Dosen Pembimbing:
Agus Wahyudi, ST., MM.
Oleh:
Nunung Hidayatin 18210062
Miftakhur Rouf 18210064
Azza Abidatin Andawiyah 18210099
Wanda Herawati 18210101
Septiani Mega Saputri 18210232
A. Latar Belakang
Persaingan di antara perusahaan-perusahaan akan membawa keuntungan bagi
konsumen karena persaingan yang semakin intensif akan mendorong perusahaan
untuk menghasilkan produk dengan harga yang lebih rendah, kualitas menjadi lebih
tinggi, dan semakin banyak pilihan. Selain itu, perkembangan teknologi informasi
seperti internet, e-commerce,dll membuat konsumen lebih mudah melakukan akses
terhadap kualitas produk dan jasa yang akan mereka beli. Tentu saja produk dan jasa
yang akan mereka beli adalah produk dengan kualitas terbaik dan harga yang relatif
murah. Dengan demikian perusahaan yang mampu eksis didunia bisnis adalah
perusahaan yang dapat menghasilkan produk-produk tersebut. Untuk menghadapi
masalah tersebut, manajer harus mengetahui apa yang diinginkan konsumen dan
kapan mereka memerlukannya. Perusahaan harus mampu menciptakan suatu sistem
yang dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan dengan
mengeliminasi setiap pemborosan yang ada. Salah satu cara yang dapat dilakukan
oleh perusahaan untuk mewujudkan kondisi ini adalah dengan menerapkan sistem
pengendalian persediaan dan produksi Just In Time. Sekarang, Sistem Just In
Time bukan hanya sekedar wacana saja tetapi telah dapat diimplementasikan di
beberapa perusahaan baik diperusahaan luar negeri maupun perusahaan dalam
negeri.
B. Rumusan Masalah
1. Konsep Just In Time
2. Implikasi Just In Time
3. Elemen Penting Sistem Just In Time
C. TUJUAN
A. Just In Time
Just In Time adalah sebuah filosofi manajemen yang berasal dari Jepang yang
telah diaplikasikan secara nyata sejak awal tahun 1970 pada perusahaan manufaktur
di Jepang. Pada awalnya Toyota Motor, Taichi Ono dan tangan kanannya Shigeo
Shingo mengadaptasi strategi Henry Ford yang disesuaikan dengan etos kerja
masyarakat Jepang sehingga lahirlah sebuah filosofi yang disebut sebagai Just In
Time. (Mulla, 2009, hal. 115)
Just In Time pertama kali dikembangkan di negara Jepang oleh perusahaan
Toyota pada dekade yang lalu, dan kemudian diadopsi oleh banyak Perusahaan
Manufaktur di Jepang dan Amerika Serikat seperti: Hewlet Packard, IBM, dan
Harley Davidson. Salah satu pendekatan untuk mengeliminasi pemborosan dalam
perusahaan manufaktur telah muncul yaitu suatu filosofi operasi yng disebut Just In
Time. Just In Time merupakan suatu filosofi operasi manajemen, yaitu sumber daya,
termasuk material personel, dan fasilitas yang digunakan dalam keadaan tepat waktu.
Latar belakang munculnya just in time dapat ditelusuri pada keadaan negara
Jepang yang mengalami kekurangan sumber daya alam dan mempunyai ruang
terbatas. Jepang sangat tidak menyukai adanya pemborosan. Bertolak belakang
dengan negara Jepang, industri Barat melakukan penyimpanan barang yang
berlebihan, mempunyai lingkungan operasi yang kurang efisien, mengerjakan
pekerjaan pencatatan akuntansi yang berlebihan dengan menggunakan metode yang
kurang efisien dalam memecahkan masalah yang timbul dalam produksi. Akibatnya
jumlah waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk menjadi lama, biaya
operasi yang tinggi dan produk yang dihasilkan kurang baik mutunya. Pemborosan
diartikan sebagai barang yang cacat, memproduksi kembali suatu produk dan bahan
yang terbuang.
Menurut just in time pemborosan diartikan sebagai setiap penggunaan bahan
yang tidak dibutuhkan atau penggunaan bahan yang berlebihan dalam memproduksi
suatu produk seperti, cadangan persediaan, jam kerja, tenaga kerja produksi yang
tidak diperlukan, jamkerja ulang yang diperlukan untuk memperbaiki hasil produksi
yang kurang baik mutunta, hasil produksi yang sedikit, tata letak produk yang kurang
baik, pekerjaan pencatatan akuntansi yang berlebihan, bahan baku yang rusak,
kebanyakan pemasok, kebanyakan pesanan pembelian, kecepatan atau keterlambatan
penerimaan bahan, fasilitas penyimpanan yang terlalu besar, perencaan bahan yang
tidak baik, mengganti pemasok dan lain-lain.
Just In Time tidak mentoleransi adanya pemborosan. Just In Time merupakan
suatu sistem produksi yang didesain untuk mengeliminasi pemborosan dalam
lingkungan produksi. Menurut just in time pemborosan adalah sesuatu yang tidak
memberi nilai tambah secara langsung kepada nilai suatu produk. (Santoso, 2001,
hal. 5)
Just In Time adalah sebuah filosofi pemecahan masalah secara berkelanjutan dan
memaksa yang mendukung produksi yang ramping (lean). Produksi yang ramping
(lean Production) memasok pelanggan persis sesuai dengan keinginan pelanggan
ketika pelanggan menginginkannya, tanpa pemborosan, melalui perbaikan
berkelanjutan. Sasaran utama just in time adalah meningkatkan produktivitas system
produksi atau operasi dengan cara menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak
menambah nilai (pemborosan) bagi suatu produk. Sasaran just in
time menitikberatkan pada continuos improvement untuk mencapai biaya produksi
yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, kualitas dan reabilitas produk
yang lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produk akhir dan memperbaiki
hubungan kerja antara pelanggan dengan pemasok. Definisi Just In
Time didefinisikan sebagai sistem manajemen pabrikasi dan persediaan
komprehensif dimana bahan baku dan berbagai suku cadang dibeli dan diproduksi
pada saat diproduksi pada saat (just in time) akan digunakan dalam setiap tahap
proses produksi/pabrikasi.
Just In Time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan
kualitas, menekankan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin
dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi
sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa)
sesuai kehendak konsumen tepat waktu. Untuk mencapai sasaran dari sistem ini,
perusahaan memproduksinya hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan, sehingga
dapat mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan
atau kerugian akibat menimbun barang. Tujuan utama dari JIT adalah
menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam meningkatkan produktivitas. Oleh
karena itu penggunaan istilah JIT seringkali diartikan dengan “zero inventories”. JIT
pada dasarnya berusaha menghilangkan semua biaya (pemborosan) yang tidak
memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan. (Efrianti, 2014, hal. 101)
JIT merupakan suatu metode pemikiran produksi yang diprakarsai oleh Jepang,
konsep JIT adalah memproduksi item yang dibutuhkan pada saat yang tepat dan
dalam jumlah yang cermat. Dengan diterapkannya JIT melalui mekanisme kanban,
diharapkan dapat memecahkan permasalahan dalam penanganan persediaan bahan
baku sehingga dapat mencapai efisiensi biaya produksi dan meningkatkan laba
perusahaan. Penerapan Just In Time dapat memperbaiki aset produktivitas,
pertumbuhan penjualan, karakteristik perusahaan pada dunia bisnis modern. Just In
Time hanya meminta unit yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan
dan pada saat yang dibutuhkan. (Dania, 2015, hal. 2)
Ide-ide yang mendukung Just In Time adalah sebagai berikut: (a) Sederhana
adalah lebih baik, (b) Penekanan pada kualitas dan perbaikan yang
berkesinambungan, (c) Mempertahankan persediaan yang menjadi sumber
pemborosan dan pekerjaan jelek yang tersembunyi, (d) Setiap aktivitas atau fungsi
yang tidak menambah nilai harus dihilangkan, (e) Barang diproduksi apabila
dibutuhkan, (f) Pekerja harus berketerampilan banyak dan berpartisipasi dalam
memperbaiki efisiensi dan kualitas produk. Sasaran utama just in time adalah
meningkatkan produktivitas system produksi atau operasi dengan cara
menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai (pemborosan)
bagi suatu produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada continous
improvement untuk mencapai biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas
yang tinggi, kualitas dan realibitas produk yang lebih baik, memperbaiki waktu
penyerahan produ akhir dan memperbaiki hubungan kerja antara pelanggan dengan
pemasok.
JIT memiliki 8 prinsip dasar, yaitu: (a) Seek a produce-to order production
schedule, (b) Seek unitary production, (c) Seek eliminate waste, (d) Seek continous
product flow improvement, (e) Seek product quality perfection, (f) Respect people,
(g) Seek to eliminate contingencies, (h) Maintain long term emphasis. Berdasarkan
berbagai pengertian tersebut dapat diketahui bahwa eliminasi pemborosan
merupakan jantung dari IT. Dengan mengeliminasi pemborosan, maka perusahaan
akan menghasilkan produk yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah.
Berdasarkan uraian diatas maka indikator JIT yang dimunculkan adalah biaya
produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, hubungan antara
pelanggan dengan pemasok.
JIT adalah suatu filosofi bisnis yang khusus membahas bagaimana mengurangi
waktu produksi sekaligus mengurangi kegagalan produksi baik dalam proses
manufaktur maupun proses non-manufaktur. Istilah lain JIT adalah short-
cycle atau lean manufacturing. (Witjaksono, 2013, hal. 221). JIT adalah filosofi yang
berfokus pada kegiatan pekerjaa yang dibutuhkan atau yang diminta pada saat itu
juga. JIT merupakan suatu pendekatan manufaktur yang mempertahankan bahwa
produk-produk harus ditarik dari seluruh sistem dengan adanya permintaan, dan
bukannya mendorong seluruh sistem dengan skedul yang tetap untuk mengantisipasi
permintaan (a pull system). JIT berpengaruh dalam hal mengurangi persediaan
sampai pada tingkat yang sangat rendah. Usaha untuk mencapai tingkat persediaan
sampai tingkat yang tidak signifikan sangat vital bagi kesuksesan JIT. Namun
demikian, gagasan untuk mencapai persediaan yang tidak signifikan niscaya akan
menentang alasan-alasan tradisional untuk menyimpan pesediaan yang telah
disebutkan sebelumnya. JIT memecahkan masalah kinerja tepat waktu dengan cara
mengurangi waktu tunggu, dan bukannya dengan meningkatkan persediaan. Waktu
tunggu dalam hal ini tidak hanya sampai pesanan diterima di perusahaan, namun
sampai bahan baku diolah menjadi barang jadi (output). Waktu tunggu yang lebih
singkat akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan
pengiriman pada tanggal yang diminta oleh pelanggan dan sekaligus dapat dengan
cepat menghadapi permintaan pasar. Dengan demikian, daya saing perusahaan
meningkat. JIT mengurangi waktu tunggu dengan menghindari kegagalan mesin,
kerusakan bahan baku atau suku cadang, tidak tersedianya bahan baku atau suku
cadang, dan dengan menggunakan proses manufaktur sel. Sel-sel manufaktur
mengurangi jarak perjalanan antara mesin dan persediaan.
Kebanyakan penghentian produksi terjadi karena salah satu dari tiga alasan
berikut ini, yaitu: kegagalan mesin, kerusakan bahan baku atau suku cadang,
dan tidak tersedianya bahan baku atau suku cadang. Penyimpanan persediaan
merupakan salah satu solusi untuk ketiga masalah tersebut. Mereka yang mendukung
pendekatan JIT mengklaim bahwa persediaan tidak memecahkan masalah melainkan
hanya menyembunyikan atau menutup-nutupi masalah-masalah tersebut. JIT dapat
memecahkan masalah dengan menekankan pemeliharaan preventif, total kontrol
kualitas, dan dengan menjaga relasi yang baik dengan supplier. Ada terdapat empat
aspek penting dalam JIT:
1. Penghapusan semua kegiatan yang tidak menambah nilai produksi atau jasa.
2. Diperlukan suatu komitmen untuk tingkat kualitas yang lebih tinggi.
3. Diperlukan suatu komitmen untuk perbaikan terus menerus dalam efisiensi
kegiatan.
4. Penekanan pada penyederhanaan dan meningkatkan pengidentifikasian terhadap
aktivitas yang tidak menambah nilai.
Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa JIT adalah persediaan dengan
nilai nol atau mendekati nol, artinya perusahaan sebisa mungkin tidak menanggung
biaya penyimpanan. Bahan baku akam tetap datang pada saat dibutuhkan. Model
yang demikian tentu saja pemasoknya adalah pemasok yang setia dan profesional.
Dengan model ini terjadi efisiensi biaya persediaan bahan baku.
Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam
meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu penggunaan istilah JIT seringkali
diartikan dengan “zero inventories”. JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan
semua biaya (pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk
yang dihasilkan. Untuk mencapai tujuan JIT tersebut, diperlukan asumsi sebagai
berikut:
1. Ukuran lot kecil
2. Konsistensi kualitas tinggi
3. Pekerja dapat diandalkan
4. Persediaan menjadi minimum atau sebisa mungkin menjadi nol
5. Mesin dapat diandalkan
6. Rencana produksi stabil
7. Kepastian jadwal operasi
8. Keseragaman komitmen dan pandangan antara manajemen perusahaan dan
karyawan, dimana memiliki komitmen yang tinggi terhadap penerapan JIT yang
dilakukan di perusahaan. (Sinuraya, 2011)
B. Konsep Just In Time
Dalam konsep Just In Time, menyatakan terdapat empat aspek fundamental
dalam konsep Just In Time, yaitu: (1). Menghilangkan segala aktivitas yang tidak
memberikan nilai tambah bagi seluruh produk atau jasa. Dalam hal ini mencakup
seluruh aktivitas atau sumber daya yang menjadi sasaran untuk pengurangan atau
penghilangan, (2). Komitmen tinggi terhadap mutu melakukan secara benar segala
sesuatunya dari awal adalah esensial manakala tidak ada waktu untuk mengerjakan
ulang. Perusahaan perlu memiliki komitmen untuk mencapai dan mempertahankan
tingkat mutu yang tinggi dalam semua aspek aktivitas-aktivitas perusahaan, (3).
Upaya perbaikan yang berkelanjutan dalam efisiensi aktivitas perusahaan.
Perusahaan perlu mencanangkan komitmen terhadap perbaikan berkesinambungan
(continous improvement) pada semua aktivitas perusahaan dan kegunaan data yang
dihasilkan bagi manajemennya. Perbaikan yang berkesinambungan adalah
pengupayaan terus-menerus nilai yang kian besar yang diberikan kepada pelanggan,
(4). Penekanan pada penyederhanaan dan peningkatan visibilitas aktivitas nilai
tambah, hal ini membantu untuk mengidentifkasi aktivitas yang tidak menambah
nilai. (Putra, 2014, hal. 4-5)
D. Implikasi Just In Time
1. JIT sederhana dalam teori, namun sangat sulit diwujudkan terutama dalam
manufaktur.
2. Salah satu alasan utama banyak perusahaan enggan menerapkan JIT adalah
dengan ketiadaan barang dalam proses, disertai kekhawatiran seluruh proses
produksi akan terhenti bilamana suatu masalah muncul pada salah satu rantai proses
produksi.
3. Perusahaan yang hendak menerapkan JIT hendaknya terlebih dahulu
menghilangkan seluruh hal yang berpotensi menjadi penyebab kegagalan sistem
antara lain dengan cara:
a. Mendesain kembali proses produksi sehingga tidak menimbulkan biaya
tinggi bila hendak memproduksi satu atau sejumlah kecil item produk pada saat
tertentu.
b. Alternatif yang biasa dilakukan untuk mengurangi biaya adalah dengan
memperpendek jarak antar proses, memperkerjakan pegawai yang memiliki
kemampuan beradaptasi dengan tuntutan tugas baru dan menggunakan peralatan
yang serba guna.
4. Inti utama dari sistem JIT adalah para pegawai yang sangat terlatih dan
senantiasa mampu memenuhi tuntutan untuk mencapai standar kualitas produk
barang/jasa tertinggi.
5. Bilamana seorang pekerja menjumpai masalah pada komponen produk yang
diterimanya, maka pekerja yang bersangkutan berkewajiban untuk segera
melaporkan hal tersebut pada atasannya agar segera dapat diambil tindakan yang
diperlukan.
6. Para pemasok dituntut agar mampu memproduksi sekaligus mengirimkan
produk yang bebas cacat (free defect) kapan saja diperlukan.
7. Implikasi JIT pada sistem akuntansi manajemen:
a. Bagian akuntansi manajemen wajib mendukung peralihan dari sistem
konvensional menuju sistem JIT dengan cara melakukan pemantauan,
identifikasi dan komunikasi pada para pengambil keputusan mengenai asal-
muasal/sumber penundaan (delay), kesalahan (error) dan pemborosan (waste).
b. Kegiatan klerikal akuntansi manajemen menjadi lebih sederhana, karena
berkurangnya mutasi persediaan yang harus dipantau.
8. Untuk mengukur tingkat reabilitas sistem JIT memanfaatkan ukuran berikut ini
sebagai patok duga (bench mark) efektivitas siklus manufaktur, antara lain:
a. Defect Rate
b. Cycle Time
c. Prosentasi ketetapan waktu pengiriman produ pada pelanggan
d. Akurasi perintah produksi/ pengadaan bahan
e. Perbandingan antara produksi aktual dengan rencana produksi
f. Perbandigan antara jam mesin aktual dengan jam mesin yang tersedia
9. Rasio produktivitas konvensional berkenaan dengan tenaga kerja dan mesin
kerap tidak konsisten dengan filosofi JIT.
10. Inovasi manajemen, termasuk JIT memerlukan perubahan kultur organisasi
secara keseluruhan, contohnya:
a. JIT dapat mengubah irama kerja dan disiplin kerja organisasi secara
keseluruhan.
b. Perombakan tata letak pabrik (plan lay out) untuk membentuk shop,
sangat mungkin memerlukan renovasi besar-besaran yang haus diperhitungkan
sebagai investasi.
11. Karena ide dasar JIT adalah minimalisasi pemborosan sekaligus keseragaman
alur kerja, menyebabkan banyak pekerja yang tidak siap dengan perubahan tersebut.
Karenanya sosialisasi penerapan JIT harus dilakukan jauh sebelum hari-H.
12. JIT sangat menekankan kerja sama tim, maka kerap dijumpai pekerja yang
mengalami stress, terutama mereka yang berasal dari lingkungan kerja yang selama
ini terisolasi atau mereka yang memiliki kepribadian yang tidak tearn
orinted. (Witjaksono, 2013, hal. 227-228)
G. Kanban
Di Jepang, Kanban berarti “kartu”. Para pekerja menggunakan seperangkat kartu
pengendali untuk memberi tanda saat bahan dan produk harus dipindahkan dari satu
operasi ke lini perakitan lainnya. Kanban digunakan dengan JIT untuk menurunkan
“lead time” secara signifikan, menurunkan persediaan dan meningkatkan
produktivitas dengan menghubungkan semua operasi produksi secara lancar tanpa
terputus.
Dengan sistem Kanban, proses atau tahap sebelumnya tidak dapat mengirim
suku cadang atau komponen yang sedang diproses ke tahap berikutnya jika tidak
diminta oleh kartu kanban dari proses di bawahnya. Langkah berikutnya
mengendalikan jumlah yang diproduksi, Jadi tidak akan terjadi overproduksi,
prioritas dalam produksi menjadi jelas dan pengendalian persediaan menjadi lebih
mudah.
H. Tujuan dan Manfaat Just In Time
Tujuan just in time memiliki dua tujuan strategis yaitu: untuk meningkatkan
keuntungan dan memperbaiki daya saing perusahaan. Kedua tujuan ini dicapai
dengan mengontrol biaya-biaya (memungkinkan terbentuknya harga yang berdaya
saing lebih baik dan meningkatkan kauntungan), memperbaiki kerja pengiriman, dan
juga kualitas. Tujuan just in time adalah menghasilkan sebuah produk hanya ketika
dibuthkan dan hanya dalam kuantitas yang diminta oleh para pelanggan. Sedangkan
menurut pendapat lain tujuan utama just in time adalah untuk menghasilkan produk
hanya jika diperlukan dan hanya menghasilkan kuantitas produk sebanyak yang
diminta pelanggan. Just In Time mempunyai dua tujuan strategik yaitu: (1)
Meningkatkan laba, (2) Memperbaiki posisi persaingan perusahaan, (3) Tujuan
tersebut dapat dicapai dengan: mengurangi persediaan, meningkatkan mutu,
mengendalikan aktivitas supaya biaya lebih rendah, dan memperbaiki kinerja
pengiriman barang. (Diaz, 2015, hal. 4)
Manfaat utama sistem Just In Time adalah akan mengubah daya telusur biaya,
meningkatkan akurasi penentuan cost produk, menurunkan kebutuhan alokasi biaya
tak langsung, mengubah perilaku dan kepentingan relatif biaya tenaga kerja
langsung, dan mempengaruhi sistem penentuan cost pesanan dan cost proses.
Terdapat dua manfaat yang dapat ditemukan dari Just In Time antara lain:
1. Manfaat tangibles, yaitu:
a. Turn over pembelian bahan baku/ suku cadang bertambah.
b. Ketepatan pengiriman meningkat.
c. Lead time pengiriman berkurang.
d. Pekerjaan ekspedisi berkurang.
e. Waktu implementasi perubahan-perubahan oleh pemasok berkurang.
2. Manfaat intangibles, yaitu:
a. Memperbaiki kualitas produk.
b. Berhasil mendorong pemasok memenuhi kualitas yang diperlukan.
c. Memperbaiki produktivitas.
d. Jadwal produksi yang lebih baik.
e. Mengurangi keperluan untuk menginpeksi barang-barang yang masuk.
f. Meningkatkan efisiensi.
g. Memperbaiki posisi kompetitif.
h. Memperbaiki desain produk.
i. Memperbaiki moralitas dalam produksi.
j. Lebih banyak kontak personal dengan pemasok.
k. Mengurangi pekerjaan klerikal. (Putra, 2014, hal. 5)
I. Karakteristik Just In Time
Ada beberapa karakteristik utama dari perusahaan yang telah menerapkan
sistem Just In Time, diantaranya adalah:
1. Kualitas yang tinggi. Perusahaan yang telah menerapkan system JIT berupaya
mencapai tingkat kualitas dimana mereka dapat beroperasi dengan persediaan yang
rendah dan skedul yang ketat. Sistem JIT berupaya menghapus sumber-sumber yang
tidak efisien dan gangguan serta melibatkan karyawan dalam operasi untuk terus
melakukan perbaikan. Dengan kata lain, perusahaan berpegang pada konsep lebih
baik menghasilkan barang yang berkualitas tinggi dengan biaya produksi sedikit
lebih mahal, daripada menghasilkan barang dengan biaya produksi murah tapi
kualitasnya rendah.
2. Tingkat persediaan rendah. Dalam system JIT, persediaan dianggap suatu
pemborosan karena dengan adanya persediaan diperlukan biaya penyimpanan dan
biaya tambahan lainnya. Persediaan digudang tidak banyak, yang ada hanya
secukupnya untuk melanjutkan proses produksi kepada unit kerja berikutnya dan
kalau habis baru dikirim lagi, sehingga ada arus kerja yang berkesinambungan.
3. Jalur produksi yang fleksibel. Sistem produksi
menggunakan sellular manufacturing technique yaitu pengaturan layout dan
peralatan proses produksi yang fleksibel sehingga barang yang diproduksi tidak
terlalu sering mengalami perpindahan produk terlalu sering dianggap sebagai non
value added activity.
4. Perubahan struktur organisasi yang mengarah ke produk. Konsep JIT
meghendaki setiap bagian dalam proses produksi mempunyai service
departement masing-masing sehingga apabila ada penyimpangan dapat ditelusuri
sedini mungkin. Penggunaan teknologi informasi secara efektif. Merupakan salah
satu syarat utama dalam penerapan sistem JIT. Sistem JIT merupakan konsep tepat
waktu maka tidak ada keterlambatan dari jadwal induk sekecil apapun (non schedule
interruption) yang dapat ditolelir, disebabkan penyimpangan sekecil apapun dari
jadwal rutin akan menyebabkan kemacetan proses produksi. (Diaz, 2015, hal. 4)
Adapun keuntungan dan kerugian penerpan JIT Purchasing. Berikut ini beberapa
keuntungan dari JIT purchasing, antara lain:
1. Keuntungan Bagi Pembeli
Berbagai keuntungan penerapan JIT purchasing antara lain: penurunan biaya
bahan baku, penurunan rework, lebih tepat waktu, penurunan biaya administrative,
penurunan biaya persediaan, penurunan inspeksi, serta kualitas barang jadi lebih
baik.
2. Keuntungan Bagi Pemasok
Keuntungan bagi pemasok antara lain: capacity requirements dan jadwal
produksi lebih konsisten serta pemindahan finishedgoods yang lebih dapat
diprediksi.
Selain itu terdapat beberapa kerugian penerapan metode JIT purchasing, antara
lain: perusahaan akan sulit untuk beralih ke pemasok lain, keterlambatan pengiriman
akan mengakibatkan kegiatan produksi terganggu, serta ketiadaan inspeksi
mengakibatkan substandard finished goods. (Suryandi, 2011, hal. 6-7)
L. Peranan Just In Time
Dalam sistem Just In Time ada beberapa peranan penting yaitu menghasilkan
sebuah produk hanya ketika dibutuhkan dan hanya dalam kuantitas yang diminta
oleh pelanggan. Just In Time memiliki beberapa peranan penting diantaranya:
1. Meningkatkan laba.
2. Meningkatkan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui:
a. Pengendalian biaya.
b. Peningkatan kualitas.
c. Perbaikan kinerja kualitas. (Putra, 2014, hal. 5)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Just In Time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan
kualitas, menekankan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin
dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi
sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa)
sesuai kehendak konsumen tepat waktu. Untuk mencapai sasaran dari sistem ini,
perusahaan memproduksinya hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan, sehingga
dapat mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan
atau kerugian akibat menimbun barang. Tujuan utama dari JIT adalah
menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam meningkatkan produktivitas. JIT
pada dasarnya berusaha menghilangkan semua biaya (pemborosan) yang tidak
memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan.
B. Saran
Demikianlah makalah ini pemakalah buat dengan sesungguhnya, untuk
memenuhi tugas mata kuliah akuntansi manajemen tentang Just In Time (JIT).
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam menganalisis biaya-
biaya pada perusahaan. Pemakalah menyadari masih terdapat banyak kekurangan
pada makalah ini baik dari segi penulisan makalah, kelengkapan isi, data yang
disajikan, dan lainnya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari
para pembaca untuk penulisan makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Mulla, B. M. (2009). Pengaruh Penerapan JIT (Just In Time) dan TQM (Total
Quality Management) Terhadap Delivery Performance Pada Industri Otomotif Di
Indonesia. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan Tahun.2 No.2 , 115.