Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

STRATEGI DAN METODE PENGENDALIAN MODERN


Makalah Ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Pengendalian
Manajemen

Dosen: Alfin Nur Fahmi Mufeni,S.E,.,M.T.

Disusun Oleh:

Irpan Maulana Gunawan ( 173402078 )


Ilham Mauludin B ( 173402081 )
Wardana Rahman Hadi ( 173402162 )

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SILIWANGI
2020
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai
yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas “Strategi & Metode
Pengendalian Modern”.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai
“Strategi & Metode Pengendalian Modern” sekaligus untuk memaparkan apa
yang telah kami buat.
Dalam proses penyusunan makalah ini, tentunya kami mendapatkan
bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-
dalamnya kami sampaikan: Wirman,SE,.MM. selaku dosen mata kuliah
“Controllership”, rekan-rekan mahasiwa yang telah banyak memberikan masukan
untuk makalah ini.
Tasikmalaya, Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3. Tujuan........................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................3
2.1. Setrategi Tingkat Korporat........................................................................3
2.1.1. Perusahaan-perusahaan dengan industri tunggal...............................3
2.1.2. Perusahaan dengan Diversifikasi yang Tidak Berhubungan..............3
2.1.3. Perusahaan dengan Diversifikasi yang Berhubungan........................3
2.1.4. Kompetensi Inti dan Diversifikasi Korporat......................................3
2.1.5. Implikasi dari Desain Sistem Pengendalian.......................................4
2.2. STRATEGI UNIT BISNIS.......................................................................4
2.2.1. Misi Unit Bisnis.................................................................................4
2.2.2. Kelemahannya Kompetitif Unit Bisnis :............................................5
2.2.3. Keunggulan Kompetitif Unit Bisnis :................................................5
2) Ada tiga observasi yang dibuat sehubugan dengan analisis industri :......6
3) Keunggulan Bersaing Generik..................................................................6
2.3. Just In Time ( JIT )....................................................................................7
2.3.1. Pembelian JIT....................................................................................7
2.3.2. Produksi JIT.......................................................................................8
2.3.3. Pemanufakturan JIT dan Penentuan Biaya Produk............................8
2.3.4. JIT Dibandingkan dengan Pemanufakturan Tradisional....................9
2.3.5. JIT dan Ketertelusuran Biaya Overhead............................................9
2.3.6. JIT Tradisional...................................................................................9
2.3.7. Keakuratan Penentuan Biaya Produk dan JIT....................................9
2.3.8. JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa....................................................10
2.3.9. Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung..........................10
2.3.10. Pengaruh JIT pada Penilaian Persediaan.........................................10
2.3.12. Menentuan Harga Pokok Proses dan JIT.........................................11
2.3.13. JIT dan Otomasi...............................................................................11
2.3.14. Penentuan Harga Pokok Backflush..................................................11
2.4. Total Quality Management (TQM).........................................................11
2.4.1. Prinsip-Prinsip TQM........................................................................13
2.4.2. Skema Cakupan TQM Dalam Suatu Organisasi..............................13
2.4.3. Manfaat TQM..................................................................................14
2.4.4. Pengendalian Kualitas Dengan Sistem PDCA.................................15
2.4.5. Roda Manajemen Mutu....................................................................15
2.4.6. Implementasi TQM..........................................................................16
2.5. Corporate Information Management (CIM)............................................17
2.5.1. Enam Dimensi Di Dalam CIM.........................................................17
2.5.2. Komponen Dalam CIM....................................................................18
2.5.3. Fungsi Sistem Informasi Manajemen..............................................19
2.5.4. Study Kasus Untuk Mengulas CIM.................................................19
2.5.5. Decision Support System.................................................................20
2.6. Balanced ScoreCard (BSC).....................................................................21
2.6.1. Pengertian.........................................................................................21
2.6.2. Karakteristik.....................................................................................21
2.6.3. Perspektif Keuangan........................................................................22
2.6.4. Perspektif Pelanggan........................................................................23
2.6.5. Perspektif Proses Bisnis Internal......................................................24
2.6.6. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan......................................24
2.7. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR).............................25
BAB III PENUTUP...............................................................................................29
3.1. Kesimpulan..............................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perusahaan hidup dalam lingkungan yang berubah cepat, dinamik, dan
rumit. Perkembangan lingkungan teknologi dalam sektor : teknologi transportasi,
teknologi informasi, dan teknologi pemanufakturan mendorong perusahaan-
perusahaan di Indonesia menghadapi persaingan global. Dalam menghadapi
persaingan global, perusahaan harus dapat mempertahankan keunggulan jangka
panjang. Agar perusahaan mampu bersaing, manajemen tidak boleh cepat puas
diri. Mereka harus dapat menggunakan strategi untuk mempertahankan atau
meningkatkan posisi pasarnya. Strategi untuk menaikkan harga jual dan
mendasarkan profitabilitas jangka pendek tidak dapat digunakan alat untuk
bersaing global.

Perusahaan lebih baik menekankan pada perbaikan berkesinambungan


dalam bidang produksi dan penjualannya untuk mencapai keunggulan
persaingan global. Dalam bidang produksi, manajemen harus memiliki
komitmen untuk menggunakan teknologi pemanufakturan maju(advanced
manufacturing technology).

Dalam bidang teknologi pemanufakturan maju dapat digunakan : (a)


Materials Requirement Planning (MRP) dan MRPII, (b) Computer-Assisted
Engieering (CAE), Computer-Assisted Design (CAD), dan Computer-Assisted
Manufacturing (CAM), (c) System Kanban, (d) Total Quality Control (TQC), dan
(e) Pengendalian Numerical (Numerical Control). Pemakaian teknologi tersebut
bermanfaat untuk mengurangi persediaan (menuju persediaan nol), mengurangi
biaya, meningkatkan produktivitas, meningkatkan mutu, mengurangi waktu
pengerjaan kembali, dan mengurangi jumlah dan biaya tenaga kerja.
Pemanufakturan fleksibel (Flexible Manufacturing) merupakan teknologi yang
lebih maju dan sekaligus merupakan lingkungan pemanufakturan maju.
Pemanufakturan fleksibel meliputi : Just-In-Time (JIT), pulau otomasi dan
Computer Integrated Manufacturing (CIM).

Pemanufakturan fleksibel mandasarkan konsep penyederhanaan-


pengotomasian-pengintegrasian. Globalisasi dan teknologi pemanufakturan
maju merupakan tantangan bagibangsa Indonesia dalam usahanya mencapai
bangsa yang unggul. Untuk itu, bangsa Indonesia tidak boleh cepat puas diri,
namun harus secara sadar merencanakan masadepannya agar dapat mencapai
keunggulan dalam persaingan global. Sumber daya, tenaga kerja, kebijakan
investasi, teknologi maju, dan pendidikan perlu dipersiapkan untuk memperoleh
keunggulan dalam persaingan global.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Mengenai Strategi Tingkat Korporat & Unit Bisnis
2. Tingkatan Strategi Isu Strategi Kunci Opsi Strategi Generik Tingkatan
Organisasi Primer yang terlihat
3. Corporate level (tingkat korporat/organisasi keseluruhan) Apakah kita ada
dalam bauran industri yang tepat?
4. Apakah yang seharusnya menjadi misi dari unit bisnis tersebut.
5. Bagaimana unit bisnis harus bersaing untuk mewujudkan misinya?
6. Difernsiasi Kantor korporat dan manajer umum unit bisnis

1.3. Tujuan
Untuk lebih memahami mengenai pengendalian strategi di tingkat korporat
dan unit bisnis serta penerapan metode pengendalian modern.
1. Strategi korporat
2. Strategi unit bsnis
3. JIT, TQM, CIM & DSS , BSC, CSR

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Setrategi Tingkat Korporat


Strategi korporat adalah mengenai keberadaan di tengah-tengah bauran
bisnis yang tepat. Strategi korporat lebih berkenaan dengan pertanyaan di mana
sebaiknya bersaing dan bukannya bagaimana bersaing dalam industri tertentu;
yang merupakan strategi unit bisnis.
2.1.1. Perusahaan-perusahaan dengan industri tunggal
Perusahaan industri tunggal menggunakan kompetensi intinya
untuk mencapai pertumbuhan dalam industri tersebut.
2.1.2. Perusahaan dengan Diversifikasi yang Tidak Berhubungan
Tingkat keterkaitan mengacu pada hakikat hubungan sinergi
operasi lintas unit bisnis yang berdasarkan pada kompetensi inti dan
pembagian sumber daya umum.
2.1.3. Perusahaan dengan Diversifikasi yang Berhubungan
Perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan adalah
perusahaan yang beroperasi dalam sejumlah industri dan bisnisnya
saling berhubungan satu sama lain melalui sinergi operasi.
Sinergi operasi terdiri dari dua jenis hubungan lintas unit bisnis:
1. kemampuan untuk membagi sumber daya umurn,
2. kemampuan untuk membagi kompetensi inti umum.
Perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan menciptakan
sinergi operasi adalah dengan membuat dua atau lebih unit bisnis
menggunakan sumber daya yang sama seperti kekuatan penjualan,
fasilitas manufaktur, dan fungsi perbekalan. Penggunaan sumber daya
yang sama secara bersama-sama seperti ini membantu perusahaan untuk
memperoleh manfaat dari skala dan ruang lingkup ekonomis.
Kantor korporat dalam perusahaan dengan diversifikasi yang
berhubung mempunyai peran ganda:
1. serupa dengan suatu konglomerat, eksekutif kepala dari suatu
perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan harus
membuat keputus mengenai alokasi sumber daya lintas unit
bisnis;
2. namun, tidak seperti konglomerat, eksekutif kepala dan
perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan juga harus
mengidentifikasi, memelihara, memperdalam, dan
meningkatkan kompetensi inti tingkat korporat yang
menguntungkan unit-unit bisnis yang beragam.
2.1.4. Kompetensi Inti dan Diversifikasi Korporat
Perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan mencapai
kinerja tertinggi, perusahaan dengan industri tunggal mencapai kinerja

3
terbaik kedua, dan perusahaan dengan diversifikasi yang tidak
berhubungan tidak mencapai kinerja baik dalam jangka waktu panjang.
Hal ini disebabkan karena markas besar korporat, dalam
perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan mempunyai
kemampuan untuk mentransfer kompetensi inti dari satu unit bisnis ke
unit bisnis yang lain. Kompetensi inti adalah kemampuan yang
digunakan oleh perusahaan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi
dan menambah nilai signifikan bagi pelanggan.
2.1.5. Implikasi dari Desain Sistem Pengendalian
Strategi korporat adalah satu rangkaian dengan strategi industri
tunggal di satu ujung spektrum dan diversifikasi yang tidak
berhubungan di ujung lain (diversifikasi yang berhubungan ada di
tengah spektrum). Syarat perencanaan dan pengendalian perusahaan
yang menggunakan strategi diversifikasi tingkat korporat (yakni,
tingkat dan jenis diversifikasi) begitu berbeda.

2.2. STRATEGI UNIT BISNIS


Persaingan antar perusahaan dengan diversifikasi tidak berlangsung pada
tingkat korporat. Kantor korporat dan perusahaan dengan diversifikasi tidak
menghasilkan laba dari dirinya sendiri; melainkan pendapatan dihasilkan dan
biaya ditanggung dalam unit-unit bisnis. Strategi unit bisnis berkenaan dengan
bagaimana menciptakan dan memelihara keunggulan kompetitif dalam masing-
masing industri yang telah dipilih oleh suatu perusahaan untuk berpartisipasi.
Strategi unit bisnis bergantung pada dua aspek yang saling berkaitan:
1. isinya (“apakah tujuan keseluruhaunya?”) dan
2. keunggulan kompetitifnya (“bagaimana sebaiknya unit bisnis bersaing
dalam industrinya untuk melaksanakan misinya?”).
2.2.1. Misi Unit Bisnis
Perangkat misi unit bisnis terdiri dari :
 Bangun : Misi ini menyiratkan tujuan menambah pangsa pasar,
bahkan dengan mengorbankan laba jangka pendek dan arus kas
(contoh, bioteknologi Merck, peranti elektronik Black and
Decker).
 Pertahankan : Misi strategis ini diarahkan pada perlindungan
pangsa pasar unit bisnis dan posisi persaingan (contoh,
komputer mainframe IBM).
 Panen : Misi ini mempunyai tujuan memaksimalkan laba
jangka pendek dan arus kas, bahkan dengan mengorbankan
pangsa pasar (contoh, produk tembakau American Brands, bola
lampu General Electric dan Sylvania).
 Divestasi : Misi ini menunjukkan suatu keputusan untuk
mundur dan bisnis melalui proses likuidasi perlahan-lahan atau
penjualan segera.

4
2.2.2. Kelemahannya Kompetitif Unit Bisnis :
1. Konsep tersebut berlaku pada produk yang tidak didiferensiasikan,
basis persaingan utamanya adalah pada harga. Untuk produk-
produk ini, menjadi pemain dengan biaya rendah adalah sangat
penting. Pangsa pasar dan biaya rendah bukanlah satu-satunya cara
untuk berhasil. Ada perusahaan yang memiliki pangsa pasar rendah
yang memperoleh laba tinggi dengan menekankan pada keunikan
produk dan biaya rendah seperti : Porsche dalam otomotif.
2. Dalam situasi tertentu, peningkatan dalam teknologi proses
mungkin mempunyai dampak yang lebih besar pada pengurangan
biaya per unit dibandingkan dengan volume kumulatif itu sendiri.
3. Kerja keras yang agresif untuk mengurangi biaya melalui produksi
terkumulasi dari barang yang terstandardisasi dapat menimbulkan
hilangnya fleksibilitas di pasar.
4. Komitmen pada konsep kurva belajar dapat sangat merugikan bila
teknologi baru muncul dalam industri tersebut.
5. Pengalaman bukanlah satu-satunya pemicu biaya. Pemicu lain yang
mempengaruhi perilaku biaya adalah: skala, lingkup, teknologi, dan
kompleksitas. Perusahaan perlu dengan saksama
mempertimbangkan pemicu biaya relevan yang berlaku untuk
mencapai posisi biaya rendah.

2.2.3. Keunggulan Kompetitif Unit Bisnis :


1) Analisis Industri :
Struktur industri dianalisis dengan kekuatan kolektif dari lima
kekuatan persaingan :
1. Intensitas persaingan diantara para pesaing yang ada
Faktor-faktor yang mempengaruhi persaingan secara langsung
adalah pertumbuhan industri, perbedaan produk, jumlah dan
keanekaragam pesaing, tingkat biaya tetap, kapasitas
intermiten yang berlebihan, dan kendala untuk keluar dari
industri.
2. Daya tawar pelanggan. Faktor faktor yang mempengaruhi daya
beli adalah jumlah pembeli, biaya peralihan pembeli,
kemampuan pembeli untuk mengintegraikan kembali, dampak
produk dari unit bisnis pada biaya total pembeli, dampak
produk unit bisnis pada kualitas/kinerja produk pembeli dan
signifikansi volume unit bisnis bagi pembeli.
3. Daya tawar pemasok. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kekuatan pemasok adalah jumlah pemasok, kemampuan
pemasok untuk melakukan integrasi ke depan, kehadiran input
subsitusi, dan penting nya volume unit bisnis bagi pemasok.
4. Ancaman dari barang subsitusi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi ancaman barang subsitusi adalah harga/kinerja

5
relative barang subsitusi, biaya peliharaan pembeli, dan
kecendrungan pembeli untuk menggunakan barang subsitusi.
5. Ancaman pendatang baru yang masuk industri . Faktor-faktor
yang mempengaruhi kendala untuk masuk ke dalam industri
adalah persyaratan modal, akses terhadáp saluran distribusi,
skala ekonomis, diferensiasi kompleksitas teknologi dari
produk atau proses, tindakan balasan yang diperkirakan dari
perusahaan-perusahaan yang sudah ada, dan kebijakan
pemerintah.
2) Ada tiga observasi yang dibuat sehubugan dengan analisis
industri :
1. Semakin kuat lima kekuatan tersebut, semakin rendah
kemungkinan profitabilitas dari industri itu. Dalam industri
dengan profitabilitas rata-rata yang tinggi (seperti minuman
ringan dan bahan farmasi), lima kekuatan itu lemah (misalnya,
dalam industri minuman ringan, kendala untuk masuk tinggi).
Dalam industri dengan profitabilitas rata-rata yang rendah
(seperti baja dan batu bara), lima kekuatan itu kuat (misalnya
dalam industri baja) ancaman dari barang substitusi çukup
tinggi).
2. Bergantung pada kekuatan relatif dari lima kekuatan itu,
masalah strategis kunci yang dihadapi oleh unit bisnis tersebut
akan berbeda dari satu industri ke industri yang lain.
3. Memahami hakikat setiap kekuatan membantu perusahaan
untuk merumuskan strategi yang efektif. Seleksi pémasok
(masalah strategis) dibantu oleh analisis kekuatan relatif dari
beberapa kelompok pemasok; unit bisnis harus berhubungan
dengan kelompok pemasok yang akan memberi keunggulan
kompetitif terbaik. Demikian juga, menganalisis daya beli
relative dari beberapa kelompok pembeli akan mempermudah
pemilihan segmen pelanggan yang dituju.
3) Keunggulan Bersaing Generik
Unit bisnis mempunyai dua cara generik untuk merespons
terhadap kesempatan dalam lingkungan eksternal dan
mengembangkan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan
biaya rendah dan diferensiasi
Biaya Rendah Kepemimpinan biaya dapat diperoleh melalui
beberapa pendekatan seperti skala ekonomis dalam produksi,
dampak kurva belajar, pengendalian biaya yang ketat, dan
minimalisasi biaya (dalam beberapa area seperti penelitian dan
pengembangan jasa tenaga penjualan, atau periklanan).
Diferensiasi Fokus utama strategi ini adalah melakukan
diferensiasi penawaran produk yang dihasilkan oleh unit bisnis,

6
sehingga menciptakan sesuatu yang dipandang oleh pelanggan
sebagai sesuatu yang unik
Pendekatan pada diferensiasi produk mehputi loyalitas merek
(Coca-Cola dan Pepsi Cola dalam, minuman ringan), pelayanan
pelanggan yang unggul (Nordstrom dalam ritel), jaringan dealer
(Caterpillar Tractors dalam peralatan konstruksi), desam produk
dan fitur produk (Hewlett-Packard dalam elektronika), dan
teknologi (Cisco dalam infrastruktur komunikasi).

2.3. Just In Time ( JIT )


Dalam pengertian luas, JIT adalah suatu filosofi tepat waktu yang
memusatkan pada aktivitas yang diperlukan oleh segmen-segmen internal lainnya
dalam suatu organisasi.
JIT mempunyai empat aspek pokok sebagai berikut:
1. Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa
harus di eliminasi.Aktivitas yang tidak bernilai tambah meningkatkan
biaya yang tidak perlu,misalnya persediaan sedapat mungkin nol.
2. Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih
tinggi.Sehingga produk rusak dan cacat sedapat mungkin nol,tidak
memerlukan waktu dan biaya untuk pengerjaan kembali produk cacat, dan
kepuasan pembeli dapat meningkat.
3. Selalu diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan (Continuous
Improvement)dalam meningkatkan efisiensi kegiatan.
4. Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan
pemahaman terhadap aktivitas yang bernilai tambah.
JIT dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional perusahaan seperti
misalnya pembelian, produksi, distribusi, administrasi dan sebagainya.
2.3.1. Pembelian JIT
Pembelian JIT adalah sistem penjadwalan pengadaan barang dengan
cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk
memenuhi permintaan atau penggunaan.
Pembelian JIT dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan
dengan aktivitas pembelian dengan cara:
1. Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi
sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.
2. Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan
pemasok.
3. Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang mapan.
4. Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak bernilai
tambah.
5. Mengurangi waktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan mutu.

Penerapan pembelian JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem


akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.

7
2. Perubahan “cost pools” yang digunakan untuk mengumpulkan biaya.
3. Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga
banyak biaya tidak langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
4. Mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga
beli secara individual
5. Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.
2.3.2. Produksi JIT
Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau
produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan
oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai dengan memenuhi permintaan
pelanggan.
Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya produksi dengan cara:
1. Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap
workstation (stasiun kerja) atau tahapan pengolahan produk (konsep
persediaan nol).
2. Mengurangi atau meniadakan “Lead Time” (waktu tunggu) produksi
(konsep waktu tunggu nol).
3. Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk
mengurangi biaya setup mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan
produk (workstation).
4. Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga
aktivitas produksi yang tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.
Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan
efisiensi dalam bidang:Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan
1. Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai
2. Waktu perpindahan
3. Tenaga kerja langsung dan tidak langsung
4. Ruangan pabrik
5. Biaya mutu
6. Pembelian bahan
Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem
akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan
2. Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk
aktivitas tidak langsung
3. Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih
biaya tenaga kerja dan overhead pabrik secara individual
4. Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam “work tickets” 
2.3.3. Pemanufakturan JIT dan Penentuan Biaya Produk
Pemanufakturan JIT menggunakan pendekatan yang lebih memusat
daripada yang ditemui dalam pemanufakturan tradisional.Penggunaan sistem
pemanufakturan JIT mempunyai dampak pada:
1. Meningkatkan Keterlacakan (Ketertelusuran) biaya.
2. Meningkatkan akurasi penghitungan biaya produk.

8
3. Mengurangi perlunya alokasi pusat biaya jasa (departemen jasa)
4. Mengubah perilaku dan relatif pentingnya biaya tenaga kerja langsung.
5. Mempengaruhi sistem penentuan harga pokok pesanan dan proses.
2.3.4. JIT Dibandingkan dengan Pemanufakturan Tradisional.
Pemanufakturan JIT adalah sistem tarikan permintaan (Demand-Pull).
Tujuan pemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika produk
tersebut dibutuhkan dan hanya sebesar jumlah permintaan pembeli
(pelanggan).
Beberapa perbedaan pemanufakturan JIT dengan Tradisional meliputi:
1. Persediaan Rendah
2. Sel-sel Pemanufakturan dan Tenaga Kerja Interdisipliner
3. Filosofi TQC (Total Quality Control)

2.3.5. JIT dan Ketertelusuran Biaya Overhead


Dalam lingkungan JIT, beberapa aktivitas overhead yang tadinya
digunakan bersama untuk lebih dari satu lini produk sekarang dapat ditelusuri
secara langsung ke satu produk tunggal. Manufaktur yang berbentuk sel-sel,
tanaga kerja yang terinterdisipliner, dan aktivitas jasa yang terdesentralisasi
adalah karakteristik utama JIT.

2.3.6. JIT Tradisional


1. Sistem Pull-through
2. Persediaan tidak signifikan
3. Sel-sel pemanufakturan
4. Tenaga kerja terinterdisipliner
5. Pengendalian mutu (TQC)
6. Desentralisasi jasa Sistem Push-through
7. Persediaan signifikan
8. Berstruktur departemen
9. Tenaga kerja terspesialisasi
10. Level mutu akseptabel (AQL)
11. Sentralisasi jasa
2.3.7. Keakuratan Penentuan Biaya Produk dan JIT
Salah satu konsekuensi dari penurunan biaya tidak langsung dan
kenaikan biaya langsung adalah meningkatkan keakuratan penentuan biaya
(Harga Pokok Produk).

Pemanufakturan JIT, dengan mengurangi kelompok biaya tidak


langsung dan mengubah sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya
langsung maupun sebaliknya, dapat menurunkan kebutuhan penaksiran yang
sulit. 

9
2.3.8. JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa
Dalam manufaktur tradisional, sentralisasi pusat-pusat jasa
memberikan dukungan pada berbagai departemen produksi. Dalam
lingkungan JIT, banyak jasa didesentralisasikan.Hal ini dicapai dengan
membebankan pekerja dengan keahlian khusus secara langsung ke lini produk
dan melatih tenaga kerja langsung yang ada dalam sel-sel untuk melaksanakan
aktivitas jasa yang semula dilakukan oleh tenaga kerja tidak langsung.

2.3.9. Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung


Sebagai perusahaan yang menerapkan JIT dan otomatisasi, biaya
tenaga kerja langsung tradisional dikurangi secara signifikan.Oleh sebab itu,
ada dua akibat:
1. Persentasi biaya tenaga kerja langsung dibandingkan total biaya produksi
menjadi berkurang
2. Biaya tenaga kerja langsung berubah dari biaya variabel menjadi biaya
tetap.
2.3.10. Pengaruh JIT pada Penilaian Persediaan
Salah satu masalah pertama akuntansi yang dapat dihilangkan dengan
penggunaan pemanufakturan JIT adalah kebutuhan untuk menentukan biaya
produk dalam rangka penilaian persediaan. Jika terdapat persediaan, maka
persediaan tersebut harus dinilai, dan penilaiannya mengikuti aturan-aturan
tertentu untuk tujuan pelaporan keuangan. Dalam JIT diusahakan persediaan
nol (atau paling tidak pada tingkat yang tidak signifikan), sehingga penilaian
persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan. Dalam
JIT, keberadaan penentuan harga pokok produk hanya untuk memuaskan
tujuan manajerial. Manajer memerlukan informasi biaya produk yang akurat
untuk membuat berbagai keputusan misalnya:
1. penetapan harga jual berdasar cost-plus,
2. analisis trend biaya,
3. analisis profitabilitas lini produk,
4. perbandingan dengan biaya para pesaing,
5. keputusan membeli atau membuat sendiri, dsb.
2.3.11. Pengaruh JIT pada Harga Pokok Pesanan
Dalam penerapan JIT untuk penentuan order pesanan, pertama,
perusahaan harus memisahkan bisnis yang sifatnya berulang-ulang dari
pesanan khusus.Selanjutnya, sel-sel pemanufakturan dapat dibentuk untuk
bisnis berulang-ulang.
Dengan mereorganisasi tata letak pemanufakturan, pesanan tidak
membutuhkan perhatian yang besar dalam mengelompokkan harga pokok
produksi. Hal ini karena biaya dapat dikelompokkan pada level selular. lagi
pula, karena ukuran lot sekarang lebih sangat kecil,maka tidak praktis untuk
menyusun kartu harga pokok pesanan untuk setiap pesanan. Maka lingkungan
pesanan akan menggunakan sifat sistem harga pokok proses.

10
2.3.12. Menentuan Harga Pokok Proses dan JIT
Dalam metode proses, perhitungan biaya per unit akan menjadi lebih
rumit karena adanya persediaan barang dalam proses. Dengan menggunakan
JIT, diusahakan persediaan nol, sehingga penghitungan unit ekuivalen tidak
terlalu dibutuhkan, dan tidak perlu menghitung biaya dari periode
sebelumnya. JIT secara signifikan mengarah pada penyederhanaan.

2.3.13. JIT dan Otomasi


Sejak sistem JIT digunakan, biasanya hanya menunjukkan
kemungkinan otomasi dalam beberapa hal. Karena tidaklah umum bagi
perusahaan yang menggunakan JIT untuk mengikutinya dengan pemilikan
teknologi pemenufakturan maju. Otomasi perusahaan untuk :
a) menaikkan kapasitas produksi,
b) menaikkan efisiensi,
c) meningkatkan mutu dan pelayanan,
d) menurukan waktu pengolahan,
e) meningkatkan keluaran.
Otomasi meningkatkan kemampuan untuk menelusuri biaya pada
berbagai produk secara individual. sebagai contoh sel-sel FMS, merupakan
rekan terotomasi dari sel-sel pemanufakturan JIT. Jadi. beberapa biaya yang
merupakan biaya yang tidak langsung dalam lingkungan tradisional sekarang
menjadi biaya langsung. 

2.3.14. Penentuan Harga Pokok Backflush


Penentuan harga pokok backflush mengeliminasi rekening barang
dalam proses dan membebankan biaya produksi secara langsung pada produk
selesai.
Perusahaan menggunakan backflush costing jika terdapat kondisi-
kondisi sebagai berikut :
1. Manajemen ingin sistem akuntansi yang sederhana.
2. Setiap produk ditentukan biaya standarnya.
3. Metode ini menghasilkan penentuan harga pokok produk yang kira-kira
mengasilkan informasi keuangan yang sama dengan penelusuran secara
berurutan.
Ada dua perubahan relatif pada sistem konvensional yaitu :
a) Perubahan Akuntansi Bahan
b) Perubahan Akuntansi Biaya Konversi

2.4. Total Quality Management (TQM)


Total Quality Management (Bahasa Indonesia manajemen kualitas total)
adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk menanamkan kesadaran kualitas
pada semua proses dalam organisasi. Sesuai dengan definisi dari ISO, TQM
adalah "suatu pendekatan manajemen untuk suatu organisasi yang terpusat pada
kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk

11
kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi
keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat."
Definisi pendeknya, TQM adalah costumer focus dan company-wide dengan
melakukan
 aktifitas pendekatan sistem
 aktifitas pendekatan ilmiah
Sehingga untuk menjadi perusahaan yang terunggul sebuah perusahaan
memberikan kepuasan konsumen melalui produk yang dihasilkan dan jasa
kemudian hasilnya untuk meningkatkan unjuk kerja perusahaan.
Filosofi dasar dari TQM adalah "sebagai efek dari kepuasan konsumen,
sebuah organisasi dapat mengalami kesuksesan."Kendaraan yang digunakan
dalam TQM:
1. Manajemen Harian
2. Manajemen Kebijakan
3. Manajemen Cross-functional
4. Gugus Kendali Mutu

TQM telah digunakan secara luas dalam manufaktur, pendidikan,


pemerintahan, dan industri jasa, bahkan program-program luar angkasa dan ilmu
pengetahuan NASA.

Flandy Tjipto 1996, mendefinisikan bahwa TQM adalah suatu pendekatan


dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing
organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses,
dan lingkungannya.

Total Quality Management didefinisikan sebagai konsep perbaikan yang


dilakukan secara terus menerus, yang melibatkan semua karyawan di setiap level
organisasi, untuk mencapai kualitas yang ‘exellent’ dalam semua aspek organisasi
melalui proses manajemen (Dipietro,1993;Greg et al,1994).

Pengertian TQM secara rinci (Handoko,1998):


1. Pengertian Total
Menunjukkan bahwa TQM merupakan strategi organisasional menyeluruh
yang melibatkan semua jenjang dan jajaran manajemen dan karyawan. Setiap
orang terlibat dalam proses TQM. Lebih lanjut, kata “total” berarti bahwa
TQM mencakup tidak hanya pengguna akhir dan pembeli eksternal saja, tetapi
juga pelanggan internal, pemasok bahkan personalia yang mendukung.
2. Pengertian Kualitas
Bukan berarti sekedar produk bebas cacat, tetapi TQM lebih menekankan
pelayanan kualitas. Kualitas didefinisikan oleh pelanggan, bukan organisasi
atau manajer departemen pengendalian kualitas. Kenyataan bahwa ekspektasi
pelanggan bersifat individual, tergantung pada latar belakang sosial ekonomis
dan karakteristik demografis, mempunyai implikasi penting : kualitas bagi

12
seorang pelanggan mungkin tidak sama bagi pelanggan lain. Tantangan TQM
adalah menyajikan kualitas bagi pelanggan.
3. Pengertian Manajemen
Mengandung arti bahwa TQM merupakan pendekatan manajemen, bukan
pendekatan teknis pengendalian kualitas yang sempit. Pendekatan TQM
sangat berorientasi pada manajemen orang. Implementasi TQM mensyaratkan
berbagai perubahan organisasional dan manajerial total dan fundamental, yang
mencakup misi, visi, orientasi strategic, dan berbagai praktek manajemen vital
lainnya.
2.4.1. Prinsip-Prinsip TQM
Prinsip-prinsip TQM harus bersumber dari atas ke bawah dan
beroperasi dari bawah ke atas, bila diinginkan berjalan secara efektif, ini bisa
dicapai bila organisasi menganut sistem Desentralisasi.
2.4.2. Skema Cakupan TQM Dalam Suatu Organisasi
Pendekatan Desentralisasi berbeda secara radikal dari pendekatan
sentralisasi, bahkan merupakan kebalikannya. Struktur Desentralisasi
berdasarkan tim, bukan fungsi. Fokus supervise dipusatkan pada output bukan
input. Kesadaran penyelesaian pekerjaan berada pada tim, bukan pada
pekerjaan masing-masing orang. Orientasi ini mempengaruhi setiap aspek
operasional dan interaksi sistem manajemen, bukan hanya struktur tetapi juga
aspek dari karakteristik organisasi, budaya, dan iklim kerja. Pendekatan ini
memperhitungkan sepenuhnya aspek semangat manusia dan sistem manusia.
Pada banyak perusahaan di Jepang, kegiatan pengendalian mutu ini
selalu dilaksanakan tidak saja dalam hal yang bersifat teknis ataupun pada
bidang menufaktur saja, akan tetapi juga dilaksanakan dalam bidang bisnis,
administrasi, pengendalian dan bidang lainnya.
Setiap anggota atau karyawan perusahaan, mulai dari pimpinan paling
atas hingga buruh pabrik dilibatkan dengan kegiatan-kegiatan mutu tersebut.
Para buruh tersebut melaksanakan kegiatan pengendalian mutu tersebut
secara berkelompok yang dikenal dengan nama “Gugus Kendali Mutu
(GKM) atau Quality Control Cycle (QCC). Mereka berinteraksi secara aktif
baik dengan rekan-rekan dalam lingkungannya maupun dengan pihak-pihak
yang berada di luar perusahaan guna mencari manfaat bersama.
Dale H. Besterfield 1995, menyatakan bahwa untuk dapat berhasil
dengan baik, penerapan sistem TQM harus berpedoman pada enam prinsip
dasar yang menjadi acuannya. Keenam prinsip tersebut adalah :
1. Kesediaan manajemen dalam melibatkan seluruh pendukung organisasi
2. Fokus pada pelanggan internal dan eksternal
3. Melibatkan dan menggunakan secara efektif seluruh kekuatan organisasi
4. Perbaikan secara terus menerus atas bisnis dan proses produksi
5. Melakukan pemasok sebagai teman
6. Menetapkan keberhasilan kinerja proses
Bill Creech 1995, menyatakan bahwa program TQM harus
mempunyai empat prinsip bila ingin sukses dalam penerapannya, yaitu :

13
1. Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan
berorientasi pada kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang program,
termasuk dalam setiap proses dan produk
2. Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dalam
memberlakukan karyawan, mengikutsertakannya dan memberikan
inspirasi
3. Program TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang
memberikan wewenang pada semua tingkat, terutama di garis depan,
sehingga antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama bisa jadi kenyataan
4. Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua
prinsip kebijaksanaan dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah
organisasi
Inti dari TQM adalah bagaimana kepuasan kepada Customer, baik itu
mutu pelayanan dan mutu produk. Semuanya bisa dicapai jika proses, sistem
dan people saling terkait satu sama lain. Dan semuanya itu dibarengi oleh
commitment terhadap pencapaian perbaikan mutu serta mengkomunikasikan
tujuan semua lini. Pencapaian ini juga akan sangat dipengaruhi oleh budaya
kerja organisasi.
2.4.3. Manfaat TQM
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan TQM,
khususnya bagi pelanggan, perusahaan maupun bagi staf dan karyawan.
Manfaat tersebut didasarkan pada sistem kerja dari program TQM yang
berlandaskan pada perbaikan berkesinambungan atau berkelanjutan. Hal ini
akan mengurangi berbagai bentuk pemborosan dan meningkatkan kepuasan
pelanggan. Kedua faktor itu pada akhirnya akan meningkatkan profit.
Manfaat TQM bagi perusahaan adalah :
1. Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan
2. Staf lebih termotivasi
3. Produktivitas meningkat
4. Biaya turun (cost reduction)
5. Produk cacat berkurang
6. Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat
7. Membantu terciptanya teamwork
8. Membuat perusahaan lebih sensitive terhadap kebutuhan
pelanggan
9. Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih mudah
Manfaat TQM bagi customer :
1. Pelanggan lebih diperhatikan
2. Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk
ataupun pelayanan
3. Kepuasan pelanggan terjamin

14
2.4.4. Pengendalian Kualitas Dengan Sistem PDCA
Konsep PDCA merupakan pedoman bagi setiap manajer untuk proses
perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa henti
tetapi meningkat ke keadaan yang lebih baik.
1. Mencari permasalahan
2. Mencari penyebab permasalahan
3. Meneliti penyebab masalah yang dominan.
4. Membuat rencana perbaikan
5. Melaksanakan tindakan perbaikan.
6. Meneliti hasil tindakan perbaikan
7. Standarisasi
8. Membuat rencana berikutnya
Dari berbagai macam manfaat implementasi TQM tersebut, tidak
berarti bahwa setiap implementasi program TQM perusahaan pasti akan
memperoleh manfaat seperti itu. Banyak perusahaan yang gagal memperoleh
manfaat dalam implementasi program TQM, padahal mereka telah
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Kegagalan tersebut disebabkan
beberapa faktor berikut, yaitu :
1. Manajemen puncak tidak melihat suatu alasan untuk berubah
2. Manajemen puncak tidak memperhatikan dan tidak mnegikutsertakan
karyawan
3. Manajemen puncak tidak bertanggungjawab terhadap program TQM dan
penerapannya didelegasikan pada pihak lain
4. Manajemen dan karyawan tidak sepakat pada apa yang terjadi
5. Perusahaan kehilangan minat pada program TQM setelah enam bulan
sebagai akibat kurangnya komitmen
6. Tujuan yang tidak jelas dan tidak ada target atau pengukuran atau
pengukuran kinerja sehingga kemajuan tidak bisa diukur

2.4.5. Roda Manajemen Mutu


Pelaksanaan TQM pada organisasi jasa juga menuntut adanya siklus
yang berjalan secara terus-menerus yang meliputi perencanaan (plan),
pendidikan atau pelatihan (tran), tindakan atau pelaksanaan (action),
pemeriksaan (monitor), perbaikan (improve), dan peninjauan (review).
Kunci keberhasilan dalam penyediaan jasa kepada para pelanggan,
antara lain :
1. Menetapkan siapakah pelanggan organisasi atau perusahaan jasa
tersebut
2. Menanyakan kepada para pelanggan apa yang menjadi keinginan
dan harapannya
3. Memberitahukan secara jujur kepada pelanggan apa yang mampu
diberikan kepada mereka

15
2.4.6. Implementasi TQM
Jika perusahaan telah memutuskan untuk mengimplementasikan
program TQM, maka perencanaanya harus dilakukan oleh manajemen puncak
dan informasikan kepada seluruh karyawan. Pimpinan puncak harus
menetapkan tujuan yang harus dicapai dari implementasi program TQM,
seperti, apa yang harus diubah? apakah tujuannya ingin berdayakan
karyawan? apakah ingin meningkatkan loyalitas pelanggan? Tujuan yang
diterapkan secara jelas, menunjukkan bahwa pimpinan mengetahui apa yang
dicari dan ini menjadi dasar untuk dapat mengorganisasikan program TQM
mencapai tujuannya.
Agar implementasi porgran TQM berjalan sesuai dengan apa yang
diharapkan, diperlukan persyaratan sebagai berikut :
1. Komitmen yang tinggi (dukungan penuh) dari manajemen puncak
2. Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3. Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumberdaya manusia yang
berkualitas
4. Memilih coordinator (fasilitator) program TQM
5. Melakukan bechmarking pada perusahaan lain yang menerapkan
TQM
6. Merumuskan nilai (value), visi (vision), dan misi (mission)
7. Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk
hambatan
8. Merencanakan investasi program TQM
9. Mengambil pelajaran dari kegagalan program TQM
Keberhasilan TQM dalam berbagai bentuk implementasinya telah
diakui oleh pelaku bisnis di dunia maupun oleh para akademisi terkemuka,
menunjukkan suatu bukti bahwa TQM merupakan salah satu sistem
manajemen kualitas yang dapat diandalkan untuk meningkatkan daya saing
sampai saat ini. Jepang sebagai contoh Negara yang berhasil memanfaatkan
TQM walaupun Jepang bukan yang menemukan gaya TQM. Keberhasilan
Jepang tersebut tentu saja dilandasi oleh komitmen dan keterlibatan secara
penuh dari seluruh karyawan dalam penerapannya, tidak setengah-setengah
dan bersifat kemanusiaan, yaitu mengikutsertakan, memberi inspirasi dan
memberlakukan karyawan secara manusiawi dalam mencapai kualitas.
Memang diakui bahwa tidak semua perusahaan maupun organisasi
yang menerapkan TQM sekarang ini dapat bekerja dengan baik dan bahkan
beberapa perusahaan sama sekali tidak dapat menghasilkan perbaikan kinerja
yang memadai, dengan kata lain telah gagal dalam penerapannya. Kegagalan
penerapan TQM ini telah membuat banyak kritik yang dilontarkan oreng
terhadap TQM.
Kegagalan TQM dalam penerapannya tidaklah berarti TQM salah
dalam konsep dan telah kehilangan kegunaanya. Penerapan TQM yang
menyimpang dari prinsip-prinsipnya dan tidak lengkap, mengakibatkan
perusahaan yang menerapkannya secara menyeluruh dan sesuai dengan
prinsip TQM. Untuk menghindari kegagalan dalam penerapan TQM,

16
perusahaan harus mendalami dan memahami bagaimana struktur program
TQM harus dibuat.

2.5. Corporate Information Management (CIM)


Corporate Information Management atau Sistem Informasi Management
Perusahaan adalah suatu proses untuk pembentukan strategi , merencanakan
pasokan untuk informasi masa yang akan datang, proses meningkatkan nilai
utilitas sumber daya informasi yang tersedia, memastikan kepatuhan terhadap
informasi perundang-undangan yang berlaku dan juga meningkatkan laba atas
investasi di teknologi informasi.
Jika dilihat dari pengertiannya dapat dipahami bahwa SIM merupakan
usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk menentukan strategi,
merencanakan pasokan, meninggkatkan mutu,mematuhi perundang-undangan
bahkan meningkatkan keuntungan untuk perusahaan tersebut.
Atau dapat diartikan sebagai suatu kumpulan dari interaksi sistem-sistem
yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menyediakan
informasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen di dalam kegiatan
perencanaan dan pengendalian.
2.5.1. Enam Dimensi Di Dalam CIM
1. Membangun Ide yang Strategi
Dengan adanya perubahan dalam tren yang begitu pesat, maka
manajemen informasi perusahaan bertugas untuk mengidentifikasi sumber
informasi eksternal yang dapat dipercaya dan membangun sistem rasa dan
respon yang memungkinkan tren bisnis melacak dan memberikan informasi
yang diinterpretasikan untuk respon tindakan yang tepat.
2. Perencanaan untuk kebutuhan masa depan
Dengan pesatnya perubahan dalam tren yang berlaku, hal taersebut
dapat menimbulkan ide atau inisiatif bisnis yang baru. Dengan adanya ide
atau informasi dan inisiatif yang baru hendaknya perusahaan tidak langsung
untuk menciptakan kebutuhan dari ide tersebut, melainkan harus melalui
proses perencanaan yang matang dan juga dalam pengambilan keputusan
untuk memproduksi. Dengan perencanaan yang matang daqn pengambilan
keputusan yang tepat maka akan tercipta keberhasilan bukanlah resiko yang
menjurus pada kegagalan bisnis pada perusahaan.
3. Meningkatkan nilai utilitas informasi yang tersedia
Dalam hal meningkatkan nilai utilitas informasi yang tersedia,
manajemen informasi perusahaan harus memastikan bahwa informasi yang
berkualitas tinggi berada tepat di tangan orang-orang berkualitas tinggi.
Dalam ini bertujuan perbedaan antara Teknologi Informasi dan sumber daya
manusia membaur menjadi satu. Pada dasarnya manajemen informasi
perusahaan menjamin proses yang berkesinambungan antara bisnis dan
Teknologi Informasi dan juga untuk memastikan informasi yang tepat
tersedia untuk mengamankan kelancaran proses bisnis.
4. Menghilangkan informasi yang berlebihan

17
Banyaknya informasi yang masuk kedalam perusahaan dari berbagai
sumber membuat informasi menjadi berlebihan bahkan menimbulkan
ketidakbergunaan informasi. Dengan hal tersebut maka manajemen informasi
perusahaan harus mengidentifikasi informasi apa yang benar-benar
dibutuhkan dalam bisnis ini dan informasi apa yang seharusnya tidak lagi
diberikan. Dengan pengelolaan yang baik yang bersal dari sumber-sumber
informasi yang akurat maka biaya teknologi informasi yang berlebihan dapat
dikurangi.
5. Memastikan kepatuhan terhadap undang-undang
Legislasi adalah penangkapan dengan kekhasan era informasi.
Legislasi menuntut bahwa suatu perusahaan melindungi informasi klien
terhadap penyalahgunaan. undang-undang lainnya adalah di tempat untuk
mengamankan hak pemegang saham untuk memiliki akses ke informasi yang
berkualitas untuk membuat keputusan investasi. Manajemen informasi
perusahaan harus terus-menerus menginterpretasikan persyaratan hukum dan
memastikan bahwa semua langkah berada dalam proses yang berjalan
didalam suatu perusahaan patuh terhadap undang-undang atau tidak
menyalgunakan peraturan yang ada.
6. Meningkatkan laba atas investasi di teknologi informasi
Pengembalian investasi menunjukkan peningkatan jumlah pendapatan
yang dihasilkan, penurunan biaya teknologi informasi dan pengurangan risiko
bisnis. Manajemen informasi perusahaan memastikan bahwa setiap potensi
sumber daya teknologi informasi adalah sepenuhnya dieksploitasi oleh bisnis.
Seorang yang mengatur manajemen informasi perusahaan merupakan kunci
utama untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh informasi di
perusahaan dengan memastikan bahwa informasi yang cukup terlindung dari
penyalahgunaan dan pelecehan.

2.5.2. Komponen Dalam CIM


1. Penentuan Tujuan dan Sasaran
Suatu organisasi dibentuk dan dikelola untuk mencapai suatu tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam rangka penentuan juga pencapaian
tujuan tersebut maka dibutuhkan informasi-informasi yang dapat memberikan
gambaran kasar atau global tentang kecenderungan-kecenderungan yang
mungkin terjadi, baik secara internal organisasi itu sendiri maupun pada
lingkungan di mana organisasi bergerak.

2. Perumusan Strategi
Keseluruhan upaya pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi
memerlukan strategi yang mantap dan jelas. Salah sat instrumen ilmiah yanng
umum digunakan dalam penentuan strategi organisasi ialah analisis SWOT,
yaitu Strengths (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunities (Peluang),
dan Threats (Ancaman). Agar analisis SWOT benar-benar ampuh sebagai
instrumen pembantu dalam penentuan dan pelaksanaan strategi organisasi,

18
diperlukan informasi menngenai kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman
yang mungkin dihadapi oleh organisasi tersebut.

3.  Perencanaan
Strategi yang telah dirumuskan dan ditetapkan memerlukan penjabaran
melalui penelenggaraan fungsi perencanaan. Karena perencanaan merupakan
salah satu hal yang penting dalam organisasi, perlu diketahui secepat mungkin
berbagai resiko dan faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab kegagalan
pelaksanaan tujuan dan strategi organisasi. Informasi-informasi yang
dibutuhkan dalam proses perencanaan adalah 5 W 1 H, yaitu what (apa), when
(kapan), where (di mana), who (siapa), why (mengapa), dan how (bagaimana).

4. Penyusunan Program Kerja


Penyusunan program kerja merupakan rincian sistematis dari rencana
kerja jangka waktu menengah. Keenam pertanyaan di atas harus terjawab
dalam penyusunan program kerja dimana ia harus bersifat kuantitatif,
menyatakan secara jela dan konkrit hasil yang diharapkan, standar kinerja
jelas, mutu hasil pekerjaan ditetapkan secara pasti, dan program kerja disusun
sedemikian rincinya sehingga dapat dijadikan pedoman dalam
penyelenggaraan kegiatan operasional.
Penyusunan program kerja mencakupi : pengorganisasian, pergerakan
SDM, pengawasan, penilaian, dan sistem umpan balik.
2.5.3. Fungsi Sistem Informasi Manajemen
Didalam SIM ini terdapat beberapa fungsi yang dibutuhkan oleh
sebuah perusahaan, diantaranya :
 Pencarian data
 Penginformasian data kepada user (dapat berupa report text, dalam bentuk
tabel, atau dalam bentuk grafik)
 Penyimpanan data
2.5.4. Study Kasus Untuk Mengulas CIM
Pada beberapa perusahaan, terdapat perusahaan yang mengatur
cashflow proyeknya secara terpusat dimana inflow perusahaan yang hanya
berasal dari pembayaran termyn proyek dikumpulkan di pusat kemudian
setelah dari pusat baru uang tersebut digunakan untuk outflow operasional
proyek dan perusahaan. Selama ini Manajemen cashflow secara terpusat yang
dilakukan masih kurang baik. Cashflow perusahaan seringkali negatif untuk
beberapa periode waktu tertentu. Hal ini pada akhirnya menimbulkan
keterlambatan pada proyek-proyek. Dalam penelitian ini akan dibuat suatu
Sistem Manajemen Informasi yang dapat digunakan untuk memberikan
informasi cashflow rencana secara lebih komprehensif dan cepat. Metodologi
penelitian yang dipakai dalam penyusunan Sistem Manajemen Informasi
adalah the waterfall method.
Metode ini melakukan penyusunan Sistem Manajemen Informasi
secara berurutan melalui proses planning, scoping, analysis, dan design,

19
dimana masing masing proses tidak dapat dimulai sebelum proses
pendahulunya selesai dilakukan.
Sistem Manajemen Informasi yang dibuat kemudian diimplementasi
ke proyek-proyek perusahaan yang dalam penelitian ini dimisalkan, PT. X
antara bulan Agustus 2009 – Maret 2010. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Sistem Manajemen Informasi yang dibuat tersusun atas tampilan dan
database yang terdiri atas beberapa entitas. Dari Studi Kasus didapatkan juga
bahwa Sistem Manajemen Informasi yang dibuat dapat memberikan output
rencana Scheduling Waktu pelaksanaan proyek-proyek dan Scheduling
Cashflow perusahaan secara akurat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem informasi
manajemen perusahaan sangatlah penting dalam mengelola, memperbaiki,
bahkan memajukan suatu perusahaan. Jika tidak ada sistem informasi
manajemen yang baik dapat dipastikan bahwa perusahaan akan mengalami
kebangkrutan atau gulung tikar seiring dengan waktu.
2.5.5. Decision Support System
Istilah dari decision support system telah digunakan dengan banyak
cara (Alter 1980) dan menerima banyak definisi yang berbeda menurut
pandangan dari sang penulis (Druzdzel dan Flynn 1999). Finlay (1994) dan
lainnya mendefiniskan DSS kurang lebih sebagai sebuah sistem berbasis
komputer yang membantu dalam proses pengambilan keputusan.
Turban (1995) mendefinisikan secara lebih spesifik dengan, sesuatu
yang interaktif,flexible dan dapat menyesuaikan diri (adaptable) dari sistem
informasi berdasarkan komputer, khususnya pengembangan untuk
mendukung pemecahan masalah dari non-struktur management, untuk
meningkatkan pengambilan keputusan. Dengan menggunakan data,
mendukung antar muka yang mudah digunakan dan memberikan wawasan
untuk sang pengambil keputusan.
Definisi lainnya bisa jadi gugur dibandingkan dengan dua pandangan
ekstrim berikut, Keen dan Scott Morton (1978), DSS adalah dukungan
berdasar kan komputer untuk para pengambil keputusan management yang
berurusan dengan masalah semi-struktur. Sprague dan Carlson (1982), DSS
adalah sistem berdasarkan komputer interaktif yang membantu para
pengambil keputusan menggunakan data dan model-model untuk
memecahkan masalah yang tak terstruktur(unstructured problem). Menurut
Power (1997), istilah DSS mengingatkan suatu yang berguna dan istilah
inklusif untuk banyak jenis sistem informasi yang mendukung pembuatan
pengambilan keputusan. Dia dengan penuh humor menambahkan bahwa jika
suatu sistem komputer yang bukan OLTP, seseorang akan tergoda untuk
menyebutnya sebagai DSS.
Seperti yang kita lihat, DSS memiliki banyak arti dengan maksud
yang kurang lebih hampir sama, yaitu suatu sistem komputer yang berguna
bagi para pengambil keputusan untuk memecahkan masalah mereka yang
kurang lebih berhadapan dengan masalah non-struktur atau semi-struktur

20
2.6. Balanced ScoreCard (BSC)

2.6.1. Pengertian
“It is a holistic methodology that converts an organization’s vision and
strategy into a comprehensive set of linked performance and action measures
that provide the basis for successful strategic measurement and management.”
(Voelker, Kathleen E., et all, 2001).
“A multidimensional framework for describing, implementing, and
managing strategy at all levels of an enterprise by linking objectives,
initiatives, and measures to an organization’s strategy.” (Kaplan and Norton
1996).
“The BSC is an integrated resultsoriented set of key-performance
measures, including financial and nonfinancial measures, which comprise
current performance and drivers of future performance.” (Beard , Deborah
F.).
Dari pengertian BSC yang dikutip diatas, maka dapat disimpulkan,
BSC adalah sebuah kertas kerja yang digunakan untuk mengatur proyek yang
dikerjakan, mengukur kinerja dari staf maupun tim, dan memberikan hasil
kepada managerial dalam pengambilan keputusan yang nantinya keputusan
ini akan mempengaruhi visi dan misi serta objektif dari perusahaan.
2.6.2. Karakteristik
Menurut John Sterling pada jurnalnya yang berjudul “Using The
Balanced Scorecard In A Sophisticated Law Firm” tahun 2007, terdapat 4
(empat) karakteristik dalam kertas kerja BSC ini, yaitu:
1. Pengukuran Finansial: pengukuran ini mendefinisikan kebutuhan dari
stakeholders dan ekspetasi dari perusahaan. Dalam beberapa kalangan,
BC dianggap sebagai reaksi berfokus terhadap nilai pemegang saham.
Itu adalah kesimpulan yang salah. Penulis hanya mendefinisikan
kebutuhan manajemen untuk mengukur unsur-unsur lain dari strategi
dan operasi jika hal itu dipandang akan memberikan hasil keuangan
yang lebih baik.
2. Pengukuran terhadap pelanggan: pengukuran ini lebih berfokus
bagaimana perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan dan mengukur tingkat kepuasan pelanggan. Beberapa yang
diukur adalah fleksibilitas, inovasi, tanggung jawab, dan lainnya yang
berkaitan dengan kepuasan pelanggan.
3. Pengukuran terhadap pengembangan dan pembelajaran: pengukuran
ini lebih berfokus pada bagaimana perusahaan menerapkan perubahan
dalam organisasi dan mengembangkan sektor-sektor yang masih perlu
peningkatan.
4. Pengukuran terhadap bisnis proses perusahaan: pengukuran ini
berfokus pada bagaimana perusahaan meningkatkan bisnis proses
terhadap strategi bisnis, sehingga bisnis perusahaan dapat berjalan
dengan baik dan meningkat.

21
2.6.3. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan
ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan
untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat
menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang
diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan,
2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di
dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk
mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat
menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam
mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny
Setyawan, 2000) sebagai berikut:
a. Peningkatan customer 'yang puas sehingga meningkatkan laba
(melalui peningkatan revenue).
b. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga
meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
c. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial
returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan
investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.

Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua


peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung
pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang
sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3
perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai
tujuan organisasi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu:
bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap
tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth
merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan
suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis
tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai
sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan,
membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi,
investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan
mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam
mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan
tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat
pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini
timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan
investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang
mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai

22
adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan
mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu
organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya.
Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas
dan mengurangi aliran dana.

2.6.4. Perspektif Pelanggan


Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu
menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi
atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang
terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai
target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai
kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus
menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik
kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih
tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau
bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan).
Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu
melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan
kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana
perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan,
mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah
ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur,
yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi
pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan
profitabilitas pelanggan.

2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).


Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana
perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial
yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat
menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan
perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi
pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang
disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan
loyalitas dan kepuasan pelanggan.
Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a) Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b) Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada
pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta

23
bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari
perusahaan yang bersangkutan.
c) Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi
perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan
perusahaan, atau membeli produk.
2.6.5. Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang
memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu
menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan
dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums
(Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai
yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996)
membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
a) Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses
produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar
proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua
komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses
perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil
inovasi dari perusahaan tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka
produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak
memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras
mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
b) Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat
penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses
operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara
efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama
dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
c) Pelayanan puma jual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi,
penggantian untuk produk yang rusak, dll.

2.6.6. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan


Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga
perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan
jangka panjang.
Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya
pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan
investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur.
Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat
mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari
manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka
suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling

24
karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi,
serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas
yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
Kapabilitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada
perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus
diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan
produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen.
Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja
dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi,
dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan
dari atasan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja
terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan
investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja
yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual
capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di
perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari
peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan
pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan
oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan
output tersebut.
d. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi
adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang
tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
e. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan
adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang
menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan
pekerja.

2.7. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)


Dalam konteks global, istilah Corporate Social Responsibility (CSR)
mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah
kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century
Business (1998), karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting
sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan
social equity, yang digagas the World Commission on Environment and
Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas

25
CSR ke dalam tiga fokus: 3P, yang dapat artikan sebagai profit, planet dan people.
Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit)
melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan
kesejahteraan masyarakat (people).
Saat ini belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh
berbagai lembaga. Beberapa definisi CSR di bawah ini menunjukkan keragaman
pengertian CSR menurut berbagai organisasi:
 World Business Council for Sustainable Development:
Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis
dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan
kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan
masyarakat luas pada umumnya.
 International Finance Corporation:
Komitmen dunia bisnis untuk memberikan kontribusi terhadap
pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan,
keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan
kehidupan mereka melalui cara-cara yang baik bagi bisnis maupun
pembangunan.
 Institute of Chartered Accountants, England and Wales:
Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi
dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai
bagi para pemegang saham (shareholders) mereka.
 Canadian Government:
Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi, lingkungan dan sosial ke
dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan
yang dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan
masyarakat yang sehat dan berkembang.
 European Commission:
Sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian
terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam
interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan
prinsip kesukarelaan.
 CSR Asia:
Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan
prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam
kepentingan para stakeholders.

International Organization for Standardization, sebuah lembaga sertifikasi


internasional, saat ini sedang melakukan pengembangan standar internasional ISO
26000 mengenai Guidance on Social Responsibility yang juga memberikan
definisi CSR. Meskipun pedoman CSR standar internasional ini baru akan
ditetapkan tahun 2010, draft pedoman ini bisa dijadikan rujukan. Menurut ISO
26000, CSR adalah:

26
“Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari
keputusan¬keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan
yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan
harapan para pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan
norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara
menyeluruh (draft 3, 2007)”.

Berdasarkan pedoman ini, CSR tidaklah sesederhana sebagaimana


dipahami dan dipraktekkan oleh kebanyakan perusahaan. CSR mencakup tujuh
komponen utama, yaitu: the environment, social development, human rights,
organizational governance, labor practices, fair operating practices, dan consumer
issues.

Di Indonesia, CSR semakin menguat setelah dinyatakan dengan tegas


dalam UU Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007, dimana dalam pasal 74 antara
lain diatur bahwa :
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan.
2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1)
merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam Pasal 74 ayat 1 disebutkan bahwa Perseroan (mengacu pada UU


No.40/2007 Pasal 1 ayat 1 bahwa Perseroan diartikan sebagai Perseroan Terbatas)
yang menjalankan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam
wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan, namun tidak dijelaskan
apakah hal tanggung jawab yang sama juga diwajibkan bagi entitas usaha yang
tidak berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas. Sehingga, hal ini dapat
menimbulkan penafsiran bahwa entitas usaha yang tidak berbentuk Perseroan
Terbatas tidak diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan (mengacu pada UU No. 40/2007 Pasal 1 ayat 3 definisi Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta
dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya).

27
Selanjutnya, bunyi pasal 74 ayat 1 tersebut menimbulkan pertanyaan lain
yaitu apakah Perseroan Terbatas yang tidak menjalankan kegiatan usaha di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam dapat diartikan tidak diwajibkan
melaksanakaan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR). Selain itu, UU PT
tidak menyebutkan secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3 dan 4
hanya disebutkan bahwa CSR "dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya
perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran". PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini
baru akan diatur oleh Peraturan Pemerintah (belum terbit).

Peraturan lain yang menyinggung CSR adalah UU No.25 Tahun 2007


tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa "Setiap penanam
modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan." Meskipun
UU ini telah mengatur sanksi-sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau
usaha perseorangan yang mengabaikan CSR (Pasal 34), UU ini baru mampu
menjangkau investor asing dan belum mengatur secara tegas perihal CSR bagi
perusahaan nasional.

Menurut Edi Suharto (2008), peraturan tentang CSR yang relatif lebih
terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudian
dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN
No.:Per-05/MBU/2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara
pelaksanaan CSR. Seperti diketahui, CSR milik BUMN adalah Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dalam UU BUMN dinyatakan bahwa
selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan bimbingan
bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan masyarakat.
Selanjutnya, Permeneg BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal
dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar maksimal 2 persen yang dapat
digunakan untuk Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan.

Peraturan ini juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang berhak mendapat


pinjaman adalah pengusaha beraset bersih maksimal Rp 200 juta atau beromset
paling banyak Rp 1 miliar per tahun. Namun, UU ini pun masih menyisakan
pertanyaan. Selain hanya mengatur BUMN, Program Kemitraan perlu dikritisi
sebelum disebut sebagai kegiatan CSR. Menurut Sribugo Suratmo (2008),
kegiatan Kemitraan mirip dengan sebuah aktivitas sosial dari perusahaan namun
di sini masih ada unsur bisnisnya (profit motive). Masing-masing pihak harus
memperoleh keuntungan.

28
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di tarik dari materi diatas adalah sebagai berikut:

Strategi korporat adalah mengenai keberadaan di tengah-tengah bauran


bisnis yang tepat. Strategi korporat lebih berkenaan dengan pertanyaan di mana
sebaiknya bersaing dan bukannya bagaimana bersaing dalam industri tertentu;
yang merupakan strategi unit bisnis.

Persaingan antar perusahaan dengan diversifikasi tidak berlangsung pada


tingkat korporat. Kantor korporat dan perusahaan dengan diversifikasi tidak
menghasilkan laba dari dirinya sendiri; melainkan pendapatan dihasilkan dan
biaya ditanggung dalam unit-unit bisnis. Strategi unit bisnis berkenaan dengan
bagaimana menciptakan dan memelihara keunggulan kompetitif dalam masing-
masing industri yang telah dipilih oleh suatu perusahaan untuk berpartisipasi.

29
DAFTAR PUSTAKA
Robert N. Anthony & Vijay Govindarajan , Management Control System, 12th
Edition, McGraw-Hill, Boston, 2007.

Kaplan, Robert, dan David Norton. Balanced Scorecard. Boston: Harvard


Business School Press, 1996.

30

Anda mungkin juga menyukai