Anda di halaman 1dari 34

Makalah MANAJEMEN STRATEGI

(Sistem Waralaba Primagama)


Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Manajemen Strategik

Disusun oleh:

Reza Khamaidi Rauuf 174010384


Arief Budianto 174010380
Jamalludin 174010370
Bilal Insan Muhammad 174010395
Kiki Rizki Ananda 154010345

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Implementasi Sistem Waralaba Primaga.
Makalah ini dibuat dalam rangka untuk menyelesaikan tugas pada mata
kuliah Manajemen Strategik. Selain itu juga, tujuan dalam pembuatan makalah ini
adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang Implementasi
Sistem Waralaba Primaga.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.

Bandung, November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................ 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA............................................................................... 4

2.1 Konsep Waralaba........................................................................................ 4

2.1.1 Pengertian Waralaba…................................................................... 4

2.1.2 Jenis-Jenis Waralaba….................................................................. 4

2.1.3 Mekanisme Kerja dan Bisnis Waralaba…..................................... 5

2.2 Konsep Analisis SWOT Sebagai Formulasi Strategi..........,....................... 6

2.2.1 Pengertian Strategi…..................................................................... 6

2.2.2 Pengertian Analisis SWOT ............................................................ 7

2.2.3 Fungsi Analisis SWOT .................................................................. 7

2.2.4 Pendekatan Matriks Internal dan Eksternal................................... 7

BAB III PEMBAHASAN................................................................................... 10

3.1 Sejarah Perusahaan.....................................................................................10

3.1.1 Sejarah Berdirinya Primagama …................................................. 10

3.1.2 Perkembangan Primagama dari Tahun ke Tahun.......................... 10

3.1.3 Visi dan Misi Primagama.............................................................. 11

3.1.4 Aspek Pemasaran Primagama....................................................... 11

ii
3.1.5 Aspek Sumber Daya Manusia Primagama.................................... 12

3.1.6 Aspek Operasi Primagama............................................................ 13

3.1.7 Aspek Keuangan Primagama........................................................ 14

3.2 Kondisi Lingkungan Internal dan Eksternal..............................................16

3.3 IFAS, EFAS dan SWOT……………........................................................21

3.4 Analisis dan Pemilihan Strategi ………..….............................................26

3.5 Implementasi Strategi ………..…............................................................27

BAB IV PENUTUP…….................................................................................... 28

4.1 Kesimpulan................................................................................................28

4.2 Saran..........................................................................................................29

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Hubungan Kemitraan Pewaralaba dan Terwaralaba........................ 5

Gambar 2.2. Hak dan Kewajiban Antara Franchisor dan Francisee secara
umum................................................................................................ 6

Gambar 2.3. Diagram Matriks Internal – Eksternal.............................................. 8

Gambar 3.1 Data Omzet Primagama.................................................................... 15

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendekatan bisnis melalui sistem waralaba/ franchising merupakan salah


satu strategi alternatif bagi pemberdayaan UKM untuk mengembangkan ekonomi
dan UKM di masa mendatang. UKM harus mampu membesarkan dirinya secara
bersinergi dengan pengusaha besar terutama yang berkelas dunia serta bervisi
global. Sekurang-kurangnya pada tahap awal perkembangannya. Melalui proses
kemitraan waralaba yang saling menguntungkan antara UKM (selaku penerima
waralaba) dengan pemberi waralaba (franchisor yang umumnya adalah pengusaha
besar), diharapkan dapat membuat UKM menjadi lebih kuat dan mandiri.
Waralaba (franchise) sendiri sebenarnya adalah salah satu bentuk usaha
untuk memudahkan wirausahawan/ sektor UKM dalam mengembangkan usahanya.
Melalui sistem waralaba, seorang wirausahawan tidak perlu bekerja keras untuk
merintis usaha dari nol, namun tinggal menggunakan sistem paten yang telah
terlebih dahulu diuji coba dan dikembangkan oleh pemilik waralaba tersebut.
Pada dasarnya franchise adalah sebuah perjanjian mengenai metode
pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Franchisor (pewaralaba) dalam
jangka waktu tertentu memberikan lisensi kepada franchisee (terwaralaba) untuk
melakukan usaha pendistribusian barang dan jasa dibawah nama identitas
franchisor dalam wilayah tertentu. Usaha tersebut harus dijalankan sesuai dengan
prosedur dan cara yang ditetapkan franchisor. Franchisor memberikan bantuan
terhadap franchisee. Sebagai imbalannya franchisee membayar sejumlah uang
berupa initial fee dan royalty.
Eksistensi pola bisnis waralaba dapat menjadi titik balik bagi perkembangan
dunia usaha di Indonesia. Berbagai macam kemudahan dapat dijumpai melalui
sistem bisnis waralaba sehingga membuat wirausahawan pun lebih bergairah untuk
menjalankan usahanya. Keunikan dan kemudahan yang ditawarkan melalui sistem
ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelaku usaha, baik untuk pelaku usaha
yang ingin melebarkan usahanya maupun bagi usahawan yang baru saja merintis
usaha dengan sistem ini.
Pangsa pasar Indonesia yang berpenduduk lebih dari 260 juta orang menjadi
potensi tersendiri bagi pemilik waralaba untuk melakukan ekspansi usahanya di
Indonesia. Penerima waralaba pun dapat mengambil keuntungan dari sistem
waralaba ini. Karena bagi terwaralaba, dengan sistem waralaba ini ia tidak harus
memulai usaha dari nol, tapi hanya tinggal meneruskan setengah perjalanan yang
telah dimulai oleh franchisor sebelumnya.

1
Namun demikian, sebagaimana umumnya bisnis, waralaba juga tetap
memiliki resiko kerugian. Disinilah pentingnya untuk “meneliti terlebih dahulu
sebelum membeli” analisa kelayakan usaha sangat diperlukan untuk meraih
kesuksesan dalam bisnis waralaba ini. Untuk mencapai suatu keberhasilan
diperlukan perencanaan yang matang dan cara berpikir strategis. Karena di setiap
masalah yang nantinya akan kita hadapi selalu tersedia ruang kosong untuk sebuah
peluang. Disinilah pentingnya strategi yang cerdas dan jitu, dan itu semua
tergantung dari kemampuan kita untuk memilah dan memanfaatkannya menjadi
peluang yang memihak kepada kita.
Setiap pengelolaan dan pengembangan usaha memerlukan suatu
perencanaan strategis, yaitu suatu pola atau struktur yang akan mendukung menuku
ke arah tujuan akhir yang ingin dicapai, untuk dapat memilih dan menetapkan
strategi yang akan dipakai dapat dilakukan melalui pendekatan dengan analisi
SWOT.
Konsep dasar pendekatan SWOT ini tampaknya sederhana sekali yaitu
sebagaimana dikutip oleh Freddy Rangkuti dari Sun Tzu, bahwa: “apabila kita telah
mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan mengetahui kekuatan dan
kelemahan lawan, sudah dapat dipastikan bahwa kita akan dapat memenangkan
pertempuran” dalam perkembangannya saat ini, SWOT tidak hanya dipakai untuk
menyusun strategi di medan pertempuran, melainkan banyak dipakai juga dalam
penyusunan perencanaan strategi bisnis yang bertujuan untuk menyusun strategi-
strategi jangka panjang sehingga arah dan tujuan perusahaan dapat dicapai dengan
jelas dan dapat segera diambil keputusan, berikut semua perubahannya dalam
menghadapi pesaing.
Demikian pula halnya dalam pengembangan bisnis franchise, walaupun
telah memiliki sistem paten yang sudah teruji dengan baik, namun tetap saja di
perlukan suatu perencanaan bisnis yang akurat. Bagi pewaralaba rencana bisnis
tersebut amat diperlukan mengingat semakin menjamurnya usaha franchise asing
maupun lokal, sehingga apabila tidak dikelola dengan serius secara efektif dan
efesien, bukan tidak mungkin apabila kelak waralaba yang telah dibangunnya akan
gagal ditengah jalan. Sedangkan bagi franchisee sendiri sangat penting untuk
meneliti terlebih dahulu sebelum membeli produk franchise yang diincar. Sekalipun
iklannya “wah” dan promosinya gencar, namun hal itu belum cukup untuk
memberikan indikasi bahwa waralabaitu akan menguntungkan dikemudian hari.
Jangan sampai investasi yang telah ditanamkan menjadi sia-sia hanya karena
kesalahan kita dalam memilih usaha waralaba yang akan dijalani.
Disinilah arti penting dari analisis SWOT sebagai alat ukur untuk
mempermudah wirausahaan dalam menyusun strategi bisnis yang akan disusunnya

2
dengan harapan bila semakin matang rencana dan strategi bisnis yang disusunnya
maka resiko kerugian yang akan diterima juga akan semakin minim.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah bentuk strategi bisnis yang selama ini dilakukan


Primagama dalam pengembangan usahanya?
b. Bagaimanakah alternative rencana dan strategi bisnis yang tepat untuk
diaplikasikan pada Lembaga Pendidikan Primagama melalui pendekatan
analisis SWOT?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:


a. Untuk mengetahui strategi bisnis yang dijalankan pada Primagama.
b. Untuk mengetahui alternative rencana dan strategi bisnis yang tepat
untuk diaplikasikan pada Primagama melalui pendekatan SWOT.

3
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Waralaba


2.1.1 Pengertian Warabala
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, waralaba diartikan sebagai: 1).
Bentuk kerjasama dalam bidang usaha dengan bagi hasil sesuai kesepakatan; 2).
Hak mengelola atau hak pemasaran.
Sedangkan menurut Karamoy, sebagaimana dikutip oleh Darmawan Budi
Suseno, kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan
Pengembangan Manajemen (LPPM), sebagai padanan dari kata franchise.
Franchise diterjemahkan sebagai “waralaba,” gabungan dari kata “wara”
yang berarti istimewa dan “laba” yang berarti keuntungan sehingga dapat diartikan
sebagai usaha yang dapat memberikan keuntungan secara istimewa. Selanjutnya
berkembang kata franchising sebagai pewaralabaan dari suatu jenis usaha,
franchisor berarti pemilik waralaba atau pemberi waralaba dan franchisee sebagai
pihak penerima waralaba.
Waralaba adalah terjemahan bebas dari kata franchise di mana menurut
Peraturan Pemerintah RI No.16 tahun 1997 tgl. 18 Juni 1997, sebagaimana dikutip
oleh Pietra Sarosa, pengertian waralaba adalah suatu bentuk kerja sama di mana
pemberi waralaba (franchisor) memberikan izin kepada penerima waralaba
(franchisee) untuk menggunakan hak intelektualnya, seperti nama, merk dagang
produk dan jasa, dan sistem operasi usahanya. Sebagai timbal baliknya, penerima
waralaba membayar suatu jumlah seperti franchisee fee dan royalty fee.
Dapat disimpulkan bahwa waralaba adalah bentuk kerja sama di mana
pemberi waralaba (franchisor) memberikan manfaat kepada penerima waralaba
(franchisee) berupa nama, merk dagang, SOP, manajemen, dan unsur lainnya yang
terkait, selama jangka waktu tertentu. Dan atas pemberian manfaat tersebut pihak
franchisee dikenakan sejumlah biaya tertentu serta kewajiban-kewajiban untuk
mengikuti ketentuan yang telah disepakati dengan pihak franchisor.
2.1.2 Jenis-jenis Warabala
Dilihat dari kegiatan yang dilakukannya, waralaba dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Waralaba Produk dan Merk Dagang
Pemberi waralaba memberikan hak kepada penerima waralaba untuk
menjual produk yang dikembangkan oleh pemberi waralaba yang disertai
dengan pemberian izin untuk menggunakan merk dagang milik pemberi

4
waralaba dalam rangka penjualan produk yang diwaralabakan tersebut. Atas
pemberian izin penggunaan merk dagang tersebut biasanya pemberi
waralaba memperoleh keuntungan (royalty berjalan) melalui penjualan
produk yang diwaralabakan kepada penerima waralaba. Biasanya berbentuk
keagenan, distributor atau lisensi penjualan.
2. Waralaba Format Bisnis
Pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (pemberi waralaba) kepada pihak
lain (penerima waralaba), lisensi tersebut memberi hak kepada penerima
waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merk dagang pemberi
waralaba, dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari
seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang yang
sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan
bantuan yang terus-menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan
sebelumnya.
2.1.3 Mekanisme Kerja dan Bisnis Warabala
Mekanisme kerja dalam waralaba berdasarkan prinsip kesetaraan dan saling
menguntungkan. Dalam sistem ini terdapat pelaku bisnis yang sukses dan kemudian
menyebarluaskan kesuksesannya kepada pihak lain.
Kemitraan antara pewaralaba & terwaralaba digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Hubungan Kemitraan Pewaralaba dan Terwaralaba


Pewaralaba dalam hal ini memberikan bantuan manajemen, teknis, dan pemasaran
kepada terwaralaba selama keduanya terikat dalam kontrak. Terwaralaba
membayar fee atas izin penggunaan merk dagang dan sistem bisnis. Sedangkan
pembayaran royalti digunakan sebagai imbal jasa atas bantuan manajemen, teknik,
dan promosi yang diberikan oleh pewaralaba secara kontinu.
Berikut ini digambarkan beberapa hak dan kewajiban yang diberikan pihak
franchisor kepada franchisee ataupun sebaliknya, yaitu sebagai berikut:

5
Pewaralaba/ Terwaralaba/
Franchisor Franchisee
Pemberian izin merk Franchisee Fee,
dagang,
Royalty Fee,
Sistem Bisnis (SOP),
Kewajiban menjalankan
Bantuan Manajemen, ketentuan yang telah
Teknis, disepakati bersama.
Promosi, Mendapatkan izin
pemanfaatan merk
Mendapat beberapa
dagang dan sistem bisnis,
macam Fee dari
bantuan teknis, dll.
Franchisee
Gambar 2.2. Hak dan Kewajiban Antara Franchisor dan Francisee secara
umum
Berdasarkan diagram di atas diketahui beberapa unsur yang lazim ada dalam
waralaba. Sebagaimana dikutip oleh Gunawan Widjaya, Martin Mandelson dalam
bukunya franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee disebutkan
bahwa waralaba format bisnis terdiri atas:
a. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba
b. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek penglolaan
bisnis, termasuk di dalamnya pelatihan untuk menggunakan peralatan,
metode pemasaran, penyiapan produk, dan penerapan proses.
c. Proses bantuan dan bimbingan yang terus-menerus dari pihak pemberi
waralaba selama masa perjanjian masih berlangsung.
2.2 Konsep Analisis SWOT Sebagai Formulasi Strategi
2.2.1 Pengertian Strategi
Menurut Kenneth Andrew sebagaimana dikutip oleh James C. Craig dan
Robert M. Grant, strategi adalah pola sasaran, maksud atau tujuan dan kebijakan
serta rencana penting untuk mencapai tujuan, yang dinyatakan dengan cara seperti
menetapkan bisnis yang dianut atau yang akan dianut oleh perusahaan, dan jenis
atau akan menjadi jenis apa perusahaan ini.
Sedangkan menurut Alfred Chandler sebagaimana dikutip oleh James C.
Craig dan Robert M. Grant, strategi adalah penetapan sasaran dan tujuan jangka
panjang sebuah perusahaan, dan arah tindakan serta alokasi sumber daya yang
diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan itu.
Perumusan strategi yang baik perlu dilakukan agar seluruh perencanaan
yang telah disusun dapat berjalan dan diantisipasi dengan sebaik-baiknya. Berbagai

6
pendekatan untuk merumuskan strategi perusahaan bisa dilakukan antara lain
melalui pendekatan analisis SWOT yang memang lazim dipergunakan dalam
perumusan strategi perusahaan karena dipandang lebih mudah dan sederhana
penyusunannya.
2.2.2 Pengertian Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (treathment).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan
misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana
strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan
(kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal
ini disebut dengan Analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi
adalah analisis SWOT.
2.2.3 Fungsi Analisis SWOT
Secara umum analisis SWOT sudah dikenal oleh sebagian besar tim teknis
penyusun corporate plan. Sebagian dari pekerjaan perencanaan strategi terfokus
kepada apakah perusahaan mempunyai sumber daya dan kapabilitas yang memadai
untuk menjalankan misinya dan mewujudkan visinya.
Pengenalan akan kekuatan yang dimiliki akan membantu perusahaan untuk
tetap memperhatikan dan melihat peluang-peluang baru, sedangkan penilaian yang
jujur terhadap kelemahan-kelemahan yang ada akan memberikan bobot realisme
pada rencana yang akan dibuat perusahaan, jadi analisis SWOT berfungsi untuk
menganalisis kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan serta peluang dan
ancaman yang dihadapi perusahaan yang dilakukan melalui telaah terhadap kondisi
external perusahaan.
2.2.4 Pendekatan Matriks Internal dan Eksternal
Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh
kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus
dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT sendiri adalah singkatan dari
lingkungan internal Strengths dan Weakness serta lingkungan external
Oppurtunities dan Threaths yang dihadapi dunia bisnis.
Di bawah ini disampaikan upaya-upaya sistematis untuk dapat
dipergunakan sebagai bahan untuk mendekskripsikan kondisi yang dihadapi.
a. Strenghts (Kekuatan)

7
Sesuatu yang selama ini menjadi kekuatan utama (internal-sesuatu yang
dapat dipengaruhi secara langsung) dari dahulu sampai sekarang.
b. Weakness (Kelemahan)
Segala sesuatu yang menjadi kelemahan utama (internal) dari dahulu sampai
dengan sekarang.
c. Opportunities (Peluang)
Berbagai potensial yang dapat diexplorasi untuk mempengaruhi pencapaian
sasaran yang diharapkan.
d. Threats (Ancaman)
Segala sesuatu yang dapat membatasi atau menggagalkan pencapaian
(external) sasaran yang ditetapkan tetap belum pernah terjadi dan tidak
dapat dipengaruhi secara langsung.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pembuatan Matriks Internal –
Eksternal:
 Identifikasi faktor-faktor kunci untuk Internal (Buat Daftar tabel Internal
Strategic Factor Summary/ IFAS) dan External Strategic Factor Summary/
EFAS)
 Buat Tabel dengan 5 Kolom
 Daftarkanlah semua faktor-faktor kunci kedalam table
 Bobot setiap faktor dari 1,0 (sangat penting) dan 0,0 (tidak penting)
masukan pada kolom 2, total bobot berjumlah 1,00
 Buat peringkat setiap faktor dari 9 (sangat baik) sampai 1 (sangat buruk)
 Kalikan setiap bobot dengan peringkat masukan pada kolom 4 dan
jumlahkan
 Beri keterangan pada kolom 5

Gambar 2.3. Diagram Matriks Internal – Eksternal

8
Berdasarkan gambar di atas, maka dapat diketahui posisi Organisasi Bisnis dalam
melakukan pelayanan kepada masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Posisi Pertama (Cel-1): peluang eksternal tinggi ditunjang oleh sumber daya
internal yang tinggi. Pada posisi Bisnis paling potensial untuk menyelenggaraan
program menuju kemandirian.
2. Posisi Kedua (Cel-2): peluang eksternal tinggi, sumber daya internal sedang.
Pada posisi ini Bisnis potensial untuk menyelenggarakan program karena
peluang memungkinkan untuk diraih dengan sumber daya internal sedang.
3. Posisi Ketiga (Cel-3): peluang eksternal tinggi tetapi sumber daya internal
rendah. Pada posisi ini Bisnis tidak potensial untuk menyelenggarakan program
karena rendahnya sumber daya internal walaupun peluang memiliki daya tarik.
4. Posisi Keempat (cel-4): peluang eksternal sedang dengan potensi sumber daya
internal tinggi. Pada posisi ini, Bisnis bisa menyelenggarakan program tetapi
dengan syarat harus menstabilkan posisi karena kelebihan sumber daya.
5. Posisi Kelima (Cel-5): peluang sedang dengan sumber daya internal sedang.
Posisi ini ada dua sub posisi yaitu: (a) peluang eksternal sedang ditunjang oleh
sumber daya internal sedang-tinggi (Cel-5a) yang mengisyaratkan bahwa Bisnis
masih potensial menyelenggarakan program seperti halnya posisi kedua, (b)
potensi eksternal sedang tetapi sumber daya internal sedang-rendah (Cel-5b)
yang mengisyaratkan Bisnis perlu menyesuaikan sumber daya internal karena
keterbatasan peluang eksternal.
6. Posisi Keenam (Cel-6): peluang eksternal sedang sumber daya internal rendah
/ rendah. Pada posisi ini Bisnis tidak berpeluang untuk menyelenggarakan
program karena keterbatasan sumber daya internal dalam memanfaatkan
peluang.
7. Posisi Ketujuh (Cel-7): peluang eksternal rendah, tetapi sumber daya internal
tinggi / kuat. Dalam posisi ini Bisnis tidak potensial untuk menyelenggarakan
program karena rendahnya peluang eksternal walaupun sumber daya internal
sangat memadai.
8. Posisi Kedelapan (Cel-8): peluang eksternal rendah dengan sumber daya
internal sedang. Posisi ini Bisnis kurang potensial dalam penyelenggaraan
program karena kurang memiliki peluang eksternal.
9. Posisi Kesembilan(Cel-9): peluang eksternal rendah dan potensi internal lemah
pada posisi ini Bisnis tidak potensial untuk menyelenggarakan program.

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Perusahaan


3.1.1 Sejarah Berdirinya Primagama
Primagama adalah usaha jasa pendidikan luar sekolah yang bergerak
dibidang bimbingan belajar, didirikan oleh Purdi E. Chandra di Yogyakarta pada
10 Maret 1982.
Program Bimbingan Belajar Primagama memiliki pasar sangat luas yaitu siswa
:
 Sekolah Dasar kelas 3, kelas 4, kelas 5 dan kelas 6
 Sekolah Menengah Pertama Kelas 7, Kelas 8 dan Kelas 9
 Sekolah Menengah Akhir jurusan IPA / IPS
Dengan target pendidikan adalah meningkatkan prestasi akademik di
sekolah, Ujian Akhir Sekolah, Ujian Nasional, dan Sukses Ujian Masuk Perguruan
Tinggi Negeri Favorit serta berbagai sekolah kedinasan.
3.1.2 Perkembangan Primagama dari Tahun ke Tahun
 1982
PRIMAGAMA berdiri, tepatnya pada tanggal 10 Maret 1982 di
Yogyakarta. Kelas pertama Primagama ini dimulai dengan hanya memiliki
2 orang siswa.
 1996
Perkembangan PRIMAGAMA mulai terlihat dengan bertambahnya cabang
menjadi 132 buah.
 2000
Cabang yang dimiliki PRIMAGAMA kembali meningkat menjadi 157
buah.
 2001
Tingginya kepedulian para pengusaha pada bidang pendidikan membuat
PRIMAGAMA memulai sistem waralabanya. Dengan sistem ini jumlah
cabang meningkat menjadi 260 buah.
 2003
Peningkatan jumlah cabang terlihat signifikan setelah terbentuknya sistem
waralaba.
Jumlah cabang bertambah 320 cabang. Meningkat 300% dibanding periode
sebelumnya.

10
 2005
Memiliki 450 cabang di seluruh Indonesia.
 2007
Jumlah cabang kembali meningkat menjadi 638 cabang dan mulailah
dibentuk master franchise.
 2009
Memiliki 723 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.
 2010
Pada tahun ini PRIMAGAMA memiliki cabang sebanyak 756 di seluruh
Indonesia.
 2015
PRIMAGAMA memiliki manajemen baru bernama PT.Prima Edu
Pendamping Belajar dan memperkecil jumlah cabangnya menjadi 587 buah.
 2017
Jumlah cabang: 461 tersebar di seluruh propinsi di Indonesia dengan jumlah
siswa aktif 90.000 setahun Jumlah Dosen 8000
3.1.3 Visi dan Misi Primagama
Visi Primagama adalah menjadi institusi pendidikan luar sekolah yang
terkemuka, terunggul dan terbesar di Indonesia.
Adapun misi primagama yaitu :
1. Menjadi lembaga bimbingan belajar bersekala nasional yang terdepan
dalam prestasi (memenuhi kepintingan organisasi, pemilik dan
konsumen)
2. Menjadi tempat karyawan untuk membangun kesejahteraan (memenuhi
kepentingan professional)
3. Menjadi perusahaan yang sanggup dijadikan mitra usaha yang andal dan
terpercaya (memenuhi kepentingan organisasi dan mitra usaha)
4. Menjadi tempat bagi setiap insan untuk berkreasi, berkarya, dan
mengembangkan diri (memenuhi kepentingan kosumen, profesional,
dan pemilik)
5. Menjadi aset pendidikan nasional dan kebanggaan masyarakat
(memenuhi kepentingan pemerintah dan masyarakat)
3.1.4 Aspek Pemasaran Primagama
Sebelum menerapkan waralaba, primagama hanya mengalami penambahan
berkisar 5-7 cabang setiap tahunnya. Sepanjang tahun 2006, Primagama
menggunakan kegiatan pemasaran above the line advertising (seperti iklan televisi)
sehingga semakin meningkatkan kesadaran masyarakat dan investor terhadap
Primagama. Teknik ini cukup signifikan memberikan peningkatan jumlah cabang

11
sebanyak 138 cabang baru pada 2007. Penambahan jumlah cabang antara 2007-
2010 pun cukup signifikan, antara 20-60 cabang pertahunnya. Dengan
menggunakan strategi waralabanya, Primagama mampu memperluas pasar dengan
sangat cepat karena tidak terkendala masalah permodalan seperti yang dialami oleh
para pesaingnya. Risiko yang dihadapi Primagama pun menjadi lebih kecil, karena
franchisee akan menanggung risiko apabila cabang di tutup karena pendapatan
cabang tidak mampu menutup biaya operasional.
Primagama pusat sebagai franchisor memiliki kewajiban untuk
menyediakan handout dan melaksanakan kegiatan pemasaran above the line
(memasang iklan primagama televisi nasional). Primagama pusat berkoordinasi
dengan master franchise dan manajer area untuk memastikan bahwa tiap cabang
mematuhi SOP yang di tetapkan oleh Primagama dan membantu cabang-cabang
agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
3.1.5 Aspek Sumber Daya Manusia Primagama
Struktur organisasi dalam sistem waralaba Primagama dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu franchisor (pemilik merek) dan franchisee (pemilik modal).
Franchisor merupakan pemilik merek Primagama yang terdiri atas manajemen
yang bekerja untuk memformulasikan produk dan layanan serta membuat aturan,
kebijakan, prosedur, dan sistem yang memastikan bahwa franchisee mematuhi
aturan-aturan tersebut. Franchisor Primagama terdiri atas General Manajer (GM),
Kepala dan staf divisi (legal, marketing dan business development, akademik,
sumber daya manusia, keuangan, dan operasional) dan manajer pemberdayaan.
Franchisee merupakan investor yang menanamkan modalnya untuk
membeli hak waralaba Primagama dalam perkebangannya franchisee terbagi
menjadi dua yaitu : Master franchisee, merupakan investor besar yang membeli
sejumlah hak waralaba Primagama untuk suatu wilayah tertentu. Sedangkan
franchisee membeli satu atau beberapa hak waralaba disatu lokasi atau beberapa
lokasi potensial.
Primagama pusat (franchisor)
Dalam bidang pengembangan ide, program dan kebijakan di primagama
pusat maupun cabang, berkoordinasi secara langsung dengan direktur pemasaran
dan pengembangan bisnis. Primagama pusat memiliki kewenangan unruk
menyusun buku materi pelajaran/handout berdasarkan pada kurikulum nasional dan
membuat try-out. Cabang tidak diperkenankan untuk mengubah atau membuat
materi.
Meskipun demikian master franchisee bersama-sama guru lokal diperkenankan
untuk membuat materi muatan lokal yang harus disesuaikan terlebih dahulu dengan
Primagama. Primagama pusat berkoordinasi dengan master franchisee dan manajer

12
area untuk memastikan bahwa setiap cabang mematuhi SOP yang ditetapkan oleh
Primagama dan membantu cabang-cabang agar dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik.
Master Franchisee dan Manajer Area
Tugas utama master franchisee dan manajer area adalah mengoordinasi
harga, jadwal try-out, mengatur pengadaan handout dari primagama pusat, dan
menyelesaikan masalah-masalah yang muncul diantara franchisee.
3.1.6 Aspek Operasi Primagama
Sebelum diwaralabakan, Primagama meningkatkan pertumbuhan pasar
dengan menambah cabang demi cabang menggunakan DNA dari Primagama pusat.
Pertumbuhan cabang pada Primagama sebelum diwaralabakan cukup lambat
karena sumber dana sepenuhnya berasal dana Primagama yang berarti Primagama
pusat juga harus menanggung jika cabang baru yang dibuka tidak dapat memenuhi
target penjualan dan harus ditutup. Meskipun pertumbuhan sangat lambat, sistem
koordinasi antara pusat dan cabang sangat baik. Semua intruksi aturan dan SOP dari
pusat dilaksanakan secara serempak, seragam dan sepenuhnya oleh setiap kepala
cabang Primagama di setiap daerah.
Ketika menerapkan sistem waralaba, jaringan waralaba Primagama mulai
berkembang sangat pesat hingga mencapai ratusan yang tersebar dari sabang
sampai merauke. Ketika fungsi control langsung dari Primagama pusat ketiap
cabang menjadi sulit dan dirasa tidak efektif. Oleh karena itu Primagama pusat
mendelegasikan fungsi control kepada master franchise. Hal ini membuat
hubungan antara Primagama pusat dan cabang semakin jauh. Seperti halnya
franchisee, master franchise juga memiliki orientasi bisnis sendiri untuk
meningkatkan kinerja penjualan di wilayahnya. Dengan adanya otonomi untuk
berkreasi, franchisee Primagama mampu meghasilkan ide-ide baru dan segar. Ide-
ide segar itu terbukti meningkatkan pendapatan cabang.
Seiring dengan berjalannya waktu mekanisme otonomi yang diterapkan
kepada franchisee selama ini justru berdampak serius pada citra layanan
Primagama. Layanan Primagama menjadi sangat beragam dan jauh dari standar
yang telah ditetapkan. Setiap cabang menjalankan bisnis yang berbeda-beda, baik
dari segi layanan, promosi, harga, dan fasilitas bahkan tampilan fisik.
Untuk menyeimbangkan control dan otonomi antara pusat dengan cabang,
Primagama pusat membentuk manajer pemberdayaan. Tiap-tiap manajer
pemberdayaan akan berkoordianasi dengan master franchise untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang terjadi dilapangan terutama yang berkaitan dengan
pelanggaran terhadap SOP.

13
Selain memiliki SOP yang harus dipatuhi, manajemen pusat membuat
beberapa ide-ide baru yaitu produk smart solution, “Matgasing” (matematika yang
asik dan gak pusing), dan “Fisitaru” (fisika tanpa rumus). Primagama pusat juga
mengembangkan trobosan program baru dalam dunia bimbel, yaitu Primagama plus
dan DMI (Dermatoglyphics), Multiple Intelligence Assasment yang dijadikan
standar layanan di Primagama.
Salah satu program customer intimacy dari franchisee yang dianggap cukup
sukses adalah sistem presensi yang terintegrasi dengan sms gateway. Program ini
pertama kali dilakukan oleh franchisee Batam. Sistem absensi ini memungkinkan
orang tua untuk mengontrol kehadiran siswa di Primagama.
Franchisee yang memiliki cabang di Yogyakarta membuat program
Bintang Pelajar yang merupakan program kompetisi bagi siswa SD, SMP, SMA
yang meliputi aspek kognitif, afektif dan motorik.
3.1.7 Aspek Keuangan Primagama
Dengan menggunakan strategi waralabanya, Primagama mampu
memperluas pasar dengan sangat cepat karena tidak terkendala masalah permodalan
seperti yang dialami oleh para pesaingnya. Risiko yang dihadapi Primagama pun
menjadi lebih kecil, karena franchisee akan menanggung risiko apabila cabang di
tutup karena pendapatan cabang tidak mampu menutup biaya operasional.

14
Rata-Rata/Cabang/Tahun
Jumlah Jumlah Harga Jual Layanan Omzet Master
No Master Franchisee Omzet Cabang
Cabang Siswa/Cabang Bimbel Franchisee
1 Bali 23 591.000.000 416 1.420.673 13.593.000.000
2 Bandar Lampung 14 179.000.000 172 1.040.698 2.506.000.000
3 Bandung 16 131.000.000 144 909.722 2.096.000.000
4 Banten 7 830.000.000 519 1.599.229 5.810.000.000
5 Batam 18 513.000.000 599 1.715.719 9.234.000.000
6 Bekasi 34 423.000.000 230 1.839.130 14.382.000.000
7 Bengkulu 7 235.000.000 185 1.270.270 1.645.000.000
8 Bogor 26 433.000.000 269 1.609.665 11.258.000.000
9 Eks Karesidenan Surakarta 23 156.000.000 155 945.455 3.588.000.000
10 Indonesia Timur 37 407.000.000 203 2.004.926 15.059.000.000
11 Jakarta Barat dan Depok 25 373.000.000 267 1.397.004 9.325.000.000
12 Jakarta Pusat dan Utara 15 501.000.000 266 1.883.459 7.515.000.000
13 Jakarta Selatan 18 345.000.000 203 1.699.507 6.210.000.000
14 Jakarta Timur 26 455.000.000 277 1.642.599 11.930.000.000
15 Jambi 8 354.000.000 345 1.026.087 2.832.000.000
16 Jawa Barat non - Bandung 32 380.000.000 376 1.010.638 12.160.000.000
17 Jawa Tengah Selatan 23 131.000.000 150 873.333 3.013.000.000
18 Jember 22 190.000.000 186 1.021.505 4.180.000.000
19 Kalimantan Barat 12 202.000.000 277 729.242 2.424.000.000
20 Kalimantan Selatan Dan Tengah 30 194.000.000 181 1.071.823 5.820.000.000
21 Kalimantan Timur 17 800.000.000 415 1.927.711 13.600.000.000
22 Madiun 37 366.000.000 416 819.808 13.542.000.000
23 Madura 5 262.000.000 278 942.446 1.310.000.000
24 Malang 27 214.000.000 285 750.877 5.778.000.000
25 NTT - NTB 7 285.000.000 249 1.144.578 1.995.000.000
26 Pantura 13 395.000.000 310 1.274.194 5.135.000.000
27 Riau Daratan 14 514.000.000 248 2.072.581 71.596.000.000
28 Semarang 41 319.000.000 255 1.250.980 13.079.000.000
29 Sidoarjo 23 637.000.000 528 1.206.439 14.651.000.000
30 Solo Kota 6 340.000.000 462 735.931 2.040.000.000
31 Sumatera Barat 11 257.000.000 266 966.165 2.827.000.000
32 Sumatera Selatan 14 347.000.000 274 1.266.423 4.858.000.000
33 Sumatera Utara 20 221.000.000 207 1.067.633 4.420.000.000
34 Surabaya 22 1.037.000.000 779 1.331.194 22.814.000.000
35 Tangerang 31 459.000.000 296 1.550.676 14.229.000.000
36 Tuban 23 281.000.000 270 1.040.741 6.463.000.000
37 Yogyakarta 24 311.000.000 243 1.279.835 7.464.000.000
38 Area yang belum memiliki master franchise (MF) 8 443.000.000 355 1.247.887 3.544.000.000
Total 759 14.511.000.000 11556 48.586.783 353.925.000.000
Sumber : www.Primagama.co.id
Gambar 3.1 Data Omzet Primagama

15
3.2 Kondisi Lingkungan Internal dan Eksternal
Analisis strategi pengembangan waralaba Primagama secara umum dapat
ditinjau berdasarkan kekuatan dan peluang yang dimiliki perusahaan yang
kemudian dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mengurangi kelemahan dan
ancaman yang dihadapi oleh Primagama. Di antara Kekuatan, Kelemahan, Peluang
dan Ancaman yang dimiliki Primagama adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan (Strength) Lembaga Pendidikan Primagama.
a. Produk yang inovatif dan berkualitas.
Di antara Lembaga Bimbel lainnya Primagama bisa dikatakan jauh
lebih unggul dalam hal inovasi produk dan mengkreasikan terobosan-
terobosan baru yang awalnya belum terpikirkan oleh Bimbel lainnya. Hal
ini menjadi bukti bahwa Primagama senantiasa berusaha untuk
meningkatkan kualitas pendidikan bangsa melalui terobosan-terobosan
yang dikeluarkannya.
Inovasi produk yang diciptakannya antara lain berupa
pengembangan test DMI (Dermathoglyphic Multiple Intelligent) untuk
melihat potensi bakat siswa, penciptaan metode smart solution untuk
mempermudah menjawab soal bagi siswa, juga dengan penggunaan Opscan
3 dan Opscan 5 NCS untuk akurasi test standar dengan (OMR) Optical
Mark Reader.
Inovasi lain yang dikembangkan Primagama, khususnya dari segi
waralabanya adalah formula baru waralaba Primagama dalam bentuk unit
penyertaan yang dihargai Rp. 5.000.000,00/ unit untuk memudahkan
kepemilikan waralaba Primagama bagi investor kecil.
Inovasi lain yang diciptakan Primagama adalah melalui
pengembangan unit bisnis lain di luar bimbingan belajar, seperti Primagama
English Course dan penerbitan produk suplemen Manajemen Matematika
Dahsyat.
Produk smart solution, “Matgasing” (matematika yang asik dan gak
pusing), “Fisitaru” (Fisika tanpa rumus) dan salah satu program customer
intimacy dari franchisee yang di anggap cukup sukses adalah sistem
presensi yang terintegrasi dengan sms gateway. Program ini pertama kali di
lakukan oleh franchisee Batam. Sistem absensi ini memungkinkan orang
tua untuk mengontrol kehadiran siswa di primagama.
b. Manajemen yang profesional.
Pengelolaan manajemen secara profesional dalam lingkungan
Primagama menjadi salah satu faktor penunjang untuk kesuksesan
Primagama. Diferensiasi job telah dilakukan untuk menempatkan masing-
masing SDM sesuai dengan peranannya. Di antaranya dengan dibentuknya

16
Tim Perumus Soal, Tim Lit.Bang, Tim Pendampingan dan Pemberdayaan
Cabang serta Tim Auditing yang kesemuanya secara berkesinambungan
menunjukkan keprofesionalitasan Primagama dalam mengelola bisnis
Bimbel selama +/- 35 tahun lebih dari 500 cabang atau outlet di seluruh
propinsi di Indonesia. Yang tersebar lebih dari 254 kota/kabupaten. Di sisi
lain Primagama juga menerapkan pengawasan/ kontrol secara berjenjang
untuk cabang-cabang waralabanya melalui pembagian wilayah berdasarkan
regional, sektor, dan area masing-masing outlet/ cabang.
Struktur organisasi dalam sistem waralaba Primagama dibagi
menjadi dua bagian besar, yaitu franchisor (pemilik merek) dan franchisee
(pemilik modal). Franchisor Primagama terdiri atas General Manajer (GM),
Kepala dan staf divisi (legal, marketing dan business development,
akademik, sumber daya manusia, keuangan, dan operasional) dan manajer
pemberdayaan. Franchisee merupakan investor yang menanamkan
modalnya untuk membeli hak waralaba Primagama untuk suatu wilayah
tertentu.
c. Promosi yang berkesinambungan dan gencar.
Primagama melakukan pemasaran above the line advertising
sehingga melalui media massa (iklan koran dan majalah), elektronik (TV
dan radio), dan internet (dengan pembuatan website Primagama dan aktif
dengan berbagai link lain khususnya yang terkait dengan kewaralabaan).
Promosi juga dilakukan melalui seminar dan talkshow serta keikutsertaan
dalam event-event tertentu yang dibuat oleh link Primagama.
Metode promosi direct selling juga dilakukan Primagama melalui
penyebaran spanduk, pamflet, brosur serta melalui penyelenggaraan try out
akbar yang dilakukan secara berkala.
d. Financial yang kuat.
Pertumbuhan Waralaba Primagama yang relatif pesat dan sudah
mencapai lebih dari 500 cabang pada periode tahun 2016/2017 menjadikan
Primagama sebagai Bimbel yang memiliki potensi passive income terbesar
di antara bimbel lainnya. Apabila dirata-ratakan satu cabang memberikan
fee sebanyak Rp. 100.000.000,00/ 5 tahun, maka total passive income yang
didapat adalah sebesar Rp. 68.8 M/ 5 tahun atau setara dengan Rp. 13,16 M/
thn. Dengan potensi sedemikian besar maka tidak ada permasalahan berarti
yang akan ditemui Primagama dalam hal keuangan.
Dengan menggunakan strategi waralabanya, Primagama mampu
memperluas pasar dengan sangat cepat karena tidak terkendala masalah
permodalan seperti yang dialami oleh para pesaingnya. Risiko yang
dihadapi Primagama pun menjadi lebih kecil, karena franchisee akan

17
menanggung risiko apabila cabang di tutup karena pendapatan cabang tidak
mampu menutup biaya operasional.
e. SOP (Standart Operating Procedure) yang matang dan lengkap.
SOP yang matang dan lengkap mempermudah Primagama dalam
mengoperasikan sistem waralabanya. SOP ini juga menjadi acuan bagi
franchisee untuk bertindak sesuai dengan hal-hal yang telah disepakati
bersama dalam MoU.
f. Pertumbuhan outlet lebih cepat dibandingkan pesaingnya.
Primagama menjadi pioneer di antara waralaba lembaga pendidikan
lainnya terbukti dari banyaknya jumlah outlet yang tersebar diseluruh
Indonesia +/ - 500 cabang dengan pertumbuhan rata-rata yang tidak kurang
dari 35% setiap tahunnya.
2. Kelemahan (Weakness) Lembaga Pendidikan Primagama
a. Banyaknya cabang membuat pihak manajemen lebih sulit untuk
mengontrol.
Jumlah cabang yang sudah melebihi 500 buah membuat Primagama
sedikit kesulitan untuk terus mengawasi dan melakukan komunikasi yang
intens dengan setiap cabang yang ada. Banyak cabang yang tidak
sepenuhnya melaksanakan SOP primagama pusat.
b. Kesulitan dalam pencarian tutor dan staf ahli untuk mengisi posisi di
cabang-cabang yang ada.
Banyaknya cabang yang ada memberi konsekuensi bagi Primagama
untuk menyediakan staf dan tutor yang handal secara cepat dan tepat untuk
menempati cabang-cabang yang ada, baik yang dilakukan oleh cabang
sendiri ataupun yang dibantu dengan pusat. Kesulitan yang terkadang
dihadapi adalah persebaran sumber daya manusia yang tidak merata karena
menumpuk di beberapa wilayah.
c. Harga yang masih relatif mahal untuk kalangan pengusaha kecil.
Franchisee Fee yang besarnya antara 75 juta – 100 juta dirasakan
masih relatif mahal untuk dibayar oleh pengusaha kecil, belum lagi dengan
biaya-biaya lain yang harus dibayarkan termasuk untuk fasilitas yang
dipersiapkan per outletnya. Biaya yang mahal ini memberi implikasi bagi
franchisee/ investor untuk mematok harga yang cukup tinggi di kalangan
konsumen bawah (siswa) yang pada akhirnya akan mengurangi daya saing
Primagama dengan bimbingan belajar lain yang lebih kompetitif dalam
harga.

18
d. Adanya keluhan mengenai kurang diperhatikannya kesejahteraan tutor.
Pemberian honor dengan hitungan per jam menimbulkan keluhan
bagi sebagian tutor perihal kesejahteraannya, terutama jika jumlah jam
kerjanya hanya sedikit. Dengan demikian akan lebih sulit mengharapkan
loyalitas dari tutor untuk Primagama padahal aset terbesar dalam sebuah
bimbingan belajar adalah tutor/ instruktur smart itu sendiri.
3. Peluang (Opportunity) Lembaga Pendidikan Primagama.
a. Paradigma masyarakat yang semakin memprioritaskan pendidikan bagi
masa depan anaknya.
Seiring dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas
manusia Indonesia, masyarakat juga semakin memahami arti penting dari
pendidikan. Karena sejatinya warisan terbaik yang diberikan orangtua
kepada anaknya bukan terletak pada harta kekayaan yang berlimpah
melainkan dari luasnya ilmu dan ketinggian akal budi yang dimilikinya.
b. Persaingan SPMB, UN dan US yang semakin ketat.
Ada satu fenomena masyarakat yang tergambar akhir-akhir ini,
yakni semakin banyak orangtua yang memasukkan anaknya ke tempat les,
bimbel, atau apapun namanya untuk membantu kesulitan belajar anak yang
tidak bisa tertangani di rumah, terutama dalam menghadapi ujian akhir
sekolah, UN, dan SPMB.
c. Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat akan dunia pendidikan formal
(sekolah).
Agaknya masyarakat sudah mulai menganggap bahwa pendidikan
yang berkualitas dan efektif tidak selalu bisa didapatkan di bangku sekolah.
Untuk itu perlu ada upaya lain untuk membantu pembelajaran anak di luar
sekolah, misalnya dengan mamasukkan anak-anak ke Lembaga Bimbel.
d. Kebijakan pemerintah untuk menggratiskan biaya sekolah negeri dan
pemberian BOS melalui sekolah.
Kebijakan pemerintah untuk menggratiskan biaya sekolah negeri
bagi siswanya dan pemberian dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)
menyebabkan pendapatan masyarakat yang harus dialokasikan untuk dana
pendidikan menjadi semakin rendah. Dengan kata lain, masyarakat
memiliki kelebihan dana yang belum tersalurkan. Dalam hal ini, sebagian
besar masyarakat berinisiatif untuk mengalihkan dana pendidikan tersebut
dengan memasukkan anak-anaknya ke dalam Bimbingan Belajar ataupun
Lembaga Kursus yang dapat menambah wawasan anaknya.

19
e. Tawaran pinjaman dari lembaga keuangan bagi investor yang ingin
bekerjasama dengan Primagama.
Melihat prospek Primagama yang cukup menggiurkan untuk
pengembangan waralabanya maka tak heran jika beberapa Lembaga
Keuangan mulai melirik untuk memberikan pinjaman bagi investor yang
kekurangan dana untuk membeli waralaba Primagama.
f. Segmen pasar yang sangat luas, mulai dari SD-SMP-SMU.
Besarnya pangsa pasar yang masih belum terjamah menjadi peluang
tersendiri bagi Primagama untuk melebarkan sayapnya dan menampung
segmen pasar yang ada melalui berbagai promosi yang dilakukannya.
g. Dukungan pemerintah untuk perkembangan waralaba.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah untuk regulasi waralaba di
Indonesia, maka langkah Primagama juga akan semakin kokoh untuk
mengembangkan bisnis melalui sistem waralaba.
4. Ancaman (Threatment) Lembaga Pendidikan Primagama.
a. Semakin menjamurnya perkembangan Bimbel yang ada.
Banyaknya jumlah Bimbel yang terus berkembang saat ini menjadi
tantangan tersendiri bagi Primagama untuk terus mengasah sisi
kompetitifnya dengan terus mengkreasikan produk-produk dan pelayanan
yang berkualitas bagi pelanggannya, bukan hanya dengan mengusung
konsep bimbingan belajar yang murah meriah namun kualitasnya
meragukan.
b. Adanya sebagian Bimbel yang melakukan persaingan tidak sehat.
Persaingan tidak sehat yang dilakukan beberapa Bimbel lainnya
(seperti pembelian soal, kunci jawaban ataupun joki SPMB) justru semakin
memotivasi Primagama untuk dapat memberikan pendidikan dengan
kualitas terbaik bagi generasi muda Indonesia tanpa harus melakukan
tindakan yang hanya akan ‘melecehkan’ dan ‘mencederai’ pendidikan tanah
air.
c. Inovasi produk yang seringkali ditiru oleh pesaing.
Keberadaan pesaing menjadi tantangan tersendiri bagi Primagama
untuk terus melaju dalam bisnis Bimbel ini dan menjadi pioneer di antara
Bimbel lainnya, untuk selalu menjadi yang terdepan dalam prestasi. Produk-
produk yang ditiru oleh pesaing memberi bukti bahwa produk yang
dihasilkan memang berkualitas dan bermanfaat serta memacu Primagama
untuk terus melakukan inovasi tiada henti dalam penciptaan produknya.

20
d. Adanya Franchisee yang lebih menitikberatkan pada unsur profit tanpa
memperhatikan kepentingan usaha dan visi-misi perusahaan sendiri.
Tidak sedikit Franchisee yang lebih mengedepankan profit dalam
pengembangan bisnisnya sehingga melupakan hal-hal mendasar yang
diperlukan untuk membangun sebuah Bimbel yang berkualitas dan dapat
menghantarkan siswa-siswinya menuju kesuksesan. Antara lain franchisee
yang berusaha memanipulasi biaya-biaya urgent yang harus dikeluarkan,
namun ternyata tidak dikeluarkan sesuai ketentuan yang disyaratkan. Dan
alhasil, hal demikian dapat mengurangi kualitas dan standar pelayanan
Primagama sendiri terhadap pelanggannya.

3.3 IFAS, EFAS dan SWOT


Berikut ini hasil identifikasi faktor internal dan eksternal waralaba
Primagama;

21
a. Analisis Faktor Internal
Strategi Responden Jumlah
Faktor-faktor Strategi Internal Bobot
Internal 1 2 3 4 5 Total Rating
S1 Produk yang inovatif dan berkualitas 8 7 9 8 7 39 7.8 0.137323944

S2 Manajeman yang profesional 3 2 3 3 2 13 2.6 0.045774648


Strength

S3 Promosi yang berkesinambung 6 7 6 6 8 33 6.6 0.116197183

S4 SOP yang matang dan kuat 3 4 2 4 3 16 3.2 0.056338028

S5 Financial yang kuat 7 8 7 6 8 36 7.2 0.126760563

S6 Pertumbuhan outlet yang cepat 8 7 8 7 8 38 7.6 0.133802817

Cabang menimbulkan kesulitan &


S1 7 8 6 7 8 36 7.2 0.126760563
controlling
Weaknesses

Kesulitan dalam pencarian tutor &


S2 6 4 5 4 6 25 5 0.088028169
staff ahli
S3 Franchisee fee yang tergolong mahal 4 5 5 4 5 23 4.6 0.080985915

Kesejahteraan tutor kurang


S4 5 4 4 6 6 25 5 0.088028169
diperhatikan
57 56 55 55 61 284 56.8 1

22
Strategi Responden Jumlah Implikasi
Faktor-faktor Strategi Internal Skor
Internal 1 2 3 4 5 Total Rating strategis
S1 Produk yang inovatif dan berkualitas 8 7 9 8 7 39 7.8 Tinggi 1.07112676

S2 Manajeman yang profesional 3 2 3 3 2 13 2.6 Rendah 0.11901408


Strength

S3 Promosi yang berkesinambung 6 7 6 6 8 33 6.6 Tinggi 0.76690141

S4 SOP yang matang dan kuat 3 4 2 4 3 16 3.2 Menengah 0.18028169

S5 Financial yang kuat 7 8 7 6 8 36 7.2 Tinggi 0.91267606

S6 Pertumbuhan outlet yang cepat 8 7 8 7 8 38 7.6 Tinggi 1.01690141

Cabang menimbulkan kesulitan &


S1 7 8 6 7 8 36 7.2 Tinggi 0.91267606
controlling
Weaknesses

Kesulitan dalam pencarian tutor &


S2 6 4 5 4 6 25 5 Menengah 0.44014085
staff ahli
S3 Franchisee fee yang tergolong mahal 4 5 5 4 5 23 4.6 Menengah 0.37253521

Kesejahteraan tutor kurang


S4 5 4 4 6 6 25 5 Menengah 0.44014085
diperhatikan
57 56 55 55 61 284 56.8 6.23239437

23
b. Analisis Faktor Eksternal
Strategi Responden Jumlah
Faktor-faktor Strategi Eksternal Bobot
Eksternal 1 2 3 4 5 Total Rating
Paradigma masyarakat yang
S1 7 6 5 6 7 31 6.2 0.10652921
memprioritaskan pendidikan
Persaingan SPMB, UN dan US yang
S2 6 8 6 7 6 33 6.6 0.113402062
semakin ketat
Opportunities

Kebijakan sekolah gratis dan


S3 6 5 5 7 6 29 5.8 0.099656357
pemberian dana BOS oleh negara
Tawaran pinjaman dari lembaga
S4 7 7 5 6 5 30 6 0.103092784
keuangan
Segmen pasar yang sangat luas,
S5 8 7 8 7 8 38 7.6 0.130584192
mulai dari SD, SMP, SMA
Dukungan pemerintah untuk
S6 6 6 7 7 5 31 6.2 0.10652921
perkembangan waralaba
Semakin menjamurnya
S1 6 6 5 4 5 26 5.2 0.089347079
perkembangan bimbel
Sebagian bimbel melakukan
Threats

S2 5 6 5 4 5 25 5 0.085910653
persaingan yang tidak sehat
Inovasi produk seringkali ditiru oleh
S3 6 6 5 5 7 29 5.8 0.099656357
pesaing
Adanya Franchisee yang lebih menitik
S4 4 4 5 3 3 19 3.8 0.065292096
beratkan pada unsur profit
61 61 56 56 57 291 58.2 1

24
Strategi Responden Jumlah Implikasi
Faktor-faktor Strategi Eksternal Skor
Eksternal 1 2 3 4 5 Total Rating strategis
Paradigma masyarakat yang
S1 7 6 5 6 7 31 6.2 Tinggi 0.6604811
memprioritaskan pendidikan
Persaingan SPMB, UN dan US yang
S2 6 8 6 7 6 33 6.6 Tinggi 0.74845361
semakin ketat
Opportunities

Kebijakan sekolah gratis dan


S3 6 5 5 7 6 29 5.8 Tinggi 0.57800687
pemberian dana BOS oleh negara
Tawaran pinjaman dari lembaga
S4 7 7 5 6 5 30 6 Tinggi 0.6185567
keuangan
Segmen pasar yang sangat luas,
S5 8 7 8 7 8 38 7.6 Tinggi 0.99243986
mulai dari SD, SMP, SMA
Dukungan pemerintah untuk
S6 6 6 7 7 5 31 6.2 Tinggi 0.6604811
perkembangan waralaba
Semakin menjamurnya
S1 6 6 5 4 5 26 5.2 Menengah 0.46460481
perkembangan bimbel
Sebagian bimbel melakukan
Threats

S2 5 6 5 4 5 25 5 Menengah 0.42955326
persaingan yang tidak sehat
Inovasi produk seringkali ditiru oleh
S3 6 6 5 5 7 29 5.8 Menengah 0.57800687
pesaing
Adanya Franchisee yang lebih menitik
S4 4 4 5 3 3 19 3.8 Menengah 0.24810997
beratkan pada unsur profit
61 61 56 56 57 291 58.2 5.97869416

25
3.4 Analisis dan Pemilihan Strategi
Hasil dari analisis IFAS dan EFAS melalui Internal – Eksternal Matrix maka
dapat dilihat posisi waralaba Primagama berada pada wilayah 4 yaitu Stabilitas
dengan total skor faktor internal 6,2 dan skor faktor eksternal 5,9.
Total Skor Faktor Strategi Internal
Kuat Rata-Rata Lemah
9,0 6,0 3,0 1,0
Pertumbuhan Pertumbuhan Penciutan
melalui melalui melalui
Tinggi Integrasi Integrasi “Turn
6,0 Vertikal Horizontal Around”
Total Skor
Faktor Pertumbuhan
Strategi melalui
Ekstenal Stabilitas Integrasi Divestasi
Menengah Horizontal
3,0 Stabilitas
Pertumbuhan Pertumbuhan
melalui melalui
Rendah Likuidasi
Difersifikasi Diversifikasi
1,0 Konsentrik Konglomerat

26
3.5 Implementasi Strategi
KONDISI
NO ISU PERMASALAHAN SASARAN STRATEGI PROGRAM
EXISTING
1 SOP Kurangnya kepatuhan Banyak cabang yang Terbentuknya SOP Merancang SOP Melakukan rapat
terhadap SOP tidak sepenuhnya yang mengikat dan sesuai kebutuhan koordinasi nasional
primagama pusat melaksanakan SOP diterapkan di waralaba primagama untuk membahas
primagama pusat seluruh cabang yang dapat penerapan SOP
primagama diterapkan di cabang primagama
2 System System waralaba Primagama berfokus Terwujudnya Mengevaluasi dan Melakukan
Waralaba seperti pisau bermata pada percepatan system waralaba merancang kembali penerapan system
dua, disatu sisi pertumbuhan bisnis, yang dapat kriteria yang dipakai waralaba primagama
berguna untuk sementara master mengidentifikasi untuk pemilihan kepada calon master
perusahaan, disisi franchise dan komitmen, minat master franchise dan franchise dan
lain menjadi franchisee cenderung dan perhatian calon franchisee franchisee
boomerang untuk lebih master franchise
perusahaan. menitikberatkan dan franchisee.
keuntungan.
3 Pelayanan Terjadi perbedaan Terjadi perbedaan Terwujudnya Mengevaluasi Melakukan
pelayanan di setiap pelayanan antara keseragaman pemberian otonomi pengendalian atas
cabang, akibat pusat dan cabang, pelayanan baik di kepada cabang dan otonomi yang
adanya otonomi karena adanya pusat maupun menetapkan kriteria diberikan dari pusat
cabang yang tidak di otonomi dari pusat cabang. pelayanan yang ke cabang.
kendalikan oleh ke cabang. harus diterapkan
pusat. oleh cabang.

27
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Waralaba adalah bentuk kerja sama di mana pemberi waralaba (franchisor)


memberikan manfaat kepada penerima waralaba (franchisee) berupa nama, merk
dagang, SOP, manajemen, dan unsur lainnya yang terkait, selama jangka waktu
tertentu. Dan atas pemberian manfaat tersebut pihak franchisee dikenakan sejumlah
biaya tertentu serta kewajiban-kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang telah
disepakati dengan pihak franchisor. Hubungan kemitraan dalam bisnis waralaba
yaitu pewaralaba dalam hal ini memberikan bantuan manajemen, teknis, dan
pemasaran kepada terwaralaba selama keduanya terikat dalam kontrak.
Terwaralaba membayar fee atas izin penggunaan merk dagang dan sistem bisnis.
Sedangkan pembayaran royalti digunakan sebagai imbal jasa atas bantuan
manajemen, teknik, dan promosi yang diberikan oleh pewaralaba secara kontinu.
Dalam pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dibahas tentang lembaga pengajaran
luar sekolah Primagama yang didirikan oleh Purdi E. Chandra di Yogyakarta pada
10 Maret 1982. Sebelum menerapkan sistem waralaba, Primagama hanya mampu
menambah 5-6 cabang, namun sepanjang tahun 2006 Primagama mampu
menambah 20-60 cabang. Pada awalnya, penerapan sistem waralaba membawa
Primagama tumbuh dengan pesat dilihat dari cabang yang didirikan dan telah
menunjukkan eksistensi nya di hampir seluruh wilayah Indonesia. Namun,
Primagama menemui beberapa masalah serius akibat dari diterapkan nya sistem
waralaba, seperti terdapat perbedaan layanan di masing-masing cabang Primagama
sebagai dampak dari pemberian otonomi dari Primagama Pusar, juga perbedaan
kinerja dan sistem keuangan karena pembeli hak Primagama menginginkan
profitabilitas yang berbeda di masing-masing cabang. Dalam menghadapi
persaingan yang semakin ketat, Primagama memiliki kekuatan yaitu produk yang
inovatif dan berkualitas, manajemen yang professional, finansial yang kuat, SOP
yang matang dan lengkap. Di samping kekuatan, Primagama juga memiliki
kelemahan yaitu banyaknya cabang membuat pusat kesulitan untuk melakukan
pengawasan, kesulitan dalam mencari tutor dan staf ahli untuk ditempatkan di
setiap cabang, harga yang masih relatif mahal untuk para pengusaha kecil,
ksejahteraan tutor kurang diperhatikan. Peluang yang dimiliki oleh Primagama
yaitu persaingan berbagai ujian yang semakin ketat, menurun nya tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan formal. Ancaman yang dimiliki oleh
Primagama yaitu semakin menjamurnya bimbingan belajar, adanya sebagian
bimbingan belajar melakukan persaingan tidak sehat, inovasi produk yang ditiru
oleh pesaing. Untuk mengukur analisis internal dan eksternal, maka diukur dengan

28
menggunakan Matriks Internal-Eksternal, Melalui Internal – Eksternal Matrix.
Untuk Primagama, dapat dilihat posisi berada pada wilayah 4 yaitu Stabilitas
dengan total skor faktor internal 6,2 dan skor faktor eksternal 5,9.

4.2 Saran
Untuk menghadapi persaingan usaha yang terjadi di ranah bisnis bimbingan
belajar, Primagama perlu melakukan pembenahan terutama dalam system bisnis
waralaba yang memberikan otonomi kepada cabang. Perlu ada pembenahan dari
sisi Standar Operasional Prosedur yang seringkali berbeda antara yang ditetapkan
oleh pusat dan yang dilaksanakan oleh daerah. Selain itu, pelayanan yang perlu
dibenahi oleh pusat yaitu penyeragaman pelayanan yang diterapkan cabang harus
seragam dengan kebijakan dari pusat dengan mempertimbangkan kondisi dan
budaya dari daerah tempat cabang tersebut berada. Sehingga, Primagama dapat
menjadi bimbingan belajar yang stabil baik di pusat maupun cabang.

29

Anda mungkin juga menyukai