“Just In Time”
Kelompok 2
1. Delis Handayani (C1C019007)
2. Sinta Pebriawati (C1C019008)
3. Ayu Fadillah (C1C019009)
4. Azmi Rosayda (C1C019014)
5. Zalfadiena Rahma A (C1C019052)
6. Aulia Bella Marinda (C1C019058)
7. Nafisha Nur Divani (C1C019067)
8. Syifa’ Ibnatu S (C1C019092)
9. Seli Febriastuti (C1C019110)
10. Annisa Dyah Ayu W (C1C019112)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2021
1. Definisi
Menurut Hilton, Maher, Selto, Just in time (JIT) adalah The objective of
just-in-time (JIT) processes is to purchase, make, and deliver services and
products just when needed. Dapat diartikan bahwa tujuan dari proses Just in time
(JIT) adalah untuk membeli, membuat dan memberikan jasa dan produk hanya
ketika dibutuhkan, yang bermaksud mendapatkan jumlah barang yang tepat di
tempat yang tepat dan waktu yang tepat.
Perusahaan yang menggunakan JIT dapat mengurangi atau berpotensi
menghilangkan biaya inventaris. Biaya inventaris membawa adalah biaya
menerima, penanganan, penyimpanan, dan persediaan yang terjamin. JIT juga
merupakan seperangkat teknik untuk meningkatkan produktivitas, meningkatkan
kualitas, dan mengurangi operasi. Filosofi manajemen dalam menggunakan JIT
untuk menghindari pembuangan limbah dan kegiatan tambahan yang tidak
bernilai, juga untuk pertumbuhan produktivitas yang berkelanjutan.
2. Konsep JIT
Konsep Just in Time merupakan sebuah konsep di mana bahan baku yang
digunakan untuk aktifitas produksi yang didatangkan dari pemasok atau suplier
tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh divisi produksi, yang mana nantinya
akan menghemat atau bahkan meniadakan biaya persediaan.
Konsep JIT dalam proses manufaktur harus benar-benar disesuaikan
dengan organisasi yang akan menerapkan konsep tersebut. Hal ini pun yang
tercermin dalam aspek-aspek budaya yang terkait munculnya JIT di Jepang,
seperti para pekerja yang harus memiliki motivasi tinggi untuk terus melakukan
perbaikan dari waktu ke waktu ataupun menetapkan standar yang lebih tinggi.
Perusahaan harus berfokus pada upaya pengembangan kelompok yang akan
melibatkan berbagai kombinasi dari bakat dan juga pengetahuan, kemampuan
memecahkan masalah serta ide-ide untuk mencapai tujuan bersama.
Konsep JIT manufacturing memang berfokus pada pengurangan waste dan
pengurangan biaya produksi. Dari sudut pandang etika nya, mengurangi waste
dan biaya produksi di sini artinya mampu memberikan harga yang rendah namun,
tetap memberikan nilai yang lebih baik bagi konsumen.
Dalam pelaksanaan konsep JIT terdapat empat hal pokok yang harus dipenuhi :
a. Produksi JIT adalah memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada saat
dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan;
b. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis
yang tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya;
c. Tenaga kerja fleksibel, artinya mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai
dengan fluktuasi permintaan;
d. Berpikir kreatif, inovatif serta selalu menerima masukan atau saran dari
karyawan
Maka dari itu untuk mencapai empat konsep tersebut perlunya diterapkan sistem
dan metode :
a. Metode kelancaran dan kecepatan produksi untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan permintaan
b. Sistem kanban untuk mempertahankan produksi JIT
c. Optimalisasi waktu penyiapan untuk mengurangi waktu pesanan produksi;
d. Tata letak proses dan pekerja fungsi ganda untuk konsep tenaga kerja yang
fleksibel;
e. Aktifitas perbaikan lewat kelompok kecil dan sistem saran untuk
meningkatkan skills tenaga kerja;
f. Sistem manajemen fungsional untuk mempromosikan pengendalian mutu
ke seluruh bagian perusahaan.
3. Elemen JIT
a) Tingkat persediaan yang minimal Sistem JIT memotong biaya dengan
mengurangi :
Ruang yang dibutuhkan untuk penyimpanan bahan baku
Jumlah penanganan bahan baku
Jumlah persediaan yang usang.
b) Pembenahan tata letak pabrik
c) Arus Lini
Jalur fisik yang dilewati oleh sebuah produk pada saat bergerak melalui proses
pabrikasi dari penerimaan bahan baku sampai ke pengiriman barang jadi.
d) Pengurangan Setup Time
Masa pengesetan mesin (setup time) adalah waktu yang dibutuhkan untuk
mengubah perlengkapan, memindahkan bahan baku, dan mendapatkan formulir
terkait dan bergerak cepat untuk mengakomodasikan produk unsure yang berbeda.
e) Kendali Mutu Terpadu (Total Quality Control)
TQC berarti bahwa perusahaan tidak akan memperbolehkan penerimaan
penerimaan komponen dan bahan baku yang cacat dari para pemasok, pada BDp
maupun pada barang jadi.
f) Tenaga kerja yang fleksibel
Tidak ada industri yang menerapkan pull dan push system secara terpisah.
Ada contoh lain yang lebih ekstrim, Industri sepatu yang memiliki kontrak
memproduksi sepatu Nike, Adidas, Reebok, Mizuno, Filla, New Balance, dan
branded shoes yang lain adalah bentuk industri yang menerapkan konsepMake
To order (MTO) dengan sempurna, perusahaan-perusahaan ini tidak akan
memproduksi sepatu yang belum dipesan. Karena produksi sepatu sangat
tergantung dengan season (musim), gender (man, woman), usia (baby, child,
mature), ditambah lagi dengan syarat size (ukuran), dan spesifikasi unik lainnya
yang rasanya sulit bagi mereka untuk sengaja membuat stock finish good. Apakah
perusahaan sepatu menerapkan Pull System secara murni? Bagaimana dengan
realita di lapangan? sejauh pengamatan saya, tidak (mungkin) ada perusahaan
yang bisa menerapkan system Pull atau Push secara sempurna. Anda akan bilang,
bagaimana dengan Toyota? jawaban saya seperti ini, sebagai Assembling Proses
benar Toyota melakukan proses berdasarkan tingkat pesanan. Lantas bagaimana
dengan Produksi Suku Cadangnya? bukankah penentuan buffer stocknya berdasar
forecast? Lalu, bagaimana dengan perusahaan-perusahaan pensuplay parts, misal
perusahaan Ban, kabel, Jok, Mur Baut, busa, filter oil, busi, kaca temper, hingga
sticker. Saya sangat yakin perusahaan-perusahaan pensuplay ini harus memiliki
stock material seperti karet alam, carbon black, Syntetic Rubber, Besi, aluminium,
kaca dan lain-lain, karena terkait dengan jarak yang relatif jauh antara produsen
dan pabrik, beberapa material memiliki harga yang fluktuatif, mengoptimalkan
biaya pembelian.
Sekali lagi, beberapa material tetap harus memiliki stock inventory dalam
batas optimum untuk memberikan jaminan kelancaran suplay saat proses
produksi.
Bagaimana dengan push murni (pure push)? jika perusahaan ini
memonopoli pasar (seperti Bulog, Garam, dll) penerapan push murni sangat ideal
dilakukan, karena fokusnya lebih pada volume produksi, seberapapun
quantitynya pasar masih bisa menyerap. Akan tetapi dalam situasi kompetisi,
yang menuntut produk memiliki “keunikan” fitur, nilai tambah, dan lebih
“customize”, akan sangat sulit untuk survive jika mengadopsi Push System.
9. Kelemahan JIT
Dari kelebihan atau keunggulan yang bisa didapatkan dengan menerapkan
sistem produksi just in time tersebut, perlu juga dipertimbangkan adanya
kelemahan atau keterbatasan bila menerapkan produksi just in time, yaitu :
a. Perlu adanya kesamaan persepsi dan kesepakatan atau kontrak yang dibuat
yang menyatakan bahwa produksi yang akan dijalankan menggunakan
sistem JIT. Kesepakatan tersebut harus diketahui oleh semua pihak yang
terlibat di dalamnya baik antara pihak manajemen dan pekerja maupun
antara perusahaan dengan pemasok atau konsumen. Apabila tidak terjadi
kesepakatan sebelumnya, dikhawatirkan akan mengalami hal-hal berikut
ini:
● Pemasok terlambat memasok barang, maka produksi akan terhenti
karena tidak memiliki cadangan persediaan.
● Antara pekerja dan manajemen tidak ada pengertian yang sama
mengenai produksi just in time, maka sasaran yang telah
ditetapkan tidak akan tercapai.
● Antara perusahaan dengan pemasok terjadi keretakan, dimana
masing-masing pihak melanggar ketentuan yang berlaku
b. Sistem produksi just in time menuntut para pekerja untuk bekerja lebih
giat agar target tercapai. Jika diperlukan, bekerja lembur atau malam hari
di luar jam kerja diperlukan agar volume produksi yang diminta pelanggan
terpenuhi.
c. Untuk mempercepat proses produksi, perusahaan membutuhkan pemasok
yang tidak hanya mampu memasok bahan baku yang berkualitas, namun
lokasinya dekat dengan pabrik sehingga keterlambatan pengiriman bahan
baku dapat dihindari.
d. Sistem Produksi Just In Time tidak memiliki toleransi terhadap kesalahan
atau “Zero Tolerance for mistakes” sehingga akan sangat sulit untuk
melakukan perbaikan atau pengerjaan ulang pada bahan-bahan produksi
ataupun produk jadi yang mengalami kecacatan. Hal ini dikarenakan
tingkat persediaan bahan-bahan produksi dan produk jadi yang sangat
minimum.
e. Biaya transaksi akan relatif tinggi akibat frekuensi transaksi yang tinggi.
10. Kasus
Penerapan JIT Pada Perusahaan Toyota
JIT pada pabrik-pabrik Toyota memiliki nama sendiri yakni dengan nama
Toyota Production System (TPS). TPS ini mengendalikan produksi dengan sistem
Kanban. Pada Toyota Production System (TPS) penghapusan kesia-siaan
dinamakan dengan penghapusan limbah. TPS diuji dan dicoba selama bertahun-
tahun untuk meningkatkan efisiensi didasarkan pada konsep Just-in-Time
dikembangkan oleh Kiichiro Toyoda, pendiri (dan presiden kedua) dari Toyota
Motor Corporation. Kiichiro Toyoda, yang mewarisi filosofi ini, ingin
mewujudkan keyakinannya bahwa "kondisi ideal terjadi ketika mesin, fasilitas,
dan orang-orang bekerja sama untuk menambah nilai tanpa menghasilkan limbah
apapun”. Dengan metodologi dan teknik ini sehingga dapat menghilangkan
limbah antar proses, hasilnya adalah Just In Time (JIT).