Anda di halaman 1dari 10

1)

Tadi penyaji menjelaskan bahwa terdapat beberapa cara untuk mengetahui biaya
lingkungan perusahaan yaitu dengan mengadopsi sistem akuntansi konvensional,
activity based costing, full costing dan total cost. Yang saya tanyakan, diantara beberapa
cara tersebut, cara mana yang lebih akurat dalam menentukan biaya lingkungan,
terimakasih.

Jawaban:
Baik, sebelumnya kami akan menjelaskan terlebih dahulu terkait beberapa cara dalam
menentukan biaya lingkungan.
1. Activity based costing
Sistem Activity Based Costing (ABC) berfokus pada identifikasi dan pengukuran biaya-
biaya berdasarkan aktivitas-aktivitas yang terlibat dalam proses produksi. Jadi sistem ini
fokusnya dalam mengidentifikasi biaya lingkungan yang muncul berdasarkan aktivitas
yang terlibat selama proses produksinya suatu perusahaan. Sistem ABC sendiri
merupakan bagian dari akuntansi biaya konvensional yang digunakan dalam teknik full
cost assessment dan juga total cost assessment.

Kemudian, berbicara mengenai Total Cost Assessment dan Full Cost Assessment, bahwa:
- Total cost assessment (TCA) merupakan cara perhitungan biaya yang memberikan
fasilitas identifikasi dan analisis biaya yang berkaitan dengan proyek internal dan
pemeliharaan (savings) untuk mengatasi masalah-masalah bisnis.
Contohnya yang berkaitan dengan lingkungan adalah biaya terkait pengoperasian
peralatan untuk mengurangi polusi, pengolahan dan pembuangan limbah beracun, serta
pemeliharaan peralatan polusi.

Selanjutnya,
Full Cost Assessment, ini merupakan cara perhitungan biaya yang melibatkan seluruh
biaya lingkungan internal dan juga eksternal atau sosial selama proses bisnis. Pada Full
Cost Assessment ini, selain menghitung biaya lingkungan internal yang ada pada metode
Total Cost Assessment, perusahaan juga menghitung biaya lingkungan eksternal,
diantaranya: biaya pembersihan danau yang tercemar, biaya pembersihan minyak yang
tumpah, biaya pembersihan tanah yang tercemar.
Kemudian juga mencakup biaya sosial, contohnya biaya perawatan medis karena udara
yang terpolusi (kesejahteraan individu).

Dari analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa cara menentukan biaya lingkungan yang
lebih akurat adalah melalui penerapan Full Cost Assessment. Full Cost Assessment
dikatakan lebih komprehensif dikarenakan metode tersebut mempertimbangkan aspek
biaya yang lebih kompleks yakni dari segi lingkungan internal maupun eksternal atau
sosial selama proses bisnis. Sedangkan metode Total Cost Assessment tidak
mempertimbangkan lingkungan eksternal atau sosial perusahaan yang dapat
menimbulkan biaya selama proses bisnis.

2)
Dijelaskan bahwa biaya lingkungan yang muncul akibat aktivitas bisnis terkadang tidak
dapat diukur secara akuntansi. Yang saya tanyakan, apa yang menjadi tolak ukur biaya
tersebut apabila biaya tersebut tidak dapat diukur secara akuntansi, terimakasih.

Jawaban:
Benar adanya bahwa biaya lingkungan yang muncul akibat aktivitas bisnis terkadang
tidak dapat diukur secara akuntansi. Karena semakin luas cakupan perusahaannya maka
semakin sulit juga mengukurnya. Perusahaan tidak bisa menentukan dengan pasti
seberaa besar dampak yang akan ditimbulkan dari proses bisnisnya. Namun perusahaan
bisa mengestimasikan biayanya dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi awal.
Sebagaimana yang ditentukan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
sebagai berikut (Menurut penelitian Murni 2001):
1. Identifikasi
Pertama kali perusahaan hendak menentukan biaya untuk pengelolaan biaya
penanggulangan eksternality yang mungkin terjadi dalam kegiatan operasional
usahanya adalah dengan mengidentifikasi dampak dampak negatif tersebut.
Sebagai contoh misalnya sebuah Rumah Sakit yang diperkirakan akan menghasilkan
limbah berbahaya sehingga memerlukan penanganan khusus untuk hal tersebut
mengidentifikasi limbah yang mungkin
ditimbulkan antara lain: limbah padat, cair, maupun radioaktif yang berasal dari
kegiatan instalasi rumah sakit atau kegiatan karyawan maupun pasien.
2. Pengakuan
Elemen-elemen tersebut yang telah diidentifikasikan selanjutnya diakui sebagai
rekening dan disebut sebagai biaya pada saat menerima manfaat dari sejumlah nilai
yang telah dikeluarkan untuk pembiayaan lingkungan tersebut. Pengakuan biaya-biaya
dalam rekening ini dilakukan pada saat menerima manfaat dari sejumlah nilai yang telah
dikeluarkansebab pada saat sebelum nilai atau jumlah itu dialokasikan tidak dapat
disebut sebagai biaya sehingga pengakuan sebagai biaya dilakukan pada saat sejumlah
nilai dibayarkan untuk pembiayaan pengelolaan lingkungan
(PSAK 2002).
3. Pengukuran
Perusahaan pada umumnya mengukur jumlah dan nilai atas biaya biaya yang
dikeluarkan untuk pengelolaan lingkungan tersebut dalam satuan moneter yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pengukuran nilai dan jumlah biaya yang akan dikeluarkan ini
dapat dilakukan dengan mengacu pada realisasi biaya yang telah dikeluarkan pada
periode sebelumnya, sehingga akan diperoleh jumlah dan nilai yang tepat sesuai
kebutuhan riil setiap periode. Dalam hal ini, pengukuran yang dilakukan untuk
menentukan kebutuhan pengalokasian pembiayaan tersebut sesuai dengan kondisi
perusahaan yang bersangkutan sebab masing masing perusahaan memiliki standar
pengukuran jumlah dan nilai yang berbeda-beda.
4. Penyajian
Biaya yang timbul dalam pengelolaan lingkungan ini disajikan bersama sama dengan
biaya-biaya unit lain yang sejenis dalam sub-sub biaya administrasi dan umum.
Penyajian biaya lingkungan ini didalam laporan keuangan dapat dilakukan dengan nama
rekening yang berbeda-beda sebab tidak ada ketentuan yang baku untuk nama rekening
yang memuat alokasi pembiayaan lingkungan perusahaan tersebut.
5. Pengungkapan
Pada umumnya, akuntan akan mencatat biaya biaya tambahan ini dalam akuntansi
konvensional sebagai biaya overhead yang berarti belum dilakukan spesialisasi rekening
untuk pos biaya lingkungan.

Akuntansi tidak ada mengatur mengenai bagaimana pengukuran terhadap biaya


lingkungan, tetapi perusahaan bisa mengidentifikasi berapa besaran biaya lingkungan
yang mungkin muncul akibat proses bisnisnya.. Conyohnya: perusahaan laundry.
Perusahaan bisa mengestimasikan berapa besaran biaya lingkungan yg muncul sesuai
dengan periode sbelumnya apabila perusahaan mempertimbangkan dampak lingkungan
yg timbul tidak melebihi biaya pada periode sebelumnya. Namun jika dalam kasus
perusahaan menambah unit bisnis lagi, maka otomatis kegiatan operasi semakin
bertambah dan juga dampaknya terhadap lingkungan semakij besar, maka
perusahaanengidentifikasi ulang berapa tambahan biaya lingkungan yang mungkin
ditimbulkan dari penambahan unit bisnis tadi

3)
Mengapa para pelaku bisnis lebih berpegang kepada ekonomi konvensional dr pada
melaksanakan green business?

Jawaban:
Karena sistemnya lebih mudah. Ekonomi konvensional ini bersandarkan pada
maksimisasi profit, sehingga aspek ekonomi lainnya, apalagi sosial dan lingkungan
menjadi terbaikan. Konsep ekonomi konvensional yang selama ini populer digunakan
tidak memperhitungkan dimensi lingkungan berupa penyusutan (deplesi) sumberdaya
alam dan kerusakan (degradasi) lingkungan, meskipun pertumbuhan ekonomi yang
dihasilkan pada konsep ekonomi konvensional ini nyata merupakan kontribusi modal
alami terhadap pembangunan ekonomi.

4)
Apakah green accounting bisa diterapkan disemua perusahaan? Bagaimana perusahaan
dapat memilih startegi dalam green bisnisnya dengan permasalahan lingkungan hidup
perusahaan yang berbeda - beda? Adakah pengkategoriannya dalam memilih strategi
green bisnis ini?

Jawaban:
Sebenarnya tidak ada kategori baku dalam penentuan strategi green bussiness terkait
permasalahn lingkungan yang berbeda beda. Tetapi dalam hal ini prusahaan dapat
dapat mntukan strateginya sesuai dengan kondisi perusahaan terkait permasalah
lingkungannya yang diabgi menjadi 4 yaitu :
a. Lean Green
Lean Greens menuntuk menjadi bagian social yang baik, tetapi mereka tidak fokus
pada publikasi untuk menciptakan produk/ jasa yang ramah lingkungan. Meskipun
demikian, mereka termotivasi untuk mengurangi kos dan meningkatkan efisiensi
melalui aktivitas yang ramah lingkungan, dengan tujuan untuk menciptakan
persaingan yang kompetitif dalam hal produk kos-rendah, dan bukan semata untuk
keselamatan lingkungan.
b. Defensive Green
Defensive Green seringkali menggunakan green marketing sebagai pengukuran yang
preventif, suatu respon terhadap krisis atau respon terhadap kegiatan perusahaan
pesaing. Mereka berusaha untuk meningkatkan brand image dan mengatasi
kerusakan, menyadari bahwa segmen industri ramah lingkungan adalah penting dan
menguntungkan. Inisiatif lingkungan mereka mungkin serius dan berkelanjutan,
tetapi usaha untuk mempromosikan dan mempublikasikan inisiatif tersebut sporadic
dan terkadang temporer dikarenakan mereka tidak memiliki kemampuan untuk
membedakan dirinya dengan kompetitor lain pada permasalahan lingkungan hidup
tersebut. Perusahaan dalam kondisi ini akan melakukan kegiatan promosi peduli
lingkungan hidup dalam skala kecil baik untuk kegiatan-kegiatan tertentu ataupun
program-programnya. Sehingga dari sini, mereka dapat bertahan dan berargumen
manakala industri mereka dikritik oleh aktivis peduli lingkungan ataupun bahkan
pesaing.
c. Shaded Green
Shaded Green menginvestasikan dalam jangka panjang, menyeluruh proses industri
yang ramah lingkungan yang membutuhkan komitmen tinggi terhadap keuangan
dan non keuangan. Perusahaan dengan tipe ini memandang lingkungan sebagai
kesempatan untuk mengembangkan inisiatif kebutuhan-pemenuhan produk dan
teknologi yang dihasilkan dalam proses yang mengutamakan persaingan yang
menguntungkan. Mereka memiliki kemampuan untuk membedakan dirinya dengan
sebenarnya pada isu lingkungan ini, tetapi mereka memilih untuk tidak
melakukannya disebabkan mereka dapat mencari keuntungan dengan
mengutamakan permasalahan lain selain isu lingkungan. Shaded greens pada
prinsipnya mempromosikan secara langsung kelebihan yang dapat dihitung
berkaitan dengan produk mereka dan menjual produk/jasa mereka melalui saluran
yang utama. Keuntungan akan produk/ jasa yang ramah lingkungan hanya mereka
promosikan sebagai faktor pendukung saja.
d. Extreme Green
Philosofi dan nilai yang menyeluruh membentuk perusahaan dalam tipe ini. Isu
tentang produk yang ramah lingkungan diintegrasikan secara penuh ke dalam bisnis
dan proses siklus daur ulang produk perusahaan ini. Seringkali permasalahan produk
ramah lingkungan menjadi tujuan yang mengarahkan perusahaan dari hari ke hari.
Praktik yang terjadi tersebut mencakup pendekatan penentuan harga, pengelolaan
lingkungan yang berbasis pada TQM dan tentang pengelolaan untuk masalah
lingkungan. Dari keempat matrik kondisi perusahaan terkait dengan perhatian
mereka terhadap masalah lingkungan, maka tentu saja akan ikut mempengaruhi
pola pengelolaan termasuk akuntansi di perusahaan tersebut. Penerapan green
accounting jelas akan dipengaruhi oleh kondisi perusahaan tersebut.

5)
Mengapa perusahaan belum memasukkan upaya pelestarian lingkungan (CSR) sebagai
bagian integral dalam operasionalnya? Padahal dengan terlaksananya program CSR
dapat membuat reputasi yg baik bagi suatu perusahaan di mata masyarakat.

Jawaban:
Karena apabila perusahaan memasukkan upaya pelestarian lingkungan (CSR) sebagai
bagian integral dalam operasionalnya, maka akan menimbulkan biaya, yaitu biaya
lingkungan. Oleh karenanya, banyak perusahaan tidak memasukkan CSR dan biaya
lingkungan yang timbul tidak diperlakukan sebagai tambahan harga pokok produksi dan
atau tambahan biaya operasional tidak langsung. Biaya lingkungan yang timbul ini
tentunya nanti akan dibebankan pada produk yang dihasilkan. Bila biaya lingkungan ini
dibebankan pada produk yang dihasilkan, maka harga pokok produksinya akan menjadi
naik dan pada gilirannya harga jualnya tentu akan naik pula. Padahal, pada hakekatnya
biaya lingkungan adalah biaya yang muncul akibat kegiatan proses produksi yang
dilakukan oleh suatu perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa. Bila perusahaan
tidak melakukan kegiatan produksi, maka biaya lingkungan ini tidak akan muncul.

Dalam akuntansi lingkungan, terdapat beberapa komponen pembiayaan yang harus


dihitung, misalnya (Handayani, 2010):
a. Biaya operasional bisnis yang terdiri dari biaya depresiasi fasilitas lingkungan, biaya
memperbaiki fasilitas lingkungan, jasa atau fee kontrak untuk menjalankan
kegiatan pengelolaan lingkungan, biaya tenaga kerja untuk menjalankan
operasionalisasi fasilitas pengelolaan lingkungan, serta biaya kontrak untuk pengelolaan
limbah (recycling);
b. Biaya daur ulang limbah;
c. Biaya penelitian dan pengembangan (research and development) yang terdiri dari
biaya total untuk material, tenaga ahli, dan tenaga kerja lain untuk pengembangan
material yang ramah lingkungan, produk dan fasilitas pabrik.

6)
Kenapa green accounting masih kurang diketahui di Indonesia, padahal Gren accounting
sudah berkembang sejak tahun 70 an diluar negeri? Apakah adanya dampak positif yang
diberikan dari adanya Gren accounting dan bagaimana green accounting bisa mengatur
segala permasalahannya?

Jawaban:
Menurut Utomo (2.000) akuntansi lingkungan kurang populer karena kemungkinan
perusahaan-perusahaan di Indonesia memanfaatkan laporan tahunan hanya sebagai
laporan kepada pemegang saham dan kreditor atau sebagai informasi bagi calon
investor. Hadjoh dan Sukartha (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa ukuran
perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan perpengaruh positif pada besarnya
pengungkapan akuntansi lingkungan. Saymeh dan Al Shoubaqi (2015) menunjukkan
bahwa pemikiran dan tindakan para professional dibidang akuntansi masih sangat
rendah dalam hal tanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan. Sementara
penelitian Heny dan Murtanto (2001) dalam sugiono (2013) menunjukkan bahwa tingkat
pengungkapan sosial di Indonesia masih relatif rendah yaitu 42,32 %. Pengungkapan
sosial lingkungan dilakukan oleh perusahaan paling banyak ditemui pada bagian catatan
atas laporan keuangan dan tipe pengungkapan yang paling banyak digunakan adalah
tipe naratif kualitatif. Dan di Indonesia masih terdapat sebatas anggapan sebagai suatu
konsep yang rumit karena kurangnya informasi yang komprehensif bagi stakeholder
sehingga khawatir akan menimbulkan pengaruh dari penerapan dan timbulnya biaya
tambahan yang diakui sebagai beban yang dalam perspektif akuntansi konvensional
seharusnya tidak perlu dikeluarkan (Nurhayati, Brown, dan Tower, 2006). Dimana
akuntansi lingkungan belum dianggap sebagai bagian integral perusahaan, padahal
seharusnya biaya lingkungan ini timbul dari kegiatan proses produksi untuk
menghasilkan barang atau jasa.

Green accounting bisa mengatur segala permasalahannya karena green accounting


dijadikan sebagai sumber informasi yang bisa membantu manajemen dalam
pengambilan keputusan. Dari informasi tersebur perusahaan bisa meninjau kembali dan
mengevaluasi dampak operasinya terhadap lingkungan. Dengan adanya informasi
lingkungan, perusahaan bisa memutuskah pengambilan langkah atau tindakan terbaik
dalam upaya pelestarian lingkungan, yang mungkin bisa diperbaiki untuk periode bisnis
di tahun berikutnya sehingga masalah-masalah yang ditimbulkan terhadap lingkungan
bisa diantisipasi dengan cara mengatur biaya yang dikeluarkan untuk lingkungan.

7)
Bagaimana pendapat kelompok penyaji mengenai perusahaan yang melakukan
pengungkapan CSR akan tetapi tidak melakukan pengungkapan green accounting karena
masih bersifat suka rela? Apakah terdapat dampak bagi perusahaan yang melakukan hal
tersebut?

Jawaban:
Bagi beberapa perusahaan, pengungkapan CSR di bidang lingkungan sudah cukup tanpa
menerapkan akuntansi lingkungan atau pengungkapan green accounting. Hal ini
disebabkan karena dalam operasional perusahaan belum memasukkan upaya
pelestarian lingkungan sebagai fokus perusahaan, perusahaan hanya berfokus pada
profit, belum berfokus pada triple bottom line, yang terdiri dari people, profit, dan
planet.
Berdasarkan Undang-undang nomor 44 tahun 2007 yang didukung dengan peraturan
pemerintah nomor 47 tahun 2021 disebutkan bahwa perseroan yang menjalankan
kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta melaporkannya dalam
laporan tahunan. Dalam praktiknya, banyak perusahaan yang melaporkan melaporkan
kegiatan CSR nya tanpa disertai perhitungan kuantitatif yang mendukung, atau dari sisi
kualitatif saja, sehingga penerapan CSR saja pada perusahaan dianggap sudah cukup
tanpa harus menerapkan Akuntansi. Bila dilihat dari pelaksanaan CSR di Indonesia,
perusahaan yang telah melaksanakan program CSR dan melaporkannya belum bisa
dikatakan sebagai perusahaan yang telah menerapkan akuntansi lingkungan, karena isi
dari laporan CSR tersebut hanya melaporkan CSR dari sisi dari sisi kualitatif saja,
sedangkan akuntansi lingkungan lebih berfokus pada sisi kuantitatif.

Terdapat dampak bagi perusahaan yang melakukan pengungkapan CSR tetapi tidak
melakukan pengungkapan green accounting, yaitu dapat menyebabkan turunnya
profitabilitas perusahaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nada (2020). Semakin
baik perusahaan dalam melakukan mengeluarkan biaya-biaya lingkungan maka
profitabilitas perusahaan juga meningkat. Perusahaan yang baik dalam pengungkapan
green accounting seperti mengeluarkan biaya-biaya lingkungan cenderung
mendapatkan loyalitas dari para stakeholder, karena mereka merasa diuntungkan dari
adanya green accounting. Dampak positif yang diterima berbagai pihak juga merupakan
bentuk respon baik dan menguntungkan untuk perusahaan. Kepercayaan investor dan
konsumen yang meningkat karena menganggap perusahaan telah melakukan kinerja
yang baik terhadap lingkungan membuat citra perusahaan akan semakin meningkat.
Peningkatan citra perusahaan dan loyalitas konsumen ini juga akan meningkatkan
profitabilitas perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai