Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH JUST IN TIME DAN LEAN MANUFACTURING

DISUSUN OLEH :

NAMA : AQIL MUBARAK

NOMOR BP : 2010912024

DOSEN PENGAMPU : Hendri Yanda, S.T.,M.Sc, Ph.D

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

TAHUN 2022/2023

UNIVERSITAS ANDALAS
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca.

Dalam makalah ini, saya akan membahas dua konsep yang sangat penting dalam manajemen operasi
dan produksi. Just-in-Time adalah pendekatan dalam manajemen operasi yang bertujuan untuk
mengurangi pemborosan dan meningkatkan efisiensi dengan menghasilkan produk atau menyediakan
bahan baku tepat pada waktunya saat dibutuhkan dalam proses produksi. Prinsip utamanya adalah
produksi dan pengiriman tepat waktu, yang mengarah pada pengurangan persediaan berlebih, waktu
tunggu, dan biaya yang terkait. Lean Manufacturing, di sisi lain, adalah suatu pendekatan yang lebih
luas yang mencakup JIT dan berfokus pada peningkatan keseluruhan efisiensi, kualitas, dan
responsabilitas terhadap pelanggan. Lean Manufacturing mengusulkan pemangkasan pemborosan
dalam berbagai bentuk, seperti waktu tunggu, persediaan berlebih, gerakan yang tidak perlu, dan cacat
kualitas.. Saya akan menjelaskan bagaimana penerapan Lean Manufacturing dapat meningkatkan
kualitas produk dan kepuasan pelanggan.Selain itu, saya juga akan membahas dampak penerapan
Just-in-Time dan Lean Manufacturing terhadap efisiensi operasional, pengurangan biaya, peningkatan
produktivitas, dan keunggulan kompetitif perusahaan.Saya berharap bahwa makalah ini akan
memberikan pemahaman yang komprehensif tentang Just-in-Time dan Lean Manufacturing, serta
memberikan wawasan tentang bagaimana dua konsep ini dapat diterapkan dalam berbagai industri
untuk mencapai keunggulan operasional dan kepuasan pelanggan yang lebih baik.

Saya berharap makalah ini dapat menjadi panduan yang berguna bagi semua pihak yang tertarik
untuk terlibat. Saya berterima kasih atas perhatian dan dukungan yang diberikan dalam upaya
menjaga keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan sosial.

Padang ,3 Juni  2023

Aqil Mubarak
2010912024

Daftar Isi
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan...............................................................................................................................4
1.1. Latar belakang.......................................................................................................................4
1.1.1. Just in time.....................................................................................................................4
1.1.2 lean manufacturing...................................................................................................................6
1.2 rumusan masalah.........................................................................................................................7
BAB II ISI.............................................................................................................................................9
2.1 Pengertian....................................................................................................................................9
1. just in time.............................................................................................................................9
2. Lean manufacturing.............................................................................................................10
2.2 Prinsip..................................................................................................................................11
1. prinsip just in time...............................................................................................................11
2. Prinsip lean manufacturing..................................................................................................12
2.3 JIT dapat mengurangi pemborosan dalam proses produksi..................................................13
2.4 Hambatan yang dihadapi dalam menerapkan JIT di lingkungan manufaktur.......................14
2.5 Dampak JIT terhadap pengendalian persediaan dan manajemen rantai pasok...................22
2.6 Pengaruh JIT dalam fleksibilitas dan responsivitas produksi terhadap perubahan permintaan
pelanggan........................................................................................................................................23
2.7 Pengaruh JIT dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam lingkungan manufaktur
24
2.8 Pengaruh JIT dalam biaya produksi dan keuntungan perusahaan........................................26
2.9 Hambatan penerapan Lean Manufacturing di perusahaan manufaktur..............................27
2.10 Penggunaan alat dan metode Lean Manufacturing dapat meningkatkan kualitas produk. .31
2.11 Dampak penerapan Lean Manufacturing terhadap kepuasan pelanggan............................36
2.12 Penggunaan prinsip Lean dalam manajemen rantai pasok dapat meningkatkan kinerja
keseluruhan.....................................................................................................................................37
BAB III Penutup....................................................................................................................................39
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................39
3.1.1 Just In Time.........................................................................................................................39
3.1.2 Lean Manufacturing............................................................................................................40
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................42
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar belakang
1.1.1. Just in time
Just-in-Time (JIT) adalah sebuah konsep pengelolaan operasional yang bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam proses produksi dan distribusi. Konsep ini
pertama kali diperkenalkan oleh Toyota Motor Corporation pada tahun 1970-an dan sejak itu
telah menjadi metode yang populer di berbagai sektor industri. Dalam lingkungan bisnis yang
kompetitif dan terus berubah, perusahaan perlu mencari cara untuk mengurangi biaya
produksi, meningkatkan kualitas produk, dan mengurangi waktu tunggu. JIT memainkan
peran penting dalam mencapai tujuan ini dengan memanfaatkan berbagai strategi dan prinsip
pengelolaan yang efektif. Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam
tentang konsep Just-in-Time, prinsip dasarnya, dan penerapan dalam berbagai industri. Kami
akan membahas aspek-aspek kunci dari JIT, termasuk pengurangan waktu siklus produksi,
pengelolaan persediaan yang efisien, kerjasama dengan pemasok, dan penggunaan teknologi
informasi untuk mendukung implementasi JIT.Selain itu, kami juga akan membahas manfaat
dan tantangan yang terkait dengan penerapan JIT dalam operasi perusahaan. Meskipun JIT
dapat memberikan banyak keuntungan, seperti pengurangan biaya persediaan, peningkatan
fleksibilitas, dan peningkatan kepuasan pelanggan, ada juga tantangan yang harus diatasi,
seperti kebutuhan akan ketepatan waktu dan keandalan pemasok. Akhirnya, kami akan
menggambarkan beberapa studi kasus sukses tentang penerapan JIT dalam berbagai industri,
yang dapat memberikan wawasan praktis tentang bagaimana konsep ini dapat diterapkan
dengan efektif dalam dunia nyata. Makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
yang mendalam tentang konsep Just-in-Time dan manfaatnya bagi perusahaan dalam
mencapai keunggulan kompetitif. Dengan memahami prinsip-prinsip dan strategi yang
terlibat dalam JIT, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi operasional mereka dan
mencapai keunggulan dalam pasar yang semakin kompetitif.

Salah satu perusahaan yang mengembangkan konsep JIT adalah Toyota Motor
Corporation di bawah kepemimpinan Taiichi Ohno. Mereka menyadari bahwa persediaan
yang berlebihan, waktu tunggu, dan pemborosan lainnya adalah penyebab utama inefisiensi
dan biaya yang tinggi dalam proses produksi. Toyota kemudian mengembangkan sistem
produksi yang berfokus pada permintaan pelanggan secara langsung. Mereka
memperkenalkan konsep "pull system", di mana produksi dipicu oleh permintaan pelanggan,
bukan berdasarkan perkiraan atau jadwal yang terencana.Dalam sistem JIT, produksi
dilakukan hanya ketika dibutuhkan, menghilangkan persediaan yang berlebihan. Pemasok
diperlukan untuk mengirimkan bahan baku dan komponen hanya pada saat dibutuhkan, dan
produksi dilakukan secara efisien dan tanpa hambatan untuk memenuhi permintaan
pelanggan. Konsep JIT kemudian menyebar ke berbagai sektor industri di Jepang, termasuk
otomotif, elektronik, dan manufaktur lainnya. Keberhasilan Toyota dalam menerapkan JIT
menjadi contoh yang menginspirasi perusahaan-perusahaan lain di seluruh dunia untuk
mengadopsi konsep ini. Manfaat yang dirasakan dari penerapan JIT adalah peningkatan
efisiensi operasional, pengurangan biaya persediaan, peningkatan kualitas produk,
fleksibilitas produksi yang lebih tinggi, dan waktu siklus produksi yang lebih pendek. Dengan
kesuksesan dan manfaat yang terbukti, Just-in-Time menjadi salah satu pendekatan utama
dalam pengelolaan operasional dan menjadi landasan bagi berbagai filosofi pengelolaan
lainnya, seperti Lean Manufacturing dan Six Sigma.

Latar belakang Just-in-Time (JIT) dapat dipahami dengan melihat beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan konsep ini. Berikut adalah beberapa poin penting yang
menjelaskan latar belakang JIT secara lebih detail:

1. Kondisi Ekonomi Jepang Pasca-Perang Dunia II: Setelah Perang Dunia II, Jepang
mengalami pemulihan ekonomi yang signifikan. Namun, sumber daya yang terbatas,
termasuk bahan baku dan tenaga kerja, mendorong perusahaan-perusahaan Jepang
untuk mencari cara baru dalam meningkatkan efisiensi produksi mereka.

2. Pembatasan Ruang dan Sumber Daya: Di Jepang, terutama di kota-kota besar seperti
Tokyo, ruang produksi terbatas. Hal ini memaksa perusahaan untuk mengoptimalkan
penggunaan ruang yang tersedia dan menghindari penyimpanan persediaan yang
berlebihan.

3. Kualitas Produk yang Lebih Baik: Setelah Perang Dunia II, Jepang memiliki reputasi
produk yang kurang berkualitas. Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan Jepang,
termasuk Toyota, fokus pada peningkatan kualitas dan mengidentifikasi penyebab
utama cacat dalam proses produksi.

4. Pengaruh Pensilisuran: Pensilisuran merupakan pendekatan yang dikembangkan oleh


W. Edwards Deming, seorang ahli statistik Amerika Serikat, yang diperkenalkan ke
Jepang pada tahun 1950-an. Pendekatan ini mengajarkan perlunya mengurangi
pemborosan, mengoptimalkan kualitas, dan mengurangi biaya melalui pengendalian
statistik dan perbaikan berkelanjutan.

5. Toyota Production System (TPS): Toyota Motor Corporation, di bawah


kepemimpinan Taiichi Ohno, mengembangkan sistem produksi yang efisien yang
dikenal sebagai Toyota Production System (TPS). TPS menempatkan JIT sebagai
salah satu prinsip utama, di mana produksi hanya dilakukan ketika ada permintaan
pelanggan.

Dengan faktor-faktor tersebut, JIT berkembang menjadi pendekatan yang inovatif dan
berhasil di sektor industri Jepang. Kesuksesan Toyota dalam menerapkan JIT memicu minat
internasional dan mendorong perusahaan di berbagai negara untuk mempelajari dan
mengadopsi konsep ini. Secara keseluruhan, latar belakang Just-in-Time mencerminkan
upaya perusahaan Jepang dalam menghadapi keterbatasan sumber daya dan meningkatkan
efisiensi operasional mereka. Dalam prosesnya, JIT tidak hanya menghasilkan penghematan
biaya, tetapi juga meningkatkan kualitas produk, fleksibilitas produksi, dan kepuasan
pelanggan.

1.1.2 lean manufacturing


Latar belakang Lean Manufacturing dapat ditelusuri ke pengembangan konsep Just-
in-Time (JIT) oleh Toyota Motor Corporation di Jepang. Namun, ada beberapa faktor
tambahan yang memengaruhi perkembangan Lean Manufacturing sebagai filosofi
pengelolaan yang lebih luas. Berikut adalah latar belakang yang lebih rinci mengenai Lean
Manufacturing:

1. Penerapan Just-in-Time (JIT): Pada tahun 1970-an, Toyota menerapkan konsep Just-
in-Time dalam operasional mereka. JIT bertujuan untuk menghilangkan pemborosan
dalam proses produksi dan distribusi. Prinsip ini melibatkan pengurangan persediaan,
produksi tepat waktu, dan kolaborasi yang erat dengan pemasok. Keberhasilan Toyota
dalam menerapkan JIT memicu minat internasional terhadap konsep ini.

2. Pengaruh Pensilisuran: Konsep Lean Manufacturing juga dipengaruhi oleh


pensilisuran (statistika dan kontrol kualitas) yang diperkenalkan oleh W. Edwards
Deming dan ahli statistik lainnya. Pensilisuran memperkenalkan prinsip-prinsip
seperti perbaikan berkelanjutan, pengendalian kualitas, pengurangan variabilitas, dan
pengelolaan data.
3. Kebutuhan Kompetitif: Pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, perusahaan Jepang
menghadapi tekanan kompetitif yang meningkat dari perusahaan-perusahaan Barat.
Untuk tetap bersaing, perusahaan-perusahaan Barat mulai mengadopsi konsep dan
prinsip Lean Manufacturing yang terinspirasi oleh kesuksesan Toyota. Dalam upaya
untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kualitas, perusahaan-perusahaan
Barat seperti General Electric dan Ford mulai menerapkan Lean Manufacturing.

4. Studi Kasus Toyota: Buku-buku seperti "The Machine That Changed the World" yang
diterbitkan pada tahun 1990, dan studi kasus tentang Toyota Production System (TPS)
membantu menyebarkan konsep Lean Manufacturing secara internasional. Studi ini
menyoroti prinsip-prinsip Lean, seperti eliminasi pemborosan, peningkatan kualitas,
pengurangan waktu siklus, dan kolaborasi dengan pemasok.

5. Penekanan pada Keunggulan Operasional: Keberhasilan Toyota dan perusahaan-


perusahaan lain dalam menerapkan Lean Manufacturing membantu menunjukkan
bahwa konsep ini dapat menghasilkan keunggulan operasional yang signifikan.
Dengan mengurangi pemborosan, meningkatkan efisiensi, dan fokus pada kepuasan
pelanggan, Lean Manufacturing memungkinkan perusahaan untuk mencapai kinerja
yang lebih baik dan kompetitif.

Dalam kesimpulannya, latar belakang Lean Manufacturing melibatkan pengaruh dari Just-in-
Time, pensilisuran, tekanan kompetitif, studi kasus Toyota, dan penekanan pada keunggulan
operasional. Perkembangan ini menjadikan Lean Manufacturing sebagai pendekatan yang
populer dan sukses dalam pengelolaan operasional, yang diterapkan di berbagai industri di
seluruh dunia.

1.2 rumusan masalah


Rumusan masalah Just-in-Time (JIT) dapat melibatkan beberapa pertanyaan dan
tantangan yang muncul dalam penerapannya. Berikut ini adalah beberapa contoh rumusan
masalah yang dapat dipertimbangkan:

1. Bagaimana JIT dapat mengurangi pemborosan dalam proses produksi?


2. Apa dampak JIT terhadap pengendalian persediaan dan manajemen rantai pasok?

3. Bagaimana JIT mempengaruhi fleksibilitas dan responsivitas produksi terhadap


perubahan permintaan pelanggan?

4. Bagaimana JIT dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam lingkungan


manufaktur?

5. Bagaimana JIT mempengaruhi biaya produksi dan keuntungan perusahaan?

6. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam penerapan Lean Manufacturing di


perusahaan manufaktur?

7. Bagaimana penggunaan alat dan metode Lean Manufacturing dapat meningkatkan


kualitas produk?

8. Apa dampak penerapan Lean Manufacturing terhadap kepuasan pelanggan?

9. Bagaimana penggunaan prinsip Lean dalam manajemen rantai pasok dapat


meningkatkan kinerja keseluruhan?
BAB II ISI
2.1 Pengertian
1. just in time
Just-in-Time (JIT) adalah pendekatan pengelolaan operasional yang bertujuan untuk
mengurangi pemborosan dalam proses produksi dan distribusi dengan melakukan produksi
dan pengiriman barang hanya ketika diperlukan. Konsep ini menekankan pada pengurangan
persediaan, pengurangan waktu siklus, dan peningkatan efisiensi operasional secara
keseluruhan. Produksi Tepat Waktu: Prinsip utama Just-in-Time adalah produksi tepat waktu.
Artinya, barang atau produk diproduksi hanya ketika ada permintaan dari pelanggan. Dalam
JIT, tidak ada persediaan barang jadi yang tersimpan dalam jumlah besar. Sebaliknya,
produksi dimulai ketika pesanan diterima, dan produk dikirim segera setelah selesai
diproduksi. Pengurangan Persediaan: Salah satu aspek penting dari JIT adalah pengurangan
persediaan yang berlebihan. Persediaan dianggap sebagai bentuk pemborosan karena
membutuhkan ruang, tenaga kerja, dan biaya penyimpanan. Dengan mengurangi persediaan,
perusahaan dapat menghindari pemborosan dan meningkatkan efisiensi. Pengendalian
Kualitas: JIT menekankan pada pengendalian kualitas yang ketat untuk mencegah cacat dan
pemborosan yang terkait dengan produk yang tidak memenuhi standar kualitas. Dengan
mengidentifikasi dan menghilangkan penyebab utama cacat, perusahaan dapat meningkatkan
kualitas produk secara keseluruhan. Kolaborasi dengan Pemasok: JIT melibatkan kolaborasi
yang erat antara perusahaan dan pemasok. Pemasok berperan penting dalam memastikan
pasokan bahan baku dan komponen yang tepat waktu dan berkualitas.

Dalam JIT, pemasok diintegrasikan ke dalam rantai pasok dan seringkali terlibat
dalam perencanaan produksi dan pengiriman. Kontinuitas Proses Produksi: JIT
mengedepankan kontinuitas dalam proses produksi. Hal ini dicapai dengan mengurangi
waktu siklus produksi, menghindari gangguan produksi, dan mengoptimalkan alur kerja.
Dengan menjaga aliran produksi yang lancar, perusahaan dapat menghindari penumpukan
persediaan, waktu tunggu, dan pemborosan lainnya. Kaizen (Perbaikan Berkelanjutan): Just-
in-Time mendorong perbaikan berkelanjutan dalam semua aspek operasional. Konsep Kaizen
mempromosikan budaya perbaikan terus-menerus, di mana semua anggota tim terlibat dalam
mengidentifikasi dan mengatasi hambatan serta mencari cara untuk meningkatkan efisiensi
dan kualitas. Dengan menerapkan Just-in-Time, perusahaan dapat mencapai berbagai
manfaat, seperti penghematan biaya, peningkatan kualitas, fleksibilitas produksi yang lebih
tinggi, waktu respons yang lebih cepat terhadap perubahan permintaan, dan peningkatan
kepuasan pelanggan. Namun, implementasi JIT juga menghadirkan tantangan, seperti
koordinasi yang kompleks dengan pemasok

2. Lean manufacturing
Lean Manufacturing adalah filosofi pengelolaan operasional yang bertujuan untuk
menciptakan nilai bagi pelanggan dengan menghilangkan pemborosan (waste) dalam
proses produksi dan memberikan fokus pada peningkatan kualitas, efisiensi, dan
responsivitas. Konsep ini berasal dari Toyota Production System (TPS) yang
dikembangkan oleh Toyota Motor Corporation di Jepang. Eliminasi Pemborosan
(Waste): Salah satu prinsip inti Lean Manufacturing adalah menghilangkan
pemborosan dalam semua aspek operasional. Pemborosan dapat berupa waktu tunggu,
persediaan berlebihan, gerakan yang tidak perlu, pengolahan yang berlebihan, cacat
produk, transportasi yang tidak efisien, dan kelebihan produksi. Dengan
mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan, perusahaan dapat meningkatkan
efisiensi dan mengurangi biaya produksi.
Peningkatan Kualitas: Lean Manufacturing menempatkan penekanan yang
kuat pada peningkatan kualitas produk. Dengan menerapkan alat dan metode seperti
pemeriksaan kualitas secara terus-menerus, pencegahan cacat, analisis akar penyebab,
dan penggunaan alat statistik, perusahaan dapat mengurangi cacat, meminimalkan
retur produk, dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Pengurangan Waktu Siklus:
Lean Manufacturing berfokus pada pengurangan waktu siklus produksi. Tujuannya
adalah untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan dari awal sampai akhir proses
produksi, termasuk waktu pemrosesan, waktu penundaan, dan waktu tunggu. Dengan
mengurangi waktu siklus, perusahaan dapat meningkatkan responsivitas terhadap
permintaan pelanggan dan mengurangi persediaan yang tidak perlu. Just-in-Time
(JIT): Konsep Just-in-Time (JIT) adalah bagian integral dari Lean Manufacturing. JIT
melibatkan produksi dan pengiriman barang hanya ketika diperlukan, dengan
menghindari pemborosan persediaan yang berlebihan. Dengan menerapkan JIT,
perusahaan dapat mengurangi biaya penyimpanan, meningkatkan fleksibilitas
produksi, dan meningkatkan kecepatan respons terhadap perubahan permintaan
pelanggan. Peningkatan Proses: Lean Manufacturing mendorong perbaikan
berkelanjutan dalam proses produksi.
Konsep Kaizen (perbaikan berkelanjutan) mendorong seluruh anggota tim
untuk terus-menerus mencari cara untuk meningkatkan efisiensi, kualitas, dan
produktivitas. Dengan melibatkan seluruh anggota organisasi dalam perbaikan proses,
perusahaan dapat mencapai peningkatan yang signifikan dalam kinerja operasional.
Budaya Partisipatif: Implementasi Lean Manufacturing membutuhkan adopsi budaya
partisipatif di seluruh organisasi. Semua anggota tim dihargai sebagai sumber daya
yang berharga dan diberikan kesempatan untuk berkontribusi dalam perbaikan dan
pengambilan keputusan. Dengan mendorong partisipasi aktif,

2.2 Prinsip
1. prinsip just in time
rinsip-prinsip Just-in-Time (JIT) adalah fondasi dari konsep pengelolaan operasional
yang efisien. Berikut adalah beberapa prinsip JIT yang penting:

1. Penghapusan Pemborosan (Waste Elimination): JIT bertujuan untuk menghilangkan


semua bentuk pemborosan dalam proses produksi. Ini termasuk pemborosan
persediaan, waktu tunggu, gerakan yang tidak perlu, pengolahan yang berlebihan, dan
aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah. Dengan menghilangkan pemborosan,
perusahaan dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
2. Produksi Tepat Waktu (Just-in-Time Production): Prinsip ini mengharuskan produksi
barang hanya ketika diperlukan oleh pelanggan. Dengan JIT, produksi dimulai setelah
pesanan diterima, dan barang dikirim segera setelah selesai diproduksi. Hal ini
membantu mengurangi persediaan yang tidak perlu dan meminimalkan risiko
pemborosan.
3. Sistem Pasokan yang Terintegrasi: JIT melibatkan kerjasama yang erat antara
perusahaan dan pemasok. Pemasok harus menyediakan bahan baku dan komponen
yang diperlukan tepat waktu dan dalam jumlah yang tepat. Ini membutuhkan sistem
pasokan yang terintegrasi dan komunikasi yang efektif antara semua pihak terkait.
4. Penekanan pada Kualitas: JIT menempatkan penekanan yang kuat pada peningkatan
kualitas produk. Prinsip ini mengharuskan identifikasi dan pencegahan cacat sejak
awal proses produksi. Dengan meningkatkan kualitas, perusahaan dapat mengurangi
pemborosan yang terkait dengan produk cacat, meminimalkan biaya retur, dan
meningkatkan kepuasan pelanggan.
5. Reduksi Waktu Siklus (Cycle Time Reduction): JIT berfokus pada pengurangan waktu
yang diperlukan dalam setiap tahap proses produksi. Tujuan utamanya adalah
mengurangi waktu pemrosesan, waktu penundaan, dan waktu tunggu. Dengan
mengurangi waktu siklus, perusahaan dapat meningkatkan fleksibilitas, responsivitas,
dan efisiensi operasional.
6. Perbaikan Berkelanjutan (Continuous Improvement): Prinsip Kaizen (perbaikan
berkelanjutan) merupakan bagian integral dari JIT. Dalam JIT, semua anggota tim
diberdayakan untuk berpartisipasi dalam perbaikan proses secara berkelanjutan. Ini
melibatkan identifikasi hambatan, perbaikan kecil yang terus-menerus, dan penciptaan
budaya perbaikan di seluruh organisasi.
Prinsip-prinsip JIT ini membantu perusahaan mencapai efisiensi yang lebih tinggi,
mengurangi pemborosan, meningkatkan kualitas, dan merespons permintaan
pelanggan dengan lebih baik. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, perusahaan
dapat mengoptimalkan operasional mereka dan mencapai keunggulan kompetitif.

2. Prinsip lean manufacturing


Prinsip-prinsip Lean Manufacturing adalah konsep dasar yang membimbing
implementasi filosofi Lean dalam operasional perusahaan. Berikut adalah beberapa
prinsip utama dalam Lean Manufacturing:

1. Identifikasi Nilai (Value Identification): Prinsip ini mengajarkan perusahaan untuk


mengidentifikasi nilai dari perspektif pelanggan. Perusahaan harus memahami
kebutuhan pelanggan dan mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang memberikan
nilai tambah langsung kepada pelanggan. Ini membantu perusahaan memfokuskan
upaya pada aktivitas yang penting dan mengurangi pemborosan.
2. Penciptaan Aliran Nilai (Value Stream Mapping): Prinsip ini melibatkan pemetaan
aliran nilai, yaitu pemetaan visual dari semua langkah yang diperlukan untuk
mengubah bahan mentah menjadi produk jadi, termasuk semua aliran informasi
dan material. Dengan pemetaan ini, perusahaan dapat mengidentifikasi
pemborosan, hambatan, dan kesempatan perbaikan dalam alur proses produksi.
3. Aliran yang Lancar (Flow): Prinsip ini mengusahakan terciptanya aliran yang
lancar dalam produksi dengan mengurangi gangguan, penumpukan persediaan,
dan waktu tunggu. Dengan mengoptimalkan aliran proses, perusahaan dapat
meningkatkan efisiensi, mengurangi waktu siklus, dan mengurangi pemborosan.
4. Produksi Pull (Pull Production): Prinsip ini menekankan pada sistem produksi
pull, di mana produksi dilakukan berdasarkan permintaan pelanggan yang
sebenarnya. Dalam sistem ini, produk diproduksi hanya ketika ada permintaan,
menghindari overproduksi dan persediaan yang berlebihan. Hal ini membantu
mengurangi pemborosan dan meningkatkan fleksibilitas produksi.
5. Produksi yang Tepat Waktu (Just-in-Time): Prinsip ini mirip dengan konsep Just-
in-Time (JIT), di mana produksi dilakukan tepat waktu dan pengiriman dilakukan
sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Dengan mengurangi persediaan dan
mengoptimalkan alur produksi, perusahaan dapat mengurangi pemborosan dan
meningkatkan responsivitas terhadap permintaan pelanggan.
6. Peningkatan Berkelanjutan (Continuous Improvement): Prinsip ini mendorong
perusahaan untuk menerapkan pendekatan perbaikan berkelanjutan atau Kaizen.
Semua anggota organisasi diberdayakan untuk terus mencari cara untuk
meningkatkan kualitas, efisiensi, dan produktivitas dalam operasional sehari-hari.
Perbaikan berkelanjutan adalah bagian integral dari budaya Lean Manufacturing.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, perusahaan dapat mencapai efisiensi


operasional yang lebih tinggi, mengurangi pemborosan, meningkatkan kualitas
produk, meningkatkan responsivitas terhadap permintaan pelanggan, dan menciptakan
nilai tambah secara berkelanjutan. Prinsip-prinsip Lean Manufacturing menjadi
landasan untuk transformasi menuju operasional yang lebih efisien, inovatif, dan
kompetitif.

2.3 JIT dapat mengurangi pemborosan dalam proses produksi

Just-in-Time (JIT) dirancang untuk mengurangi pemborosan dalam proses produksi.


Prinsip dasar JIT adalah memproduksi dan mengirimkan barang hanya ketika
diperlukan, dalam jumlah yang diperlukan, dan dalam waktu yang diperlukan. Dengan
menerapkan JIT, perusahaan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan beberapa
jenis pemborosan yang umum terjadi dalam operasional produksi. Berikut adalah
beberapa contoh pemborosan yang dapat dikurangi dengan JIT:

1. Persediaan Berlebihan: JIT mengurangi pemborosan persediaan yang tidak perlu.


Dengan memproduksi hanya ketika ada permintaan, perusahaan dapat menghindari
penumpukan persediaan barang jadi. Hal ini mengurangi biaya penyimpanan, risiko
barang kadaluwarsa, dan kerugian akibat perubahan permintaan.
2. Waktu Tunggu: Dalam sistem JIT, produksi dimulai hanya ketika ada permintaan,
dan aliran material dan informasi diatur dengan baik. Hal ini mengurangi waktu
tunggu antara langkah produksi, mengoptimalkan aliran proses, dan mempercepat
waktu siklus produksi secara keseluruhan.
3. Overproduksi: JIT membantu menghindari overproduksi, yaitu memproduksi barang
melebihi permintaan pelanggan. Overproduksi menghasilkan persediaan yang tidak
perlu dan meningkatkan risiko pemborosan persediaan yang tidak terjual. Dengan
menghasilkan hanya jumlah yang diperlukan, perusahaan dapat mengurangi
pemborosan ini.
4. Transportasi yang Tidak Efisien: JIT mengupayakan pengurangan pemborosan
transportasi yang tidak perlu atau tidak efisien. Dengan mengoptimalkan aliran
material dan menggunakan sistem pengiriman yang efisien, perusahaan dapat
mengurangi biaya dan waktu yang terbuang dalam transportasi.
5. Pengolahan yang Berlebihan: JIT mendorong perusahaan untuk menghindari
pengolahan yang berlebihan, yaitu melakukan proses yang tidak memberikan nilai
tambah kepada produk. Dengan memfokuskan pada proses yang penting dan
menghilangkan aktivitas yang tidak diperlukan, perusahaan dapat meningkatkan
efisiensi dan mengurangi pemborosan.
6. Cacat dan Ketidaksempurnaan: JIT menekankan pada peningkatan kualitas dan
pencegahan cacat. Dengan fokus pada pencegahan cacat dan peningkatan kualitas,
perusahaan dapat mengurangi pemborosan yang terkait dengan produksi barang
cacat atau perbaikan yang berulang.

Dengan mengurangi pemborosan-pemborasan ini, perusahaan dapat mencapai efisiensi


yang lebih tinggi, meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya operasional, dan
meningkatkan kepuasan pelanggan. JIT memainkan peran kunci dalam mencapai tujuan
ini dengan menciptakan alur produksi yang lancar, menghindari pemborosan persediaan,
dan meningkatkan responsivitas terhadap perubahan permintaan pelanggan

2.4 Hambatan yang dihadapi dalam menerapkan JIT di lingkungan manufaktur

Meskipun Just-in-Time (JIT) memiliki banyak manfaat dalam pengelolaan


operasional, ada beberapa hambatan yang dapat dihadapi dalam menerapkannya di
lingkungan manufaktur. Beberapa hambatan umum yang mungkin dihadapi termasuk:
1. Ketidakstabilan Pasokan: Sistem JIT sangat bergantung pada pasokan yang stabil
dan tepat waktu. Jika pemasok mengalami keterlambatan atau tidak dapat memenuhi
permintaan tepat waktu, maka produksi Just-in-Time dapat terganggu. Oleh karena
itu, penting untuk memiliki hubungan yang kuat dengan pemasok dan memastikan
mereka mampu menjaga konsistensi dan ketepatan waktu dalam pasokan. Berikut
adalah beberapa aspek terkait ketidakstabilan pasokan yang dapat menjadi hambatan
dalam implementasi JIT:
A. Keterlambatan Pengiriman: Dalam JIT, pengiriman bahan baku dan komponen
harus tepat waktu sesuai dengan jadwal produksi yang ketat. Namun,
ketidakstabilan pasokan dapat menyebabkan keterlambatan pengiriman dari
pemasok. Ini dapat mengganggu alur produksi yang direncanakan dan
menyebabkan penundaan dalam pemenuhan pesanan pelanggan.
B. Fluktuasi Ketersediaan Bahan Baku: Ketidakstabilan pasokan juga dapat
mengakibatkan fluktuasi dalam ketersediaan bahan baku. Jika bahan baku yang
dibutuhkan tidak tersedia dalam jumlah yang memadai, perusahaan mungkin
terpaksa menghentikan produksi atau menghadapi penurunan produksi. Hal ini
dapat mengganggu aliran produksi yang lancar dan menyebabkan
ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan.
C. Ketidakpastian Kualitas: Pasokan yang tidak stabil juga dapat berdampak pada
kualitas bahan baku yang diterima. Jika ada variasi dalam kualitas bahan baku
yang diterima, ini dapat menyebabkan cacat atau penurunan kualitas produk
akhir. Penting untuk menjaga konsistensi kualitas bahan baku yang diterima agar
tidak mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan.
D. Ketidakpastian Harga dan Biaya: Ketidakstabilan pasokan dapat menyebabkan
fluktuasi harga dan biaya bahan baku. Jika ada perubahan harga yang tiba-tiba
atau kenaikan biaya yang signifikan, hal ini dapat mempengaruhi perencanaan
keuangan dan mengganggu keseimbangan keuangan perusahaan. Perusahaan
perlu dapat mengelola risiko harga dan biaya dalam lingkungan yang tidak stabil.
E. Ketergantungan pada Pemasok Utama: Dalam JIT, keberhasilan tergantung pada
kerjasama yang erat dengan pemasok. Namun, jika perusahaan terlalu
bergantung pada pemasok utama yang tidak stabil, ketidakstabilan pasokan dari
pemasok tersebut dapat memiliki dampak yang signifikan pada operasional
perusahaan. Penting untuk memiliki strategi diversifikasi pemasok dan
membangun hubungan yang kuat dengan pemasok yang andal.

Untuk mengatasi hambatan ketidakstabilan pasokan, perusahaan dapat


mengadopsi beberapa strategi, seperti membangun hubungan yang kuat dengan
pemasok yang dapat diandalkan, melakukan perencanaan permintaan dan pasokan
yang lebih akurat, mengelola risiko pasokan dengan kontrak yang tepat, dan
menggunakan teknologi dan sistem informasi untuk meningkatkan transparansi dan
komunikasi dalam rantai pasokan.

2. Ketidakpastian Permintaan: JIT mengharuskan produksi hanya ketika ada


permintaan pelanggan yang sebenarnya. Namun, ketidakpastian dalam permintaan
dapat menjadi hambatan dalam menerapkan JIT. Fluktuasi permintaan yang tiba-tiba
atau tidak terduga dapat menyebabkan kesulitan dalam mengatur aliran produksi dan
mengakibatkan ketidakseimbangan antara produksi dan permintaan. Berikut adalah
beberapa aspek terkait ketidakpastian permintaan yang dapat menjadi hambatan
dalam implementasi JIT:Fluktuasi Permintaan:
a. JIT mengharuskan produksi hanya ketika ada permintaan pelanggan yang
sebenarnya. Namun, ketidakpastian dalam permintaan dapat menyebabkan
kesulitan dalam mengatur aliran produksi. Permintaan yang fluktuatif atau tidak
terduga dapat menyebabkan kesulitan dalam merencanakan produksi yang tepat
waktu dan jumlah yang sesuai.
b. Risiko Overstock dan Understock: Dalam JIT, persediaan dijaga pada tingkat
yang minimal atau bahkan dihilangkan. Namun, jika terjadi ketidakpastian
permintaan, risiko overstock atau understock dapat muncul. Jika permintaan
melampaui perkiraan, perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi permintaan
pelanggan secara tepat waktu. Di sisi lain, jika permintaan lebih rendah dari yang
diharapkan, perusahaan mungkin menghadapi kelebihan persediaan yang dapat
menyebabkan pemborosan dan biaya penyimpanan yang tinggi.
c. Kesulitan Perencanaan: Ketidakpastian permintaan membuat perencanaan
produksi menjadi lebih sulit. Perusahaan perlu mengantisipasi fluktuasi
permintaan dan menyesuaikan rencana produksi secara fleksibel. Ketidakpastian
ini dapat mempengaruhi pengaturan jadwal produksi, pembelian bahan baku, dan
penggunaan tenaga kerja. Kesulitan dalam merencanakan produksi yang tepat
dapat mengganggu aliran produksi yang lancar dan efisien.
d. Pengaruh Ketidakpastian Permintaan pada Rantai Pasokan: Ketidakpastian
permintaan juga dapat mempengaruhi rantai pasokan secara keseluruhan. Jika
permintaan berfluktuasi secara tiba-tiba atau tidak terduga, hal ini dapat
menyebabkan ketidakseimbangan di seluruh rantai pasokan. Pemasok dan mitra
bisnis lainnya mungkin menghadapi kesulitan dalam mengatur persediaan,
kapasitas produksi, dan pengiriman yang tepat waktu.

3. Koordinasi yang Rumit: Implementasi JIT membutuhkan kerjasama dan koordinasi


yang erat antara berbagai departemen dan pihak terkait dalam rantai pasokan. Semua
proses harus terintegrasi dengan baik, mulai dari pemesanan bahan baku, produksi,
hingga pengiriman kepada pelanggan. Mengelola dan mengkoordinasikan aliran
material, informasi, dan tenaga kerja dapat menjadi rumit dan membutuhkan sistem
manajemen yang kuat. Berikut ini beberapa faktor yang menjadi hambatan dan
kompleksitas dalam koordinasi JIT:
A. Sinkronisasi Rantai Pasokan: JIT melibatkan koordinasi yang erat antara
berbagai pihak dalam rantai pasokan, termasuk pemasok, produsen, dan
distributor. Semua pihak harus bekerja bersama untuk memastikan aliran
material yang lancar dan tepat waktu. Koordinasi yang baik diperlukan untuk
menghindari keterlambatan pengiriman, kekurangan persediaan, atau kelebihan
persediaan.
B. Pengaturan Jadwal yang Ketat: JIT berfokus pada produksi tepat waktu
berdasarkan permintaan pelanggan. Oleh karena itu, jadwal produksi harus
disusun dengan ketat dan diikuti dengan disiplin. Koordinasi yang rumit
diperlukan untuk mengatur jadwal produksi yang memadai, mengkoordinasikan
pesanan bahan baku, dan memastikan pengiriman produk yang sesuai dengan
tenggat waktu yang ditentukan.
C. Komunikasi yang Efektif: Koordinasi yang baik dalam JIT memerlukan
komunikasi yang efektif antara semua pihak terkait. Informasi tentang
permintaan pelanggan, persediaan, pengiriman, dan perubahan jadwal harus
dipertukarkan dengan cepat dan akurat. Koordinasi yang rumit diperlukan untuk
memastikan saluran komunikasi yang efisien dan transparan di semua tingkatan
dalam rantai pasokan.
D. Ketergantungan pada Kualitas dan Ketepatan Waktu: JIT menekankan pada
kualitas produk dan pengiriman tepat waktu. Ini berarti bahwa setiap langkah
produksi harus dilakukan dengan benar dan dalam waktu yang tepat. Koordinasi
yang rumit diperlukan untuk memastikan bahwa setiap pihak dalam rantai
pasokan memahami kebutuhan kualitas dan tenggat waktu yang ditetapkan.
E. Pengelolaan Persediaan yang Efisien: JIT mengharuskan persediaan yang
minimal atau bahkan nol. Hal ini memerlukan koordinasi yang rumit dalam
mengelola persediaan bahan baku dan komponen yang dibutuhkan. Koordinasi
yang baik diperlukan untuk menghindari kelebihan persediaan yang tidak perlu
atau kekurangan persediaan yang dapat mengganggu aliran produksi.
F. Pengelolaan Perubahan: Dalam JIT, perubahan permintaan atau situasi
operasional dapat terjadi secara tiba-tiba. Koordinasi yang rumit diperlukan
untuk mengelola perubahan tersebut dengan cepat dan efektif. Ini termasuk
koordinasi dalam merespons perubahan permintaan, mengubah jadwal produksi,
atau menyesuaikan pesanan bahan baku.

4. Perubahan Budaya dan Mindset: Menerapkan JIT membutuhkan perubahan budaya


dan mindset di seluruh organisasi. Semua anggota tim harus memahami dan
menerima pentingnya mengurangi pemborosan, mengikuti prinsip-produksi yang
tepat waktu, dan berkomitmen untuk berpartisipasi dalam perbaikan berkelanjutan.
Meningkatkan kesadaran, pelatihan, dan komunikasi yang efektif diperlukan untuk
mengubah cara berpikir dan bertindak yang ada.
Berikut adalah beberapa hal terkait perubahan budaya dan mindset dalam JIT:

A. Pengurangan Pemborosan: JIT mendorong pengurangan pemborosan dalam


semua aspek produksi, seperti persediaan yang berlebihan, waktu tunggu,
pergerakan yang tidak perlu, dan cacat produk. Perubahan budaya dan mindset
diperlukan untuk melihat pemborosan sebagai masalah yang harus diatasi dan
mengadopsi sikap yang proaktif dalam mengidentifikasi dan menghilangkan
pemborosan tersebut.f
B. fokus pada Kualitas: JIT menempatkan kualitas sebagai prioritas utama. Setiap
langkah produksi harus dilakukan dengan kualitas yang tinggi, sehingga produk
yang dihasilkan memenuhi standar yang ditetapkan. Perubahan budaya dan
mindset diperlukan untuk mengubah pandangan bahwa kualitas adalah tanggung
jawab semua orang dalam organisasi, bukan hanya tanggung jawab departemen
kontrol kualitas.
C. Kolaborasi Tim: JIT mendorong kolaborasi yang erat antara berbagai departemen
dan tim di seluruh organisasi. Budaya kolaboratif yang terbuka dan saling
mendukung perlu dikembangkan. Semua anggota tim harus berkomunikasi
secara efektif, berbagi informasi, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan JIT.
D. Ketepatan Waktu: JIT menekankan pentingnya pengiriman tepat waktu. Budaya
dan mindset yang berfokus pada ketepatan waktu harus diterapkan di seluruh
organisasi. Setiap orang harus menyadari betapa pentingnya menjaga jadwal,
menghormati tenggat waktu, dan memahami dampak dari keterlambatan
terhadap aliran produksi dan kepuasan pelanggan.
E. Kontinu Kesempurnaan: JIT melibatkan upaya kontinu untuk meningkatkan
efisiensi dan kualitas dalam semua aspek produksi. Budaya dan mindset yang
adaptif dan terbuka terhadap perubahan harus dikembangkan. Semua anggota
organisasi harus menerima bahwa perbaikan berkelanjutan adalah bagian integral
dari proses JIT, dan mereka harus berkontribusi dengan memberikan saran, ide,
dan inisiatif perbaikan.
F. Keselarasan dengan Tujuan Organisasi: Implementasi JIT memerlukan
keselarasan dengan tujuan dan visi organisasi. Budaya dan mindset yang
mengarah pada tujuan yang sama perlu dikembangkan di seluruh organisasi.
Semua anggota tim harus memiliki pemahaman yang jelas tentang mengapa JIT
diterapkan, manfaatnya, dan bagaimana mereka dapat berkontribusi untuk
mencapai kesuksesan JIT.
5. Keterbatasan Teknologi dan Sistem Informasi: Sistem JIT membutuhkan
infrastruktur teknologi dan sistem informasi yang mendukung. Penggunaan
teknologi otomasi, sistem pengendalian inventaris, pelacakan permintaan, dan
kolaborasi online dapat memperkuat implementasi JIT. Namun, keterbatasan dalam
teknologi atau kurangnya sistem informasi yang efektif dapat menghambat
pengelolaan JIT.
Berikut adalah beberapa keterbatasan yang mungkin dihadapi:

A. Keterbatasan Infrastruktur Teknologi: Implementasi JIT membutuhkan sistem


teknologi yang handal dan efisien. Namun, terkadang organisasi menghadapi
keterbatasan dalam infrastruktur teknologi yang tidak memadai, seperti
perangkat keras yang usang, perangkat lunak yang tidak kompatibel, atau
jaringan yang lambat. Hal ini dapat menghambat aliran informasi yang cepat dan
akurat antara berbagai departemen dan mitra bisnis.
B. Integrasi Sistem: JIT melibatkan koordinasi yang erat antara berbagai sistem
informasi, termasuk sistem manufaktur, sistem pengadaan, sistem inventaris, dan
sistem pengiriman. Namun, seringkali organisasi menghadapi kesulitan dalam
mengintegrasikan sistem-sistem ini secara efektif. Kurangnya integrasi dapat
menyebabkan hambatan dalam aliran informasi dan koordinasi yang efisien.
C. Keterbatasan Kemampuan Analisis Data: JIT mengandalkan analisis data yang
cepat dan akurat untuk mengidentifikasi tren permintaan, mengelola persediaan,
dan mengoptimalkan jadwal produksi. Namun, organisasi mungkin menghadapi
keterbatasan dalam kemampuan mereka untuk mengumpulkan, menganalisis,
dan menginterpretasikan data dengan efektif. Ini dapat menghambat
pengambilan keputusan yang tepat waktu dan informasi yang akurat.
D. Keamanan Informasi: Dalam JIT, informasi yang sensitif dan kritis, seperti data
pelanggan, jadwal produksi, dan informasi persediaan, harus dilindungi dengan
baik. Namun, keamanan informasi seringkali menjadi keterbatasan karena
organisasi mungkin tidak memiliki sistem keamanan yang memadai untuk
melindungi data sensitif mereka dari ancaman keamanan cyber atau akses yang
tidak sah.
E. Pendidikan dan Pelatihan Karyawan: Implementasi JIT membutuhkan
pemahaman yang baik tentang konsep JIT dan penggunaan sistem informasi
terkait. Namun, karyawan mungkin menghadapi keterbatasan dalam pemahaman
dan keterampilan mereka terkait teknologi dan sistem informasi. Pelatihan yang
memadai diperlukan untuk memastikan bahwa karyawan memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan teknologi dan sistem
informasi dengan efektif.
Untuk mengatasi keterbatasan ini, organisasi perlu melakukan evaluasi yang
komprehensif tentang kebutuhan teknologi dan sistem informasi mereka. Upaya
harus dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi kelemahan dalam
infrastruktur teknologi, meningkatkan integrasi sistem, meningkatkan kemampuan
analisis data, memperkuat keamanan informasi, dan menyediakan pelatihan yang
sesuai kepada karyawan. Pembaruan dan investasi dalam teknologi yang sesuai juga
mungkin diperlukan untuk mengatasi keterbatasan teknologi dan sistem informasi.

6. Pengelolaan Risiko: Menerapkan JIT dapat meningkatkan risiko dalam rantai


pasokan. Keterlambatan pengiriman, perubahan permintaan yang tiba-tiba, atau
masalah kualitas dapat memiliki dampak yang lebih besar dalam sistem JIT karena
persediaan yang lebih rendah. Perusahaan perlu memiliki rencana mitigasi risiko
yang baik dan fleksibilitas untuk mengatasi situasi yang tidak terduga. Berikut
adalah beberapa risiko yang perlu dikelola dalam JIT:

A. Risiko Pasokan: Dalam JIT, keterlambatan atau kegagalan pasokan dapat


memiliki dampak serius pada aliran produksi. Risiko ini dapat timbul dari
keterlambatan pengiriman bahan baku, kegagalan pemasok, atau masalah dalam
rantai pasokan. Pengelolaan risiko ini melibatkan evaluasi pemasok, diversifikasi
pasokan, pembentukan kemitraan yang kuat, dan pengembangan rencana
kontinuitas bisnis untuk mengatasi kemungkinan risiko pasokan.
B. Risiko Kualitas: JIT menekankan pada kualitas produk yang tinggi. Namun,
risiko cacat atau produk yang tidak memenuhi standar dapat terjadi. Hal ini dapat
mengakibatkan penurunan kepuasan pelanggan, biaya pengulangan, dan
kehilangan reputasi. Pengelolaan risiko kualitas melibatkan implementasi kontrol
kualitas yang ketat, pelatihan karyawan, dan penerapan alat-alat kualitas seperti
Six Sigma atau metode analisis statistik.
C. Risiko Permintaan: Ketidakpastian dalam permintaan pelanggan adalah risiko
yang harus dikelola dalam JIT. Perubahan tiba-tiba dalam permintaan dapat
menyebabkan kelebihan atau kekurangan persediaan. Untuk mengelola risiko ini,
perlu dilakukan analisis permintaan yang akurat, kerjasama dengan pelanggan
untuk memperoleh informasi yang relevan, dan penggunaan strategi fleksibilitas
produksi yang memungkinkan penyesuaian cepat terhadap perubahan
permintaan.
D. Risiko Ketergantungan: JIT mungkin membuat organisasi menjadi sangat
tergantung pada beberapa pemasok kunci atau pelanggan utama. Jika ada
masalah dengan pemasok atau pelanggan tersebut, ini dapat mengganggu aliran
produksi secara signifikan. Pengelolaan risiko ketergantungan melibatkan
diversifikasi pasokan dan pelanggan, identifikasi alternatif pemasok, dan
pengembangan hubungan jangka panjang dengan berbagai mitra bisnis.
E. Risiko Produksi: Risiko produksi meliputi kegagalan mesin, kecelakaan kerja,
masalah kualitas produksi, atau masalah operasional lainnya yang dapat
mengganggu produksi JIT. Pengelolaan risiko produksi melibatkan pemeliharaan
dan perawatan mesin yang baik, pelatihan karyawan dalam operasi yang aman,
dan pelaksanaan program keamanan dan keandalan operasional.
F. Risiko Keuangan: Implementasi JIT dapat mempengaruhi keuangan organisasi.
Biaya persediaan yang rendah dan persyaratan pemenuhan permintaan yang ketat
dapat meningkatkan risiko keuangan, terutama jika ada fluktuasi harga bahan
baku atau permintaan yang tidak stabil.

2.5 Dampak JIT terhadap pengendalian persediaan dan manajemen rantai pasok

Just-in-Time (JIT) memiliki dampak signifikan terhadap pengendalian persediaan dan


manajemen rantai pasok. Berikut adalah beberapa dampak utama:

1. Pengendalian Persediaan yang Ketat: Dalam JIT, persediaan dijaga pada tingkat yang
sangat rendah atau bahkan dihilangkan sepenuhnya. Pendekatan ini membantu
mengurangi biaya persediaan, meminimalkan ruang penyimpanan, dan menghindari
risiko penyusutan atau kadaluwarsa. Dengan mengurangi persediaan yang tidak
perlu, JIT memungkinkan perusahaan untuk mengoptimalkan penggunaan sumber
daya dan meningkatkan efisiensi operasional.
2. Peningkatan Efisiensi Operasional: JIT mendorong aliran yang lancar dan terus-
menerus dalam rantai pasok. Dengan meminimalkan persediaan, waktu tunggu, dan
aktivitas yang tidak perlu, JIT membantu mengurangi pemborosan dan
meningkatkan efisiensi dalam proses produksi. Produk diproduksi hanya ketika ada
permintaan pelanggan yang nyata, sehingga waktu dan sumber daya tidak terbuang
untuk produksi yang tidak dibutuhkan.
3. Kualitas yang Lebih Tinggi: Fokus JIT pada pengendalian kualitas yang ketat
berdampak positif pada manajemen rantai pasok. Dengan meminimalkan persediaan,
perusahaan dapat dengan lebih cermat memantau dan mengendalikan kualitas bahan
baku yang diterima dari pemasok. Selain itu, JIT mendorong identifikasi dini dan
penyelesaian masalah kualitas, sehingga mengurangi risiko cacat atau produk yang
tidak memenuhi standar.
4. Kolaborasi yang Erat dengan Pemasok: Implementasi JIT membutuhkan kerja sama
yang erat dengan pemasok. Dalam JIT, pemasok harus dapat mengirimkan bahan
baku tepat waktu dan dengan kualitas yang sesuai. Oleh karena itu, manajemen
rantai pasok menjadi lebih terintegrasi dan sinergis. Kolaborasi yang erat dengan
pemasok melibatkan pertukaran informasi yang akurat, pengaturan jadwal produksi
yang tepat, dan pembentukan hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan.
5. Perbaikan yang Berkelanjutan dalam Rantai Pasok: JIT mendorong perbaikan yang
berkelanjutan dalam rantai pasok. Dengan mengidentifikasi dan menghilangkan
pemborosan, JIT membuka peluang untuk mengoptimalkan proses-proses di seluruh
rantai pasok. Selain itu, JIT mendorong perbaikan dalam efisiensi operasional,
kualitas produk, dan waktu respon terhadap perubahan permintaan. Ini mengarah
pada peningkatan kinerja dan keunggulan kompetitif dalam rantai pasok secara
keseluruhan.

Dalam keseluruhan, JIT memiliki dampak positif terhadap pengendalian persediaan dan
manajemen rantai pasok dengan mengurangi pemborosan, meningkatkan efisiensi
operasional, meningkatkan kualitas produk, memperkuat kolaborasi dengan pemasok,
dan mendorong perbaikan yang berkelanjutan.

2.6 Pengaruh JIT dalam fleksibilitas dan responsivitas produksi terhadap perubahan
permintaan pelanggan

Implementasi Just-in-Time (JIT) dapat mempengaruhi fleksibilitas dan responsivitas


produksi terhadap perubahan permintaan pelanggan. Berikut adalah dampak JIT dalam hal
tersebut:
1. Fleksibilitas Produksi yang Ditingkatkan: Dalam pendekatan JIT, produksi dilakukan
secara lebih fleksibel dan responsif terhadap permintaan pelanggan yang berubah-
ubah. Dengan persediaan yang rendah dan waktu siklus produksi yang singkat,
perusahaan dapat dengan cepat menyesuaikan output produksi mereka sesuai dengan
permintaan aktual. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk lebih responsif terhadap
fluktuasi permintaan, perubahan tren pasar, atau kebutuhan pelanggan yang berbeda.
2. Pengurangan Waktu Tunggu dan Lead Time: JIT meminimalkan waktu tunggu dan
lead time dalam produksi. Dalam pendekatan JIT, produksi dimulai hanya ketika ada
permintaan pelanggan yang nyata. Dengan demikian, waktu tunggu yang tidak
produktif atau waktu siklus produksi yang lama dapat dihindari. Hal ini membantu
mempercepat respons terhadap permintaan pelanggan dan memungkinkan perusahaan
untuk mengurangi waktu pengiriman produk kepada pelanggan.
3. Penyederhanaan Perubahan Model atau Produk: JIT mendorong penyederhanaan
perubahan model atau produk. Dalam JIT, perusahaan cenderung fokus pada produksi
sedikit variasi produk dengan volume yang lebih tinggi. Dengan demikian,
perusahaan dapat menghindari kompleksitas dalam mengelola inventaris dan
mempercepat perubahan model atau produk. Proses perubahan model atau produk
yang lebih cepat dan efisien memungkinkan perusahaan untuk dengan cepat
menanggapi permintaan pelanggan yang berubah atau peluncuran produk baru.
4. Peningkatan Responsivitas Rantai Pasok: Implementasi JIT mempengaruhi
responsivitas dan fleksibilitas dalam rantai pasok secara keseluruhan. Dengan kerja
sama yang erat antara perusahaan dan pemasok, informasi yang akurat dan real-time
dapat dibagikan dengan cepat. Ini memungkinkan pemasok untuk mengatur jadwal
pengiriman mereka sesuai dengan permintaan pelanggan yang aktual, mengurangi
waktu pengiriman, dan meningkatkan responsivitas rantai pasok secara keseluruhan.
5. Kemampuan Menghadapi Perubahan Permintaan: JIT memberikan perusahaan
kemampuan yang lebih baik dalam menghadapi perubahan permintaan yang tidak
terduga. Dengan persediaan yang rendah, perusahaan memiliki fleksibilitas untuk
dengan cepat menggeser produksi ke produk atau model yang memiliki permintaan
yang lebih tinggi. Ini membantu perusahaan menghindari overproduksi atau
kekurangan persediaan yang signifikan dalam menghadapi fluktuasi permintaan pasar.
Secara keseluruhan, JIT mempengaruhi fleksibilitas dan responsivitas produksi terhadap
perubahan permintaan pelanggan dengan mengurangi waktu tunggu, mempercepat
perubahan model atau produk, meningkatkan responsivitas rantai pasok, dan
memberikan kemampuan yang lebih baik dalam menghadapi perubahan permintaan
yang tidak terduga.

2.7 Pengaruh JIT dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam lingkungan
manufaktur

Implementasi Just-in-Time (JIT) memiliki pengaruh yang signifikan dalam


meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam lingkungan manufaktur. Berikut
adalah beberapa pengaruh positif JIT dalam hal tersebut:
1. Pengurangan Pemborosan: JIT bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
berbagai bentuk pemborosan dalam proses produksi, seperti persediaan yang
berlebihan, waktu tunggu, transportasi yang tidak perlu, dan kegiatan yang tidak
bernilai tambah. Dengan mengurangi pemborosan, JIT membantu meningkatkan
efisiensi dalam penggunaan sumber daya, mengoptimalkan waktu produksi, dan
mengurangi biaya yang tidak perlu.
2. Peningkatan Kualitas: JIT mendorong fokus yang kuat pada kualitas produk. Dengan
mengurangi persediaan, perusahaan dapat dengan lebih cermat memantau dan
mengendalikan kualitas bahan baku yang diterima dari pemasok. Selain itu, JIT
mendorong identifikasi dini dan penyelesaian masalah kualitas secara cepat. Dengan
meningkatkan kualitas produk, JIT mengurangi jumlah cacat, pengulangan, dan biaya
yang terkait dengan produk yang tidak memenuhi standar.
3. Peningkatan Efisiensi Operasional: Dalam pendekatan JIT, setiap langkah dalam
proses produksi diarahkan untuk menghasilkan output yang diinginkan dengan waktu,
tenaga kerja, dan bahan yang optimal. JIT membantu mengurangi waktu siklus
produksi, meminimalkan waktu tunggu, dan mengoptimalkan penggunaan peralatan
dan tenaga kerja. Dengan mempercepat aliran produksi, perusahaan dapat
meningkatkan throughput, mengurangi lead time, dan meningkatkan produktivitas
secara keseluruhan.
4. Pengurangan Inventaris: JIT mengurangi persediaan yang tidak perlu dalam proses
produksi. Dalam pendekatan JIT, persediaan hanya diproduksi atau dipesan ketika ada
permintaan pelanggan yang nyata. Hal ini membantu menghindari akumulasi
persediaan yang berlebihan dan mengurangi biaya penyimpanan, risiko penyusutan,
dan pengikatan modal. Dengan pengurangan inventaris, perusahaan dapat
meningkatkan likuiditas dan memfokuskan sumber daya pada aktivitas yang
menghasilkan nilai tambah.
5. Peningkatan Responsif terhadap Perubahan Permintaan: JIT memungkinkan
perusahaan untuk lebih responsif terhadap perubahan permintaan pelanggan. Dengan
mengurangi persediaan, perusahaan memiliki fleksibilitas untuk dengan cepat
menyesuaikan produksi sesuai dengan permintaan aktual. Hal ini membantu
menghindari kelebihan persediaan atau kekurangan persediaan yang signifikan dalam
menghadapi fluktuasi permintaan pasar. Dengan meningkatkan responsifitas terhadap
perubahan permintaan, perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya
dan meningkatkan efisiensi operasional.

2.8 Pengaruh JIT dalam biaya produksi dan keuntungan perusahaan

Implementasi Just-in-Time (JIT) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap biaya


produksi dan keuntungan perusahaan. Berikut adalah beberapa pengaruh JIT dalam hal
tersebut:

1. Pengurangan Biaya Persediaan: Salah satu dampak utama JIT adalah pengurangan
biaya persediaan. Dalam pendekatan JIT, persediaan dijaga pada tingkat yang sangat
rendah atau bahkan dihilangkan sepenuhnya. Hal ini membantu mengurangi biaya
penyimpanan, biaya pengikatan modal dalam persediaan, dan risiko penyusutan atau
kadaluwarsa. Dengan mengurangi biaya persediaan, perusahaan dapat meningkatkan
margin keuntungan.
2. Pengurangan Biaya Pemborosan: JIT bertujuan untuk mengurangi berbagai bentuk
pemborosan dalam proses produksi, seperti persediaan berlebihan, waktu tunggu,
transportasi yang tidak perlu, dan kegiatan yang tidak bernilai tambah. Dengan
mengurangi pemborosan, perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan sumber
daya, mengurangi biaya yang tidak perlu, dan meningkatkan efisiensi operasional.
Ini berdampak positif pada biaya produksi dan meningkatkan keuntungan
perusahaan.
3. Peningkatan Efisiensi Operasional: JIT membantu meningkatkan efisiensi dalam
penggunaan sumber daya, seperti tenaga kerja, peralatan, dan bahan baku. Dengan
mengurangi waktu siklus produksi, meminimalkan waktu tunggu, dan
mengoptimalkan aliran produksi, perusahaan dapat meningkatkan throughput dan
mengurangi biaya produksi per unit. Efisiensi operasional yang lebih tinggi
memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan margin keuntungan.
4. Peningkatan Kualitas: Fokus JIT pada pengendalian kualitas yang ketat membantu
mengurangi biaya yang terkait dengan cacat produk. Dengan meminimalkan
persediaan, perusahaan dapat dengan lebih cermat memantau dan mengendalikan
kualitas bahan baku yang diterima dari pemasok. Selain itu, JIT mendorong
identifikasi dini dan penyelesaian masalah kualitas, sehingga mengurangi biaya yang
terkait dengan produk yang tidak memenuhi standar.
5. Peningkatan Responsif terhadap Permintaan: Implementasi JIT memungkinkan
perusahaan untuk lebih responsif terhadap perubahan permintaan pelanggan. Dengan
mengurangi persediaan, perusahaan dapat dengan cepat menyesuaikan produksi
sesuai dengan permintaan aktual. Hal ini membantu menghindari kelebihan
persediaan atau kekurangan persediaan yang signifikan, yang dapat mengurangi
biaya penyimpanan atau biaya kehilangan peluang penjualan. Dengan meningkatkan
responsifitas terhadap perubahan permintaan, perusahaan dapat meningkatkan
keuntungan.

2.9 Hambatan penerapan Lean Manufacturing di perusahaan manufaktur

Penerapan Lean Manufacturing di perusahaan manufaktur dapat dihadapkan pada


beberapa hambatan dan tantangan. Berikut adalah beberapa hambatan umum yang
mungkin dihadapi dalam menerapkan Lean Manufacturing:

1. Budaya Organisasi yang Tidak Mendukung: Budaya organisasi yang tidak terbiasa
dengan prinsip-prinsip Lean Manufacturing dapat menjadi hambatan utama. Jika
perusahaan telah mengadopsi praktik tradisional atau memiliki kebiasaan kerja yang
tidak efisien, perubahan budaya dan mindset diperlukan untuk menerapkan Lean
Manufacturing. Dibutuhkan komitmen dan dukungan tingkat atas, serta pendidikan
dan pelatihan yang tepat, untuk mengubah budaya organisasi agar lebih responsif
terhadap Lean. Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab budaya organisasi yang
tidak mendukung lean manufacturing antara lain:

A. Ketidakpercayaan terhadap perubahan: Budaya organisasi yang telah berjalan


lama dengan praktik yang konvensional sering kali sulit untuk berubah.
Karyawan mungkin memiliki ketidakpercayaan terhadap perubahan dan
skeptisisme terhadap manfaat yang dijanjikan oleh Lean Manufacturing.
Mereka mungkin merasa nyaman dengan cara kerja lama dan tidak ingin
mengubah rutinitas mereka.
B. Ketakutan akan kehilangan pekerjaan atau perubahan peran: Implementasi
Lean Manufacturing sering melibatkan restrukturisasi proses dan peran
karyawan. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran di antara karyawan
bahwa mereka mungkin kehilangan pekerjaan atau menghadapi perubahan
dalam tanggung jawab mereka. Kekhawatiran ini dapat menghambat
partisipasi dan penerimaan terhadap perubahan yang diperlukan.
C. Kebijakan dan sistem insentif yang tidak sesuai: Sistem insentif dan kebijakan
yang ada dalam organisasi mungkin tidak mendukung prinsip-prinsip Lean
Manufacturing. Misalnya, jika karyawan dihargai berdasarkan produksi
berlebihan atau jumlah persediaan yang tinggi, mereka mungkin tidak
termotivasi untuk menerapkan prinsip-prinsip JIT (Just-in-Time) yang
merupakan bagian dari Lean Manufacturing. Perubahan dalam sistem insentif
dan kebijakan dapat diperlukan untuk mendorong perilaku yang sesuai dengan
Lean Manufacturing.
D. Kurangnya pendidikan dan pelatihan: Jika karyawan tidak memiliki
pemahaman yang memadai tentang prinsip-prinsip dan teknik Lean
Manufacturing, mereka mungkin tidak mampu melihat manfaatnya atau tidak
tahu bagaimana menerapkannya dengan efektif. Kurangnya pendidikan dan
pelatihan tentang Lean Manufacturing dapat menjadi hambatan yang
signifikan dalam mengubah budaya organisasi.

Untuk mengatasi hambatan ini, penting untuk mengadopsi pendekatan yang


komprehensif. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain adalah:
 Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada seluruh karyawan tentang
prinsip-prinsip Lean Manufacturing dan manfaatnya.
 Membentuk tim internal atau komite Lean yang bertanggung jawab untuk
memimpin implementasi Lean Manufacturing dan mengadvokasi perubahan
tersebut.
 Melibatkan karyawan dalam proses perencanaan dan implementasi, sehingga
mereka merasa memiliki tanggung jawab dan keterlibatan dalam perubahan.
 Membuat komunikasi yang terbuka dan transparan mengenai tujuan dan
manfaat dari implementasi Lean Manufacturing.
 Menyediakan dukungan manajemen yang kuat dan contoh yang baik untuk
mendorong budaya yang mendukung Lean Manufacturing.

2. Ketidaksesuaian Sistem Produksi dan Infrastruktur: Beberapa perusahaan mungkin


menghadapi hambatan dalam mengubah sistem produksi mereka untuk mendukung
Lean Manufacturing. Jika infrastruktur fisik tidak sesuai, seperti tata letak pabrik yang
buruk, kurangnya aliran material yang lancar, atau peralatan yang tidak efisien, hal ini
dapat menghambat implementasi Lean Manufacturing. Perusahaan perlu
mengidentifikasi dan mengatasi hambatan ini untuk mencapai lingkungan produksi
yang sesuai dengan prinsip-prinsip Lean. Beberapa hambatan yang mungkin terjadi
antara lain:

A. Tata Letak Pabrik yang Buruk: Tata letak pabrik yang tidak dioptimalkan
dapat menghambat aliran material dan informasi yang efisien. Jika jarak
perjalanan antara stasiun kerja terlalu jauh, transportasi material yang tidak
perlu akan terjadi, menghasilkan pemborosan waktu dan biaya. Selain itu, tata
letak yang tidak terorganisir dapat menyebabkan kemacetan produksi dan
kesulitan dalam memonitor dan mengendalikan aliran produksi.
B. Aliran Material yang Tidak Lancar: Aliran material yang tidak lancar dapat
menghambat implementasi Lean Manufacturing. Hal ini dapat terjadi akibat
kurangnya sinkronisasi antara tahap-tahap produksi, lambatnya aliran material,
atau gangguan dalam rantai pasok. Ketidaklancaran aliran material dapat
menyebabkan penumpukan persediaan, waktu tunggu yang lama, dan
mengurangi efisiensi produksi secara keseluruhan.
C. Peralatan dan Mesin yang Tidak Efisien: Peralatan dan mesin yang tidak
sesuai atau tidak memadai dapat menghambat penerapan Lean Manufacturing.
Mesin yang sering mengalami kerusakan atau downtime yang tinggi dapat
menyebabkan produksi terhenti atau menghambat aliran produksi yang lancar.
Peralatan yang tidak fleksibel atau tidak mampu memenuhi kebutuhan
produksi yang beragam juga dapat menjadi hambatan dalam implementasi
Lean Manufacturing.
D. Sistem Informasi yang Tidak Terintegrasi: Sistem informasi yang terpisah atau
tidak terintegrasi dapat menghambat aliran informasi yang efisien antara
berbagai fungsi atau departemen. Ketika informasi tidak tersedia secara real-
time atau tidak akurat, pengambilan keputusan menjadi sulit, dan koordinasi
antara tim produksi, pengadaan, dan distribusi menjadi terhambat. Sistem
informasi yang terintegrasi dan dapat diakses oleh semua pihak terkait sangat
penting dalam mendukung implementasi Lean Manufacturing
Untuk mengatasi ketidaksesuaian sistem produksi dan infrastruktur dengan
prinsip-prinsip Lean Manufacturing, beberapa langkah yang dapat diambil
antara lain:

 Melakukan analisis dan pemodelan ulang tata letak pabrik untuk


meningkatkan aliran material yang lancar dan mengurangi jarak
perjalanan yang tidak perlu.
 Mengoptimalkan aliran material dengan menerapkan metode seperti
kanban, pull system, atau konsep aliran sel (cellular manufacturing).
 Mengevaluasi dan memperbarui peralatan dan mesin yang tidak efisien
dengan peralatan yang lebih modern, fleksibel, dan sesuai dengan
kebutuhan produksi.
 Mengintegrasikan sistem informasi melalui implementasi Enterprise
Resource Planning (ERP) atau solusi perangkat lunak yang terintegrasi
untuk memastikan aliran informasi yang akurat dan real-time antara
fungsi-fungsi yang terkait.
 Melakukan investasi yang diperlukan untuk memperbaiki infrastruktur

3. Ketidakmampuan Mengidentifikasi dan Menghilangkan Pemborosan: Salah satu


tujuan utama Lean Manufacturing adalah mengidentifikasi dan menghilangkan
pemborosan dalam proses produksi. Namun, mengenali pemborosan yang ada dan
menemukan solusi untuk mengatasinya bisa menjadi tantangan. Diperlukan
pemahaman yang mendalam tentang proses produksi dan analisis yang baik untuk
mengidentifikasi sumber pemborosan dan mengembangkan strategi penghapusan
yang efektif.

4. Keterbatasan Sumber Daya: Implementasi Lean Manufacturing dapat memerlukan


sumber daya tambahan, baik dalam hal manusia, waktu, atau keuangan. Pelatihan
karyawan, pemodelan ulang proses, investasi dalam peralatan dan teknologi yang
lebih efisien, dan waktu yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan perubahan,
semuanya memerlukan sumber daya yang cukup. Jika perusahaan menghadapi
keterbatasan sumber daya, ini dapat menjadi hambatan dalam menerapkan Lean
Manufacturing secara efektif.

5. Perubahan dalam Rantai Pasok: Penerapan Lean Manufacturing dalam satu area
produksi dapat mempengaruhi rantai pasok secara keseluruhan. Jika pemasok atau
mitra dalam rantai pasok tidak siap atau tidak mampu beradaptasi dengan perubahan
dalam tata kelola dan aliran produksi yang lebih efisien, ini dapat menghambat
implementasi Lean Manufacturing. Koordinasi yang erat dan kerjasama dengan mitra
dalam rantai pasok diperlukan untuk mengatasi hambatan ini.

2.10 Penggunaan alat dan metode Lean Manufacturing dapat meningkatkan kualitas
produk

Penggunaan alat dan metode Lean Manufacturing dapat meningkatkan kualitas produk secara
signifikan. Lean Manufacturing adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) dalam proses produksi. Dengan
mengurangi atau menghilangkan pemborosan, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi,
produktivitas, dan kualitas produknya.Berikut beberapa alat dan metode Lean Manufacturing
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas produk:
1. Value Stream Mapping: Alat ini digunakan untuk memetakan aliran nilai dari awal hingga
akhir dalam proses produksi. Dengan memahami alur kerja secara keseluruhan, perusahaan
dapat mengidentifikasi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah dan
menghilangkannya. Value Stream Mapping (VSM) adalah alat yang digunakan dalam Lean
Manufacturing untuk memvisualisasikan aliran nilai dari awal hingga akhir dalam suatu
proses produksi atau operasi bisnis. Tujuan utama VSM adalah untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan pemborosan (waste) dalam proses, sehingga meningkatkan efisiensi dan
kualitas produk serta mengurangi waktu siklus produksi. Proses Value Stream Mapping
melibatkan pengumpulan data mengenai aliran material, informasi, dan aktivitas yang
terjadi dalam proses produksi. Data ini kemudian digambarkan dalam bentuk peta aliran
yang menunjukkan langkah-langkah yang diperlukan dalam proses, waktu yang dihabiskan
di setiap langkah, inventaris yang ada, dan hambatan yang mungkin terjadi. Dengan
menganalisis peta aliran tersebut, perusahaan dapat mengidentifikasi aktivitas yang tidak
memberikan nilai tambah (non-value added activities) dan pemborosan dalam proses.
Beberapa contoh pemborosan yang dapat terjadi adalah kelebihan persediaan, waktu
tunggu, transportasi yang tidak efisien, proses yang kompleks, atau perbaikan kualitas
yang berulang. Setelah pemborosan teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah
menghilangkannya atau menguranginya sebanyak mungkin. Hal ini dapat dilakukan
melalui berbagai strategi Lean, seperti pengurangan stok, perbaikan aliran material,
pengurangan waktu setup (SMED), penggunaan sistem pull, dan lain sebagainya. Dengan
mengoptimalkan aliran nilai, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi waktu
siklus, dan meningkatkan kualitas produk. Penerapan Value Stream Mapping memiliki
beberapa manfaat, antara lain:
 Penghilangan pemborosan: Dengan menganalisis dan memvisualisasikan
aliran nilai, perusahaan dapat mengidentifikasi dan menghilangkan
pemborosan dalam proses produksi. Hal ini membantu meningkatkan
efisiensi, mengurangi biaya produksi, dan meningkatkan kualitas produk.
 Penekanan waktu siklus: Dengan mengidentifikasi aktivitas yang memakan
waktu lebih lama atau menghambat aliran nilai, perusahaan dapat mengambil
tindakan untuk mengurangi waktu siklus produksi. Penekanan waktu siklus
memungkinkan perusahaan untuk merespons permintaan pelanggan dengan
lebih cepat, meningkatkan kepuasan pelanggan, dan meningkatkan daya
saing.
 Peningkatan kolaborasi tim: Proses Value Stream Mapping melibatkan
kolaborasi antara berbagai departemen dan anggota tim di perusahaan. Hal ini
membantu meningkatkan komunikasi dan pemahaman bersama mengenai
proses produksi. Dengan adanya pemahaman yang lebih baik, tim dapat
bekerja sama untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan, serta
meningkatkan efisiensi dan kualitas secara keseluruhan.
 Visibilitas dan transparansi: VSM memberikan visibilitas yang jelas terhadap
aliran nilai dalam proses produksi. Dengan memvisualisasikan proses secara
grafis, perusahaan dapat dengan mudah melihat hambatan, bottlenecks, dan
area-area yang memerlukan perbaikan

2. 5S: Metode ini berfokus pada pengorganisasian dan pemeliharaan area kerja. Dengan
menerapkan prinsip 5S (seiri, seiton, seiso, seiketsu, shitsuke), perusahaan dapat
menciptakan lingkungan kerja yang teratur dan terstruktur, yang berkontribusi pada
peningkatan kualitas produk. 5S merupakan salah satu alat yang digunakan dalam Lean
Manufacturing untuk mengorganisasi dan menjaga kebersihan di area kerja. Pendekatan ini
bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang teratur, efisien, dan aman. 5S terdiri
dari lima prinsip dasar yang dapat diterapkan dalam proses produksi dan operasi bisnis:
 Seiri (Sort): Prinsip ini mengacu pada pemilahan atau pemisahan barang-
barang yang diperlukan dan tidak diperlukan di area kerja. Barang-barang
yang tidak diperlukan atau tidak digunakan secara teratur akan dihilangkan
dari area kerja. Hal ini membantu mengurangi kekacauan, membebaskan
ruang, dan memudahkan aksesibilitas barang yang penting.
 Seiton (Set in Order): Prinsip ini berfokus pada pengaturan barang-barang
yang tersisa setelah pemilahan dengan cara yang teratur dan logis. Setiap
barang harus memiliki tempat yang tetap dan mudah diakses. Dengan
pengaturan yang baik, waktu mencari barang akan berkurang, efisiensi
meningkat, dan pengurangan kesalahan dalam pengambilan barang dapat
terjadi.
 Seiso (Shine): Prinsip ini mengacu pada pembersihan dan pemeliharaan rutin
area kerja. Tujuannya adalah menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan
kerja agar efisien dan menyenangkan untuk dikerjakan. Pembersihan yang
rutin juga membantu mendeteksi masalah atau potensi masalah sejak dini.
 Seiketsu (Standardize): Prinsip ini melibatkan pembuatan standar dan
prosedur kerja yang jelas untuk menjaga kebersihan, kerapihan, dan
pengaturan yang konsisten. Standarisasi memastikan bahwa semua orang di
area kerja memiliki pemahaman yang sama mengenai aturan dan metode
kerja yang diterapkan.
 Shitsuke (Sustain): Prinsip ini mengacu pada pemeliharaan dan
pengembangan budaya kerja yang berkelanjutan. Budaya kerja yang baik
harus diperkuat dan dipertahankan melalui pelatihan, pengawasan, dan
keterlibatan semua anggota tim. Selain itu, prinsip ini mendorong perusahaan
untuk terus meningkatkan praktik 5S dan memperbaiki area kerja secara
terus-menerus.

Dengan menerapkan 5S, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang


rapi, efisien, dan aman. Manfaat yang dapat diperoleh meliputi peningkatan
produktivitas, kualitas, keselamatan kerja, efisiensi operasional, dan kepuasan
karyawan. Selain itu, 5S juga mempersiapkan dasar yang kokoh untuk
menerapkan pendekatan Lean Manufacturing secara lebih luas di perusahaan.

3. Poka-Yoke: Ini adalah metode untuk mencegah kesalahan manusia dalam proses produksi.
Poka-yoke melibatkan penggunaan perangkat atau desain yang menghindari kesalahan
atau memperingatkan operator jika kesalahan terjadi. Dengan menerapkan poka-yoke,
perusahaan dapat mengurangi kesalahan dan meningkatkan kualitas produk. Poka-Yoke
adalah sebuah konsep dan metode dalam Lean Manufacturing yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya kesalahan manusia atau mengurangi kemungkinan kesalahan dalam
proses produksi atau operasi. Poka-Yoke, yang juga dikenal sebagai "mistake-proofing"
atau "error-proofing", didesain untuk mendeteksi kesalahan secara otomatis dan
mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghindarinya. Prinsip dasar dari Poka-
Yoke adalah mencegah kesalahan sejak awal atau menghentikan kesalahan sebelum
mereka menyebabkan kerugian atau cacat pada produk. Beberapa contoh penerapan Poka-
Yoke meliputi:
 Desain Produk: Pada tahap desain produk, Poka-Yoke dapat digunakan untuk
menghasilkan produk yang lebih mudah diproduksi dan dioperasikan dengan
benar. Contohnya, desain produk yang hanya memungkinkan satu cara
pemasangan komponen atau memastikan bahwa komponen hanya bisa
dipasang dengan arah yang benar.
 Sensor dan Pengecekan: Menggunakan sensor atau perangkat otomatis
lainnya, Poka-Yoke dapat mendeteksi kesalahan yang mungkin terjadi selama
proses produksi atau operasi. Sensor ini bisa memberikan peringatan visual
atau suara, atau bahkan menghentikan proses secara otomatis jika kesalahan
terdeteksi.
 Verifikasi dan Inspeksi: Poka-Yoke juga melibatkan proses verifikasi dan
inspeksi yang ketat untuk memastikan bahwa setiap langkah dalam produksi
atau operasi dilakukan dengan benar. Contohnya, menggunakan checklist
yang jelas atau kode warna untuk memastikan langkah-langkah yang tepat
diikuti.

Manfaat penerapan Poka-Yoke meliputi:


 Mencegah terjadinya kesalahan yang dapat menyebabkan cacat atau
kegagalan produk.
 Meningkatkan kualitas produk dengan mengurangi tingkat cacat dan retur.
 Mengurangi biaya dan waktu yang terbuang akibat perbaikan atau
penggantian produk yang cacat.
 Meningkatkan produktivitas dengan mengurangi waktu yang dihabiskan
untuk memperbaiki kesalahan atau cacat.
Penerapan Poka-Yoke memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
peningkatan kualitas produk, mengurangi biaya, dan meningkatkan kepuasan
pelanggan dengan memastikan produk yang lebih andal, aman, dan bebas
kesalahan.

4. Just-in-Time (JIT): Metode JIT mengurangi stok yang tidak perlu dalam proses produksi
dengan menghasilkan barang sesuai permintaan pelanggan. Dengan menghindari
kelebihan persediaan, perusahaan dapat mengurangi risiko produk kadaluwarsa atau rusak
dan fokus pada pengiriman produk yang berkualitas tepat waktu.
5. Continuous Improvement (Kaizen): Ini adalah pendekatan berkelanjutan untuk
meningkatkan proses produksi dan kualitas produk. Dengan melibatkan seluruh tim kerja
dalam usaha perbaikan berkelanjutan, perusahaan dapat mengidentifikasi dan mengatasi
masalah kualitas secara terus-menerus. Continuous Improvement, atau dikenal juga
sebagai Kaizen, adalah pendekatan filosofis yang berfokus pada peningkatan berkelanjutan
dalam segala aspek operasional perusahaan. Kaizen berasal dari bahasa Jepang, di mana
"Kai" berarti perubahan dan "Zen" berarti kebaikan atau kebaikan. Pendekatan ini
mendorong perusahaan untuk terus menerus mencari cara untuk meningkatkan proses,
produk, dan layanan mereka. Prinsip dasar Kaizen adalah bahwa perubahan kecil yang
berkelanjutan dapat menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam jangka panjang.
Filosofi ini melibatkan semua anggota tim di berbagai tingkatan organisasi untuk terlibat
dalam upaya perbaikan terus-menerus. Beberapa aspek penting dari Kaizen adalah sebagai
berikut:
 Mentalitas Perbaikan: Kaizen mendorong pembentukan mentalitas perbaikan
di seluruh organisasi. Ini berarti setiap anggota tim diberdayakan untuk
mengidentifikasi masalah, menyarankan perbaikan, dan melaksanakan
tindakan untuk meningkatkan proses kerja mereka. Mentalitas ini
menciptakan budaya yang terbuka terhadap inovasi dan peningkatan.
 Identifikasi Pemborosan: Kaizen mendorong pengenalan dan eliminasi
pemborosan (waste) dalam setiap aspek operasional. Pemborosan bisa
termasuk waktu tunggu, persediaan berlebih, gerakan yang tidak perlu, atau
kegagalan kualitas. Dengan menghilangkan pemborosan, perusahaan dapat
meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan meningkatkan kualitas.
 Penggunaan Alat dan Teknik Kaizen: Kaizen menggunakan berbagai alat dan
teknik untuk mendukung upaya perbaikan berkelanjutan. Ini termasuk 5S,
Value Stream Mapping, Poka-Yoke, analisis root cause, diagram Pareto, dan
lain sebagainya. Alat dan teknik ini membantu dalam mengidentifikasi
masalah, mengumpulkan data, menganalisis performa, dan merencanakan
perbaikan.
 Penerapan Siklus PDCA: Siklus Plan-Do-Check-Act (PDCA) adalah metode
yang sering digunakan dalam pendekatan Kaizen. Ini melibatkan perencanaan
tindakan perbaikan (Plan), pelaksanaan tindakan (Do), pengecekan hasil dan
perbandingan dengan target (Check), dan tindakan korektif serta standarisasi
(Act). Siklus PDCA memastikan bahwa perbaikan dilakukan secara
sistematis dan berkelanjutan.
Manfaat penerapan Kaizen meliputi:
 Peningkatan efisiensi dan produktivitas.
 Mengurangi pemborosan dan biaya operasional.
 Meningkatkan kualitas produk dan layanan.
 Meningkatkan kepuasan pelanggan.
 Mendorong inovasi dan perubahan positif.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip Kaizen, perusahaan dapat menciptakan


budaya perbaikan berkelanjutan yang terintegrasi dalam setiap aspek operasional.
Ini membantu meningkatkan performa perusahaan secara keseluruhan dan
menjaga daya

Dengan mengadopsi alat dan metode Lean Manufacturing, perusahaan dapat mengurangi
pemborosan, meningkatkan efisiensi, mengoptimalkan aliran nilai, dan akhirnya meningkatkan
kualitas produk.

2.11 Dampak penerapan Lean Manufacturing terhadap kepuasan pelanggan

Penerapan Lean Manufacturing dapat memiliki dampak positif yang signifikan terhadap
kepuasan pelanggan. Berikut adalah beberapa dampak utama yang dapat dilihat:

1. Peningkatan Kualitas Produk: Lean Manufacturing berfokus pada identifikasi dan


eliminasi pemborosan dalam proses produksi. Dengan menghilangkan penyebab
utama masalah kualitas, perusahaan dapat meningkatkan kualitas produk secara
keseluruhan. Produk yang lebih berkualitas akan memberikan kepuasan lebih kepada
pelanggan, mengurangi keluhan, dan meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap
merek atau perusahaan.
2. Peningkatan Keandalan Pengiriman: Lean Manufacturing mengoptimalkan aliran nilai
dan mengurangi waktu siklus produksi. Dengan mengurangi waktu tunggu dan
meningkatkan ketepatan waktu produksi, perusahaan dapat memberikan produk
kepada pelanggan sesuai jadwal yang dijanjikan. Keandalan pengiriman yang lebih
baik akan meningkatkan kepuasan pelanggan dan membangun hubungan yang lebih
baik dengan mereka.
3. Peningkatan Responsif terhadap Pelanggan: Dalam Lean Manufacturing, terdapat
fokus pada pengurangan waktu siklus, sehingga perusahaan dapat merespons
permintaan pelanggan dengan lebih cepat. Dengan mengurangi waktu yang
dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang diinginkan oleh pelanggan, perusahaan
dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan memberikan layanan yang lebih
responsif.
4. Peningkatan Inovasi Produk: Lean Manufacturing mendorong perusahaan untuk
mengadopsi pendekatan berkelanjutan dalam perbaikan proses. Ini membuka peluang
untuk menerapkan inovasi dalam proses produksi dan mengembangkan produk yang
lebih baik. Dengan menghasilkan produk yang inovatif dan memenuhi kebutuhan
pelanggan dengan lebih baik, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan
secara keseluruhan.
5. Penurunan Biaya: Lean Manufacturing membantu mengurangi pemborosan dan
meningkatkan efisiensi proses. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan biaya
produksi. Dengan mengurangi biaya produksi, perusahaan dapat menawarkan produk
dengan harga yang lebih kompetitif kepada pelanggan. Harga yang lebih terjangkau
dan kualitas yang baik akan meningkatkan kepuasan pelanggan.

Secara keseluruhan, penerapan Lean Manufacturing dapat membantu perusahaan


meningkatkan kualitas produk, meningkatkan keandalan pengiriman, merespons kebutuhan
pelanggan dengan lebih baik, mendorong inovasi, dan menurunkan biaya produksi. Semua ini
berkontribusi pada peningkatan kepuasan pelanggan dan memperkuat hubungan antara
perusahaan dan pelanggan.

2.12 Penggunaan prinsip Lean dalam manajemen rantai pasok dapat meningkatkan
kinerja keseluruhan

Penerapan Lean Manufacturing dapat memiliki dampak positif yang signifikan terhadap
kepuasan pelanggan. Berikut adalah beberapa dampak utama yang dapat dilihat:
1. Peningkatan Kualitas Produk: Lean Manufacturing berfokus pada identifikasi dan
eliminasi pemborosan dalam proses produksi. Dengan menghilangkan penyebab
utama masalah kualitas, perusahaan dapat meningkatkan kualitas produk secara
keseluruhan. Produk yang lebih berkualitas akan memberikan kepuasan lebih kepada
pelanggan, mengurangi keluhan, dan meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap
merek atau perusahaan.
2. Peningkatan Keandalan Pengiriman: Lean Manufacturing mengoptimalkan aliran nilai
dan mengurangi waktu siklus produksi. Dengan mengurangi waktu tunggu dan
meningkatkan ketepatan waktu produksi, perusahaan dapat memberikan produk
kepada pelanggan sesuai jadwal yang dijanjikan. Keandalan pengiriman yang lebih
baik akan meningkatkan kepuasan pelanggan dan membangun hubungan yang lebih
baik dengan mereka.
3. Peningkatan Responsif terhadap Pelanggan: Dalam Lean Manufacturing, terdapat
fokus pada pengurangan waktu siklus, sehingga perusahaan dapat merespons
permintaan pelanggan dengan lebih cepat. Dengan mengurangi waktu yang
dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang diinginkan oleh pelanggan, perusahaan
dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan memberikan layanan yang lebih
responsif.
4. Peningkatan Inovasi Produk: Lean Manufacturing mendorong perusahaan untuk
mengadopsi pendekatan berkelanjutan dalam perbaikan proses. Ini membuka peluang
untuk menerapkan inovasi dalam proses produksi dan mengembangkan produk yang
lebih baik. Dengan menghasilkan produk yang inovatif dan memenuhi kebutuhan
pelanggan dengan lebih baik, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan
secara keseluruhan.
5. Penurunan Biaya: Lean Manufacturing membantu mengurangi pemborosan dan
meningkatkan efisiensi proses. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan biaya
produksi. Dengan mengurangi biaya produksi, perusahaan dapat menawarkan produk
dengan harga yang lebih kompetitif kepada pelanggan. Harga yang lebih terjangkau
dan kualitas yang baik akan meningkatkan kepuasan pelanggan.

Secara keseluruhan, penerapan Lean Manufacturing dapat membantu perusahaan


meningkatkan kualitas produk, meningkatkan keandalan pengiriman, merespons
kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, mendorong inovasi, dan menurunkan biaya
produksi. Semua ini berkontribusi pada peningkatan kepuasan pelanggan dan
memperkuat hubungan antara perusahaan dan pelanggan.

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan
3.1.1 Just In Time
Just-in-Time (JIT) adalah pendekatan dalam manajemen operasi yang bertujuan untuk
mengurangi pemborosan dan meningkatkan efisiensi dengan menghasilkan produk atau
menyediakan bahan baku tepat pada waktunya saat dibutuhkan dalam proses produksi.
Kesimpulan dari pendekatan JIT adalah sebagai berikut:

1. Pengurangan biaya: Dengan mengadopsi JIT, perusahaan dapat mengurangi biaya


persediaan, biaya pergudangan, dan biaya perawatan inventaris. Dengan
memproduksi atau menyediakan bahan baku tepat pada waktunya, perusahaan tidak
perlu menyimpan persediaan yang besar, menghindari biaya penyimpanan yang
tinggi, serta risiko barang yang tidak terjual atau kedaluwarsa.
2. Penyempurnaan efisiensi: Pendekatan JIT memungkinkan aliran yang lebih lancar
dalam proses produksi. Dengan menghilangkan persediaan berlebih dan
meminimalkan waktu tunggu, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi produksi,
mengurangi waktu siklus, dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya.
3. Perbaikan kualitas: JIT memerlukan kerja sama yang erat dengan pemasok dan
pemenuhan standar kualitas yang ketat. Dengan memperoleh bahan baku yang
berkualitas tinggi dari pemasok yang handal, perusahaan dapat mengurangi risiko
cacat atau kegagalan kualitas dalam produksi.
4. Responsibilitas terhadap permintaan pelanggan: JIT memungkinkan perusahaan
untuk merespons permintaan pelanggan dengan lebih cepat dan tepat. Dengan
memproduksi hanya saat ada permintaan, perusahaan dapat mengurangi lead time,
meningkatkan fleksibilitas, dan memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik.
5. Fokus pada kontinuitas perbaikan: JIT mendorong perusahaan untuk terus
melakukan perbaikan dan mencari cara untuk meningkatkan efisiensi dan
mengurangi pemborosan. Dengan menerapkan siklus perbaikan berkelanjutan,
perusahaan dapat mencapai peningkatan yang berkelanjutan dalam kualitas,
efisiensi, dan kepuasan pelanggan.

Dalam keseluruhan, JIT membantu perusahaan mencapai tujuan produksi yang lebih efisien,
mengurangi biaya, meningkatkan kualitas, dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Namun,
penting untuk mengingat bahwa implementasi JIT memerlukan koordinasi yang baik dengan
pemasok, infrastruktur yang handal, dan ketersediaan pasokan yang andal untuk berhasil.

3.1.2 Lean Manufacturing

Kesimpulan Lean Manufacturing adalah sebagai berikut:


Peningkatan efisiensi: Lean Manufacturing membantu perusahaan menghilangkan
pemborosan, mengoptimalkan penggunaan sumber daya, mengurangi waktu siklus, dan
meningkatkan efisiensi operasional secara keseluruhan. Dengan mengidentifikasi dan
mengurangi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah, perusahaan dapat
meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya.
1. Peningkatan kualitas: Lean Manufacturing mendorong perusahaan untuk fokus
pada peningkatan kualitas secara berkelanjutan. Dengan menggunakan alat seperti
poka-yoke dan analisis root cause, perusahaan dapat mengidentifikasi akar masalah
kualitas, menghilangkan cacat, dan meningkatkan keandalan produk. Hal ini
mengarah pada peningkatan kepuasan pelanggan dan reputasi perusahaan.
2. Peningkatan responsibilitas terhadap pelanggan: Lean Manufacturing membantu
perusahaan menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan pelanggan. Dengan
mengurangi waktu siklus produksi dan pengiriman, perusahaan dapat merespons
permintaan pelanggan dengan lebih cepat dan akurat. Hal ini membantu
membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dan meningkatkan kepuasan
pelanggan.
3. Budaya perbaikan berkelanjutan: Lean Manufacturing mendorong adopsi budaya
perbaikan berkelanjutan di seluruh organisasi. Dengan melibatkan semua anggota
tim dalam mengidentifikasi masalah, menyarankan perbaikan, dan menerapkan
perubahan, perusahaan dapat menciptakan budaya inovasi dan peningkatan yang
terus-menerus.
4. Peningkatan keunggulan kompetitif: Dengan menerapkan Lean Manufacturing,
perusahaan dapat mencapai keunggulan kompetitif melalui pengurangan biaya,
peningkatan kualitas, dan responsibilitas terhadap pelanggan. Proses yang lebih
efisien, produk yang lebih berkualitas, dan layanan yang lebih baik membantu
perusahaan memenangkan persaingan pasar.

Penerapan Lean Manufacturing bukanlah proses instan, melainkan perjalanan yang


berkelanjutan. Penting untuk melibatkan seluruh organisasi, mengadopsi pendekatan
berbasis tim, dan terus melakukan pemantauan dan peningkatan. Dengan komitmen
yang kuat dan konsisten, perusahaan dapat merasakan manfaat jangka panjang dari Lean
Manufacturing dalam hal efisiensi, kualitas, dan kepuasan pelanggan.
Daftar Pustaka

Tjiptono, Fandi dan Diana Anastasia. Total Quality Management, Yogyakarta : Andi Offset,
1994.

Simamora, Henri, Akuntansi Manajemen, Jakarta : Salemba Empat, 1999.

Mulyadi, Akuntansi Manajemen, Ed. 5, Jakarta : Salemba Empat, 1999.

Deakin, Maher, Akuntansi Biaya, Ed. 4, Jakarta : Erlangga, 1996.

Cherrington, Hubbard & Luthy, Cost Accounting, San Fransisco : West Publishing Company,
1994.

Hay, Edward, The Just-In-Time Breakthough, New York : Rath, 1998.

Hansen & Mowen, Akuntansi Biaya, Ed. 4, Jakarta : Salemba Empat, 2000.
Gayle, Raybun, Akuntansi Biaya Dengan Menggunakan Pendekatan Manajemen Biaya, Ed.
6, Yogyakarta : Erlangga, 1999.

Milton, F. Usry, Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian, Yogyakarta : Erlangga,


1999.

Contoh soal

Objektif:

1. Prinsip utama dari just in time adalah…..


A. Produksi Tepat waktu
B. Kaizen
C. Lean manufacturing
D. Seisho
E. Kanjou

Jawaban: A. Produksi Tepat waktu, Prinsip utama Just-in-Time adalah produksi tepat
waktu. Artinya, barang atau produk diproduksi hanya ketika ada permintaan dari
pelanggan. Dalam JIT, tidak ada persediaan barang jadi yang tersimpan dalam jumlah
besar. Sebaliknya, produksi dimulai ketika pesanan diterima, dan produk dikirim
segera setelah selesai diproduksi. Pengurangan Persediaan: Salah satu aspek penting
dari JIT adalah pengurangan persediaan yang berlebihan. Persediaan dianggap sebagai
bentuk pemborosan karena membutuhkan ruang, tenaga kerja, dan biaya
penyimpanan. Dengan mengurangi persediaan, perusahaan dapat menghindari
pemborosan dan meningkatkan efisiensi.

2. Perusahaan apa yang menerapkan prinsip JIT saat awal pasca perang dunia II?
A. Mazda
B. Astrea
C. Daihatsu
D. Toyota
E. Mitsubishi

Jawaban : D. Toyota, Salah satu perusahaan yang mengembangkan konsep JIT adalah
Toyota Motor Corporation di bawah kepemimpinan Taiichi Ohno. Mereka menyadari
bahwa persediaan yang berlebihan, waktu tunggu, dan pemborosan lainnya adalah
penyebab utama inefisiensi dan biaya yang tinggi dalam proses produksi. Toyota
kemudian mengembangkan sistem produksi yang berfokus pada permintaan
pelanggan secara langsung. Mereka memperkenalkan konsep "pull system", di mana
produksi dipicu oleh permintaan pelanggan, bukan berdasarkan perkiraan atau jadwal
yang terencana.Dalam sistem JIT, produksi dilakukan hanya ketika dibutuhkan,
menghilangkan persediaan yang berlebihan. Pemasok diperlukan untuk mengirimkan
bahan baku dan komponen hanya pada saat dibutuhkan, dan produksi dilakukan
secara efisien dan tanpa hambatan untuk memenuhi permintaan pelanggan. Konsep
JIT kemudian menyebar ke berbagai sektor industri di Jepang, termasuk otomotif,
elektronik, dan manufaktur lainnya. Keberhasilan Toyota dalam menerapkan JIT
menjadi contoh yang menginspirasi perusahaan-perusahaan lain di seluruh dunia
untuk mengadopsi konsep ini. Manfaat yang dirasakan dari penerapan JIT adalah
peningkatan efisiensi operasional, pengurangan biaya persediaan, peningkatan
kualitas produk, fleksibilitas produksi yang lebih tinggi, dan waktu siklus produksi
yang lebih pendek. Dengan kesuksesan dan manfaat yang terbukti, Just-in-Time
menjadi salah satu pendekatan utama dalam pengelolaan operasional dan menjadi
landasan bagi berbagai filosofi pengelolaan lainnya, seperti Lean Manufacturing dan
Six Sigma.

3. Berikut ini yang termasuk pemborosan pada JIT adalah…


A. Pemborosan pajak
B. Persediaan berlebihan
C. Pemborosan makanan
D. Supplier yang kurang cakap
E. Pemborosan bekal

Jawaban : B. Persediaan berlebihan, Persediaan Berlebihan: JIT mengurangi


pemborosan persediaan yang tidak perlu. Dengan memproduksi hanya ketika ada
permintaan, perusahaan dapat menghindari penumpukan persediaan barang jadi. Hal
ini mengurangi biaya penyimpanan, risiko barang kadaluwarsa, dan kerugian akibat
perubahan permintaan.

4. Resiko produksi meliputi…..


A. Kegagalan mesin
B. Hasil baik
C. Kegagalan marketing
D. Produksi bertambah
E. Kegagalan buyer

Jawaban : A. kegagalan mesin, Risiko produksi meliputi kegagalan mesin,


kecelakaan kerja, masalah kualitas produksi, atau masalah operasional lainnya yang
dapat mengganggu produksi JIT. Pengelolaan risiko produksi melibatkan
pemeliharaan dan perawatan mesin yang baik, pelatihan karyawan dalam operasi
yang aman, dan pelaksanaan program keamanan dan keandalan operasional.

5. Apa yang dampak dari ketidakstabilan pasokan?


A. Fluktuasi ketersediaan bahan baku
B. Kegagalan pengiriman
C. Pangan berlebih
D. Trasnportasi banyak
E. Sedikitnya pasokan supplier
Jawaban : A. Fluktuasi ketersediaan bahan baku, Ketidakstabilan pasokan juga dapat
mengakibatkan fluktuasi dalam ketersediaan bahan baku. Jika bahan baku yang
dibutuhkan tidak tersedia dalam jumlah yang memadai, perusahaan mungkin
terpaksa menghentikan produksi atau menghadapi penurunan produksi. Hal ini dapat
mengganggu aliran produksi yang lancar dan menyebabkan ketidakseimbangan
antara permintaan dan pasokan.

6. Berikut hal yang dapat meningkatkan responsifitas perusahaan adalah


A. Fleksibilitas dan responsive
B. Ketangguhan supplier
C. Komunikasi yang baik
D. Jam kerja singkat
E. Pemasokan yang banyak
Jawaban: A. fleksibilitas dan responsif produksi dilakukan secara lebih fleksibel
dan responsif terhadap permintaan pelanggan yang berubah-ubah. Dengan
persediaan yang rendah dan waktu siklus produksi yang singkat, perusahaan
dapat dengan cepat menyesuaikan output produksi mereka sesuai dengan
permintaan aktual. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk lebih responsif
terhadap fluktuasi permintaan, perubahan tren pasar, atau kebutuhan pelanggan
yang berbeda

7. Biaya persediaan harusnya dijaga pada taraf…


A. Rendah
B. Tinggi
C. Sedang
D. Tidak berpengaruh
E. Biasa saja
Jawaban : A. rendah ,Pengurangan Biaya Persediaan: Salah satu dampak utama
JIT adalah pengurangan biaya persediaan. Dalam pendekatan JIT, persediaan
dijaga pada tingkat yang sangat rendah atau bahkan dihilangkan sepenuhnya. Hal
ini membantu mengurangi biaya penyimpanan, biaya pengikatan modal dalam
persediaan, dan risiko penyusutan atau kadaluwarsa. Dengan mengurangi biaya
persediaan, perusahaan dapat meningkatkan margin keuntungan.

8. Siapa yang harus dijaga hubungan yang erat jika ingin JIT berjalan lancer?
A. Stakeholder
B. Pemerintah
C. Pemasok
D. Dosen
E. Guru

Jawaban : C. Pemasok ,Kolaborasi yang Erat dengan Pemasok: Implementasi JIT


membutuhkan kerja sama yang erat dengan pemasok. Dalam JIT, pemasok harus
dapat mengirimkan bahan baku tepat waktu dan dengan kualitas yang sesuai.
Oleh karena itu, manajemen rantai pasok menjadi lebih terintegrasi dan sinergis.
Kolaborasi yang erat dengan pemasok melibatkan pertukaran informasi yang
akurat, pengaturan jadwal produksi yang tepat, dan pembentukan hubungan
jangka panjang yang saling menguntungkan.

9. Nama lain dari poka-yoke adalah….


A. Spoon-proofing
B. Mistake-proofing
C. Dare-snare
D. Knee-gur
E. Ambute-tucham

Jawaban : B. Mistake-proofing, Poka-Yoke, yang juga dikenal sebagai "mistake-


proofing" atau "error-proofing", didesain untuk mendeteksi kesalahan secara
otomatis dan mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghindarinya.
Prinsip dasar dari Poka-Yoke adalah mencegah kesalahan sejak awal atau
menghentikan kesalahan sebelum mereka menyebabkan kerugian atau cacat pada
produk.
10. Mindset apa yang harus dimiliki dalam penerapan JIT?
A. Arogan dan percaya diri
B. Jujur dan taat
C. Konsisten dan bagus
D. Adaptif dan terbuka
E. Telitin dan ulet
Jawaban : D. JIT melibatkan upaya kontinu untuk meningkatkan efisiensi dan
kualitas dalam semua aspek produksi. Budaya dan mindset yang adaptif dan
terbuka terhadap perubahan harus dikembangkan. Semua anggota organisasi
harus menerima bahwa perbaikan berkelanjutan adalah bagian integral dari
proses JIT, dan mereka harus berkontribusi dengan memberikan saran, ide, dan
inisiatif perbaikan.

Essay :

1. Apa itu penghapusan pemborosan pada JIT?


Jawaban : Penghapusan Pemborosan (Waste Elimination): JIT bertujuan untuk
menghilangkan semua bentuk pemborosan dalam proses produksi. Ini
termasuk pemborosan persediaan, waktu tunggu, gerakan yang tidak perlu,
pengolahan yang berlebihan, dan aktivitas yang tidak memberikan nilai
tambah. Dengan menghilangkan pemborosan, perusahaan dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas.

2. Jelaskan tentang keterbatasan IT pada hambatan penerapan JIT!


Jawaban : Keterbatasan Teknologi dan Sistem Informasi: Sistem JIT
membutuhkan infrastruktur teknologi dan sistem informasi yang mendukung.
Penggunaan teknologi otomasi, sistem pengendalian inventaris, pelacakan
permintaan, dan kolaborasi online dapat memperkuat implementasi JIT.
Namun, keterbatasan dalam teknologi atau kurangnya sistem informasi yang
efektif dapat menghambat pengelolaan JIT.

3. Jelaskan mengenai keterbatasan integrasi system JIT!


Jawaban : Integrasi Sistem: JIT melibatkan koordinasi yang erat antara
berbagai sistem informasi, termasuk sistem manufaktur, sistem pengadaan,
sistem inventaris, dan sistem pengiriman. Namun, seringkali organisasi
menghadapi kesulitan dalam mengintegrasikan sistem-sistem ini secara
efektif. Kurangnya integrasi dapat menyebabkan hambatan dalam aliran
informasi dan koordinasi yang efisien

4. Jelaskan pengertian Lean manufacturing!


Jawaban : Lean Manufacturing adalah filosofi pengelolaan operasional yang
bertujuan untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dengan menghilangkan
pemborosan (waste) dalam proses produksi dan memberikan fokus pada
peningkatan kualitas, efisiensi, dan responsivitas. Konsep ini berasal dari
Toyota Production System (TPS) yang dikembangkan oleh Toyota Motor
Corporation di Jepang. Eliminasi Pemborosan (Waste): Salah satu prinsip inti
Lean Manufacturing adalah menghilangkan pemborosan dalam semua aspek
operasional. Pemborosan dapat berupa waktu tunggu, persediaan berlebihan,
gerakan yang tidak perlu, pengolahan yang berlebihan, cacat produk,
transportasi yang tidak efisien, dan kelebihan produksi. Dengan
mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan, perusahaan dapat
meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya produksi.

5. Jelaskan pengertian poke-yoke!

Poka-Yoke adalah istilah dalam Lean Manufacturing yang berarti "menghindari


kesalahan" atau "menghindari kesalahan yang tidak disengaja". Ini merujuk pada
teknik atau perangkat yang dirancang untuk mencegah kesalahan atau cacat dalam
proses produksi. Poka-Yoke digunakan untuk mendeteksi dan mencegah kesalahan
atau cacat yang mungkin terjadi selama produksi. Tujuan utamanya adalah untuk
mengurangi atau menghilangkan cacat kualitas sejak awal, sehingga memastikan
produk akhir yang memenuhi standar kualitas yang diharapkan. Berikut adalah
beberapa contoh penerapan Poka-Yoke:

A. Sensor otomatis: Pemasangan sensor otomatis pada mesin produksi yang


mendeteksi kesalahan atau ketidaksesuaian dalam proses. Jika sensor mendeteksi
masalah, produksi akan dihentikan atau peringatan akan diberikan kepada
operator.

B. Sistem pemandu atau penandaan: Menyediakan panduan visual atau penandaan


yang jelas untuk membantu operator melakukan langkah-langkah produksi dengan
benar. Ini dapat berupa kode warna, penandaan posisi, atau instruksi visual
lainnya.

C. Pengecekan kesalahan sebelumnya: Memeriksa hasil langkah sebelumnya


dalam proses produksi sebelum melanjutkan ke langkah berikutnya. Jika ada
kesalahan yang terdeteksi, produksi dihentikan dan cacat diperbaiki sebelum
melanjutkan.

D. Penggunaan alat yang khusus: Desain alat yang mencegah penggunaan yang
salah atau kesalahan dalam proses produksi. Misalnya, penggunaan kunci khusus
yang hanya cocok dengan komponen yang benar, sehingga mencegah kesalahan
pemasangan.

E.Verifikasi dan inspeksi otomatis: Penggunaan sistem otomatis untuk


memverifikasi kualitas produk, seperti penggunaan mesin penglihatan atau sistem
inspeksi yang menggunakan teknologi sensor.

Dengan menerapkan Poka-Yoke, perusahaan dapat mengurangi kesalahan manusia,


menghilangkan cacat kualitas, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi biaya. Hal ini
membantu meningkatkan kepuasan pelanggan dengan memastikan bahwa produk
yang dihasilkan berkualitas tinggi dan memenuhi ekspektasi pelanggan.

Anda mungkin juga menyukai