalu. melakukan penyelidikan pasar dan investigasi
kepuasan pelanggan untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan mereka. Semua dari
mereka membentuk sistem umpan balik formal untuk mengumpulkan informasi keluhan
pelanggan dan memberikan jaminan kualitas dan layanan purna jual untuk mengejar
kepuasan pelanggan. Beberapa bahkan memberikan jaminan jaminan kualitas. langkah-
langkah yang berorientasi pelanggan ini berkontribusi pada kepuasan pelanggan dalam satu
atau lain cara.
Ilham Dani 1161001130

K. Pilar Implementasi TQM

Definisi TQM mungkin terdengar sederhana, tetapi implementasi dalam praktiknya


membutuhkan budaya dan iklim organisas. Ada beberapa langkah yang harus diambil
dalam proses bergeser ke manajemen kualitas dalam suatu organisasi. Menurut Jablonski-
dia mengidentifikasi enam atribut untuk berhasil implementasi program TQM. Mereka
adalah: Fokus pelanggan, Fokus proses, Inspeksi ayat-ayat pencegahan, pemberdayaan
karyawan dan kompensasi, Pengambilan keputusan berbasis fakta, Penerimaan terhadap
umpan balik. Persepsi lain tentang TQM adalah: Kualitas yang Ditentukan Pelanggan;
Teratas Kepemimpinan Manajemen; Fokus utama pada perencanaan strategis; Karyawan
tanggung jawab di semua tingkatan organisasi; Fokus pada kualitas yang berkelanjutan
perbaikan untuk mencapai tujuan strategis; Upaya kerjasama antara Karyawan dan
Manajemen; Pemanfaatan Pengendalian Proses Statistik (SPC); dan Peningkatan
berkelanjutan melalui pelatihan dan pendidikan seluruh tenaga kerja.
Beberapa penulis terkenal terkenal mengatakan dalam bukunya beberapa
membedakan karakteristik tentang TQM. Yaitu: Berkelanjutan perbaikan; Fokus
pelanggan; Kegiatan di seluruh organisasi; Karyawan Pemberdayaan; Pendekatan tim;
Pembandingan kompetitif; Pengetahuan tentang alat kontrol kualitas; Pelanggan internal
dan eksternal; dan jangka panjang hubungan dengan pemasok. Dari literatur, kami telah
mengumpulkan dengan seksama pengetahuan tentang dasar TQM. Beberapa penulis
mengusulkan empat pilar, sementara yang lain mengusulkan sembilan pilar untuk
keberhasilan implementasi TQM. Namun, mengadopsi pedoman ulama dalam
mengidentifikasi pilar Implementasi TQM, kami telah memilih 11 pilar; deskripsi singkat
tentang setiap pilar diberikan setelahnya.

L. Penciptaan lingkungan Manajemen Kualitas (QM):


Kualitas Lingkungan manajemen adalah lingkungan di mana semua karyawan
memiliki dasar pengetahuan tentang kualitas. Mereka harus sadar akan keselamatan dan
menggunakan keselamatan perangkat dan ikuti alat dan teknik yang sesuai. Dari
manajemen puncak untuk pekerja, harus memperhatikan kualitas terlebih dahulu.

M. Pengenalan pekerja dengan TQM:

Pekerja harus terus-menerus dilatih dengan alat dan teknik yang diperlukan untuk
meningkatkan kualitas perusahaan. Pekerja harus memahami filosofi kualitas manajemen
(QM) sebelum menjadi pengguna alat dan teknik.
N. Penggunaan alat kontrol proses statistik (SPC)

Untuk memastikan keuntungan dalam kualitas, hasilnya harus diukur dengan


menggunakan teknik kontrol statistik ketika perusahaan berkembang menuju sasaran
kualitasnya. Ini membutuhkan karyawan untuk dilatih menggunakan alat dan teknik SPC.
Tanpa pengetahuan menggunakan alat kuantitatif, organisasi tidak dapat mencapai yang
dimaksud
Hasil TQM.

O. Generasi titik awal

Salah satu tugas paling sulit di fase awal penerapan TQM adalah menentukan dari
mana harus memulai dan kapan memulai. Salah satu pendekatan awal ini adalah dengan
mengasumsikan bahwa 80 persen dari semua masalah perusahaan berasal dari 20 persen
proses perusahaan (Hukum Pareto). Dengan mengidentifikasi proses bermasalah yang jatuh
dalam 20 ini kategori persen, seseorang dapat mulai fokus pada apa yang perlu perhatian
terlebih dahulu. Fokus perhatian pada masalah-masalah ini pertama, organisasi akan
melakukannya hadiah yang lebih besar dan dapat membangun momentum untuk masa
depan.

P. Berbagi informasi dalam pengambilan keputusan

Jika pendekatan tim harus dilakukan digunakan dan jika karyawan diharapkan
untuk terlibat dalam pengambilan keputusan proses, sangat penting bahwa informasi
dibagikan kepada semua orang. Dalam proses pengambilan keputusan strategis tingkat
dasar opini pekerja harus terlibat langsung atau tidak langsung.

Q. Mendorong kerja sama dan kerja tim:

Di banyak organisasi yang tidak mengikuti filosofi TQM, manajer sering mencari
seseorang untuk disalahkan atas masalah yang ditemukan. Jenis lingkungan seperti ini
menciptakan stres yang tidak sehat dan menghambat pemikiran dan praktik inovatif para
karyawan. Kombinasi pendekatan tim dan QM berarti berusaha memperbaiki sistem ketika
masalah muncul.

R. Fokus pelanggan sebagai elemen desain

Dari awal hingga akhir, kepuasan pelanggan harus menjadi titik fokus manajemen
mutu sistem. Ini berarti bahwa tujuan dari kepuasan pelanggan haruslah dimasukkan dalam
proses perencanaan dan kemudian dipertahankan hari demi hari di luar.
S. Modifikasi sistem hadiah

Sistem penghargaan harus diperiksa secara berkala untuk mengenali dan


mendorong kerja tim dan inovasi. Tim, bukan individu, adalah dasar untuk TQM
perusahaan. Rencana pembayaran tradisional seringkali didasarkan pada senioritas, bukan
kualitas dan kinerja. Dengan TQM, sistem pembayaran fokus pada insentif tim. Jika satu
orang dalam tim tidak tampil di level yang diharapkan, anggota tim
biasanya akan menangani situasi. Dengan demikian, penghargaan berbasis tim dapat
memotivasi anggota dalam mencapai target.

T. Pemilihan bahan baku yang tepat

Pencapaian kualitas produk perlu mengumpulkan bahan baku yang tepat pada
waktunya. Untuk ini, setiap organisasi perlu membangun hubungan jangka panjang
berbasis kepercayaan dengan persediaan dan terlibat upaya gabungan untuk memastikan
kualitas dan ketersediaan bahan baku.

U. Benchmarking

Adalah proses membandingkan proses bisnis seseorang dan metrik kinerja untuk
best industri atau praktik terbaik dari lainnya perusahaan. Dimensi yang biasanya diukur
adalah kualitas, waktu, dan biaya. Dalam proses pembandingan praktik terbaik, manajemen
mengidentifikasi perusahaan terbaik di industri mereka, atau di industri lain di mana proses
serupa ada, dan membandingkan hasil dan proses dari yang dipelajari ("target") dengan
hasil memiliki hasil dan proses sendiri. Dengan cara ini, mereka belajar seberapa baik
target melakukan dan, yang lebih penting, proses bisnis yang menjelaskan alasannya
perusahaan-perusahaan ini berhasil.

V. Membangun sasaran peningkatan berkelanjutan

Proses dan produk harus terus ditingkatkan. Tidak ada akhir dari proses
perbaikan. Ini berlaku bahkan untuk perusahaan terbaik dan terbaik. Kualitas total
manajemen tidak pernah berakhir.

W. Biaya Kualitas

Alasan mengapa kualitas menjadi terkenal adalah karena organisasi telah


memperoleh pemahaman tentang biaya tinggi kualitas yang buruk. Kualitas memengaruhi
semua aspek organisasi dan memiliki implikasi biaya yang dramatis. Yang paling
konsekuensi yang jelas terjadi ketika kualitas yang buruk menciptakan pelanggan yang
tidak puas dan akhirnya menyebabkan hilangnya bisnis. Namun, kualitas memiliki banyak
hal lain biaya, yang dapat dibagi menjadi dua kategori. Kategori pertama terdiri dari biaya
yang diperlukan untuk mencapai kualitas tinggi, yang disebut kontrol kualitas biaya. Ini
adalah dua jenis: biaya pencegahan dan biaya penilaian. Itu kategori kedua terdiri dari
konsekuensi biaya dari kualitas yang buruk, yaitu disebut biaya kegagalan kualitas. Ini
termasuk biaya kegagalan eksternal dan internal biaya kegagalan. Biaya pencegahan adalah
semua biaya yang dikeluarkan dalam proses pencegahan kualitas buruk dari yang terjadi.
Mereka termasuk biaya perencanaan kualitas, seperti biaya pengembangan dan penerapan
rencana kualitas. Juga termasuk biaya produk dan desain proses, dari mengumpulkan
informasi pelanggan hingga merancang proses yang mencapai kesesuaian dengan
spesifikasi. Karyawan pelatihan pengukuran kualitas termasuk sebagai bagian dari biaya
ini, serta biaya pemeliharaan catatan informasi dan data yang berkaitan dengan kualitas.
Biaya penilaian terjadi dalam proses mengungkap cacat. Ini termasuk biaya inspeksi
kualitas, pengujian produk, dan kinerja mengaudit untuk memastikan bahwa standar
kualitas terpenuhi. Juga termasuk dalam kategori ini adalah biaya waktu yang dihabiskan
pekerja untuk mengukur kualitas dan biaya peralatan yang digunakan untuk penilaian
kualitas. Biaya kegagalan internal terkait dengan menemukan produk yang buruk kualitas
sebelum produk mencapai situs pelanggan. Satu jenis internal biaya kegagalan adalah
pengerjaan ulang, yang merupakan biaya untuk memperbaiki barang yang rusak. Kadang-
kadang item itu sangat rusak sehingga tidak dapat diperbaiki dan harus dibuang. Ini disebut
memo, dan biayanya termasuk semua bahan, tenaga kerja, dan biaya mesin yang dihabiskan
untuk memproduksi produk yang cacat. Jenis lain dari biaya kegagalan internal termasuk
biaya alat berat downtime karena kegagalan dalam proses dan biaya diskon item yang rusak
untuk nilai sisa
Sumber

Dania, W. A. (2015). Aplikasi Just In Time Pada Perencanaan & Pengendalian Persediaan
Kentang. Jurnal Industria Vol.1 No.1 , 22-30.

Efrianti, D. (2014). Pengaruh Pengendalian Persediaan Just In Time Terhadap Efisiensi


Pengadaan Persediaan Bahan Baku. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan Vol.2 No.1 ISSN
2337-7852 , 99-108.

Mulla, B. M. (2009). Pengaruh Penerapan JIT (Just In Time) dan TQM (Total Quality
Management) Terhadap Delivery Performance Pada Industri Otomotif Di Indonesia. Jurnal
Manajemen Teori dan Terapan Tahun.2 No.2 , 115.

Santoso, H. F. (2001). Just In Time. Jurnal Akuntansi Krida Wacana Vol.1 No.1 , 5.

Sulastri, Putu. 2012. Sistem Just In Time ( JIT ) Penting Bagi Perusahaan Industri, No.36

Rosita, Rizka, M. Hufron, M. Khoirul ABS. 2018. Penerapan Metode Just In Time (JIT)
Untuk Meningkatkan Efisiensi Persediaan Bahan Baku Pada Home Industry “Mulya
Collection” Jombang.

Janson B, El Bethree Jeremya, I Nyoman Nurcaya. 2019. Penerapan Just In Time Untuk
Efisiensi Biaya Persediaan. 8 (3) 1755-1783.

Budi Kho. 2018. Pengertian Sistem Produksi Just In Time (JIT).


https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-sistem-produksi-just-in-time-jit/ (Diakses 7
Januari 2020)
Ali, S. I. (2016). IMPLEMENTATION OF TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Zhihai Zhang. (2000). Implementation of Total Quality Management An Empirical Study


of Chinese Manufacturing Firms

Syduzzaman Md, Md. Mahbubor Rahman, Md. Mazedul Islam, Md. Ahashan Habib, Sharif
Ahmed. (2014). IMPLEMENTING TOTAL QUALITY MANAGEMENT APPROACH IN
GARMENTS INDUSTRY

Anda mungkin juga menyukai