Anda di halaman 1dari 26

JUST IN TIME

Dosen Pembimbing:
Agus Wahyudi, ST., MM.
Oleh:
Nunung Hidayatin 18210062
Miftakhur Rouf 18210064
Azza Abidatin Andawiyah 18210099
Wanda Herawati 18210101
Septiani Mega Saputri 18210232

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
MAHARDHIKA SURABAYA
2020
Daftar Isi
BAB I.......................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN....................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah................................................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................................................5
1. Manfaat tangibles, yaitu:............................................................................................................18
2. Manfaat intangibles, yaitu:........................................................................................................18
BAB III...................................................................................................................................................24
PENUTUP..............................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persaingan di antara perusahaan-perusahaan akan membawa keuntungan bagi
konsumen karena persaingan yang semakin intensif akan mendorong perusahaan
untuk menghasilkan produk dengan harga yang lebih rendah, kualitas menjadi lebih
tinggi, dan semakin banyak pilihan. Selain itu, perkembangan teknologi informasi
seperti internet, e-commerce,dll membuat konsumen lebih mudah melakukan akses
terhadap kualitas produk dan jasa yang akan mereka beli. Tentu saja produk dan jasa
yang akan mereka beli adalah produk dengan kualitas terbaik dan harga yang relatif
murah. Dengan demikian perusahaan yang mampu eksis didunia bisnis adalah
perusahaan yang dapat menghasilkan produk-produk tersebut. Untuk menghadapi
masalah tersebut, manajer harus mengetahui apa yang diinginkan konsumen dan
kapan mereka memerlukannya. Perusahaan harus mampu menciptakan suatu sistem
yang dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan dengan
mengeliminasi setiap pemborosan yang ada. Salah satu cara yang dapat dilakukan
oleh perusahaan untuk mewujudkan kondisi ini adalah dengan menerapkan sistem
pengendalian persediaan dan produksi Just In Time. Sekarang, Sistem Just In
Time bukan hanya sekedar wacana saja tetapi telah dapat diimplementasikan di
beberapa perusahaan baik diperusahaan luar negeri maupun perusahaan dalam
negeri.

B. Rumusan Masalah
1. Konsep Just In Time
2.  Implikasi Just In Time
3. Elemen Penting Sistem Just In Time
C. TUJUAN

1. Mengetahui tentang definisi Just In Time.


2. Mengetahui tentang konsep Just In Time.
3. Mengetahui tentang konsep dasar dan tujuan esensil Just In Time.
4. Mengetahui tentang implikasiJust In Time.
5. Mengetahui tentang implementasi Just In Time Manufacturing.
6. Mengetahui tentang elemen penting sistem Just In Time.
7. Mengetahui tentang hubungan Just In Time dengan Kanban.
8. Mengetahui tentang tujuan dan manfaat Just In Time.
9. Mengetahui tentang karakteristik Just In Time.
10. Mengetahui tentang keunggulan dan kelemahan metode Just In Time.
11. Mengetahui tentang sistem pembelian Just In Time.
12. Mengetahui tentang peranan Just In Time.
13. Mengetahui tentang faktor kunci sukses dalam Just In Time.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Just In Time
Just In Time adalah sebuah filosofi manajemen yang berasal dari Jepang yang
telah diaplikasikan secara nyata sejak awal tahun 1970 pada perusahaan manufaktur
di Jepang. Pada awalnya Toyota Motor, Taichi Ono dan tangan kanannya Shigeo
Shingo mengadaptasi strategi Henry Ford yang disesuaikan dengan etos kerja
masyarakat Jepang sehingga lahirlah sebuah filosofi yang disebut sebagai Just In
Time. (Mulla, 2009, hal. 115)
Just In Time pertama kali dikembangkan di negara Jepang oleh perusahaan
Toyota pada dekade yang lalu, dan kemudian diadopsi oleh banyak Perusahaan
Manufaktur di Jepang dan Amerika Serikat seperti: Hewlet Packard, IBM, dan
Harley Davidson. Salah satu pendekatan untuk mengeliminasi pemborosan dalam
perusahaan manufaktur telah muncul yaitu suatu filosofi operasi yng disebut Just In
Time. Just In Time merupakan suatu filosofi operasi manajemen, yaitu sumber daya,
termasuk material personel, dan fasilitas yang digunakan dalam keadaan tepat waktu.
Latar belakang munculnya just in time dapat ditelusuri pada keadaan negara
Jepang yang mengalami kekurangan sumber daya alam dan mempunyai ruang
terbatas. Jepang sangat tidak menyukai adanya pemborosan. Bertolak belakang
dengan negara Jepang, industri Barat melakukan penyimpanan barang yang
berlebihan, mempunyai lingkungan operasi yang kurang efisien, mengerjakan
pekerjaan pencatatan akuntansi yang berlebihan dengan menggunakan metode yang
kurang efisien dalam memecahkan masalah yang timbul dalam produksi. Akibatnya
jumlah waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk menjadi lama, biaya
operasi yang tinggi dan produk yang dihasilkan kurang baik mutunya. Pemborosan
diartikan sebagai barang yang cacat, memproduksi kembali suatu produk dan bahan
yang terbuang.
Menurut just in time pemborosan diartikan sebagai setiap penggunaan bahan
yang tidak dibutuhkan atau penggunaan bahan yang berlebihan dalam memproduksi
suatu produk seperti, cadangan persediaan, jam kerja, tenaga kerja produksi yang
tidak diperlukan, jamkerja ulang yang diperlukan untuk memperbaiki hasil produksi
yang kurang baik mutunta, hasil produksi yang sedikit, tata letak produk yang kurang
baik, pekerjaan pencatatan akuntansi yang berlebihan, bahan baku yang rusak,
kebanyakan pemasok, kebanyakan pesanan pembelian, kecepatan atau keterlambatan
penerimaan bahan, fasilitas penyimpanan yang terlalu besar, perencaan bahan yang
tidak baik, mengganti pemasok dan lain-lain.
Just In Time tidak mentoleransi adanya pemborosan. Just In Time merupakan
suatu sistem produksi yang didesain untuk mengeliminasi pemborosan dalam
lingkungan produksi. Menurut just in time pemborosan adalah sesuatu yang tidak
memberi nilai tambah secara langsung kepada nilai suatu produk. (Santoso, 2001,
hal. 5)  
Just In Time adalah sebuah filosofi pemecahan masalah secara berkelanjutan dan
memaksa yang mendukung produksi yang ramping (lean). Produksi yang ramping
(lean Production) memasok pelanggan persis sesuai dengan keinginan pelanggan
ketika pelanggan menginginkannya, tanpa pemborosan, melalui perbaikan
berkelanjutan. Sasaran utama just in time adalah meningkatkan produktivitas system
produksi atau operasi dengan cara menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak
menambah nilai (pemborosan) bagi suatu produk. Sasaran just in
time menitikberatkan pada continuos improvement untuk mencapai biaya produksi
yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, kualitas dan reabilitas produk
yang lebih baik, memperbaiki waktu penyerahan produk akhir dan memperbaiki
hubungan kerja antara pelanggan dengan pemasok. Definisi Just In
Time didefinisikan sebagai sistem manajemen pabrikasi dan persediaan
komprehensif dimana bahan baku dan berbagai suku cadang dibeli dan diproduksi
pada saat diproduksi pada saat (just in time) akan digunakan dalam setiap tahap
proses produksi/pabrikasi.
Just In Time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan
kualitas, menekankan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin
dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi
sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa)
sesuai kehendak konsumen tepat waktu. Untuk mencapai sasaran dari sistem ini,
perusahaan memproduksinya hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan, sehingga
dapat mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan
atau kerugian akibat menimbun barang. Tujuan utama dari JIT adalah
menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam meningkatkan produktivitas. Oleh
karena itu penggunaan istilah JIT seringkali diartikan dengan “zero inventories”. JIT
pada dasarnya berusaha menghilangkan semua biaya (pemborosan) yang tidak
memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan. (Efrianti, 2014, hal. 101)
JIT merupakan suatu metode pemikiran produksi yang diprakarsai oleh Jepang,
konsep JIT adalah memproduksi item yang dibutuhkan pada saat yang tepat dan
dalam jumlah yang cermat. Dengan diterapkannya JIT melalui mekanisme kanban,
diharapkan dapat memecahkan permasalahan dalam penanganan persediaan bahan
baku sehingga dapat mencapai efisiensi biaya produksi dan meningkatkan laba
perusahaan. Penerapan Just In Time dapat memperbaiki aset produktivitas,
pertumbuhan penjualan, karakteristik perusahaan pada dunia bisnis modern. Just In
Time hanya meminta unit yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan
dan pada saat yang dibutuhkan. (Dania, 2015, hal. 2)
Ide-ide yang mendukung Just In Time adalah sebagai berikut: (a) Sederhana
adalah lebih baik, (b) Penekanan pada kualitas dan perbaikan yang
berkesinambungan, (c) Mempertahankan persediaan yang menjadi sumber
pemborosan dan pekerjaan jelek yang tersembunyi, (d) Setiap aktivitas atau fungsi
yang tidak menambah nilai harus dihilangkan, (e) Barang diproduksi apabila
dibutuhkan, (f) Pekerja harus berketerampilan banyak dan berpartisipasi dalam
memperbaiki efisiensi dan kualitas produk. Sasaran utama just in time adalah
meningkatkan produktivitas system produksi atau operasi dengan cara
menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah nilai (pemborosan)
bagi suatu produk. Sasaran just in time menitikberatkan pada continous
improvement untuk mencapai biaya produksi yang rendah, tingkat produktivitas
yang tinggi, kualitas dan realibitas produk yang lebih baik, memperbaiki waktu
penyerahan produ akhir dan memperbaiki hubungan kerja antara pelanggan dengan
pemasok.
JIT memiliki 8 prinsip dasar, yaitu: (a) Seek a produce-to order production
schedule, (b) Seek unitary production, (c) Seek eliminate waste, (d) Seek continous
product flow improvement, (e) Seek product quality perfection, (f) Respect people,
(g) Seek to eliminate contingencies, (h) Maintain long term emphasis. Berdasarkan
berbagai pengertian tersebut dapat diketahui bahwa eliminasi pemborosan
merupakan jantung dari IT. Dengan mengeliminasi pemborosan, maka perusahaan
akan menghasilkan produk yang lebih baik dengan biaya yang lebih rendah.
Berdasarkan uraian diatas maka indikator JIT yang dimunculkan adalah biaya
produksi yang rendah, tingkat produktivitas yang lebih tinggi, hubungan antara
pelanggan dengan pemasok.
JIT adalah suatu filosofi bisnis yang khusus membahas bagaimana mengurangi
waktu produksi sekaligus mengurangi kegagalan produksi baik dalam proses
manufaktur maupun proses non-manufaktur. Istilah lain JIT adalah short-
cycle atau lean manufacturing. (Witjaksono, 2013, hal. 221). JIT adalah filosofi yang
berfokus pada kegiatan pekerjaa yang dibutuhkan atau yang diminta pada saat itu
juga. JIT merupakan suatu pendekatan manufaktur yang mempertahankan bahwa
produk-produk harus ditarik dari seluruh sistem dengan adanya permintaan, dan
bukannya mendorong seluruh sistem dengan skedul yang tetap untuk mengantisipasi
permintaan (a pull system). JIT berpengaruh dalam hal mengurangi persediaan
sampai pada tingkat yang sangat rendah. Usaha untuk mencapai tingkat persediaan
sampai tingkat yang tidak signifikan sangat vital bagi kesuksesan JIT. Namun
demikian, gagasan untuk mencapai persediaan yang tidak signifikan niscaya akan
menentang alasan-alasan tradisional untuk menyimpan pesediaan yang telah
disebutkan sebelumnya. JIT memecahkan masalah kinerja tepat waktu dengan cara
mengurangi waktu tunggu, dan bukannya dengan meningkatkan persediaan. Waktu
tunggu dalam hal ini tidak hanya sampai pesanan diterima di perusahaan, namun
sampai bahan baku diolah menjadi barang jadi (output). Waktu tunggu yang lebih
singkat akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan
pengiriman pada tanggal yang diminta oleh pelanggan dan sekaligus dapat dengan
cepat menghadapi permintaan pasar. Dengan demikian, daya saing perusahaan
meningkat. JIT mengurangi waktu tunggu dengan menghindari kegagalan mesin,
kerusakan bahan baku atau suku cadang, tidak tersedianya bahan baku atau suku
cadang, dan dengan menggunakan proses manufaktur sel. Sel-sel manufaktur
mengurangi jarak perjalanan antara mesin dan persediaan.
Kebanyakan penghentian produksi terjadi karena salah satu dari tiga alasan
berikut ini, yaitu: kegagalan mesin, kerusakan bahan baku atau suku cadang,
dan  tidak tersedianya bahan baku atau suku cadang. Penyimpanan persediaan
merupakan salah satu solusi untuk ketiga masalah tersebut. Mereka yang mendukung
pendekatan JIT mengklaim bahwa persediaan tidak memecahkan masalah melainkan
hanya menyembunyikan atau menutup-nutupi masalah-masalah tersebut. JIT dapat
memecahkan masalah dengan menekankan pemeliharaan preventif, total kontrol
kualitas, dan dengan menjaga relasi yang baik dengan supplier. Ada terdapat empat
aspek penting dalam JIT:
1. Penghapusan semua kegiatan yang tidak menambah nilai produksi atau jasa.
2. Diperlukan suatu komitmen untuk tingkat kualitas yang lebih tinggi.
3. Diperlukan suatu komitmen untuk perbaikan terus menerus dalam efisiensi
kegiatan.
4. Penekanan pada penyederhanaan dan meningkatkan pengidentifikasian terhadap
aktivitas yang tidak menambah nilai.
Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa JIT adalah persediaan dengan
nilai nol atau mendekati nol, artinya perusahaan sebisa mungkin tidak menanggung
biaya penyimpanan. Bahan baku akam tetap datang pada saat dibutuhkan. Model
yang demikian tentu saja pemasoknya adalah pemasok yang setia dan profesional.
Dengan model ini terjadi efisiensi biaya persediaan bahan baku.
Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam
meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu penggunaan istilah JIT seringkali
diartikan dengan “zero inventories”. JIT pada dasarnya berusaha menghilangkan
semua biaya (pemborosan) yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk
yang dihasilkan. Untuk mencapai tujuan JIT tersebut, diperlukan asumsi sebagai
berikut:
1. Ukuran lot kecil
2. Konsistensi kualitas tinggi
3. Pekerja dapat diandalkan
4. Persediaan menjadi minimum atau sebisa mungkin menjadi nol
5. Mesin dapat diandalkan
6. Rencana produksi stabil
7. Kepastian jadwal operasi
8. Keseragaman komitmen dan pandangan antara manajemen perusahaan dan
karyawan, dimana memiliki komitmen yang tinggi terhadap penerapan JIT yang
dilakukan di perusahaan. (Sinuraya, 2011)

B. Konsep Just In Time
Dalam konsep Just In Time, menyatakan terdapat empat aspek fundamental
dalam konsep Just In Time, yaitu: (1). Menghilangkan segala aktivitas yang tidak
memberikan nilai tambah bagi seluruh produk atau jasa. Dalam hal ini mencakup
seluruh aktivitas atau sumber daya yang menjadi sasaran untuk pengurangan atau
penghilangan, (2). Komitmen tinggi terhadap mutu melakukan secara benar segala
sesuatunya dari awal adalah esensial manakala tidak ada waktu untuk mengerjakan
ulang. Perusahaan perlu memiliki komitmen untuk mencapai dan mempertahankan
tingkat mutu yang tinggi dalam semua aspek aktivitas-aktivitas perusahaan, (3).
Upaya perbaikan yang berkelanjutan dalam efisiensi aktivitas perusahaan.
Perusahaan perlu mencanangkan komitmen terhadap perbaikan berkesinambungan
(continous improvement) pada semua aktivitas perusahaan dan kegunaan data yang
dihasilkan bagi manajemennya. Perbaikan yang berkesinambungan adalah
pengupayaan terus-menerus nilai yang kian besar yang diberikan kepada pelanggan,
(4). Penekanan pada penyederhanaan dan peningkatan visibilitas aktivitas nilai
tambah, hal ini membantu untuk mengidentifkasi aktivitas yang tidak menambah
nilai. (Putra, 2014, hal. 4-5)

C.  Konsep Dasar dan Tujuan Esensil JIT


JIT memiliki tiga macam kerangka perspektif, yaitu pendekatan filosofis JIT
terhadap produksi, teknik pendesainan dan perencanaan sistem pabrikasi JIT, dan
teknik pengendalian lantai perakitan dengan JIT. Pengendalian aktivitas pengerjaan,
perakitan atau pengolahan di lantai pabrik dalam sistem JIT sangat transparan karena
kendali arus material atau komponen dan pekerjaan dikendalikan dengan kanban.
Kanban akan mengendalikan arus material (komponen dan subkomponen) sehingga
material tiba di tempat yang sesuai dalam jumlah yang benar dan sesuai, serta tepat
pada waktu yang ditentukan sebelumnya. Sehubungan dengan itu, pengerjaan dapat
berlangsung sesuai jadwal.
Untuk menunjang pelaksanaan pengerjaan yang lancar, tepat jumlah, tepat mutu,
dan tepat waktu, maka sistem manufaktur dirancang dan didesain sedemikian rupa
sehingga memungkinkan menerapkan JIT di pabrik tersebut. Untuk keperluan itu,
didesain produk dan tata letak pabrik disinkronkan. Penataan disesuaikan dengan
visibilitas untuk menerapkan kanban di pabrik yang bersangkutan. Filosofi JIT
merupakan sesuatu yang sering kurang diperhatikan, tetapi perannya sangat
menentukan keberhasilan aplikasi JIT. Filosofi JIT menetapkan berbagai gagasan
dan strategi mendasar dari JIT, terutama yang berhubungan dengan kelayakan
menerapkan sistem kanban dalam pelaksanaan produksi.
Kebanyakan perusahaan menggunakan sistem persediaan terbaik yang sesuai
untuk perusahaan mereka. Sistem persediaan Just In Time (JIT) mempunyai
beberapa manfaat. Manfaat JIT yang utama sebagai berikut:
1. Waktu penyiapan (set up) diperpendek secara signifikan didalam gudang.
Kurangilah waktu penyiapan agar lebih produktif yang akan memungkinkan
perusahaan meningkatkan efisiensi, dan waktu yang dihemat dapat dimanfaatkan
pada bidang lain yang memerlukan peningkatan.
2. Kelancaran arus bahan atau komponen dari gudang ke rak perakitan
ditingkatkan. Setelah karyawan memusat pada area spesifik dari sistem, akan
memungkinkan mereka untuk memproses pengerjaan barang dengan lebih cepat
sebagai ganti dari mempunyai pekerjaan yang banyak, melelahkan, dan
menyederhanakan tugas yang ada.
3. Karyawan yang memiliki banyak keahlian, dapat digunakan secara lebih efisien.
Setelah karyawan terlatih atau terdidik bekerja pada bagian yang berbeda dalam
sistem siklus sediaan, akan memungkinkan perusahaan untuk menggunakan pekerja
ketika mereka diperlukan dan pada saat terjadi kekurangan pekerja, serta permintaan
untuk produk tertentu meningkat.
4. Konsistensi yang lebih baik terhadap penjadwalan dan konsistensi penggunaan
jam orang terhadap karyawan. Jika tidak ada permintaan atas suatu produk pada
waktu tertentu maka pekerja tidak perlu dibebani pekerjaan. Hal itu dapat
menyelamatkan uang perusahaan karena tidak perlu membayar pekerja untuk
pekerjaan yang belum diselesaikan dan memungkinkan mereka diarahkan pada
pekerjaan lain.
5. Penekanan peningkatan hubungan dengan pembekal. Tidak ada perusahaan yang
ingin terjadi kekurangan atas sediaan. Tidak ada perusahaan yang ingin kekurangan
atas sistem persediaan mereka dan akan menciptakan kekurangan persediaan yang
dimiliki didalam rak penyimpanan. Jika perusahaan memiliki seorang pembekal
kepercayaan maka perusahaan dimungkinkan mendapat barang-barang atau
komponen yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dan memelihara
nama baik perusahaan di depan orang banyak (masyarakat).
6. Pembekal melanjutkan pemeliharaan terhadap karyawan yang produktif selama
24 jam penuh dan kegiatan dipustkan atas keluar masuknya karyawan. Setelah
manajemen memusatkan perhatian pada batas waktu pertemuan, akan membuat
karyawan bekerja keras untuk memenuhi perwujudan sasaran persahaan dalam kaitan
dengan keputusan kerja, promosi, atau bahkan upah yang lebih tinggi. (Haming,
2014, hal. 306-309)

D. Implikasi Just In Time
1. JIT sederhana dalam teori, namun sangat sulit diwujudkan terutama dalam
manufaktur.
2. Salah satu alasan utama banyak perusahaan enggan menerapkan JIT adalah
dengan ketiadaan barang dalam proses, disertai kekhawatiran seluruh proses
produksi akan terhenti bilamana suatu masalah muncul pada salah satu rantai proses
produksi.
3. Perusahaan yang hendak menerapkan JIT hendaknya terlebih dahulu
menghilangkan seluruh hal yang berpotensi menjadi penyebab kegagalan sistem
antara lain dengan cara:
a. Mendesain kembali proses produksi sehingga tidak menimbulkan biaya
tinggi bila hendak memproduksi satu atau sejumlah kecil item produk pada saat
tertentu.
b. Alternatif yang biasa dilakukan untuk mengurangi biaya adalah dengan
memperpendek jarak antar proses, memperkerjakan pegawai yang memiliki
kemampuan beradaptasi dengan tuntutan tugas baru dan menggunakan peralatan
yang serba guna.
4. Inti utama dari sistem JIT adalah para pegawai yang sangat terlatih dan
senantiasa mampu memenuhi tuntutan untuk mencapai standar kualitas produk
barang/jasa tertinggi.
5. Bilamana seorang pekerja menjumpai masalah pada komponen produk yang
diterimanya, maka pekerja yang bersangkutan berkewajiban untuk segera
melaporkan hal tersebut pada atasannya agar segera dapat diambil tindakan yang
diperlukan.
6. Para pemasok dituntut agar mampu memproduksi sekaligus mengirimkan
produk yang bebas cacat (free defect) kapan saja diperlukan.
7. Implikasi JIT pada sistem akuntansi manajemen:
a. Bagian akuntansi manajemen wajib mendukung peralihan dari sistem
konvensional menuju sistem JIT dengan cara melakukan pemantauan,
identifikasi dan komunikasi pada para pengambil keputusan mengenai asal-
muasal/sumber penundaan (delay), kesalahan (error) dan pemborosan (waste).
b. Kegiatan klerikal akuntansi manajemen menjadi lebih sederhana, karena
berkurangnya mutasi persediaan yang harus dipantau.
8. Untuk mengukur tingkat reabilitas sistem JIT memanfaatkan ukuran berikut ini
sebagai patok duga (bench mark) efektivitas siklus manufaktur, antara lain:
a. Defect Rate
b. Cycle Time
c. Prosentasi ketetapan waktu pengiriman produ pada pelanggan
d. Akurasi perintah produksi/ pengadaan bahan
e. Perbandingan antara produksi aktual dengan rencana produksi
f. Perbandigan antara jam mesin aktual dengan jam mesin yang tersedia
9. Rasio produktivitas konvensional berkenaan dengan tenaga kerja dan mesin
kerap tidak konsisten dengan filosofi JIT.
10. Inovasi manajemen, termasuk JIT memerlukan perubahan kultur organisasi
secara keseluruhan, contohnya:
a. JIT dapat mengubah irama kerja dan disiplin kerja organisasi secara
keseluruhan.
b. Perombakan tata letak pabrik (plan lay out) untuk membentuk shop,
sangat mungkin memerlukan renovasi besar-besaran yang haus diperhitungkan
sebagai investasi.
11. Karena ide dasar JIT adalah minimalisasi pemborosan sekaligus keseragaman
alur kerja, menyebabkan banyak pekerja yang tidak siap dengan perubahan tersebut.
Karenanya sosialisasi penerapan JIT harus dilakukan jauh sebelum hari-H.
12. JIT sangat menekankan kerja sama tim, maka kerap dijumpai pekerja yang
mengalami stress, terutama mereka yang berasal dari lingkungan kerja yang selama
ini terisolasi atau mereka yang memiliki kepribadian yang tidak tearn
orinted. (Witjaksono, 2013, hal. 227-228)

E. Implementasi Just In Time (JIT) Manufacturing


JIT adalah metode untuk mengurangi waktu penyimpanan (storage time) dan
waktu penyimpanan tersebut tidak berkontribusi ke aktivitas yang bernilai tambah.
Dalam filosofi JIT, perusahaan hanya memproduksi apabila ada permintaan dari
pembeli, tanpa memanfaatkan tersedianya persediaan sehingga perusahaan tidak
menanggung biaya persediaan. Setiap operasi atau produksi hanya bertujuan
memenuhi permintaan. Produksi tidak akan terjadi sebelum ada tanda dari proses
selanjutya yang menunjukkan permitaan produksi. Suku cadang dan bahan tiba pada
saat yang ditentukan untuk dipakai dalam produksi (on time to production). JIT
Manufacturing menuntut ketepatan waktu produksi dan ketepatan penyerahan produk
akhir kepada pelanggan maupun produk antara dari satu tahap produksi ke tahap
berikutnya. Dalam sistem akuntansi manajemen kontemporer, produksi harus
memenuhi “zero defect” yang artinya tingkat kerusakan nol pada semua tahap siklus
hidup produk. Adapun sistem tradisional, masih mentolerir tingkat kerusakan produk
atau produk cacat pada tingkat tertentu yang diperbolehkan. (Salman, 2016, hal. 13-
14)

F. Elemen Penting Sistem Just In Time


Untuk menjamin keberhasilan dalam penerapan sistem Just In Time ini
dibutuhkan adanya kerja sama dari beberapa elemen penting. Elemen-elemen
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Flexible Resources
Karyawan dalam lingkungan Just In Time harus memiliki kemampuan ganda
dan fleksibel. Karyawan diharapkan dapat mengoperasikan seluruh peralatan dan
mesin dalam jalur produksi. Selain itu, mereka juga diharapkan mampu untuk
melakukan pemeliharaan dan perbaikan kecil alat-alat yang menjadi tanggung
jawabnya.
2. Cellular Layout
Dalam sistem Just In Time, mesin-mesin diatur sedemikian rupa menyerupai
setengah lingkaran atau ditata dengan pola selular untuk tujuan efisiensi sehingga
dapat mengurangi berbagai pemborosan. Setiap sel dirancang untuk memproduksi
satu produk tertentu. Produk dipindahkan dari satu mesin ke mesin lainnya dari awal
hingga akhir. Setiap sel merupakan miniatur pabrik secara keseluruhan.
3. Pull System
Dalam pull system, proses produksi akan ditentukan oleh adanya permintaan
dari onsumen. Ketika permintaan konsumen masuk, bagian akhir dari perakitan akan
memberikan tanda ke bagian sebelumnya untuk mengirimkan sejumlah partisi atau
bahan yang dibutuhkan pada bagian tersebut. Demikian seterusnya, bagian di
belakangnya akan mengirimkan tanda ke bagian yang ada di belakangnya lagi untuk
mengirimkan barang setengah jadi sesuai dengan kebutuhan.
4. Quick Set up
Set up  merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan,
mengubah setting mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan pengujian.
Dalam sistem Just In Time, set up yang berulang-ulang tidak diperlukan lagi karena
mesin telah dirancang untuk satu jenis produk.
5. Small-lot Production
Perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time hanya akan berproduksi sesuai
dengan permintaan konsumen. Tidak seperti yang dilakukan dalam sistem tradisional
yang menerapkan sistem mass production. Produksi dalam jumlah yang kecil ini
dimaksudkan untuk mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu seperti biaya gudang,
biaya pemeliharaan barang, dan lain-lain.
6. Quality at The Source
Barang cacat dapat menimbulkan masalah besar dalam lingkungan Just In Time.
Jika sejumlah unit produk jadi yang dihasilkan mengandung produk cacat,
perusahaan tidak dapat mengirimkan sejumlah barang yang diminta oleh konsumen
dan perusahaan harus mengulang kembali proses produksi hanya untuk membuat
pengganti produk yang cacat saja. Kondisi ini akan menimbulkan adanya penundaan
dalam pengiriman barang kepada konsumen dan menimbulkan kekecewaan
konsumen. Jadi, dalam lingkungan Just In Time kualitas merupakan elemen yang
sangat penting disamping elemen yang lain.
7. Supplier Networks
Just In Time sangat membutuhkan hubungan khusus antara pemasok dengan
perusahaan pembeli. Pemasok diharapkan mampu mengirim barang dalam frekuensi
yang lebih banyak dengan jumlah yang lebih kecil. Kedua belah pihak dituntut untuk
dapat bekerja sama guna mencapai keberhasilan bersama di masa mendatang.
Sistem Just In Time telah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang ada di dunia,
seperti Toyota Motor Company di Jepang yang merupakan negara pencetus dari ide
ini, Dell Computer, Intel, Mc. Donald, Black and Decker, Goodyear, dan lain-lain.
Sistem ini tidak hanya bisa diterapkan di perusahaan manufaktur saja, tetapi juga
dapat diterapkan di jenis perusahaan lainnya, seperti perusahaan dagang maupun
jasa. Di Indonesia. Ada beberapa perusahaan yang telah mencoba untuk menerapkan
sistem Just In Time, seperti PT Astra Daihatsu Motor, PT Triangle Motor, PT Ardi
Indah, dan lain-lain. Diantara perusahaan-perusahaan tersebut, ada beberapa
perusahaan yang telah berhasil menerapkan sistem ini, seperti PT Astra Daihatsu
Motor, perusahaan ini telah berhasil meningkatkan kualitas produknya, mengurangi
biaya, dan meningkatkan partisipasi dari pekerja-pekerjanya. Bagi perusahaan-
perusahaan di Indonesia, sistem ini merupakan suatu hal yang baru karena hanya
beberapa perusahaan yang mampu menerapkannya dengan baik. Ada beberapa faktor
yang menyebabkan sistem ini sulit untuk diterapkan di Indonesia, seperti
ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, dan yang paling penting adalah masalah
dana. (Agustina, 2007, hal. 139-141)

G. Kanban
Di Jepang, Kanban berarti “kartu”. Para pekerja menggunakan seperangkat kartu
pengendali untuk memberi tanda saat bahan dan produk harus dipindahkan dari satu
operasi ke lini perakitan lainnya. Kanban digunakan dengan JIT untuk menurunkan
“lead time” secara signifikan, menurunkan persediaan dan meningkatkan
produktivitas dengan menghubungkan semua operasi produksi secara lancar tanpa
terputus.
Dengan sistem Kanban, proses atau tahap sebelumnya tidak dapat mengirim
suku cadang atau komponen yang sedang diproses ke tahap  berikutnya jika tidak
diminta oleh kartu kanban dari proses di bawahnya. Langkah berikutnya
mengendalikan jumlah yang diproduksi, Jadi tidak akan terjadi overproduksi,
prioritas dalam produksi menjadi jelas dan pengendalian persediaan menjadi lebih
mudah.
H. Tujuan dan Manfaat Just In Time
Tujuan just in time memiliki dua tujuan strategis yaitu: untuk meningkatkan
keuntungan dan memperbaiki daya saing perusahaan. Kedua tujuan ini dicapai
dengan mengontrol biaya-biaya (memungkinkan terbentuknya harga yang berdaya
saing lebih baik dan meningkatkan kauntungan), memperbaiki kerja pengiriman, dan
juga kualitas. Tujuan just in time adalah menghasilkan sebuah produk hanya ketika
dibuthkan dan hanya dalam kuantitas yang diminta oleh para pelanggan. Sedangkan
menurut pendapat lain tujuan utama just in time adalah untuk menghasilkan produk
hanya jika diperlukan dan hanya menghasilkan kuantitas produk sebanyak yang
diminta pelanggan. Just In Time mempunyai dua tujuan strategik yaitu: (1)
Meningkatkan laba, (2) Memperbaiki posisi persaingan perusahaan, (3) Tujuan
tersebut dapat dicapai dengan: mengurangi persediaan, meningkatkan mutu,
mengendalikan aktivitas supaya biaya lebih rendah, dan memperbaiki kinerja
pengiriman barang. (Diaz, 2015, hal. 4)
Manfaat utama sistem Just In Time adalah akan mengubah daya telusur biaya,
meningkatkan akurasi penentuan cost produk, menurunkan kebutuhan alokasi biaya
tak langsung, mengubah perilaku dan kepentingan relatif biaya tenaga kerja
langsung, dan mempengaruhi sistem penentuan cost pesanan dan cost proses.
Terdapat dua manfaat yang dapat ditemukan dari Just In Time antara lain:
1. Manfaat tangibles, yaitu:
a. Turn over pembelian bahan baku/ suku cadang bertambah.
b. Ketepatan pengiriman meningkat.
c. Lead time pengiriman berkurang.
d. Pekerjaan ekspedisi berkurang.
e. Waktu implementasi perubahan-perubahan oleh pemasok berkurang.
2. Manfaat intangibles, yaitu:
a. Memperbaiki kualitas produk.
b. Berhasil mendorong pemasok memenuhi kualitas yang diperlukan.
c. Memperbaiki produktivitas.
d. Jadwal produksi yang lebih baik.
e. Mengurangi keperluan untuk menginpeksi barang-barang yang masuk.
f. Meningkatkan efisiensi.
g. Memperbaiki posisi kompetitif.
h. Memperbaiki desain produk.
i. Memperbaiki moralitas dalam produksi.
j. Lebih banyak kontak personal dengan pemasok.
k. Mengurangi pekerjaan klerikal. (Putra, 2014, hal. 5)
I. Karakteristik Just In Time
Ada beberapa karakteristik utama dari perusahaan yang telah menerapkan
sistem Just In Time, diantaranya adalah:
1. Kualitas yang tinggi. Perusahaan yang telah menerapkan system JIT berupaya
mencapai tingkat kualitas dimana mereka dapat beroperasi dengan persediaan yang
rendah dan skedul yang ketat. Sistem JIT berupaya menghapus sumber-sumber yang
tidak efisien dan gangguan serta melibatkan karyawan dalam operasi untuk terus
melakukan perbaikan. Dengan kata lain, perusahaan berpegang pada konsep lebih
baik menghasilkan barang yang berkualitas tinggi dengan biaya produksi sedikit
lebih mahal, daripada menghasilkan barang dengan biaya produksi murah tapi
kualitasnya rendah.
2. Tingkat persediaan rendah. Dalam system JIT, persediaan dianggap suatu
pemborosan karena dengan adanya persediaan diperlukan biaya penyimpanan dan
biaya tambahan lainnya. Persediaan digudang tidak banyak, yang ada hanya
secukupnya untuk melanjutkan proses produksi kepada unit kerja berikutnya dan
kalau habis baru dikirim lagi, sehingga ada arus kerja yang berkesinambungan.
3. Jalur produksi yang fleksibel. Sistem produksi
menggunakan sellular manufacturing technique yaitu pengaturan layout dan
peralatan proses produksi yang fleksibel sehingga barang yang diproduksi tidak
terlalu sering mengalami perpindahan produk terlalu sering dianggap sebagai non
value added activity.
4. Perubahan struktur organisasi yang mengarah ke produk. Konsep JIT
meghendaki setiap bagian dalam proses produksi mempunyai service
departement masing-masing sehingga apabila ada penyimpangan dapat ditelusuri
sedini mungkin. Penggunaan teknologi informasi secara efektif. Merupakan salah
satu syarat utama dalam penerapan sistem JIT. Sistem JIT merupakan konsep tepat
waktu maka tidak ada keterlambatan dari jadwal induk sekecil apapun (non schedule
interruption) yang dapat ditolelir, disebabkan penyimpangan sekecil apapun dari
jadwal rutin akan menyebabkan kemacetan proses produksi. (Diaz, 2015, hal. 4)

J. Keunggulan dan Kelemahan Metode JIT


Terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan dari metode JIT. Berikut ini
beberapa keunggulan dari metode JIT, antara lain:
1. Menghilangkan pemborosan dengan cara memproduksi suatu produk hanya
dalam kuantitas yang diminta pelanggan.
2. Persediaan kecil, mungkin nol.
3. Tata letak pabrik, dikelompokkan satu macam produk, atau sistem sel.
4. Pengelompokkan karyawan, dalam satu jenis produk.
5. Pemberdayaan karyawan, dilatih dan dididik terus menerus menyesuaikan
dengan perubahan alat kerja dan metode kerja.
6. Pengendalian mutu total, semua orang bertanggung jawab terhadap mutu
produk.
Beberapa kelemahan dari metode ini, yaitu:
1. Sulit suatu perusahaan yang memproduksi secara massal hanya melayani
pesanan pelanggan saja, misalnya pabrik gula, kopi, sabun dan sebagainya, dan
hanya memproduksi satu jenis produk.
2. Dalam perusahaan manufaktur sulit sekali tidak memiliki persediaan,
khususnya yang bahan bakunya impor.
3. Menempatkan karyawan pada keahlian khusus pada satu jenis produk tidak
mudah, dan mungkin biayanya mahal.
4. Memerlukan waktu yang cukup panjang untuk membangun relasi yang kuat
dengan para supplier.
5. Pengurangan persediaan yang dipaksa dan terlalu drastis dapat
menyebabkan para pekerja stress. Jika para pekerja melihat JIT sebagai suatu cara
untuk memeras mereka, maka usaha-usaha untuk mengimplementasikan JIT tidak
akan sepenuhnya berhasil dan kinerja karyawan malah akan menurun. (Sinuraya,
2011, hal. 7-8)

Adapun keuntungan dan kerugian penerpan JIT Purchasing. Berikut ini beberapa
keuntungan dari JIT purchasing, antara lain:
1. Keuntungan Bagi Pembeli
Berbagai keuntungan penerapan JIT purchasing antara lain: penurunan biaya
bahan baku, penurunan rework, lebih tepat waktu, penurunan biaya administrative,
penurunan biaya persediaan, penurunan inspeksi, serta kualitas barang jadi lebih
baik.
2. Keuntungan Bagi Pemasok
Keuntungan bagi pemasok antara lain: capacity requirements dan jadwal
produksi lebih konsisten serta pemindahan finishedgoods yang lebih dapat
diprediksi.
Selain itu terdapat beberapa kerugian penerapan metode JIT purchasing, antara
lain: perusahaan akan sulit untuk beralih ke pemasok lain, keterlambatan pengiriman
akan mengakibatkan kegiatan produksi terganggu, serta ketiadaan inspeksi
mengakibatkan substandard finished goods. (Suryandi, 2011, hal. 6-7)

K. Sistem Pembelian Just In Time


Istilah purchasing atau pembelian mencakup proses pembelian barang atau jasa
yang berkualitas baik, dalam kuantitas benar, pemilihan pemasok, pencapaian harga,
mengeluarkan kontrak atau pesanan dan melakukan tindak lanjut untuk memastikan
pengiriman yang baik.
Sistem pembelian Just In Time mengharuskan adanya sistem penjadwalan pengadaan
barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera
untuk memenuhi permintaan atau penggunaan. Pembelian Just In Time adalah
pembelian bahan-bahan atau barang sedemikian sehingga mereka dikirimkan hanya
pada saat dibutuhkan bagi produksi atau penjualan. Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pembelian Just In Time adalah sistem pembelian penjadwalan
pengadaan barang atau bahan yang tepat waktu sehingga dapat dilakukan pengiriman
atau penyerahan secara cepat dan tepat untuk memenuhi permintaan.
Perbedaan Just In Time Purchasing dengan Pembelian Tradisional, di dalam
metode pembelian Just In Time Purchasing dan pembelian tradisional tedapat
bebrapa perbedaan dasar yaitu:
1. Pemasok, Just In Time Purchasing hanya menggunakan pemasok dalam jumlah
sedikit untuk memperoleh bahan yang bermutu tinggi, mencapai pengiriman yang
tepat waktu dan jumlah, serta berharga murah. Sedangkan sistem tradisional
menggunakan banyak pemasok untuk memperoleh barang dengan harga murah dan
bermutu tinggi. Dan akibatnya aktifitas-aktifitas tidak bernilai tambah yaitu untuk
memperoleh harga yang murah harus membeli dalam jumlah yang banyak atau
mungkin mutunya lebih rendah.
2. Kontrak Pembelian, Just In Time Purchasing menerapkan kontrak pembelian
jangka panjang dengan beberapa pemasoknya guna membangun hubungan baik yang
saling menguntungkan sehingga dapat dipilih pemasok:
a. Memasok bahan yang murah
b. Bermutu tinggi
c. Berkinerja pengiriman tepat waktu dan tepat jumlah
d. Mengurangi frekuensi pemesanan
Sedangkan pada sistem tradisional menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek
dengan banyak pemasok.
3. Aktivitas dalam arus pembelian bahan, pada Just In Time Purchasing, aktivitas
pembelian bahan hanya melalui sedikit tahap daripada sistem pembelian tradisional
yang melalui banyak tahapan-tahapan. Dalam rangka menerapkan Just In Time,
maka kondisi dan proses pembelian harus diatur dengan mempertimbangkan hal-hal
berikut:
a. Dekat dengan pemasok.
b. Sedikit pemasok.
c. Pemasok tahu kualitas yang diinginkan perusahaan.
d. Meminimalisasi inspeksi.
e. Eliminasi penggudangan.

L. Peranan Just In Time
Dalam sistem Just In Time ada beberapa peranan penting yaitu menghasilkan
sebuah produk hanya ketika dibutuhkan dan hanya dalam kuantitas yang diminta
oleh pelanggan. Just In Time memiliki beberapa peranan penting diantaranya:
1. Meningkatkan laba.
2. Meningkatkan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui:
a. Pengendalian biaya.
b. Peningkatan kualitas.
c. Perbaikan kinerja kualitas. (Putra, 2014, hal. 5)

M. Faktor Kunci Sukses dalam Just In Time


Ada tujuh faktor kesuksesan Just In Time yaitu:
1. Suppliers, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Kedatangan material dan produk akhir termasuk kesia-siaan.
b. Pembeli daan pemasok membentuk kemitraan.
c. Kemitraan Just In Time
2. Layout, merupakan tata letak yang memungkinkan pengurangan kesia-siaan
yang lain, yaitu pergerakan. Misalnya pergerakan bahan baku manusia menjadi
fleksibel, JIT mensyaratkan:
a. Sel kerja untuk produk keluarga.
b. Pergerakan atau perubahan mesin.
c. Jarak yang pendek.
d. Tempat yang kecil untuk persediaan.
e. Pengiriman langsung ke area kerja.
3. Inventory, persediaan dalam sistem produksi dan distribusi sering diadakan
untuk berjaga-jaga. Teknik persediaan yang efektif memerlukan Just In
Time bukan Just In Case. Persediaan Just In Time merupakan persediaan minimal
yang diperlukan untuk mempertahankan operasi sistem yang sempurna yaitu jumlah
yang tepat, tiba pada saat yang diperlukan bukan sebelum atau sesudah.
4. Schedulling, jadwal yang efektif dikomunikasikan di dalam organisasi dan
kepada pemasok, maka akan sangat mendukung penerapan Just In Tme. Penjadwalan
yang lebih baik juga mengingatkan kemampuan untuk memenuhi pesanan
konsumen, menurunkan persediaan dan mengurangi barang dalam proses, Just In
Time mensyaratkan:
a. Mengkomunikasikan penjadwalan kepada supplier.
b. Jadwal bertingkat.
c. Enekan bagian dari skedul paling dekat dengan jatuh tempo
d. Lot kecil.
e. Teknik kanban.
5. Preventive Maintenance, pemeliharaan dilakukan dalam rangka untuk menjaga
hal-hal yang tidak diinginkan supaya tidak terjadi atau merupakan suatu tindakan
pencegahan. Misalnya dengan cara pemeliharaan rutin pada fasilitas yang digunakan
maupun pelatihan karyawan secara terus menerus agar dapat beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi.
6. Kualitas, hubungan Just In Time dan mutu kuat sekali, karena berhubungan
dengan tiga hal, yaitu:
a. Just In Time mengurangi biaya perolehan mutu yang baik karena biaya
produk sisa, pengerjaan ulang, investasi persediaan menurun.
b. Just In Time meningkatkan mutu dengan mengurangi antrian dan waktu
antara Just In Time juga membatasi jumlah sumber kesalahan potensial.
c. Mutu yang baik berarti lebih sedikit cadangan sehingga Just In Time lebih
mudah diterapkan.
7. Employee Empowerment, karyawan yang diberdayakan dapat ikut terlibat dalam
isu-isu operasi harian yang merupakan falsafah Just In Time. Pemberdayaan
karyawan mengikuti nasehat manajemen bahwa tidak ada orang yang lebih tahu
mengenai suatu pekerjaan selain karyawan pelaksana pekerja itu sendiri. (Putra,
2014, hal. 8-9)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Just In Time adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan
kualitas, menekankan biaya, dan mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin
dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi
sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa)
sesuai kehendak konsumen tepat waktu. Untuk mencapai sasaran dari sistem ini,
perusahaan memproduksinya hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan, sehingga
dapat mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan kemungkinan kerusakan
atau kerugian akibat menimbun barang. Tujuan utama dari JIT adalah
menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam meningkatkan produktivitas. JIT
pada dasarnya berusaha menghilangkan semua biaya (pemborosan) yang tidak
memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan.

B. Saran
Demikianlah makalah ini pemakalah buat dengan sesungguhnya, untuk
memenuhi tugas mata kuliah akuntansi manajemen tentang Just In Time (JIT).
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam menganalisis biaya-
biaya pada perusahaan. Pemakalah menyadari masih terdapat banyak kekurangan
pada makalah ini baik dari segi penulisan makalah, kelengkapan isi, data yang
disajikan, dan lainnya. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari
para pembaca untuk penulisan makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Y. (2007). Analisa Penerapan Sistem Just In Time Untuk Meningkatkan


Efisiensi dan Produktivitas Pada Perusahaan Industri. Jurnal Akuntansi &
Keuangan , 139-141.

Dania, W. A. (2015). Aplikasi Just In Time Pada Perencanaan & Pengendalian


Persediaan Kentang. Jurnal Industria Vol.1 No.1 , 22-30.

Diaz, A. P. (2015). Penerapan Metode JIT Pembelian Bahan Baku Dalam


Meningkatkan Efisiensi Biaya Bahan Baku. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol.4
No.10 , 4.

Efrianti, D. (2014). Pengaruh Pengendalian Persediaan Just In Time Terhadap


Efisiensi Pengadaan Persediaan Bahan Baku. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan
Vol.2 No.1 ISSN 2337-7852 , 99-108.

Haming, M. (2014). Manajemen Produksi Modern Operasi Manufaktur dan Jasa


Buku 2. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Mulla, B. M. (2009). Pengaruh Penerapan JIT (Just In Time) dan TQM (Total
Quality Management) Terhadap Delivery Performance Pada Industri Otomotif Di
Indonesia. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan Tahun.2 No.2 , 115.

Putra, C. (2014). Penerapan Metode Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi


Biaya Persediaan Bahan Baku. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol.3 No.1 , 4-5.

Salman, K. R. (2016). Akuntansi Manajemen Alat Pengukuran Dan Pengambilan


Keputusan Manajerial. Jakarta: PT Indeks.

Santoso, H. F. (2001). Just In Time. Jurnal Akuntansi Krida Wacana Vol.1 No.1 , 5.


Sinuraya, C. (2011). Perbandingan Metode EOQ (Economic Order Quantity) dan JIT
(Just In Time) Terhadap Efisinsi Biaya Persediaan dan Kinerja Non-
Keuangan. Jurnal Ilmiah Akuntansi Nomor 05 Tahun ke-2 Mei-Agustus , 6-7.

Suryandi, F. A. (2011). Peranan Sistem Informasi Akuntansi Terhadap Pengendalian


Intern Aktivitas Pembelian Bahan Baku Guna Mencapai Penyerahan Bahan Baku
Yang Tepat Waktu. Jurnal Ilmiah Akuntansi No.06 , 6-7.

Witjaksono, A. (2013). Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai