Disusun Oleh:
Erwin Kurnia 223610028
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu untuk
mengetahui :
1. Konsep Just In Time
2. Implikasi Just In Time
3. Elemen Penting Sistem Just In Time
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
3
biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, kualitas dan reabilitas produk yang
lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produk akhir dan memperbaiki hubungan kerja antara
pelanggan dengan pemasok. Definisi Just In Time didefinisikan sebagai sistem manajemen pabrikasi dan
persediaan komprehensif dimana bahan baku dan berbagai suku cadang dibeli dan diproduksi pada saat
diproduksi pada saat (just in time) akan digunakan dalam setiap tahap proses produksi/pabrikasi.
Just In Time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas,
menekankan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan menghapus seluruh jenis
pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya
(baik barang maupun jasa) sesuai kehendak konsumen tepat waktu. Untuk mencapai sasaran dari sistem
ini, perusahaan memproduksinya hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan, sehingga dapat mengurangi
biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat menimbun barang.
Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam meningkatkan
produktivitas. Oleh karena itu penggunaan istilah JIT seringkali diartikan dengan “zero inventories”. JIT
pada dasarnya berusaha menghilangkan semua biaya (pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah
terhadap produk yang dihasilkan. (Efrianti, 2014, hal. 101)
JIT merupakan suatu metode pemikiran produksi yang diprakarsai oleh Jepang, konsep JIT adalah
memproduksi item yang dibutuhkan pada saat yang tepat dan dalam jumlah yang cermat. Dengan
diterapkannya JIT melalui mekanisme kanban, diharapkan dapat memecahkan permasalahan dalam
penanganan persediaan bahan baku sehingga dapat mencapai efisiensi biaya produksi dan meningkatkan
laba perusahaan. Penerapan Just In Time dapat memperbaiki aset produktivitas, pertumbuhan penjualan,
karakteristik perusahaan pada dunia bisnis modern. Just In Time hanya meminta unit yang dibutuhkan
tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan dan pada saat yang dibutuhkan. (Dania, 2015, hal. 2)
Ide-ide yang mendukung Just In Time adalah sebagai berikut: (a) Sederhana adalah lebih baik, (b)
Penekanan pada kualitas dan perbaikan yang berkesinambungan, (c) Mempertahankan persediaan yang
menjadi sumber pemborosan dan pekerjaan jelek yang tersembunyi, (d) Setiap aktivitas atau fungsi yang
tidak menambah nilai harus dihilangkan, (e) Barang diproduksi apabila dibutuhkan, (f) Pekerja harus
berketerampilan banyak dan berpartisipasi dalam memperbaiki efisiensi dan kualitas produk. Sasaran
utama just in time adalah meningkatkan produktivitas system produksi atau operasi dengan cara
menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai (pemborosan) bagi suatu produk.
Sasaran just in time menitikberatkan pada continous improvement untuk mencapai biaya produksi yang
rendah, tingkat produktivitas yang tinggi, kualitas dan realibitas produk yang lebih baik, memperbaiki
waktu penyerahan produ akhir dan memperbaiki hubungan kerja antara pelanggan dengan pemasok.
JIT memiliki 8 prinsip dasar, yaitu: (a) Seek a produce-to order production schedule, (b) Seek
unitary production, (c) Seek eliminate waste, (d) Seek continous product flow improvement, (e) Seek
product quality perfection, (f) Respect people, (g) Seek to eliminate contingencies, (h) Maintain long term
emphasis. Berdasarkan berbagai pengertian tersebut dapat diketahui bahwa eliminasi pemborosan
merupakan jantung dari IT. Dengan mengeliminasi pemborosan, maka perusahaan akan menghasilkan
produk yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah. Berdasarkan uraian diatas maka indikator JIT yang
dimunculkan adalah biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, hubungan antara
pelanggan dengan pemasok.
JIT adalah suatu filosofi bisnis yang khusus membahas bagaimana mengurangi waktu produksi
sekaligus mengurangi kegagalan produksi baik dalam proses manufaktur maupun proses non-manufaktur.
4
Istilah lain JIT adalah short-cycle atau lean manufacturing. (Witjaksono, 2013, hal. 221). JIT adalah
filosofi yang berfokus pada kegiatan pekerjaa yang dibutuhkan atau yang diminta pada saat itu juga. JIT
merupakan suatu pendekatan manufaktur yang mempertahankan bahwa produk-produk harus ditarik dari
seluruh sistem dengan adanya permintaan, dan bukannya mendorong seluruh sistem dengan skedul yang
tetap untuk mengantisipasi permintaan (a pull system). JIT berpengaruh dalam hal mengurangi persediaan
sampai pada tingkat yang sangat rendah. Usaha untuk mencapai tingkat persediaan sampai tingkat yang
tidak signifikan sangat vital bagi kesuksesan JIT. Namun demikian, gagasan untuk mencapai persediaan
yang tidak signifikan niscaya akan menentang alasan-alasan tradisional untuk menyimpan pesediaan yang
telah disebutkan sebelumnya. JIT memecahkan masalah kinerja tepat waktu dengan cara mengurangi
waktu tunggu, dan bukannya dengan meningkatkan persediaan. Waktu tunggu dalam hal ini tidak hanya
sampai pesanan diterima di perusahaan, namun sampai bahan baku diolah menjadi barang jadi (output).
Waktu tunggu yang lebih singkat akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan
pengiriman pada tanggal yang diminta oleh pelanggan dan sekaligus dapat dengan cepat menghadapi
permintaan pasar. Dengan demikian, daya saing perusahaan meningkat. JIT mengurangi waktu tunggu
dengan menghindari kegagalan mesin, kerusakan bahan baku atau suku cadang, tidak tersedianya bahan
baku atau suku cadang, dan dengan menggunakan proses manufaktur sel. Sel-sel manufaktur mengurangi
jarak perjalanan antara mesin dan persediaan.
Kebanyakan penghentian produksi terjadi karena salah satu dari tiga alasan berikut ini, yaitu:
kegagalan mesin, kerusakan bahan baku atau suku cadang, dan tidak tersedianya bahan baku atau suku
cadang. Penyimpanan persediaan merupakan salah satu solusi untuk ketiga masalah tersebut. Mereka yang
mendukung pendekatan JIT mengklaim bahwa persediaan tidak memecahkan masalah melainkan hanya
menyembunyikan atau menutup-nutupi masalah-masalah tersebut. JIT dapat memecahkan masalah dengan
menekankan pemeliharaan preventif, total kontrol kualitas, dan dengan menjaga relasi yang baik
dengan supplier. Ada terdapat empat aspek penting dalam JIT:
1. Penghapusan semua kegiatan yang tidak menambah nilai produksi atau jasa.
2. Diperlukan suatu komitmen untuk tingkat kualitas yang lebih tinggi.
3. Diperlukan suatu komitmen untuk perbaikan terus menerus dalam efisiensi kegiatan.
4. Penekanan pada penyederhanaan dan meningkatkan pengidentifikasian terhadap aktivitas yang tidak
menambah nilai.
Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa JIT adalah persediaan dengan nilai nol atau mendekati
nol, artinya perusahaan sebisa mungkin tidak menanggung biaya penyimpanan. Bahan baku akam tetap
datang pada saat dibutuhkan. Model yang demikian tentu saja pemasoknya adalah pemasok yang setia dan
profesional. Dengan model ini terjadi efisiensi biaya persediaan bahan baku.
Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam meningkatkan
produktivitas. Oleh karena itu penggunaan istilah JIT seringkali diartikan dengan “zero inventories”. JIT
pada dasarnya berusaha menghilangkan semua biaya (pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah
terhadap produk yang dihasilkan. Untuk mencapai tujuan JIT tersebut, diperlukan asumsi sebagai berikut:
1. Ukuran lot kecil
2. Konsistensi kualitas tinggi
3. Pekerja dapat diandalkan
4. Persediaan menjadi minimum atau sebisa mungkin menjadi nol
5. Mesin dapat diandalkan
5
2. Kelancaran arus bahan atau komponen dari gudang ke rak perakitan ditingkatkan. Setelah karyawan
memusat pada area spesifik dari sistem, akan memungkinkan mereka untuk memproses pengerjaan
barang dengan lebih cepat sebagai ganti dari mempunyai pekerjaan yang banyak, melelahkan, dan
menyederhanakan tugas yang ada.
3. Karyawan yang memiliki banyak keahlian, dapat digunakan secara lebih efisien. Setelah karyawan
terlatih atau terdidik bekerja pada bagian yang berbeda dalam sistem siklus sediaan, akan
memungkinkan perusahaan untuk menggunakan pekerja ketika mereka diperlukan dan pada saat terjadi
kekurangan pekerja, serta permintaan untuk produk tertentu meningkat.
4. Konsistensi yang lebih baik terhadap penjadwalan dan konsistensi penggunaan jam orang terhadap
karyawan. Jika tidak ada permintaan atas suatu produk pada waktu tertentu maka pekerja tidak perlu
dibebani pekerjaan. Hal itu dapat menyelamatkan uang perusahaan karena tidak perlu membayar
pekerja untuk pekerjaan yang belum diselesaikan dan memungkinkan mereka diarahkan pada pekerjaan
lain.
5. Penekanan peningkatan hubungan dengan pembekal. Tidak ada perusahaan yang ingin terjadi
kekurangan atas sediaan. Tidak ada perusahaan yang ingin kekurangan atas sistem persediaan mereka
dan akan menciptakan kekurangan persediaan yang dimiliki didalam rak penyimpanan. Jika perusahaan
memiliki seorang pembekal kepercayaan maka perusahaan dimungkinkan mendapat barang-barang
atau komponen yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dan memelihara nama baik
perusahaan di depan orang banyak (masyarakat).
6. Pembekal melanjutkan pemeliharaan terhadap karyawan yang produktif selama 24 jam penuh dan
kegiatan dipustkan atas keluar masuknya karyawan. Setelah manajemen memusatkan perhatian pada
batas waktu pertemuan, akan membuat karyawan bekerja keras untuk memenuhi perwujudan sasaran
persahaan dalam kaitan dengan keputusan kerja, promosi, atau bahkan upah yang lebih tinggi. (Haming,
2014, hal. 306-309)
5. Bilamana seorang pekerja menjumpai masalah pada komponen produk yang diterimanya, maka pekerja
yang bersangkutan berkewajiban untuk segera melaporkan hal tersebut pada atasannya agar segera
dapat diambil tindakan yang diperlukan.
6. Para pemasok dituntut agar mampu memproduksi sekaligus mengirimkan produk yang bebas cacat (free
defect) kapan saja diperlukan.
7. Implikasi JIT pada sistem akuntansi manajemen:
a. Bagian akuntansi manajemen wajib mendukung peralihan dari sistem konvensional menuju sistem
JIT dengan cara melakukan pemantauan, identifikasi dan komunikasi pada para pengambil
keputusan mengenai asal-muasal/sumber penundaan (delay), kesalahan (error) dan pemborosan
(waste).
b. Kegiatan klerikal akuntansi manajemen menjadi lebih sederhana, karena berkurangnya mutasi
persediaan yang harus dipantau.
8. Untuk mengukur tingkat reabilitas sistem JIT memanfaatkan ukuran berikut ini sebagai patok duga
(bench mark) efektivitas siklus manufaktur, antara lain:
a. Defect Rate
b. Cycle Time
c. Prosentasi ketetapan waktu pengiriman produ pada pelanggan
d. Akurasi perintah produksi/ pengadaan bahan
e. Perbandingan antara produksi aktual dengan rencana produksi
f. Perbandigan antara jam mesin aktual dengan jam mesin yang tersedia
9. Rasio produktivitas konvensional berkenaan dengan tenaga kerja dan mesin kerap tidak konsisten
dengan filosofi JIT.
10.Inovasi manajemen, termasuk JIT memerlukan perubahan kultur organisasi secara keseluruhan,
contohnya:
a. JIT dapat mengubah irama kerja dan disiplin kerja organisasi secara keseluruhan.
b. Perombakan tata letak pabrik (plan lay out) untuk membentuk shop, sangat mungkin memerlukan
renovasi besar-besaran yang haus diperhitungkan sebagai investasi.
11.Karena ide dasar JIT adalah minimalisasi pemborosan sekaligus keseragaman alur kerja, menyebabkan
banyak pekerja yang tidak siap dengan perubahan tersebut. Karenanya sosialisasi penerapan JIT harus
dilakukan jauh sebelum hari-H.
12.JIT sangat menekankan kerja sama tim, maka kerap dijumpai pekerja yang mengalami stress, terutama
mereka yang berasal dari lingkungan kerja yang selama ini terisolasi atau mereka yang memiliki
kepribadian yang tidak tearn orinted. (Witjaksono, 2013, hal. 227-228)
(on time to production). JIT Manufacturing menuntut ketepatan waktu produksi dan ketepatan penyerahan
produk akhir kepada pelanggan maupun produk antara dari satu tahap produksi ke tahap berikutnya. Dalam
sistem akuntansi manajemen kontemporer, produksi harus memenuhi “zero defect” yang artinya tingkat
kerusakan nol pada semua tahap siklus hidup produk. Adapun sistem tradisional, masih mentolerir tingkat
kerusakan produk atau produk cacat pada tingkat tertentu yang diperbolehkan. (Salman, 2016, hal. 13-14)
7. Supplier Networks
Just In Time sangat membutuhkan hubungan khusus antara pemasok dengan perusahaan pembeli.
Pemasok diharapkan mampu mengirim barang dalam frekuensi yang lebih banyak dengan jumlah yang
lebih kecil. Kedua belah pihak dituntut untuk dapat bekerja sama guna mencapai keberhasilan bersama di
masa mendatang.
Sistem Just In Time telah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang ada di dunia, seperti Toyota
Motor Company di Jepang yang merupakan negara pencetus dari ide ini, Dell Computer, Intel, Mc. Donald,
Black and Decker, Goodyear, dan lain-lain. Sistem ini tidak hanya bisa diterapkan di perusahaan
manufaktur saja, tetapi juga dapat diterapkan di jenis perusahaan lainnya, seperti perusahaan dagang
maupun jasa. Di Indonesia. Ada beberapa perusahaan yang telah mencoba untuk menerapkan sistem Just
In Time, seperti PT Astra Daihatsu Motor, PT Triangle Motor, PT Ardi Indah, dan lain-lain. Diantara
perusahaan-perusahaan tersebut, ada beberapa perusahaan yang telah berhasil menerapkan sistem ini,
seperti PT Astra Daihatsu Motor, perusahaan ini telah berhasil meningkatkan kualitas produknya,
mengurangi biaya, dan meningkatkan partisipasi dari pekerja-pekerjanya. Bagi perusahaan-perusahaan di
Indonesia, sistem ini merupakan suatu hal yang baru karena hanya beberapa perusahaan yang mampu
menerapkannya dengan baik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan sistem ini sulit untuk diterapkan di
Indonesia, seperti ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, dan yang paling penting adalah masalah
dana. (Agustina, 2007, hal. 139-141)
2.7 Kanban
Di Jepang, Kanban berarti “kartu”. Para pekerja menggunakan seperangkat kartu pengendali untuk
memberi tanda saat bahan dan produk harus dipindahkan dari satu operasi ke lini perakitan lainnya. Kanban
digunakan dengan JIT untuk menurunkan “lead time” secara signifikan, menurunkan persediaan dan
meningkatkan produktivitas dengan menghubungkan semua operasi produksi secara lancar tanpa terputus.
Dengan sistem Kanban, proses atau tahap sebelumnya tidak dapat mengirim suku cadang atau komponen
yang sedang diproses ke tahap berikutnya jika tidak diminta oleh kartu kanban dari proses di bawahnya.
Langkah berikutnya mengendalikan jumlah yang diproduksi, Jadi tidak akan terjadi overproduksi, prioritas
dalam produksi menjadi jelas dan pengendalian persediaan menjadi lebih mudah.
Manfaat utama sistem Just In Time adalah akan mengubah daya telusur biaya, meningkatkan
akurasi penentuan cost produk, menurunkan kebutuhan alokasi biaya tak langsung, mengubah perilaku dan
kepentingan relatif biaya tenaga kerja langsung, dan mempengaruhi sistem penentuan cost pesanan dan
cost proses. Terdapat dua manfaat yang dapat ditemukan dari Just In Time antara lain:
1. Manfaat tangibles, yaitu:
a. Turn over pembelian bahan baku/ suku cadang bertambah.
b. Ketepatan pengiriman meningkat.
c. Lead time pengiriman berkurang.
d. Pekerjaan ekspedisi berkurang.
e. Waktu implementasi perubahan-perubahan oleh pemasok berkurang.
2. Manfaat intangibles, yaitu:
a. Memperbaiki kualitas produk.
b. Berhasil mendorong pemasok memenuhi kualitas yang diperlukan.
c. Memperbaiki produktivitas.
d. Jadwal produksi yang lebih baik.
e. Mengurangi keperluan untuk menginpeksi barang-barang yang masuk.
f. Meningkatkan efisiensi.
g. Memperbaiki posisi kompetitif.
h. Memperbaiki desain produk.
i. Memperbaiki moralitas dalam produksi.
j. Lebih banyak kontak personal dengan pemasok.
k. Mengurangi pekerjaan klerikal. (Putra, 2014, hal. 5)
dapat ditelusuri sedini mungkin. Penggunaan teknologi informasi secara efektif. Merupakan salah satu
syarat utama dalam penerapan sistem JIT. Sistem JIT merupakan konsep tepat waktu maka tidak ada
keterlambatan dari jadwal induk sekecil apapun (non schedule interruption) yang dapat ditolelir,
disebabkan penyimpangan sekecil apapun dari jadwal rutin akan menyebabkan kemacetan proses
produksi. (Diaz, 2015, hal. 4)
Selain itu terdapat beberapa kerugian penerapan metode JIT purchasing, antara lain: perusahaan
akan sulit untuk beralih ke pemasok lain, keterlambatan pengiriman akan mengakibatkan kegiatan produksi
terganggu, serta ketiadaan inspeksi mengakibatkan substandard finished goods. (Suryandi, 2011, hal. 6-7)
6. Kualitas, hubungan Just In Time dan mutu kuat sekali, karena berhubungan dengan tiga hal, yaitu:
a. Just In Time mengurangi biaya perolehan mutu yang baik karena biaya produk sisa, pengerjaan
ulang, investasi persediaan menurun.
b. Just In Time meningkatkan mutu dengan mengurangi antrian dan waktu antara Just In Time juga
membatasi jumlah sumber kesalahan potensial.
c. Mutu yang baik berarti lebih sedikit cadangan sehingga Just In Time lebih mudah diterapkan.
7. Employee Empowerment, karyawan yang diberdayakan dapat ikut terlibat dalam isu-isu operasi harian
yang merupakan falsafah Just In Time. Pemberdayaan karyawan mengikuti nasehat manajemen bahwa
tidak ada orang yang lebih tahu mengenai suatu pekerjaan selain karyawan pelaksana pekerja itu
sendiri. (Putra, 2014, hal. 8-9)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Just In Time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas,
menekankan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan menghapus seluruh jenis
pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya
(baik barang maupun jasa) sesuai kehendak konsumen tepat waktu. Untuk mencapai sasaran dari sistem
ini, perusahaan memproduksinya hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan, sehingga dapat mengurangi
biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat menimbun barang.
Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam meningkatkan
produktivitas. JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan semua biaya (pemborosan) yang tidak
memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan.
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini pemakalah buat dengan sesungguhnya, untuk memenuhi tugas mata
kuliah akuntansi manajemen tentang Just In Time (JIT). Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dalam menganalisis biaya-biaya pada perusahaan. Pemakalah menyadari masih terdapat banyak
kekurangan pada makalah ini baik dari segi penulisan makalah, kelengkapan isi, data yang disajikan, dan
lainnya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari para pembaca untuk penulisan makalah
yang lebih baik lagi kedepannya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Y. (2007). Analisa Penerapan Sistem Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi dan
Produktivitas Pada Perusahaan Industri. Jurnal Akuntansi & Keuangan , 139-141.
Dania, W. A. (2015). Aplikasi Just In Time Pada Perencanaan & Pengendalian Persediaan Kentang. Jurnal
Industria Vol.1 No.1 , 22-30.
Diaz, A. P. (2015). Penerapan Metode JIT Pembelian Bahan Baku Dalam Meningkatkan Efisiensi Biaya
Bahan Baku. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol.4 No.10 , 4.
Efrianti, D. (2014). Pengaruh Pengendalian Persediaan Just In Time Terhadap Efisiensi Pengadaan
Persediaan Bahan Baku. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan Vol.2 No.1 ISSN 2337-7852 , 99-108.
Haming, M. (2014). Manajemen Produksi Modern Operasi Manufaktur dan Jasa Buku 2. Jakarta : PT Bumi
Aksara.
Mulla, B. M. (2009). Pengaruh Penerapan JIT (Just In Time) dan TQM (Total Quality Management)
Terhadap Delivery Performance Pada Industri Otomotif Di Indonesia. Jurnal Manajemen Teori dan
Terapan Tahun.2 No.2 , 115.
Putra, C. (2014). Penerapan Metode Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan Bahan
Baku. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol.3 No.1 , 4-5.
Santoso, H. F. (2001). Just In Time. Jurnal Akuntansi Krida Wacana Vol.1 No.1 , 5.
Sinuraya, C. (2011). Perbandingan Metode EOQ (Economic Order Quantity) dan JIT (Just In Time)
Terhadap Efisinsi Biaya Persediaan dan Kinerja Non-Keuangan. Jurnal Ilmiah Akuntansi Nomor 05 Tahun
ke-2 Mei-Agustus , 6-7.
Suryandi, F. A. (2011). Peranan Sistem Informasi Akuntansi Terhadap Pengendalian Intern Aktivitas
Pembelian Bahan Baku Guna Mencapai Penyerahan Bahan Baku Yang Tepat Waktu. Jurnal Ilmiah
Akuntansi No.06 , 6-7.
16