Just In Time (JIT) merupakan sistem produksi yang komprehensif dan sistem manajemen
persediaan dimana bahan baku dibeli dan diproduksi sebanyak yang dibutuhkan serta digunakan
pada saat yang tepat dalam setiap proses produksi (Blocher, dkk., 2002:113; dalam Kuzatmono,
2008).
Dalam arti luas, JIT adalah filosofi yang berfokus pada tampilan aktivitas yang
dibutuhkan oleh segmen internal dari sebuah organisasi.Aspek fundamental JIT adalah :
Semua kegiatan yang tidak memberi nilai tambah pada produk atau jasa, maka termasuk
pada kegiatan atau sumber daya yang akan menjadi sasaran pengurangan atau
penghapusan
Adanya komitmen untuk meningkatkan kualitas tinggi, dan melakukan hal yang
benardan sesuai standar agar tidak ada barang yang cacat dan tidak ada waktu untuk
pengerjaan ulang
Menurut Gaspersz (2001: 23; dalam Kuszatmono, 2008) tujuan Just in Time (JIT) adalah
“untuk menghasilkan produk pada tingkat kualitas dan kuantitas yang prima, melalui cara yang
paling efisien dan ekonomis, serta tepat waktu yaitu pada saat produk tersebut dibutuhkan oleh
konsumen”. Tujuan utama yang ingin dicapai dari sistem JIT adalah:
Untuk menghasilkan metode Just In Time (JIT) maka harus ada beberapa prinsip yang
harus dijadikan dasar pertimbangan di dalam menentukan sistem strategi produksi, yaitu (Jaelani,
2009):
Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu setelah
diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan utamanya untuk
memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsikan
saja, untuk itu proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang diperlukan dan secepatnya
dikirim ke pelanggan yang memerlukan untuk menghindari terjadinya stok serta untuk menekan
biaya penyimpanan.
Produksi dilakukan dalam jumlah lot (lot size) yang kecil untuk menghindari perencanaan dan
jeda waktu yang kompleks seperti halnya dalam produksi jumlah besar. Fleksibilitas aktivitas
produksi akan bisa dilakukan, karena hal tersebut memudahkan untuk melakukan penyesuaian-
penyesuaian dalam rencana produksi terutama menghadapi perubahan permintaan pasar.
3. Mengurangi pemborosan (eliminate waste)
Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua pemakaian
sumber-sumber input (material, energi, jam kerja mesin atau orang, dan lain- lain) tidak boleh
melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target produksi. Perbaikan aliran
produk secara terus-menerus (continuous product flow improvement) Tujuan pokoknya adalah
menghilangkan proses-proses yang tidak produktif yang bisa menghambat kelancaran aliran
produksi.
Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just In Time (JIT) dalam sistem produksi.Disini
selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “Zero Defect” dengan cara melakukan pengendalian
secara total dalam setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan haruslah bisa
diidentifikasi dan dikoreksi sedini mungkin.
Dengan metode Just In Time (JIT) dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi kesempatan
dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah suatu aliran operasi bisa
diteruskan atau harus dihentikan karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja
tertentu.
Persediaan yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi permintaan yang berfluktuasi dan
segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi waste bilamana tidak segera
digunakan. Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara tidak terkendali
seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek akan menyebabkan terjadinya
pemborosan bilamana tidak dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu dalam perencanaan
dan penjadwalan produksi harus bisa dibuat dan dikendalikan secara teliti.Segala bentuk yang
memberi kesan ketidak-pastian harus bisa dieliminasi dan harus sudah dimasukkan dalam
pertimbangan.
Ketujuh prinsip pelaksanaan Just In Time (JIT) dalam sistem produksi di atas bukanlah suatu
komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu pendek. Melainkan harus
dibangun secara berkelanjutan dan merupakan komitmen semua pihak dalam jangka panjang.
Just in Time (JIT) Purchasing adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara
sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau
penggunaan. Sistem Just In Time (JIT) dapat mengurangi waktu dan biaya yang behubungan
dengan aktivitas pembelian dengan cara sebagai berikut (Tjahjadi, 2001):
2. Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi melalui kontrak kerja jangka
panjang dengan supplier, menyangkut pembelian, kualitas bahan dan harga yang wajar.
3. Memiliki pembeli atau konsumen dengan program pembelian yang mapan. Rencana
pembelin yang mapan oleh pembeli atau konsumen, dapat memberikan informasi bagi
supplier mengenai persyaratan kualitas bahan dan saat penyerahan dengan tenggang waktu
tertentu sesuai rencana produksi.
4. Mengeliminasi dan mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak menambah nilai bagi produk,
seperti kegiatan dan biaya penyimpanan atau biaya pemindahan bahan dari gudang ke
pabrik.
5. Mengurangi waktu dan biaya program pemeriksaan kualitas, pemilihan supplier yang dapat
menjamin ketepatan waktu jumlah dan kualitas barang yang dibeli dapat mengurangi waktu
dan biaya pemeriksaan.
Pembelian dengan just in time dapat mempengaruhi akuntansi biaya dalam beberapa cara :
2. Pembelian, gudang, dan biaya terkait yang dikumpulkan dalam satu atau lebih pool
biaya agregat dialokasikan ke setiap departemen produksi.
c. JIT mengubah basis yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak lansung ke
departemen produksi
Survei metode alokasi biaya melaporkan bahwa ruang yang ditempati di gudang adalah basis
alokasi umum untuk biaya pembelian dan bahan baku pada lingkungan tradisional.Di lingkungan
JIT murni tidak ada gudang sehingga basis alokasi tidak tersedia
Dalam lingkungan pembelian tradisional, banyak organisasi menekankan pada perbedaan harga
pembelian.Variabel harga pembelian yang menguntungkan tekadang dapat dicapai dengan
membeli dalam jumlah yang lebih besar untuk mengambil keuntungan dari potongan harga atau
dengan membeli bahan berkualitas rendah.Di lingkungan JIT, penekananya adalah pada total
biaya operasi, tidah hanya pada harga beli, faktor faktor tersebut adalah kualitas dan ketersediaan
yang diberi penekanan lebih besar, bahkan jika disertai dengan harga beli yang lebih tinggi.
Seperti biasa, system akuntansi biaya harus disesuaikan dengan aktivitas operasi yang
mendasarinya.Dalam pembelian JIT, proses yang mendasarinya berfokus pada komitmen jangka
panjang yang mengurangi total biaya operasi.
e. JIT mengurangi frekuensi atau detail pelaporan pengiriman pembelian dalam akuntansi
internal
Dalam lingkungan pembelian JIT, jumlah pengiriman barang meningkat secara substansial.
Organisasi telah berusaha untuk mengurangi biaya pemrosesan informasi dalam system
akuntansi internal dalam satu atau beberapa cara berikut :
• Batching, atau meringkas, pengiriman pembelian individual untuk transaksi terpisah untuk
setiap pengiriman
Just in Time (JIT) Production adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau
produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap
produksi berikutnya atau sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan. Sistem produksi just
in time pada awalnya dikembangkan dan dipromosikan oleh Toyota Motor Corporation di
Jepang. Taichi Ohno, pencipta sistem JIT ini, mendefinisikan JIT sebagai “suplai item yang
diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang diperlukan”. Strategi ini
kemudian banyak diadopsi oleh banyak perusahaan Jepang, terutama setelah terjadinya krisis
minyak dunia pada tahun 1973.
Pemborosan utama di manufacturing adalah adanya sumber daya produksi yang terlalu
banyak, yaitu tenaga kerja yang terlalu banyak, fasilitas yang terlalu banyak, dan persediaan
bahan baku yang terlalu banyak. Apabila unsure-unsur ini terdapat dalam jumlah yang lebih
banyak dari pada yang diperlukan, baik orang, perlengkapan, bahan ataupun produk, mereka
hanya akan menambah biaya dan tidak menambah nilai produk yang dihasilkan. Tenaga kerja
yang banyak mengakibatkan biaya personalia berlebihan, fasilitas yang banyak mengakibatkan
biaya penyusutan berlebihan.
1. Produksi diorganisasikan dalam pola sel manufacturing dimana Sel manufaktur terdiri dari
mesin-mesin yang dikelompokkan dalam kumpulan, biasanya dalam bentuk setengah
lingkaran. Mesin-mesin diatur sehingga mereka dapat digunakan untuk melakukan
berbagai operasi secara berurutan. Tiap sel dipersiapkan untuk menghasilkan produk atau
kumpulan produk tertentu. Produk dipindah dari satu mesin ke yang lainnya dari awal
hingga selesai. Para pekerja ditugaskan pada sel-sel dan dilatih untuk mengoperasikan
semua mesin dalam sel.
2. Tenaga kerja terinterdisipliner (multitugas) melakukan berbagai tugas dari berbagai variasi
operasi, untuk minor operasi serta operasi rutin. Pekerja mampu melakukan pekerjaan
produksi langsung, para pekerja sel dapat melakukan tugas persiapan, memindahkan barang
setengah jadi dari bagian ke bagian lain dalam sel, melakukan perawatan pencegahan dan
perbaikan kecil, melakukan inspeksi kualitas, dan melakukan tugas pembersihan.
4. Perhatian ditujukan pada pengurangan manufacturing lead time yaitu waktu tunggu sebuah
pesanan siap dimulai pada lini produksi sampai saat menjadi produk jadi. Berkurangnya lead
time akan membuat perusahaan mampu merespon perubahan permintaan lebih baik lagi, dan
juga dapat mengurangi perubahan pesanan supplier.
5. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak
memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
6. Penekanan juga ada pada penyederhanaan aktivitas pada proses atau jalur produksi,
sehingga area dimana aktivitas yang tidak bernilai tambah terjadi akan terlihat jelas dan bisa
dieliminasi.
Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan
manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
Pemanufakturan JIT dapat mengurangi kelompok biaya tidak langsung dan mengubah
sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung. Contoh, pekerja produksi pada
pabrik JIT melakukan pemeliharaan dan set up pada pabrik. Sebelumnya aktivitas
seperti ini dilakukan oleh pekerja lain yang dikategorikan sebagai Tenaga Kerja Tidak
langsung.
b. Perubahan dalam ketelusuran langsung terhadap biaya
JIT membuat ketelusuran langsung terhadap biaya dapat ditingkatkan. Dengan Cost
effective untuk menulusuri biaya pada jalur produksi yang spesifik
• Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas tidak
langsung
Perubahan ini terkait pada meningkatkan ketelusuran biaya dan bisa dicapai dengan beberapa
cara :
Mengeliminasi aktivitas yang tidak bernilai tambah Target utama pada eliminasi di
JIT adalah :
3. Fasilitas yang menangani bahan untuk transportasi dari jalur produksi ke tempat
penyimpanan. Mesin atau workstation dihubungkan sehingga barang dapat
dipindahkan oleh pekerja atau conveyor belts yang pendek. Penekanan juga
dilakukan pada design yang mengurangi kebutuhan akan kontainer yang besar.
• Pengurangan Penekanan pada Tenaga Kerja Individual dan Varian Biaya Overhead
Pabrik yang mengimplementasikan JIT mengurangi penekanan pada penggunaan tenaga kerja
dan varian OH. Berbeda dengan pendekatan tradisional, akuntan internal khusus berupaya
membuat standar tenaga kerja dan overhead serta melaporkan varian dari standar tersebut. Pada
pabrik JIT, penekananya pada analisis varian di level pabrik dengan fokus pada tren mengenai
apa yang mungkin terjadi pada proses daripada fokus pada besar absolut varian individual.
Aspek Kunci pada JIT adalah penyederhanaan semua aktivitas yang akan berpengaruh pada
informasi Work Ticket. Ada beberapa cara penyederhanaaan work ticket pada produksi JIT.
1. Proses produksi yang diganti sehingga lebih sedikit material per produk jadi Dalam proses
analisi aktivitas akan berpengaruh pada proses produksi seperti adanya desain ulang
terhadap produk sehingga lebih sedikit bagian yangdigunakan.
2. Hanya bahan baku langsung yang dicatat pada work ticket, semua biaya lain dibebankan
pada periode tersebut.
3. Tingkat informasi rinci yang tercatat mengenai biaya tenaga kerja berkurang yaitu dengan
mempertahankan tenaga kerja langsung pada kategori biaya langsung tapi mengurangi klasifikasi
individual tenaga kerja yng akan mempermudah pencatatan informasinya.
4. Sistem Job Costing diganti menjadi proses costing atau backflush prooduct costing.
Jalur produksi yang lebih efektif pada sel manufacturing meningkatkan ketelusuran langsung
pada beberapa biaya.
Penekanan pada tenaga kerja individual dan varian OH dapat dikurangi, dimana pada JIT
penekanannya terletak pada total kinerja pabrik sehingga dapat meminimalkan keputusan operasi
disfungsional.
2. Pengurangan pada tingkat informasi rinci tercatat mengenai biaya tenaga kerja.
Sebelum produksi dilakukan, pada perusahaan yang menerapkan JIT juga melakukan
perencanaan biaya yang mana pada beberapa kasus ditemukan perencanaan biaya dilakukan
sebelum jalur produksi dibuat. Perancang produk dan insinyur pabrik terlibat penting dalam
tahap ini dalam merancang produk dan jalur produki dengan campuran biaya, kualitas, serta
fleksibilitas yang mencerminkan strategi manajemen. Pada tahap ini, sangat ditekankan pada
eliminasi aktivitas yangtidak bernilai tambah pada produk.
2. Pengurangan Biaya
Pengurangan biaya dilakuan pada saat pra-produksi dan tahap produksi. Pengurangan ini dapat
berupa :Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan, Persediaan bahan, barang dalam proses, dan
produk selesai, Waktu perpindahan, Tenaga kerja langsung dan tidak langsung, Ruangan pabrik,
dll.
3. Kontrol Biaya
Kontrol Biaya dilakukan pada saat produksi dimulai. Sumber informasi untuk aktivitaskontrol
biaya yaitu :
Ada variasi yang cukup besar dalam perubahan yang dibuat untuk kelompok biaya yang
digunakan, pemilihan basis alokasi, sistem biaya adopsi (pekerjaan, operasi, proses, atau
blackflush), dan jenis pengukuran kinerja yang digunakan dalam JIT. Aktivitas yang menambah
nilai dapat lebih ditingkatkan, dan aktivitas yang menambah nilai itu tidak bisa dihilangkan.
Namun demikian, metode JIT telah membuktikan bahwa perubahan yang berarti dalam operasi
yang mendasari kemungkinan untuk membenarkan perubahan yang sesuai dalam sistem
akuntansi. Semua biaya manufacturing pada periode akuntansi mengalir dengan cepat menjadi
cost of goods sold. Adanya perubahan yang cepat dari direct material menjadi finished goods
yang segera dijual sangat menyederhanakan sistem biaya.
BACKFLUSH COSTING
Backflush costing merupakan pendekatan yang dipersingkat atas akuntansi dari biaya
manufaktur. Backflush costing dapat diterapkan ke sistem just in time dimana diperlukan
kecepatan begitu tinggi sehingga akuntansi tradisional tidak lagi praktis. Sering sekali terjadi
ketika akuntansi tradisional akan mencatat kejadian bahan baku, tetapi pada saat yang hampir
bersamaan, produk yang sedang dicatat bahan bakunya tersebut sudah terjual di pasar sehingga
menimbulkan masalah dalam pencatatannya. Oleh karena itu, muncullah pendekatan akuntansi
terbaru berupa penyingkatan aliran biaya perusahaan manufaktur dan sangat tepat digunakan
bersamaan dengan Just In Time (JIT).
Sebuah sistem backflush costing berfokus kepada output dari sebuah organisasi dan
kemudian bekerja ke bagian belakang ketika menerapkan biaya untuk unit yang terjual dan
persediaan. Jangka waktu backflush bisa meningkat karena titik pemicu untuk entri perhitungan
biaya produk dapat ditunda sampai akhir penjualan, sampai akhirnya biaya menguat melalui
sistem akuntansi. Sebaliknya, sistem biaya produk yang umum melacak biaya melalui barang
dalam proses (WIP) sebagai akun yang difokuskan, dimulai dengan pengenalan bahan baku ke
dalam produksi.
Tujuan dari backflush costing adalah mengurangi jumlah kejadian yang diukur dan
dicatat dalam sistem akuntansi serta menunda pencatatan beberapa jurnal entry hingga akhir
masa produksi atau akhir siklus penjualan, sehingga biaya untuk penerapannya lebih rendah
dibandingka dua sistem costing lainnya (job order dan process costing). Perbedaan backflush
costing dengan job order costing dan process costing adalah kurangnya penelusuran terinci atas
biaya work in process (WIP), akun persediaan tidak lagi disesuaikan selama periode akuntansi,
tetapi saldonya dikoreksi menggunakan ayat jurnal pada akhir periode.
Metode harga pokok backflush diterapkan di perusahaan yang telah menerapkan konsep
Just In Time (JIT) untuk persediaannya. Sasaran persediaan JIT adalah maminimalkan
persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi, bahkan jika memungkinkan
persediaannya nol (Zero Inventory). Hal ini dilakukan dengan cara system tarik (Pull Systems).
Untuk me-nol-kan persediaan barang jadi dan persediaan bahan baku, perusahaan hanya
menghasilkan produk sebanyak yang dipesan pelanggan dan membeli bahan baku sebanyak yang
dibutuhkan untuk produksi. Jika pelanggan memesan 1.000 unit, perusahaan hanya memproduksi
1.0 unit, tidak lebih dan tidak kurang. Jikauntuk menghasilkan satu unit produk diperlukan 3
kg bahan baku, perusahaan hanya membeli bahan baku sebanyak 3.000 kg, tidak lebih dan tidak
kurang. Dengan kata lain, pembelian bahan baku hanya sebanyak kebutuhan produksi dan
produk yang diproduksi hanya sebanyak yang dipesan pelanggan. Agar semuanya dapat berjalan
lancer, kualitas proses produksi, kualitas bahan baku, dan kualitas pekerja harus bagus. Dengan
system tarik, perusahaan akan memungkinkan memiliki persediaan nol untuk persediaan bahan
baku dan persediaan barang jadi. Selanjutnya untuk menolkan persediaan barang dalam proses
dilakukan dengan pengurangan waktu proses. Semakin pendek waktu proses, semakin kecil
persediaan barang dalam proses yang dimiliki perusahaan.
Sebuah sistem backflush costing berfokus kepada output dari sebuah organisasi dan
kemudian bekerja ke bagian belakang ketika menerapkan biaya untuk unit yang terjual dan
persediaan. Jangka waktu backflush bisa meningkat karena titik pemicu untuk entri perhitungan
biaya produk dapat ditunda sampai akhir penjualan, sampai akhirnya biaya menguat melalui
sistem akuntansi. Sebaliknya, sistem biaya produk yang umum melacak biaya melalui barang
dalam proses (WIP) sebagai akun yang difokuskan, dimulai dengan pengenalan bahan baku ke
dalam produksi.
Tujuan dari backflush costing adalah mengurangi jumlah kejadian yang diukur dan
dicatat dalam sistem akuntansi serta menunda pencatatan beberapa jurnal entry hingga akhir
masa produksi atau akhir siklus penjualan, sehingga biaya untuk penerapannya lebih rendah
dibandingka dua sistem costing lainnya (job order dan process costing). Perbedaan backflush
costing dengan job order costing dan process costing adalah kurangnya penelusuran terinci atas
biaya work in process (WIP), akun persediaan tidak lagi disesuaikan selama periode akuntansi,
tetapi saldonya dikoreksi menggunakan ayat jurnal pada akhir periode.
Konsep Backflush Accounting adalah ketika pencatatan segala sesuatu yang berhubungan
dengan persediaan dilakukan setelah pembuatan produk telah selesai. Tujuan dari backflushing
ini adalah mengurangi jumlah kejadian yang diukur dan dicatat dalam akuntasi. Perhitungan
biaya backflush menghilangkan langkah akuntansi atau menggabungkannya dengan langkah lain,
dan beberapa akun buku besar juga dapat digabungkan. Dalam penerapan JIT, perhitungan biaya
backflush kemungkinan besar digunakan, dan semua langkah akan memberikan hasil yang
hampir sama, karena hanya sedikit unit yang ada dalam persediaan di setiap waktu.
1. Bahan baku yang diterima dari pemasok, dicatat di debet akun RIP (Raw and in Process)
2. Penggunaan tenaga kerja langsung, dicatat di debet akun Harga Pokok Penjualan
3. Komponen biaya bahan baku atas produk selesai di backflush dari RIP
4. Komponen biaya bahan baku atas produk terjual di backflush dari Barang Jadi
Overhead 25.000
Pengendali
Overhead 210.000
Pengendali biaya
Konversi 235.000
Penjualan Penjualan
Penualan Penualan
Backflush costing menekankan pada penjualan bukan penyelesaian produk utk mendorong
manajer fokus pada penjualan produk. Pencatatan akuntansi dgn metode backflush costing
adalah :
1. Penggabungan Raw material dgn work in process menjadi Raw and in-process
2. Adanya akun Raw In-Process (RIP) karena perusahaan menerapkan zero inventory
3. Komponen biaya bahan baku atas pekerjaan yang telah selesai dibackflush dari RIP
4. Komponen biaya bahan baku atas pekerjaan yang telah terjual dibackflush dari Finished Goods
5. Saldo akhir ditetapkan dalam akun persediaan dengan melakukan penyesuaian terhadap bagian
conversion cost.
6. Biaya tenaga kerja langsung dibebankan ke akun Cost Of Goods Sold (Harga Pokok
Penjualan)
7. Biaya Overhead pabrik dibebankan ke FOH control, dari FOH control dibebankan ke
COGS (Cost Of Goods Sold)
8. Penentuan harga pokok backflush dari mengeliminasi akun work in process dan
membebankan biaya produksi secara langsung pada finished goods. Backflush costing ini
berkaitan dgn sistem Just In Time Purchasing (JIT), perusahaan yg menerapkan JIT
menggunakan metode backflush costing. JIT yaitu suatu sistem tepat waktu yang dirancang
untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien
mungkin. Dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dlm proses produksi
sehingga perusahaan meyerahkan produk sesuai permintaan konsumen. Jadi, dengan metode
backflush costing membantu perusahaan dalam proses produksi yang tepat waktu. Selain itu juga
diterapkan oleh perusahaan manufaktur dgn tingkat produksinya yg sangat cepat.
PT Jakarta Solarlight menghasilkan lampu tenaga surya untuk penerangan jalan umum.
Berikut informasi yang diperoleh dari PT Jakarta Solarlight untuk bulan April 2016 :
1. Perusahaan tidak memiliki persediaan bahan baku lansung per 1 Mei 2016
2. Perusahaan tidak memiliki persediaan barang dalam proses per 1 Mei 2016 dan 31 Mei 2016
3. Perusahaan hanya memiki satu kategori biaya produksi lansung, yaitu biaya bahan baku lansung,
dan satu kategori baiay prosuksi tidak lansung, yaitu biaya konversi.Semua biaya tenaga
kerja pabrik merupakan biaya tidak lansung produk dan dimasukkan kedalam kelompok biaya
konversi
6. Pembelian bahan baku secara kredit sebanyak 4.500 kg dengan harga per kg sebesar
Rp4.000
7. Biaya konversi yang terjadi selama bulan Mei 2016 sebesar Rp35.000.000.Selisih biaya
konversi ditutup kea kun Harga Pokok Penjualan
Pertanyaan:
a. Buatlah jurnal dengan alternative 1 jika digunakan tiga titik pemicu pencatatan, yaitu pada saat
pembelian bahan baku lansung dan terjadinya biaya konversi (Tahap A), pada saat dihasilkanya
barang jadi (Tahap C), dan pada saat penjualan barang jadi (Tahap D). Kemudian buat pula arus
biaya produksinya.
b. Buatlah ayat jurnal dengan alternative 2 jika digunakan dua titik pemicu pencatatan, yaitu pada
saat pembelian bahan baku lansung dan terjadinya biaya konversi (Tahap A) pada saat penjualan
barang jadi (Tahap D). Kemudian buat pula arus biaya produksinya.
c. Buatlah ayat jurnal dengan alternative 3 jika digunakan dua titik pemicu pencatatn, yaitu pada
saat dihasilkanya barang jadi (Tahap C) dan pada saat penjualan barang jadi (Tahap D).
Kemudian buat pula arus biaya produksinya.
d. Buatlah ayat jurnal dengan alternative 4 jika digunakan satu titik pemicu pencatatan, yaitu
pada saat penjualan barang jadi (Tahap D). Kemudian buat pula arus biaya produksinya.
Jawab :
a. Jika tiga titik pemicu pencatatan yang digunakan (alternative 1), perusahaan tidak perlu
membuat jurnal untuk mencatat pemakaian bahan baku langsung dan pembebanan biaya
konversi ke produk (Tahap B). Persediaan bahan baku langsung digabung dengan persediaan
bahan baku dan barang dalam proses (material and in process inventory)
Tahap A : Mencatat pembelian bahan baku lansung dan terjadinya biaya konversi
1. Mencatat Pembelian Persediaan BB dan Rp18.000.000
BBL BDP Utang usaha Rp18.000.000
(4.500 kg x Rp4.000)
Dalam transaksi ini tidak ada selisih harga BB karena harga beli sesungguhnya sama
dengan harga standar
x Rp 15.000
Tahap D : Mencatat penjualan barang jadi, menutup biaya konversi dan menutup selisih
biaya konversi
Rugi
REFERENSI
Don R. Hansen, and Maryanne M. Mowen & Liming Guan. 2009. Cost Management Accounting
and Control Sixth Edition. South Western Cengage Learning
Horngren, Charles T, Srikant M. Datar and Madav V. Rajan. 2015. Cost Accounting A
Managerial Emphasis Fifteenth Edition. Pearson Education