Manajemen Operasional III - Just in Time Fix
Manajemen Operasional III - Just in Time Fix
JUST IN TIME
Oleh :
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS (FEB)
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2022
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi telah memberikan dampak bagi berbagai perubahan di
dunia baik dalam bidang ekonomi, budaya, serta teknologi. Perkembangan
teknologi yang semakin pesat memberikan dampak tingginya percepatan sektor
ekonomi yang ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya aneka jenis industri.
Hal ini mendorong perusahaan-perusahaan untuk berlomba-lomba mempertahankan
eksistensi (Burke & El-Kot, 2010) demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Novitriami & Hastjarjo, 2015). (Novitriami & Hastjarjo, 2015)
(Heizer & Render, 2005) mengungkapkan bahwa untuk tetap
mempertahankan eksistensi dan bersaing, sebuah perusahaan harus membentuk
sebuah sistem yang unik dan lebih unggul dibandingkan kompetitornya. Jason dan
Nurcaya (2019) mengungkapkan bahwa melayani konsumen dengan cepat dan
tepat sasaran dapat menjadi salah satu nilai unggul yang dimiliki oleh sebuah
perusahaan mengingat kebutuhan konsumen yang semakin meningkat dan
bervariasi. Selain itu, meningkatkan kualitas dan menekan biaya produksi juga akan
membantu perusahaan untuk menghadapi persaingan (Jason dan Nurcaya, 2019).
Salah satu strategi yang tepat untuk mendukung penjabaran di atas adalah
strategi Just In Time (JIT). Stevenson, Hendry, dan Kingsman (2005) menyatakan
bahwa Just In Time merupakan pilihan yang paling tepat dalam melakukan
perencanaan produksi dan sistem pengawasan yang bertujuan untuk memenuhi
permintaan konsumen dan bersaing di pasar bisnis. Just In Time telah
diidentifikasikan sebagai sistem yang mencukupi kebutuhan konsumen dengan
menggunakan sumber daya yang minimum (Kinyua, 2015). Gyampah dan Gargeya
(2001) mendeskripsikan Just In Time sebagai strategi jangka panjang yang
mendukung keunggulan dan mengurangi pemborosan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dalci dan Tanis (2006), sistem
Just In Time sangat populer di seluruh dunia dikarenakan hasil dari keuntungan
yang berhasil direalisasikan oleh perusahaan manufaktur melalui sistem tersebut.
Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap perusahaan memiliki tujuan untuk
1
memaksimalkan laba (Diaz dan Retnani, 2015). Dengan menerapkan sistem Just In
Time diharapkan perusahaan dalam proses produksinya akan memiliki biaya yang
rendah, harga jual yang kompetitif, kualitas yang sesuai, dan kemampuan dalam
ketepatan waktu pengiriman hingga sampai di tangan konsumen (Putra dan Idayati,
2014).
Demi tercapainya laba secara maksimum, perusahaan harus mampu
menciptakan proses produksi yang efisien supaya dapat menekan biaya produksi.
Proses produksi yang efisien akan tercapai bila perusahaan dapat mengurangi
kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah (no added value activities)
(Suwardi, 2009). Ohno (2015) mengungkapkan bahwa sasaran utama strategi just
in time adalah mengurangi segala bentuk pemborosan yang sekiranya dapat
menghambat proses produksi dari sebuah perusahaan dan dapat menekan biaya
produksi. Just In Time merupakan proses yang menghasilkan unit yang diperlukan
dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang diperlukan (Bhushan, Aserkar,
Kumar, & Seetharaman, 2017).
Just in time mengintegrasikan seluruh pemasaran rantai pasokan,
distribusi, pelayanan pelanggan, pembelian dan fungsi produksi kedalam satu
proses terkontrol. Just In Time mensyaratkan produksi dan pengiriman produk
tertentu dalam jumlah tertentu yang dibutuhkan pada waktu yang tepat yang
dibutuhkan, mengikuti spesifikasi kualitas dan meminimalkan biaya dengan
mengeliminasi pemborosan (Claycomb,1999). Selain itu, dengan menerapkan Just
In Time diharapkan tidak ada kerusakan, cacat atau pengiriman yang kurang
lengkap dan adanya kepastian dalam kuantitas bahan yang datang dan produk yang
keluar (Germain,1994).
Maka dari itu, untuk dapat mempertahankan eksistensi, memenuhi
kebutuhan konsumen, dan mencapai laba yang maksimum, sebuah perusahaan
disarankan untuk menerapkan strategi Just In Time karena motivasi utama
mengadopsi Just In Time adalah meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan
efisiensi pengiriman sehingga konsumen bisa mendapatkan produk yang
dikehendaki dengan tepat dan cepat (Ahmad, 2003).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana filosofi dan pengertian Just In Time?
2
2. Bagaimana tujuan Just In Time partnership?
3. Bagaimana Key Success Factors Just In Time?
4. Bagaimana kelebihan dan kekurangan penerapan Just In Time?
5. Bagaimana penerapan Just In Time pada perusahaan?
C. Tujuan
1. Mengetahui filosofi dan pengertian Just In Time.
2. Mengetahui tujuan Just In Time Partnership.
3. Mengetahui Key Success Factors Just In Time.
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan penerapan Just In Time.
5. Mengetahui penerapan Just In Time pada perusahaan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
buangan. Memproduksi lebih awal atau lebih banyak daripada yang dibutuhkan
menciptakan pemborosan lain seperti biaya kelebihan tenaga kerja,
penyimpanan, dan transportasi karena persediaan berlebih.
2. Waktu tunggu (waiting time), waktu yang tidak dipergunakan untuk apapun dan
menunggu adalah buangan (tidak memberikan nilai tambah). Misalnya para
pekerja hanya mengamati mesin otomatis yang sedang berjalan, atau berdiri
menunggu tahap selanjutnya dari proses, atau menunggu alat, pasokan,
komponen, dan lain sebagainya atau menganggur saja karena kehabisan
material, keterlambatan proses, kerusakan mesin.
3. Tranportasi (transportation), pemindahan material antara pabrik atau antara
sentra kerja dan penanganan lebih dari sekali adalah buangan. Misalnya
memindahkan barang dalam proses (work in process/WIP) dari satu tempat ke
tempat lain pada suatu proses, bahkan jika hanya dalam jarak dekat.
4. Proses yang berlebih (procesing), melakukan langkah yang tidak perlu untuk
memproses komponen. Pemborosan terjadi Ketika membuat produk yang
memiliki kualitas lebih tinggi daripada yang diperlukan. Seringkali “pekerjaan”
ekstra dilakukan untuk mengisi kelebihan waktu daripada kehabisan untuk
menunggu.
5. Persediaan berlebih (inventory), bahan baku, barang dalam proses atau barang
jadi yang berlebih menyebabkan lead time yang Panjang, barang kadaluarsa,
barang rusak, peningkatan biaya transportasi, penyimpanan dan keterlambatan.
Persediaan berlebih juga menyembunyikan masalah ketidakseimbangan
produksi, keterlambatan pengiriman dari pemasok, produk cacat, waktu turun
mesin peralatan, dan waktu setup yang lebih lama.
6. Gerakan yang tidak perlu (motion), Gerakan perlengkapan atau orang yang tidak
memberikan nilai tambah adalah buangan. Misalnya meraih, mencari,
menumpuk komponen, alat, dan lain-lain. Selain itu berjalan juga merupakan
pemborosan.
7. Produk cacat (product defect), produksi komponen yang cacat atau yang
memerlukan perbaikan. Perbaikan atau pengerjaan ulang, barang rongsokan,
memproduksi barang pengganti, dan inspeksi berarti penanganan, waktu dan
upaya yang sia-sia.
5
8. Kreatifitas karyawan yang tidak dimanfaatkan. Hilangnya waktu, ide,
keterampilan, peningkatan, dan kesempatan belajar karena tidak melibatkan atau
mendengarkan karyawan anda
6
C. Tujuan Just In Time (JIT)
Menurut Blocher, Chen & Lin dalam (Sukendar, 2011), tujuan dari penerapan
Just In Time adalah untuk membeli bahan baku tepat waktu untuk digunakan dalam
proses produksi, dan untuk memproduksi dan mengantarkan barang tepat waktu
untuk dijual. Ini dapat dicapai dengan mengurangi pemborosan, mengurangi
persediaan, membangun hubungan yang baik dengan pemasok, meningkatkan
keikutsertaan pekerja, dan membuat program yang berfokus pada konsumen.
Mengenai hubungan dengan pemasok, Heizer & Render dalam (Sukendar, 2011),
menambahkan bahwa perlu adanya Just In Time partnership antara perusahaan
dengan pemasok. Tujuan dari Just In Time partnership ini adalah untuk
mengeliminasi aktivitas yang tidak perlu, mengeliminasi persediaan dalam pabrik,
mengeliminasi persediaan dalam perjalanan, dan mengeliminasi pemasok yang tidak
berkualitas.
Kemitraan JIT (JIT partnership) ada ketika pemasok dan pembeli bekerja
sama dengan sebuah sasaran bertimbal balik untuk menghilangkan pemborosan dan
menekan biaya. Hubungan seperti ini sangat kritis dalam menentukan keberhasilan
JIT. Setiap saat material disimpan, beberapa proses yang memberi nilai tambah harus
terjadi. Untuk memastikan hal ini, Xerox, seperti organisasi terkemuka lainnya
memandang pemasok sebagai sebuah perluasan organisasi mereka sendiri. Oleh
karena pandangan ini, staf Xerox mengharapkan para pemasok secara penuh merasa
terikat untuk mengadakan perbaikan sebagaimana juga Xerox. Hubungan ini
memerlukan suatu derajat keterbukaan yang tinggi dari pemasok dan pembeli
(Heizer & Render, 2016).
Suatu kemitraan JIT hadir jika pemasok dan pembeli bekerjasama dengan
komunikasi terbuka dan suatu tujuan menghilangkan buangan dan menurunkan
harga. Hubungan yang erat beserta kepercayaan sangat penting demi keberhasilan
JIT. Beberapa tujuan spesifik bagi kemitraan JIT (Heizer & Render, 2016) :
1. Menghilangkan kegiatan tidak perlu, seperti penerimaan, pemeriksaan barang
yang dating, serta pekerjaan dokumentasi yang berkaitan dengan penawaran,
penagihan, dan pembayaran.
7
2. Menghilangkan sediaan dalam pabrik dengan mengirimkan barang dalam lot-lot
yang kecil langsung ke departemen yang menggunakannya saat barang tersebut
diperlukan.
3. Menghilangkan persediaan in transit dengan mendorong pemasok dan calon
pemasok untuk memilih lokasi dekat penjualan, serta melakukan pengiriman
dalam jumlah kecil tetapi sering. Semakin pendek aliran bahan pada saluran
sumber daya, maka semakin sedikit pula jumlah persediaannya. Persediaan juga
dapat dikurangi dengan sebuah teknik yang dikenal dengan konsinya. Persediaan
konsinya adalah suatu variasi dari persediaan yang dikelola oleh vendor yang
berarti para pemasok menyimpan barang persediaan sampai pada saat barang
tersebut akan digunakan. Sebagai contoh sebuah pabrik perakitan dapat mencari
suatu pemasok perangkat keras yang bersedia menjadikan ruang persediaan
pabrik tersebut sebagai gudang dari pihak pemasok. Dengan cara ini kapanpun
perangkat keras itu diperlukan, barang tersebut dapat diperoleh langsung dari
ruang persediaan, dan pemasok tersebut dapat mengirimkan barangnya ke
pembeli lain yang mungkin lebih kecil dari ruang persediaannya itu.
4. Meningkatkan kualitas dan keandalan melalui komunikasi, kerja sama, dan
komitmen jangka Panjang.
8
Perubahan dalam bidang teknik atau spesifikasi dapat menciptakan perubahan
dalam JIT karena waktu tunggu tidak memadai bagi pemasok untuk menerapkan
perubahan seperlunya.
4. Kualitas
Produksi dengan tidak ada cacat, dianggap tidak realistis oleh banyak pemasok.
Ukuran lot kecil para pemasok sering memiliki proses yang dirancang dengan
ukuran lot besar dan melihat bahwa penyerahan yang sering kepada pelanggan
dalam lot kecil sebagai cara untuk memindahkan biaya penyimpanan kepada
pemasok.
5. Kedekatan
Bergantung kepada lokasi pelanggan, penyerahan yang sering dari pemasok
dalam lot kecil mungkin terlihat menjadi penghalang secara ekonomis.
Bagi mereka yang ragu terhadap kemitraan JIT, akan ditunjukkan bahwa hampir
setiap restoran di dunia mempraktikan JIT dan dengan sedikit dukungan dari
para staf. Banyak restoran memesan makanan untuk hari berikutnya pada
pertengahan malam untuk penyerahan pada pagi berikutnya. Mereka memesan
hanya apa yang diperlukan, untuk dikirimkan Ketika diperlukan dari pemasok
yang terpercaya.
9
b. Pemasok dekat dengan pabrik
c. Peningkatan frekuensi pengiriman dalam jumlah kecil
d. Dilakukannya kontrak jangka panjang
Supplier/pemasok dibantu dalam peningkatan kualitas serta penerapan Just In
Time yang dibangun secara bersama-sama.
2. Factor Inventory (Persediaan)
Untuk menjaga agar sistem produksi tetap berjalan dengan sempurna,
perusahaan memerlukan sejumlah persediaan minimum untuk menghadapi
kemungkinan adanya masalah atau variasi/penyimpangan (Heizer & Render,
2016).
Perusahaan pabrikasi biasanya menyimpan tiga jenis persediaan yaitu bahan
baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Just In Time memerlukan teknik
dalam mengelola inventory antara lain:
a. Menggunakan “pull system” untuk memindahkan persediaan
b. Mengurangi ukuran lot
c. Mengembangkan sistem pengiriman JIT dengan supplier
d. Mengirimkan langsung kebagian yang menggunakan
e. Mengurangi set-up time
f. Menggunakan teknologi kelompok (group technology)
3. Factor Scheduling (Penjadwalan)
Penjadwalan yang efektif dikomunikasikan baik ke dalam organisasi sendiri
maupun ke suplier di luar. Penjadwalan yang baik juga akan memperbaiki
kemampuan untuk memenuhi order konsumen, menurunkan jumlah persediaan
karena jumlah lot kecil, dan mengurangi barang dalam proses. Penjadwalan
operasi produksi merupakan penetapan waktu serta penggunaan sumber daya
dalam kegiatan operasi produksi (Heizer & Render, 2016).
a. Mengkomunikasikan jadwal dengan supplier
b. Menyusun tingkatan jadwal
c. Bakukan bagian tertentu dari skedul
d. Menyesuaikan dengan penjadwalan
e. Menghilangkan pemborosan
f. Memproduksi dalam lot/jumlah kecil
10
g. Usahakan setiap operasi memproduksi komponen yang sempurna
4. Factor Layout (Tata Letak)
Tata letak merupakan susunan dari mesin-mesin dan peralatan serta semua
komponen yang menunjang produksi dalam suatu pabrik. Tata letak yang baik
memungkinkan pengurangan pemborosan yaitu pergerakan, misalnya
pergerakan bahan baku maupun manusia (Heizer & Render, 2016).
Tata letak JIT merekam pemborosan berupa perpindahan (movement), sehingga
kita menginginkan tata letak fleksibel untuk menekan perpindahan material dan
orang. Tata letak yang fleksibel akan dapat memindahkan material secara
langsung ke tempat dimana dibutuhkan.
Tata letak JIT meliputi :
a. Membangun sel kerja untuk rumpun/ famili produk
b. Meminimalkan jarak
c. Mendesain ruang yang kecil untuk persediaan
d. Meningkatkan komunikasi pegawai
e. Menggunakan rencana “poke-yoke”
f. Membangun peralatan yang fleksibel dan gampang dipindahkan
g. Melatih tenaga kerja secara lintas keterampilan (beberapa jenis keterampilan
agar lebih fleksibel)
5. Factor Quality Management (Manajemen Kualitas)
Just In Time memiliki prinsip utama dalam pengendalian kualitas, yaitu output
yang bebas cacat adalah lebih penting dari output itu sendiri, segala kesalahan
dan kerusakan dapat dicegah dan tindakan pencegahan adalah lebih murah dari
pada pekerjaan mengulang. Dengan demikian Just In Time lebih dapat
menghemat biaya karena tidak ada pemborosan (Heizer & Render, 2016).
JIT dan kualitas terkait tiga acara:
a. JIT memotong biaya perolehan kualitas baik
Penghematan ini terjadi karena buangan, pengerjaan ulang, investasi bagi
persediaan dan biaya kerusakan terkubur dalam persediaan. JIT menurunkan
persediaan, dengan demikian lebih sedikit unit buruk diproduksi dan lebih
sedikit unit harus dikerjakan ulang. Singkatnya jika persediaan
menyembunyikan kualitas buruk, JIT dengan segera mengunggkapkannya.
11
b. JIT meningkatkan kualitas
Karena JIT menyusutkan antrean dan waktu maju, sehingga menjaga bukti-
bukti kesalahan tetap segar dan membatasi jumlah sumber-sumber kesalahan.
Sebagai dampaknya, JIT menciptakan suatu sistem peringatan dini bagi
permasalahan kualitas sehingga lebih sedikit unit buruk dihasilkan dan umpan
baik dengan segera diberikan. Keunggulan ini dapat menumbuhkan di dalam
perusahaan dan dengan penerimaan barang-barang dari vendor luar.
c. Kualitas lebih baik berarti lebih sedikit penyangga dibutuhkan
Dengan demikian sistem JIT yang lebih baik dan mudah diterapkan akan
hadir. Seringkali tujuan menyimpan persediaan adalah melindungi dari
kualitas tidak dapat diandalkan. Jika kualitas konsisten hadir, JIT
memungkinkan perusahaan mengurangi seluruh biaya terkait persediaan.
Taktik Kualitas JIT meliputi :
a. Menggunakan statistical control
b. Pemberdayaan karyawan
c. Kembangkan metode meningkat-kesalahan (seperti poke yoke, checklist, dsb)
d. Sediakan umpan balik (feedback) secepatnya
12
dicatat ke dalam persediaan, sehingga tidak diperlukan sistem pelacakan
persediaan WIP yang rumit.
Sedangkan menurut Library of Congress Cataloging-Publication Data (1999)
dalam (Sukendar, 2011) kelebihan lain Just In Time yaitu:
a. Mengurangi pekerja langsung dan tidak langsung melalui pengurangan
kegiatan tambahan
b. Mengurangi floor space dan warehouse space dari setiap unit produksi
c. Mengurangi pengaturan waktu dan penundaan jadwal sehingga perusahaan
menjadi sebuah proses produksi berkelanjutan
d. Mengurangi pemborosan, rejects, dan pengulangan pekerjaan dengan
menemukan sumber kesalahan
e. Mengurangi lead time karena ukuran lot kecil, sehingga pusat pekerjaan hilir
menyediakan timbal balik pada masalah-masalah kualitas
f. Pemanfaatan mesin dan fasilitas yang lebih baik
g. Hubungan dengan supplier yang lebih baik
h. Rencana layout yang lebih baik
i. Integrasi dan komunikasi yang lebih baik antara beberapa bagian yaitu
pemasaran, pembelian, desain, dan produksi
j. Quality control dibangun ke dalam proses
2. Kekurangan Just In Time (JIT)
Adapun kekurangan dalam penerapan Just In time (JIT) menurut Hansen &
Mowen (2003) dalam (Sukendar, 2011) adalah sebagai berikut:
a. Dibutuhkan waktu yang lama agar dapat mengimplementasikan Just In time
(JIT) dengan baik
b. Penerapan Just In time (JIT) dapat berpengaruh buruk terhadap pekerja
karena adanya perubahan alur kerja yang drastis dengan tidak adanya
persediaan
c. Munculnya resiko kekurangan barang dan kehilangan penjualan karena
tidak ada persediaan yang banyak.
Silver, Pyke & Peterson (1998) dalam (Sukendar, 2011) juga menambahkan
kekurangan-kekurangan Just In time (JIT) yaitu JIT sangat rapuh terhadap
tutupnya pabrik, lonjakan permintaan, dan kejadian tidak menentu lainnya.
13
F. Perusahaan yang Menerapkan JIT
1. TOYOTA
Toyota adalah yang pertama menerapkan JIT secara efektif pada tahun
1970 dan masih merupakan salah satu perusahaan paling sukses yang
mempraktikkan sistem JIT. Metode mereka, juga dikenal sebagai strategi
produksi Toyota, melihat bahwa bahan mentah tidak dibawa ke lantai produksi
sampai pesanan diterima dari pelanggan dan produk siap untuk dibuat. Selama
proses produksi, tidak ada bagian yang dimasukkan dalam node atau stasiun
berikutnya kecuali jika diperlukan. Ini menjaga jumlah persediaan seminimal
mungkin yang akibatnya, menurunkan biaya. Hal ini juga memungkinkan
Toyota untuk beradaptasi dengan cepat terhadap permintaan pelanggan, secara
signifikan mengurangi risiko memiliki persediaan yang berlebihan.
Faktor keberhasilan:
a. Sejumlah kecil bahan mentah disimpan di setiap stasiun produksi,
memastikan bahwa selalu ada stok persediaan yang cukup untuk memulai
produksi produk apa pun. Ini juga diisi ulang setelah digunakan.
b. Peramalan yang akurat untuk menyimpan bahan baku pada tingkat yang
benar
2. Mc Donald's
Rantai makanan cepat saji seperti McDonald's menggunakan inventaris
JIT untuk melayani pelanggan mereka setiap hari. Restoran cepat saji ini
biasanya memiliki semua yang mereka butuhkan, tetapi misalnya, jangan mulai
merakit dan membuat hamburger dan sundae mereka sampai pesanan diambil,
(kecuali untuk beberapa produk jadi pada waktu puncak). Ini menstandarisasi
proses, sehingga setiap kali pelanggan menerima pesanan, mereka mendapatkan
pengalaman konsisten yang sama.
Faktor yang berhasil:
a. Prosedur standar yang memastikan konsistensi
b. Metode JIT meningkatkan kepuasan pelanggan karena barang dibuat lebih
segar
3. Apple
14
Raksasa teknologi Apple juga telah memanfaatkan prinsip-prinsip JIT
untuk membuat proses manufakturnya sukses. Pendekatan Apple terhadap JIT
berbeda karena mereka memanfaatkan pemasok mereka untuk mencapai tujuan
JIT. Apple hanya memiliki satu gudang pusat di AS dan sekitar 150 pemasok
utama di seluruh dunia; mereka mengembangkan hubungan yang kuat dan
strategis dengan vendor mereka. Pengalihdayaan produksi ini membuat Apple
lebih ramping dan menghasilkan pemotongan biaya dan pengurangan kelebihan
persediaan. Dengan hanya satu gudang pusat di AS, sebagian besar inventaris
mereka ada di toko ritel mereka. Menambahkan lebih jauh ke campuran JIT,
Apple mulai memanfaatkan dropshipping. Akibatnya, ini mengurangi biaya
pengiriman, pemborosan, dan biaya penyimpanan.
Faktor keberhasilan:
a. Kesediaan pemasok untuk menyimpan persediaan yang memungkinkan
Apple bebas dari tanggung jawab ini
b. Memegang persediaan di toko ritel mereka
c. Pengaturan Dropshipping untuk pembelian online
Dari ketiga perusahaan tersebut diambil kesimpulan bahwa faktor keberhasilan
penerapan JIT adalah:
a. Persediaan penyangga yang digunakan untuk memulai produksi
b. Perkiraan persediaan bahan mentah yang tepat pada tahap yang benar
c. Standarisasi prosedur untuk menjaga kualitas dan menjaga kepuasan pelanggan
(food industry)
d. Distribusi produk kepada supplier atau melakukan dropshipping untuk
mengurangi biaya pengiriman dan biaya penyimpanan
Kesimpulan :
JIT membantu pemilik bisnis menghemat uang dan mengurangi pemborosan, sambil
tetap menyediakan pelanggan mereka dengan produk yang mereka inginkan dan
butuhkan pada waktu yang tepat. Karena kelebihan persediaan sangat berkurang
dengan memesan persediaan persediaan atas dasar "tepat saat Anda membutuhkan",
pemilik bisnis tidak perlu menyimpan sejumlah besar bagian persediaan untuk
mengurangi semua biaya yang terkait dengan hal ini.
15
16
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Just In Time merupakan suatu filosofi operasi manajemen, yaitu sumber daya,
kemampuan karyawan, dan fasilitas yang digunakan dalam keadaan tepat waktu.
2. Tujuan penerapan Just In Time untuk membeli bahan baku tepat waktu untuk
digunakan dalam proses produksi, dan untuk memproduksi dan mengantarkan
barang tepat waktu untuk dijual.
3. Just In Time partnership untuk mengeliminasi aktivitas yang tidak perlu,
mengeliminasi persediaan dalam pabrik, mengeliminasi persediaan dalam
perjalanan, dan mengeliminasi pemasok yang tidak berkualitas.
4. Adapun Key Success Factors JIT yaitu Supplyer (Pemasok), Invevntory
(Persediaan), Scheduling (Penjadwalan), Layout (Tata Letak), dan Quality
Management (Manajemen Kualitas)
5. JIT dapat mengurangi pemborosan dan penyimpangan proses produksi tetapi
memerlukan waktu lama dalam penerapannya dan sensitif terhadap perubahan
mendadak.
6. JIT dapat diterapkan di berbagai jenis indutri seperti industri otomotif, indutri
makanan, maupun industri elektronik.
17
DAFTAR PUSTAKA
18