Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

   Kemajuan teknologi yang sangat pesat, pada perusahaan manufaktur mengakibatkan


berkurangnya pemakaian tenaga kerja langsung disatu sisi, namun disisi lain memerlukan
pengeluaran investasi yang relative besar untuk menggunakan peralatan modern. Karena
keterbatasan dana masih banyak perusahaan yang menggunakan prosedur yang tradisional untuk
menghadapi kemajuan teknologi itu sendiri. Namun masyarakat di Negara maju seperti Jepang
khususnya komunitas manufaktur mulai mengembangkan suatu system yang disebut Just In
Time, dimana sistem ini dilatar belakangi oleh pemborosan- pemborosan tenaga kerja, ruangan
dan waktu industri, yang terjadi dikarenakan adanya persediaan (inventory) sehingga biaya
produksi menjadi lebih tinggi.
   Keunggulan suatu perusahaan terhadap para pesaingnya ditentukan oleh faktor-faktor  yaitu
waktu, mutu, biaya dan sumber daya manusia. Waktu merupakan salah satu faktor penentu
unggulan daya saing. Jika suatu perusahaan ingin unggul dari faktor waktu maka perusahaan
harus dapat melayani permintaan konsumen tepat waktu, mengeliminasi atau mengurangi waktu
untuk aktivitas yang tidak bernilai tambah, dan mengefisiensikan waktu untuk aktivitas bernilai
tambah. Salah satu alat agar perusahaan mempunyai keunggulan dari segi faktor waktu adalah
dengan mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep JIT.
   Operasi JIT merupakan suatu pendekatan untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi segala
macam sumber pemborosan dalam aktivitas produksi, dengan memberikan komponen produksi
yang tepat serta pada waktu dan tempat yang tepat. Operasi JIT memproduksi komponen
produksi tepat pada waktu memenuhi kebutuhan produksi, sedangkan Operasi Tradisional
memproduksi komponen produksi dalam jumlah besar dengan maksud untuk mengantisipasi
kalau- kalau terjadi sesuatu.
B. RUMUSAN MASALAH

     Dari latar belakang tersebut, kami merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Just In Time?


2. Apa prinsip dasar Just In Time?
3. Apa saja kritik terhadap Just In Time?
4. Apa manfaat Just In Time?
5. Bagaimana persyaratan Just In Time?
6. Bagaimana perumusan Just In Time?

C. TUJUAN

1. Mengetahui tentang definisi Just In Time.


2. Mengetahui tentang prinsip dasar Just In Time.
3. Mengetahui tentang kritik terhadap Just In Time.
4. Mengetahui tentang manfaat Just In Time.
5. Mengetahui tentang persyaratan Just In Time.
6. Mengetahui tentang perumusan Just In Time.
7. Mengetahui tentang hubungan Just In Time dengan Total Quality Management.
8. Mengetahui tentang strategi implementasi Just In Time.
9. Mengetahui tentang keuntungan pembelian dengan konsep Just In Time.
10. Mengetahui tentang keuntungan produksi dengan konsep Just In Time.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Just in time (JIT)

Ø  Just in time adalah sebuah filosofi yang sangat luas yang menekankan penyederhanaan dan
terus mengurangi limbah di daerah masing-masing dan setiap aktivitas bisnis.

Ø  Just in time adalah filosofi yang dipusatkan pada pegurangan biaya melalui eliminasi
persediaan.

Eliminasi persediaan ke tempat penyimpan dan biaya penyimpanan, tetapi sekaligus juga
mengeliminasi perlindungan atas kesalahan produksi dan ketidakseimbangan yang diberikan
oleh persediaan. Akibatnya, beban kerja yang berkualitas tinggi dan seimbang diperlukan dalam
system JIT untuk menghindari penghentian produksi yang akan mmenimbulkan biaya yang
mahal dan membuat sakit hati pelanggan (konsumen). JIT sering kali didefinisikan dengan usaha
untuk mengeliminasi pemborosan dalam segaa bentuknya, dan merupakan bagian yang penting
dalam banyak usaha manajemen mutu total (total quality manajement).   

Tujuan utama dari just in time (JIT) adalah JIT agar selaras dengan manajemen kualitas total
(TQM). Fokus utama adalah pada penghapusan limbah dan kegiatan non nilai tambah, dan
produksi barang-barang yang memiliki 'cacat nol'. Dalam nada yang serupa dengan TQM,
filosofi just-in-time berfokus pada pelanggan - pada waktu pengiriman produk pada setiap
kesempatan sangat penting.

            Prinsip-prinsip JIT dapat diterapkan dalam memperbaiki pemeliharaan rutin (seperti


lokasi dan pengaturan alat-alat, cetakan, dan perlengkapan, yang digunakan bersama-sama
dengan mesin produksi). Disamping itu, juga berguna untuk mengelola pekerjaan dalam suatu
kantor, binsis, jasa atau department jasa di suatu pabrik, dalam menurunkan kebutuhan
persediaan dalam pabrik atau ritel dan bebagai aspek lain dari pekerjaan. Implementasi JIT di
Amerika serikat merupakan fenomena bangsal, tetapi JIT itu sendiri bukan merupakan suatu hal
yang bangsal. Enam puluh tahun yang lalu, buku Henry Ford berjudul Today and
Tomorrow menjelaskan sistem produksi JIT. Perusahaan otomotif di Jepang mengembangkan
system ini di tahun 1950-an. Operasi dari sebuah negara kecil secara geografis terisolasi dengan
sedikit sumber daya alam dan dengan ruang lahan yang langka, kerugian produsen Jepang relatif
lebih kecil dibandingkan dengan beberapa pesaing mereka di barat. JIT berevolusi sebagai
tanggapan terhadap keterbatasan sumber daya. Di mana manajemen dari suatu organisasi adalah
mempertimbangkan pelaksanaan filosofi just in waktu mereka harus memberikan pertimbangan
yang rinci sebagai berikut:

·         Keterlibatan karyawan harus secara aktif didorong. Hal ini akan membantu untuk
mengurangi tingkat keengganan untuk berpartisipasi dalam program manajemen perubahan yang
akan sangat penting untuk keberhasilan transisi hanya-dalam-waktu operasi. Keberhasilan
operasi just-in-time mensyaratkan bahwa pekerja memiliki fleksibilitas baik sikap dan bakat.
Pekerja mungkin secara individual bertanggung jawab untuk memastikan kepatuhan terhadap
tingkat kualitas yang ditentukan dan manufaktur dapat diatur sedemikian rupa bahwa peran
individu akan berubah secara signifikan.

·         Persyaratan fundamental untuk menjamin bahwa tingkat kualitas memuaskan pelanggan.

·         Fokus konstan pada penyederhanaan produk dan proses dalam rangka untuk
memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia.

·         Penciptaan beban pabrik seragam yang akan memungkinkan kecepatan pembuatan untuk
cermin permintaan pelanggan.

·         Meminimalkan set-up kali sebagai nilai tambah tidak ada pada saat ini dalam proses
manufaktur.

·         Tata letak pabrik yang akan diadopsi. Mayoritas pabrik yang beroperasi just-in-time
operasi manufaktur telah mengadopsi layout berbentuk U mesin. Tata letak ini memfasilitasi
aliran komponen, sehingga meminimalkan aktivitas transportasi sambil memaksimalkan
efisiensi.

·         Operasi dari sistem 'menarik' yang menghasilkan produk untuk saat ketika mereka
dibutuhkan oleh pelanggan. Ini adalah perubahan lengkap dari tradisional 'push' melalui produksi
yang tidak dapat digambarkan sebagai berfokus pada pelanggan!
·         Kebutuhan mendasar untuk hubungan baik dengan pemasok, menempatkan penekanan
pada fleksibilitas dan saluran komunikasi yang baik.

            Just-in-time manufaktur memungkinkan pembelian, produksi, dan penjualan terjadi


secara berurutan dengan saham yang dipertahankan pada tingkat minimum. Ketiadaan saham
membuat keputusan mengenai biaya-arus asumsi (seperti rata-rata tertimbang atau pertama-in,
first-out) atau saham metode biaya (seperti biaya penyerapan atau marjinal) tidak penting. Hal ini
karena semua biaya manufaktur disebabkan aliran periode langsung ke harga pokok penjualan.
Biaya pekerjaan disederhanakan oleh konversi yang cepat dari bahan baku langsung menjadi
barang jadi yang kemudian dijual segera.

            Sistem biaya tradisional dan standar biaya sebagai produk melacak lulus dari bahan baku,
untuk bekerja di kemajuan, untuk barang jadi, dan akhirnya ke penjualan. Sistem seperti ini
disebut 'sistem pelacakan berurutan' karena catatan akuntansi sistem terjadi dalam urutan yang
sama seperti pembelian dan produksi. Dimana upaya manajemen untuk melacak bahan langsung
dan waktu kerja untuk operasi individu dan produk, kemudian pelacakan berurutan dapat
membuktikan menjadi sangat mahal. Implementasi dari filosofi just-in-waktu akan menyebabkan
perubahan dalam peran akuntan manajemen. Hal ini karena teknik akuntansi manajemen
tradisional yang diberikan tidak tepat karena ketidakcocokan mereka untuk digunakan dalam
hubungannya dengan hanya-di-waktu operasi. Sebagai contoh, analisis varians tradisional
berfokus pada memaksimalkan pemanfaatan kapasitas ketika mencoba untuk meminimalkan
biaya.

            Minimalisasi biaya akan selalu tetap menjadi pertimbangan penting. Namun, fokus telah
bergeser ke apresiasi nilai sementara berusaha untuk meminimalkan biaya. Oleh karena itu
diperlukan manajemen untuk menyediakan informasi keuangan dan non-keuangan mengenai
kinerja pemasok, pengiriman tepat waktu, waktu siklus, dan jumlah barang cacat diproduksi.

JIT dan Kecepatan

            Ada hubungan penting dan langsung antara ukuran proses produksi dan kecepatan
produksi. Jika 1.000 unit di produksi per hari, dari 2.000 unit berada dalam proses setiap waktu,
maka satu unit memakan waktu rata-rata dua hari (2.000 = 1.000) untuk melewati sistem. Hal ini
dideskripsikan sebagai throughput time selama 2 hari. Jika kecepatan sistem kemudian
digandakan agar throughput time hanya selama satu hari, dengan output yang sama sebesar 1.000
unit per hari, maka hal ini akan dicapai apabila hanya ada 1.000 unit dalam proses produksi.
Hubungan ini dapat dinyatakan dalam cara lain jika tingkat outpu tetap sementara jumlah unit
dalam proses diturunkan separuhnya, maka kecepatan sistem telah digandakan, dan sebaliknya.

            Keuntungan strategis dari peningkatan kecepatan adalah mengurangi waktu yang


diperlukan untuk memenuhi pesanan produksi. Jika kecepatan ditingkatkan sepuluh ali lipat,
rata-rata pesanan dipenuhi dalam sepersepuluh waktu. Pelanggan memperoleh layanan yang
lebih cepat atas pesanan rutin dan juga pesanan kilat. Dalam kasus ekstrim, kecepatan produksi
meningkat sedemikian rupa sehingga persediaan barang jaditidak lagi diprlukan karena semua
pengiriman dapat dibuat sesuai dengan pesanan.

B. PRINSIP DASAR JUST IN TIME ( JIT )

Untuk mengaplikasikan metode JIT maka ada delapan prinsip yang harus dijadikan dasar
pertimbangan di dalam menentukan strategi sistem produksi, yaitu:

1. Berproduksi sesuai dengan pesanan Jadual Produksi Induk

Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu setelah
diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan utamanya untuk
memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsikan
saja (Just in Time), untuk itu proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang diperlukan dan
secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan untuk menghindari terjadinya stock serta
untuk menekan biaya penyimpanan (holding cost).

2. Produksi dilakukan dalam jumlah lot (Lot Size)


Yang kecil untuk menghindari perencanaan dan lead time yang kompleks seperti halnya dalam
produksi jumlah besar. Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa dilakukan, karena hal tersebut
memudahkan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi terutama
menghadapi perubahan permintaan pasar.

3. Mengurangi pemborosan (Eliminate Waste)

Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua pemakaian
sumber-sumber input (material, energi, jam kerja mesin atau orang, dan lain-lain) tidak boleh
melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target produksi.

4. Perbaikan aliran produk secara terus menerus

(Continous Product Flow Improvement) Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses


yang menimbulkan bottleneck dan semua kondisi yang tidak produktif (idle, delay, material
handling, dan lain-lain) yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi.

5. Penyempurnaan kualitas produk (Product Quality Perfection)

Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just in Time dalam sistem produksi. Disini selalu
diupayakan untuk mencapai kondisi “Zero Defect” dengan cara melakukan pengendalian secara
total dalam setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan haruslah bisa
diidentifikasikan dan dikoreksi sedini mungkin.

6. Respek terhadap semua orang/karyawan (Respect to People)

Dengan metode Just in Time dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi kesempatan dan
otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah suatu aliran operasi bisa
diteruskan atau harus dihentikan karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja
tertentu.

7. Mengurangi segala bentuk ketidak pastian (Seek to Eliminate Contigencies)


Inventori yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi demand yang berfluktuasi dan
segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi waste bilamana tidak segera
digunakan. Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara tidak terkendali
seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek akan menyebabkan terjadinya
pemborosan bilamana tidak dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu dalam perencanaan
dan penjadualan produksi harus bisa dibuat dan dikendalikan secara teliti. Segala bentuk yang
memberi kesan ketidakpastian harus bisa dieliminir dan harus sudah dimasukkan dalam
pertimbangan dan formulasi model peramalannya.
Ketujuh prinsip pelaksanaan Just in Time dalam sistem produksi di atas bukanlah suatu
komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu pendek, melainkan harus
dibangun secara berkelanjutan dan merupakan komitmen semua pihak dalam jangka panjang.
Dalam jangka pendek, ada kemungkinan aplikasi Just in Time dalam sistem produksi justru akan
menambah biaya produksi mengikuti konsekuensi proses terbentuknya kurva belajar.
Selain prinsip dasar just in time, berikut adalah urutan penerapan teknik just in time:

 Menerapkan 5S – dasar untuk perbaikan: Dasar perbaikan ditempat kerja adalah konsep
5S yang terdiri dari Seiri (Pemilihan), Seiton (Penataan), Seiso (Pembersihan), Seiketsu
(Pemantapan), dan Shitsuke (Kebiasaan).
 Penerapan produksi satu potong untuk mencapai pengimbangan lini.
 Pelaksanaan produksi ukuran lot kecil dan perbaikan metode penyiapan.
 Penerapan operasi baku.
 Produksi lancer dengan merakit produk sesuai dengan kecepatan penjualan
 Autonomasi (“jidoka”)
 Penggunaan kartu kanban.

C. KRITIK TERHADAP JIT

     Kritik terhadap JIT antara lain :


a. Sulit suatu perusahaan yang memproduksi secara massal hanya melayani pesanan
pelanggan saja, misalnya pabrik gula, kopi, sabun dan sebagainya, dan hanya
memproduksi satu jenis produk.
b. Dalam industri sulit sekali suatu tidak memiliki persediaan, khususnya yang bahan
bakunya impor.
c. Sulit dilakukan oleh pabrik-pabrik pada umumnya yang hanya memproduksi satu macam
komoditi dengan teknologi khusus.
d. Menempatkan karyawan pada keahlian khusus pada satu jenis produk tidak mudah, dan
mungkin biayanya mahal.
e. Pada umumnya perusahaan disibukkan oleh kegiatan rutin memproduksi komoditi terus
menerus tanpa menghiraukan peningkatan ketrampilan dan pengetahuan karyawan;
mereka lebih suka membajak karyawan lain yang sudah ahli sehingga tidak perlu
mendidik dan melatih; teknologi dan metode kerja tidak begitu mudah diganti.
f. Karyawan pada umumnya bekerja atas dasar upah; mereka bekerja bukan ingin
merealisasikan bakat dan pengetahuannya tetapi mencari upah, jadi mereka pada
umumnya kurang peduli terhadap mutu produk.

D. MANFAAT JIT

a. Waktu set-up gudang dapat dikurangi. Mengatur waktu secara signifikan berkurang
dalam gudang yang akan memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan bottom line
mereka untuk melihat lebih banyak waktu efisien dan fokus menghabiskan di daerah lain.
b. Aliran barang dari gudang ke produksi akan meningkat. Beberapa pekerja akan fokus
pada daerah pekerjaannya untuk bekerja secara cepat. Arus barang dari gudang ke rak
ditingkatkan. Memiliki karyawan difokuskan pada area-area tertentu dari sistem akan
memungkinkan mereka untuk proses barang lebih cepat daripada harus mereka rentan
terhadap kelelahan dari melakukan terlalu banyak pekerjaan sekaligus dan
menyederhanakan tugas-tugas di tangan.
c. Pekerja yang menguasai berbagai keahlian digunakan secara lebih efisien. Karyawan
yang memiliki multi-keterampilan yang digunakan lebih efisien. Hal ini akan
memungkinkan perusahaan untuk menggunakan pekerja dalam situasi di mana mereka
dibutuhkan bila ada kekurangan pekerja dan permintaan yang tinggi untuk produk
tertentu.
d. Penjadwalan produk dan jam kerja karyawan akan lebih konsisten. Konsistensi yang
lebih baik dari penjadwalan dan konsistensi dari jam kerja karyawan yang mungkin. Hal
ini dapat menghemat uang perusahaan dengan tidak harus membayar pekerja untuk
pekerjaan tidak selesai atau bisa minta mereka fokus pada pekerjaan lain di sekitar
gudang yang belum tentu dilakukan pada hari normal.
e. Adanya peningkatan hubungan dengan suplyer. Peningkatan penekanan pada hubungan
pemasok / suplyer dicapai. Tidak ada perusahaan yang ingin istirahat dalam sistem
persediaan mereka yang akan menciptakan kekurangan pasokan sementara tidak
memiliki persediaan duduk di rak-rak. Persediaan terus sekitar jam menjaga pekerja
produktif dan bisnis terfokus pada omset. Memiliki manajemen berfokus pada pertemuan
tenggat waktu akan membuat karyawan bekerja keras untuk memenuhi tujuan perusahaan
untuk melihat manfaat dalam hal kepuasan kerja, promosi atau lebih tinggi bahkan
membayar.
f. Perputaran Persediaan. Kecepatan dengan perputaran terjadi melibatkan sumber daya
perusahaan cair: tunai, akan ada peningkatan laba bersih. Semakin pendek selang waktu
antara penerimaan bahan baku dan penggabungan dari mereka dalam proses manufaktur,
semakin besar profitabilitas. Filosofi persediaan diputar pada merancang sistem
persediaan yang sempurna memadukan dasar-dasar meminimalkan biaya dan
memaksimalkan keuntungan. Fundamental ini adalah laki-laki, material dan mesin sering
disebut 3ms operasi manufaktur atau persediaan, jika hasil seimbang baik dalam filsafat
JIT bisa diterapkan.

   Kecerdasan, lebih relevan berguna bahwa manajer keuangan di ujung jari mereka tentang
bisnis mereka, pelanggan, pemasok atau mitra dan operasi mereka akan memotivasi organisasi
mereka untuk membuat keputusan yang lebih baik dan meningkatkan keunggulan kompetitif
mereka dengan menerapkan konsep JIT ke persediaan atau manufaktur . JIT merupakan suatu
konsep yang dapat diterapkan pada banyak aspek dari bisnis selain persediaan atau manufaktur.
    Sebagai alat inventaris, dapat diawasi oleh manajer keuangan untuk memonitor biaya dalam
rantai nilai. JIT merupakan paradigma baru dari strategi bisnis bergeser dari manajemen
persediaan tradisional ke manajemen rantai pasokan berbasis web yang meningkatkan perputaran
persediaan dan mengurangi memegang persediaan.

E. PERSYARATAN – PERSYARATAN JUST IN TIME ( JIT )

      Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerapan JIT:

a. Organisasi Pabrik: Pabrik dengan sisitem JIT berusaha untuk mengatur layout
berdasarkan produk. Semua proses yang diperlukan untuk membuat produk tertentu
diletakkan dalam satu lokasi.
b. Pelatihan/Tim/keterampilan: JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak bila
dibandingkan dengan system tradisional. Karyawan diberi pelatihan mengenai bagaimana
menghadapi perubahanyang dilakukan dari system tradisional dan bagaimana cara kerja
JIT yaitu:

 Membentuk Aliran/Penyederhanaan: Idealnya suatu lini produksi yang baru dapat di


setup sebagai batu ujian untuk membentuk aliran produksi, menyeimbangkan aliran
tersebut, dan memecahkan masalah awal.

 Kanbal Pull System: Kanbal merupakan system manajemen suatu pengendalian


perusahaan, karena itu kanbal memiliki beberapa aturan yang perlu diperhatikan.

 Jangan mengirim produk rusak ke prosess berikutnya.


 Proses berikutnya hanya mengambil apa yang dibutuhkan pada saat dibutuhkan.
 Memproduksi hanya sejumlah proses berikutnya.
 Meratakan beban produksi.
 Menaati instruktur kanban pada saat fine tuning.
 Melakukan stabilisasi dan rasionalisasi proses.
c. Visibiltas/ pengendalian visual: Salah satu kekuatan JIT adalah sistemnya yang
merupakan system visual. Melacaknya apa yang terjadi dalam system tradisional sulit
dilakukan karena para karyawan mondar-mandir mengurus kelebihan barang dalam
prosess dan banyak rute produksi yang saling bersilangan.
d. Eliminasi Kemacetan: Untuk menghapus kemcetan, baik dalam fase setup maupun dalam
masa produksi, perlu dilakukan beberapa pendekatan yang melibatkan tim fungsi silang.
Tim ini terdiri dari berabagi departemen, seperti perekayasaan, manufaktur, keuangan
dan departemen lainnya yang relevan.
e. Ukuran Lot Kecil Dan Pengurangan Waktu Setup: Ukuran lot yang ideal bukan ukuran
yang terbesar, tetapi ukuran lot yang terkecil. Pendekatan ini pendekatan ini esuai bila
nesin-mesin digunakan untuk menghasilkan berbagai bagian atau komponen yang
berbeda yang digunakan proses berikutnya dalam tahap produksi.
f. Total Productive Maintance: TPM merupakan suatu keharusan dalam sisitem JIT. Mesi-
mesin membersihkan dan diberi pelumas secara rutin, biasanya dilakukan oleh operator
yang menjalankan mesin tersebut.
g. Kemampuan Proses, Statistical Proses Control (SPC), Dan Perbaikan Berkesinambungan.

   Kemampuan proses, SPC, dan perbaikan berkesinambungan harus ada dalam pemanufakturan
JIT, karena beberapa hal: Pertama, segala sesuatu harus bekerja sesuai dengan harapan dan
mendekati sempurna. Kedua, dalam JIt tidak ada bahan cadangan untuk kemacetan perusahaan
dan Ketiga, semua kondisi mesin harus bekerja dengan prima.

F. PERUMUSAN JUST IN TIME (JIT)

     Salah satu metode untuk mengendalikan persediaan yang modern adalah metode Just In
Timeatau bisa disebut juga JIT. Metode ini bertujuan untuk meminimalkan biaya persediaan
karena menggunakan metode JIT setiap pemesanan dari konsumen akan langsung di produksi.
Dalam JIT diusahakan persediaan nol (atau paling tidak pada tingkat yang tidak signifikan),
sehingga penilaian persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan.
Rumusan JIT yang digunakan adalah:
Dimana:
X1 : Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu.
I : Laba sebelum pajak penghasilan
F1 : Total biaya tetap
X2 : Jumlah kuantitas berbasis nonunit
V2 : Biaya variable berbasis nonunit
P : Harga jual perunit
V1 : Biaya variable perunit

H. STRATEGI IMPLEMENTASI JUST IN TIME ( JIT )

    Ada beberapa strategi dalam mengimplementasikan JIT dalam perusahaan, antara lain:

1. Startegi Penerapan pembelian Just in Time. Dukungan, yaitu dari semua pihak terutama
yang berkaitan dengan kegiatan pembelian, dan khususnya dukungan dari pimpinan.
Tanpa ada komitmen dari pinpinan tersebut JIt tidak dapat terlaksana. Mengubah sistem,
yaitu mengubah cara mengadakan pembelian, yaitu dengan membuat kontrak jangka
panjang dengan pemasok sehingga perusahaan cukup hanya memesan sekali untuk
jangka panjang, selanjutnya barang akan dating sesuai kebutuhan atau proses produksi
perubahan kita. 
2. Startegi penerapan Just in Time dalam sistem produksi. Penemuan sistem produksi yang
tepat, yaitu dengan sistem tarik yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan dengan menghilangkan sebanyak mungkin pemborosan. Penemuan lini
produksi yaitu dalam satu lini produksi harus dibuat bermacam-macam barang, sehingga
semua kebutuhanpelanggan yang berbeda-beda itu dapat terpenuhi. Selain itu lini
produksi tersebut dapat menghemat biaya, biaya bahan, persediaan, dan sebagainya. JIT
bukan hanya sekedar metode pengedalian persediaan, tetapi juga merupakan sistem
produksi system produksi yang saling berkaitan dengan semua fungsi dan aktivitas. 

I. PEMBELIAN DENGAN KONSEP JUST IN TIME ( JIT )


Pembelian dengan Konsep JIT adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara
sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau
penggunaan. Pembelian JIT dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan
aktivitas pembelian dengan cara:

a. Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber


yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.
b. Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok.
c. Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang mapan.
d. Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak bernilai tambah.
e. Mengurangi waktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan mutu.

Penerapan pembelian JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan
manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:

a. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.


b. Perubahan “cost pools” yang digunakan untuk mengumpulkan biaya.
c. Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga banyak biaya
tidak langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
d. Mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga beli secara
individual
e. Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.

J. PRODUKSI DENGAN KONSEP JUST IN TIME ( JIT )

     Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat waktu,
mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai
dengan memenuhi permintaan pelanggan.
Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya produksi dengan cara:
a. Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun
kerja) atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
b. Mengurangi atau meniadakan “Lead Time” (waktu tunggu) produksi (konsep waktu
tunggu nol).
c. Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup
mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).
d. Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi yang
tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.

Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang:

a. Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan


b. Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai
c. Waktu perpindahan
d. Tenaga kerja langsung dan tidak langsung
e. Ruangan pabrik
f. Biaya mutu
g. Pembelian bahan

Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan manajemen
dalam beberapa cara sebagai berikut:

a. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.


b. Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas tidak
langsung.
c. Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya tenaga kerja dan
overhead pabrik secara individual.
d. Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam “work tickets”.

K. PERSEDIAAN JUST IN TIME ( JIT )


    Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan
setiap bagian proses produksi bekerja sama dengan komponen-komponen lainnya. Tenaga kerja
langsung dalam lingkungan Just In Time dipertangguh dengan perluasan tanggung jawab yang
berkontribusi pada pemangkasan pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan waktu produksi.
    Perusahaan-perusahaan pabrikasi menyimpan tiga jenis persediaan: bahan baku, barang dalam
proses, dan barang jadi. Persediaan-persediaan ini dirancang untuk bertindak sebagai penyangga
sehingga kegiatan-kegiatan perusahaan tetap dapat berjalan mulus kendatipun para pemasok
terlambat melakukan pengiriman atau bilamana sebuah departemen tidak mampu beroperasi
selama beberapa waktu karena sesuatu atau hal lainnya. Persediaan-persediaan ini dirancang
untuk bertindak sebagai penyangga sehingga kegiatan-kegiatan perusahaan tetap dapat berjalan
mulus kendatipun para pemasok terlambat melakukan pengiriman atau bilamana sebuah
departemen tidak mampu beroperasi selama beberapa waktu karena sesuatu atau hal lainnya.
Namun penyimpanan persediaan-persediaan itu sudah barang tentu memakan biaya besar. Sistem
Just In Time merupakan upaya untuk mengurangi atau menghilangkan persedian.
    Perusahaan yang mengadopsi system Just In Time ke proses produksinya mestilah merancang
kembali fasilitas - fasilitas pabrikasinya dan kejadian - kejadian yang memicu proses Produksi
berdasarkan prediksi terhadap masa yang akan datang dalam sistem tradisonal memiliki resiko
kerugian yang lebih besar karena over produksi daripada produksi berdasarkan permintaan yang
sesungguhnya. Oleh karena itu munculah ide Just In Time yang memproduksi apabila ada
permintaan. Suatu proses produksi hanya akan memproduksi apabila diisyaratkan oleh proses
berikutnya. Sebagai akibatnya pemborosoan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa
perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Kedua hal tersebut menjadikan
perusahaan lebih kooperatif. Tujuan utama Just In Time adalah untuk meningkatkan laba dan
posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan
kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.

L. MENGENAL SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU ( JUST IN TIME SYSTEM )

1. Sistem Produksi Barat


Sistem produksi yang paling banyak dipakai saat ini adalah yang berasal dari Eropa dan
Amerika. Sistem produksi tersebut dikenal sebagai sistem produksi western. Ciri-ciri dari sistem
produksi ini antara lain:

 Melakukan peramalan dalam menentukan kuantitas produksi,


 Melakukan optimasi dalam penjadwalan produksi, penentuan kebutuhan bahan,
penentuan kebutuhan mesin, pekerja, dll.
 Terdapatnya departemen pengendalian kualitas,
 Terdapatnya gudang receiver dan gudang warehouse sebagai penyimpan persediaan, dll.

Secara garis besarnya adalah masih terdapatnya unsur- unsur probabilistik dalam melakukan
keputusan untuk masalah-masalah sistem produksi. Filosofi dasar dari sistem produksi western
adalah bagaimana mengoptimalkan unsur-unsur sistem produksi yang tersedia. Hal ini
memungkinkan karena negara-negara barat waktu itu masih memiliki resources yang cukup
banyak.
Pada tahun 1970-an terjadi krisis minyak bumi yang sangat mempengaruhi industri-industri barat
sebagai consumer terbesar. Sedangkan Jepang tidak begitu terpengaruh krisis tersebut karena
Jepang sudah biasa hemat dalam menggunakan resources khususnya minyak bumi. Akibatnya
industri-industri barat mengalami kemerosotan sedangkan sebaliknya di Jepang justru mulai
muncul.
Pada tahun 1980-an sistem produksi jepang mulai menunjukkan keunggulan-keunggulannya
sedangkan barat justru baru mulai merekonstruksi dan merestrukturisasi sistem produksinya baik
melalui teknik-teknik produksinya maupun manajemennya. Pada tahun 1990-an Jepang nampak
berkembang pesat dan jauh meninggalkan Eropa ataupun Amerika.

2. Sistem Produksi Jepang

Sistem produksi Jepang dikenal dengan nama Sistem Produksi Tepat-Waktu (Just In Time).
Filosofi dasar dari sistem produksi jepang (JIT) adalah memperkecil ke mubadziran (Eliminate
of Waste). Bentuk kemubadziran antara lain adalah:

a. Kemubadziran dalam Waktu, misalnya ada pekerja yang menganggur (idle


time), mesin yang menganggur, waktu transport dalam pabrik tidak efisien,
jadwal produksi yang tidak ditepati, keterlambatan material, lintasan produksi
yang tidak seimbang sehingga terjadi bottle-neck, terlambatnya pengiriman
barang, banyak-nya karyawan yang absen, dsb.
b. Kemubadziran dalam Material, misalnya terlalu banyak buangan (scraps,
chips) akibat proses produksi, banyak terjadi kerusakan material atau material
dalam proses, banyaknya material yang hilang, material yang usang, nilai material
yang menurun akibat terlalu lama disimpan, dll.
c. Kemubadziran dalam Manajemen, misalnya terlalu banyak karyawan kantor,
banyak terjadi mis-informasi antar departemen, banyaknya overlapping dalam
penugasan, pelaksanaan tugas yang tidak efektif, sulit dalam koordinasi, dll.
Jepang melakukan eliminate of waste karena jepang tidak punya resources yang
cukup. Jadi dalam setiap melakukan pengambilan keputusan terutama untuk
masalah produksi selalu menganut kepada prinsip efisiensi, efektifitas dan
produktivitas.

Untuk dapat melaksanakan eliminate waste Jepang melakukan strategi sebagai berikut:

a. Hanya memproduksi jenis produk yang diperlukan.


b. Hanya memproduksi produk sejumlah yang dibutuhkan.
c. Hanya memproduksi produk pada saat diperlukan.

M. KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN SISTEM JUST IN TIME

 Keuntungan JIT antara lain:

a. Seluruh system yang ada dalam perusahaan dapat berjalan lebih efisien.
b. Pabrik mengeluarkan biaya yang lebih sedikit untuk memperkerjakan para stafnya.
c. Barang produksi tidak harus selalu di cek, disimpan atau diretur kembali.
d. Kertas kerja dapat lebih simple.
e. Penghematan yang telah di lakukan dapat digunakan untuk mendapat profit yang lebih
tinggi misalnya, dengan mengadakan promosi tambahan.
 Kelemahan JIT

      Satu kelemahan sistem JIT adalah tingkatan order ditentukan oleh data permintaan historis.
Jika permintaan naik melebihi dari rata-rata perencanaan historis maka inventori akan habis dan
akan mempengaruhi tingkat pelayanan konsumen.

N. PERBANDINGAN SISTEM JUST INTIME DENGAN SISTEM TRADISIONAL

JIT TRADISIONAL

1. Sistem tarikan 1. Sistem dorongan


2. Persediaan tidak signifikan 2. Persediaan signifikan
3. Basis pemasok sedikit 3. Basis pemasok banyak
4. Kontrak jangka panjang 4. Kontrak jangka pendek
dengan pemasok dengan pemasok
5. Pemanufakturan berstruktur 5. Pemanufakturan berstruktur
seluler departemen
6. Karyawan berkeahlian ganda 6. Karyawan terspesialisasi
7. Jasa terdesentralisasi 7. Jasa tersentralisasi
8. Keterlibatan karyawan tinggi 8. Keterlibatan karyawan
9. Gaya manajemen sebagai rendah
penyedia fasilitas 9. Gaya manajemen sebagai
10. Total quality control (TQC) pemberi perintah
10. Acceptable quality level
(AQL)

1. Sistem tarikan dibanding sistem dorongan 

Sistem tarikan adalah system penentuan aktivitas-aktivitas berdasar atas permintaan


konsumen, baik konsumen internal maupun konsumen eksternal. Sebagai contoh dalam
perusahaan pemanufakturan permintaan konsumen melalui aktivitas penjualan
menentukan aktivitas produksi, dan aktivitas produksi menentukan aktivitas
pembelian.System dorongan adalah system penentuan aktivitas-aktivitas berdasar
dorongan aktivitas-aktivitas sebelumnya. Pembelian bahan melalui aktivitas pembelian
mendorong aktivitas produksi, dan aktivitas produksi mendorong aktivitas penjualan.

2. Persediaan tidak signifikan dibanding persediaan signifikan

Karena JIT menggunakan system tarikan maka dapat mengurangi persediaan menjadi
tidak signifikan atau sangat sedikit dan bahkan mencita-citakan nol. Sebaliknya, dalam
system tradisional, karena menggunakan system dorongan maka persediaan jumlanya
signifikan sebagai akibat jumlah bahan yang dibeli melebihi kebutuhan produksi, jumlah
produk yang diproduksi melebihi permintaan konsumen dan perlu adanya persediaan
penyangga. Persediaan penyangga diperlukan jika permintaan konsumen melebihi jumlah
produksi dan jumlah bahan yang digunakan untuk produksi melebihi jumlah bahan yang
dibeli.

3. Basis pemasok sedikit dibanding basis pemasok banyak

JIT hanya menggunakan pemasok dalam jumlah sedikit untuk mengurangi atau
mengeliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah, memperoleh bahan yang bermutu
tinggi dan berharga murah. Sedangkan system tradisioanl menggunakan banyak pemasok
untuk memperoleh harga yang murah dan mutu yang baik, tapi akibatnya banyak
aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah dan untuk memperoleh harga yang lebih murah
harus dibeli bahan dalam jumlah yang banyak atau mungkin dengan mutu yang rendah.

4. Kontrak jangka panjang dibanding kontrak jangka pendek

JIT menerapkan kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasoknya guna membangun
hubungan baik yang saling menguntungkan sehingga dapat dipilih pemasok yang
memasok bahan berharga murah, bermutu tinggi, berkinerja pengiriman tepat waktu dan
tepat jumlah serta dapat mengurangi frekuensi pemesanan. Sedangkan tradisional
menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek dengan banyak pemasok sehingga untuk
memperoleh harga murah harus dibeli dalam jumlah yang banyak atau mungkin mutunya
rendah.

5. Struktur seluler dibanding struktur departemen

Struktur seluler dalam JIT adalah pengelompokan mesin-mesin dalam satu keluarga,
biasanya kedalam struktur semilingkaran atau huruf “U” sehingga satu sel tertentu dapat
digunakan untuk melakukan pengolahan satu jenis atau satu keluarga produk tertentu
secara berurutan. Setiap sel pemanufakturan pada dasarnya merupakan pabrik mini atau
pabrik di dalam pabrik. Penggunaan struktur seluler ini dapat mengeliminasi aktivitas,
waktu, dan biaya yang tidak bernilai tambah.  Sedangkan struktur departemen dalam
system departemen adalah struktur pengolahan produk melalui beberapa departemen
produksi sesuai dengan tahapan-tahapannya dan memerlukan beberapa departemen jasa
yang memasok jasa bagi departemen produksi. Akibatnya struktur departemen
menimbulkan aktivitas-aktivitas serta waktu dan biaya-biaya tidak bernilai tambah dalam
jumlah besar.

6. Karyawan berkeahlian ganda dibanding karyawan terspesialisasi

System JIT yang menggunakan system tarikan waktu “bebas” harus digunakan oleh
karyawan struktur seluler untuk berlatih agar berkeahlian ganda sehingga ahli dalam
berproduksi dan dalam bidang-bidang jasa tertentu misalnya pemeliharaan pencegahan,
reparasi, setup, inspeksi mutu. Sedangkan pada system tradisional system karyawan
terspesialisasi berdasarkan departemen tempat kerjanya misalnya departemen produksi
atau departemen jasa. Karyawan pada departemen jasa terspesialisasi pada aktivitas
penangan bahan, listrik, reparasi, dan pemeliharaan, karyawan pada departemen produksi
terspesialisasi pada aktivitas pencampuran, peleburan, pencetakan, perakitan, dan
penyempurnaan.

7. Jasa terdesentralisasi dibanding jasa tersentralisasi

System tradisional mendasarkan pada system spesialisasi sehingga jasa tersentralisasi


pada masing-masing departemen jasa. Sedangkan pada system JIT jasa terdesentralisasi
pada masing-masing struktur seluler, para karyawan selain selain ditugaskan untuk
berproduksi tapi juga harus ditugaskan pada pekerjaan jasa yang secara langsung
mendukung produksi si struktur selulernya.

8.  Keterlibatan tinggi dibanding keterlibatan rendah

Dalam system tradisional, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan relative rendah


karena karyawan fungsinya melaksanakan perintah atasan. Sedangkan dalam system JIT
manajemen harus dapat memberdayakan para karyawannya dengan cara melibatkan
mereka atau member peluang pada mereka untuk berpartisipasi dalam manajemen
organisasi. Menurut pandangan JIT, peningkatan keberdayaan dan keterlibatan karyawan
dapat meningkatkan produktviitas dan efisiensi biaya secara menyeluruh. Para karyawan
dimungkinkan untuk membuat keputusan mengenai bagaimana pabrik beroperasi.

9. Gaya pemberi fasilitas dibanding gaya pemberi perintah

System tradisional umumnya menggunakan gaya manajemen sebagai atasan karena


fungsi utamanya adalah memerintah para karyawannya untuk melaksanakan kegiatan.
Sedangkan pada system JIT memerlukan keterlibatan karyawan sehingga mereka dapt
diberdayakan, maka gaya maanjemen yang cocok adalah sebagai fasilitator dan bukanlah
sebagai pemberi perintah.

10. TQC dibanding AQL

TQC (Total Quality Control) dalam JIT adalah pendekatan pengendalian mutu yang
mencakup seluruh usaha secara berkesinambungan dan tiada akhir untuk
menyempurnakan mutu agar tercapai kerusakan nol atau bebas dari kerusakan. Produk
rusak haruslah dihindari karena dapat mengakibatkan penghentian produksi dan
ketidakpuasan konsumen.AQL (Accepted Quality Level) dalam system tradisional adalah
pendekatan pengendalian mutu yang memungkinkan atau mencadangkan terjadinya
kerusakan namun tidak boleh melebihi tingkat kerusakan yang telah ditentukan
sebelumnya
2.     Backflush akuntansi

Karakteristik Backflushing Costing:


• Bahan baku yang diterima dari pemasok, dicatat di debet akun RIP ( Raw and in Process )
• Penggunaan tenaga kerja langsung, dicatat di debet akun Harga Pokok Penjualan
• Komponen biaya bahan baku atas produk selesai di backflush dari RIP
• Komponen biaya bahan baku atas produk terjual di backflush dari Barang Jadi
• Diperlukan penyesuaian biaya konversi

Ilustrasi:
Pembelian bahan baku
Bahan baku diterima dari supplier Rp. 812.000
Jurnal :
D: RIP Rp. 812.000
K: Utang usaha Rp. 812.000

Penggunaan bahan tidak langsung Rp. 30.000


Jurnal:
D: Pengendali Overhead Pabrik Rp. 30.000
K: Perlengkapan Rp. 30.000

Beban gaji sebesar Rp. 320.000 dicatat dan dibayar


Jurnal :
D: Beban gaji Rp. 320.000
K: Utang gaji Rp. 320.000

Distribusi beban gaji dengan perincian : tenaga kerja langsung Rp. 50.000, tenaga kerja tidak
langsung Rp. 90.000, gaji bagian pemasaran Rp. 100.000 dan gaji bagian administrasi Rp.
80.000.
Jurnal:
D: Harga pokok penjualan Rp. 50.000
D: Pengendali overhead pabrik Rp. 90.000
D: Pengendali beban pemasaran Rp. 100.000
D: Pengendali beban administrasi Rp. 80.000
K: Beban gai Rp. 320.000

Overhead pabrik yang lain meliputi : penyusutan Rp. 580.000 dan asuransi dibayar dimuka Rp.
18.000
Jurnal:
D: Pengendalian overhead pabrik Rp. 598.000
K: Akumulasi penyusutan Rp. 580.000
K: Asuransi dibayar dimuka Rp. 18.000

Overhead pabrik lain-lain meliputi: dibayar tunai Rp. 34.000 dan utang usaha sebesar Rp. 8.000
Jurnal:
D: Pengendali overhead pabrik Rp. 42.000
K: Kas Rp. 34.000
K: Utang usaha Rp. 8.000

Pengendali overhead pabrik dibebankan ke harga pokok penjualan


Jurnal:
D: Harga pokok penjualan Rp. 760.000
K: Pengendali overhead pabrik Rp. 760.000

Komponen biaya bahan baku atas produk yang telah selesai di backflush dari RIP:
Jurnal:
D: Barang jadi Rp. 809.000
K: RIP Rp. 809.000
catatan : RIP awal Rp. 40.200 + Rp. 812.000 - RIP akhir Rp. 43.200 = Rp. 809.000
Komponen biaya bahan baku atas produk yang terjual di backflush dari barang jadi.
Jurnal:
D: Harga pokok penjualan Rp. 805.400
K: Barang jadi Rp. 805.400
catatan: Barang jadi awal Rp. 168.000 + Rp.809.000 - Barang jadi akhir Rp. 171.600
= Rp. 805.400

Persyaratan baru untuk manajemen informasi telah mengharuskan perubahan dalam proses dan
metode akuntansi dalam rangka untuk memungkinkan penyediaan informasi tersebut. Hal ini
menjelaskan pertumbuhan dalam penerapan sistem akuntansi Backflush yang digunakan untuk
mendukung just in time operasi. Akuntansi Backflush berfokus pada output dari suatu organisasi
dan kemudian bekerja mundur ketika mengalokasikan biaya antara biaya pokok penjualan dan
persediaan. Hal ini dapat dikatakan bahwa akuntansi Backflush menyederhanakan biaya karena
mengabaikan kedua varians tenaga kerja dan bekerja-in-progress. Sementara di sejati just-in-time
lingkungan tidak akan ada kerja-in-kemajuan sama sekali, akan ada, dalam praktek, menjadi
sejumlah kecil pekerjaan-kemajuan dalam-dalam sistem pada setiap titik waktu.

Jumlah ini, bagaimanapun, adalah mungkin diabaikan dalam jumlah dan karenanya tidak
material dalam hal nilai. Dengan demikian, sistem akuntansi Backflush menyederhanakan
catatan akuntansi dengan menghindari kebutuhan untuk mengikuti pergerakan material dan
bekerja-di-kemajuan melalui proses manufaktur dalam organisasi. Sistem akuntansi Backflush
kemungkinan untuk melibatkan pemeliharaan bahan baku dan bekerja-in-progress rekening
bersama-sama dengan rekening barang jadi. Penggunaan biaya standar dan varians kemungkinan
akan dimasukkan ke dalam catatan akuntansi. Transfer dari bahan baku dan bekerja-in-progress
account untuk barang jadi (atau biaya penjualan) mungkin akan dibuat pada biaya standar.
Perbedaan antara input aktual dan biaya standar dari bahan baku dan barang dalam proses akan
dicatat sebagai varians sisa yang akan dicatat dalam akun laba rugi. Jadi, standar biaya penting
sekali sebagai pengganti yang baik untuk biaya yang sebenarnya jika varians besar harus
dihindari.
Akuntansi Backflush cocok untuk filosofi just in time dan digunakan dimana waktu siklus
keseluruhan relatif pendek dan tingkat persediaan yang rendah. Tentu, manajemen masih akan
bersemangat untuk memastikan penyebab dari setiap varians yang timbul dari penggunaan yang
tidak efisien bahan, tenaga kerja, dan overhead. Namun, penyelidikan jauh lebih mungkin
dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja non-keuangan yang bertentangan dengan
varians biaya rinci.

Contoh :

PT.Wallace plc memproduksi produk tunggal disebut 'Grommit'.

Transaksi untuk bulan Maret 2004 adalah sebagai berikut: 

Pembelian bahan baku $ 2.420.000

Biaya-biaya yang dikeluarkan selama bulan tersebut: 


Buruh
$ 2.420.000

Overhead $ 1.158.000 
120.000 Grommits
Barang jadi selesai pada bulan Maret
118.000 Grommits
Penjualan untuk bulan Maret

Tidak ada persediaan bahan baku awal, barang dalam proses dan barang jadi pada 1 Maret 2004.
Biaya standar dan aktual per unit output adalah $ 36 (bahan  baku $ 20, Overhead $ 9.6, dan
tenaga kerja $ 6,40).

q  Variant 1

Tabel 1
(Jurnal)

No Keterangan Debet Kredit

1 Persediaan bahan baku $ 2.420.000

Kreditor $ 2.420.000

2 Biaya-biaya $ 1.928.000

Bank $ 770.000

Kreditor $ 1.158.000

3 Barang jadi $ 4.320.000

Persediaan bahan baku $ 2.400.000

Biaya-biaya :

- Tenaga kerja ($ 6.40 × 120.000 Grommits) $ 768.000

- Overhead ($9.6 × 120.000 Grommits) $ 1.152.000

4 Biaya penjualan (118.000 × $ 36) $ 4.248.000

Persediaan barang jadi $ 4.248.000

Tabel 2 :
Menunjukkan rekening buku besar sehubungan dengan transaksi di atas. Saldo persediaan per 31
Maret 2004 adalah :

Bahan baku $ 20.000

Barang jadi $ 72.000 Saldo $  8.000 pada rekening biaya-biaya akan didebit ke
Total $ 92.000 akun laba rugi. 

Tabel 2

(Buku besar)

Persediaan bahan baku

1 Kreditor $ 2.420.000 3 Barang jadi $ 2.400.000

Bahan baku 31-03-2004 $ 20.000

Total $ 2.420.000 Total $ 2.420.000

  
Persediaan barang jadi

3 Bahan baku $ 2.400.000 4 Biaya penjualan $ 4.248.000

Biaya-biaya $ 1.920.000 Barang jadi per 31-03-2004 $ 72.000

Total $ 4.320.000 Total $ 4.320.000

Biaya-biaya

2 Bank $ 770.000 3 Biaya-biaya barang jadi $ 1.920.000


Kreditor $ 1.158.000 Biaya-biaya per 31-03-2004 $ 8.000

Total $ 1.928.000 Total $ 1.928.000

  
Biaya penjualan 

4 Barang jadi $ 4.248.000 Untuk R/L $ 4.248.000

$ 4.284.000 $ 4.248.000

BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN

Just In Time merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain untuk mencapai produksi
volume tinggi dengan menggunakan minimum persediaan untuk bahan baku, WIP, dan produk
jadi.Dalam system Just In Time (JIT), aliran kerja dikendalikan oleh operasi berikut, dimana
setiap stasiun kerja (work station) menarik output dari stasiun kerja sebelumnya sesuai dengan
kebutuhan. Berdasarkan kenyataan ini, sering kali JIT disebut sebagai Pull System (system
tarik). Dalam system JIT, hanya final assembly line yang menerima jadwalproduksi, sedangkan
semua stasiun kerja yang lain dan pemasok (supplier) menerima pesanan produksi dari subkuens
operasi berikutnya. Dengan kata lain, stasiun kerja sebelumya (stasiun kerja 1 ) menerima
pesananproduksi dari stasiun kerja berikutnya (stasiun kerja 2 ), kemudian memasok produk itu
sesuai kuantitas kebutuhan pada waktu yang tepatdengan spesifiksai yang tepat pula.
DAFTAR PUSTAKA

 Hansen, Don.R. dan Maryanne M.Mowen. 1995. Akuntansi Manajemen . Jakarta:


Erlangga.

 Simamora, Henry. 1999. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.

 Supriyono, Drs.R.A, Akuntan. 1999. Manajemen Biaya-Suatu Reformasi Pengelolaan


Bisnis. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

 Wicaksono, Armanto. 2006. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai