Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Sikap Ilmiah

1. Pengertian Sikap

Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dalam menentukan

bagaimana individu bereaksi terhadap situasi, sehingga interaksi yang

dipelajari akan mempengaruhinya. Kecenderungan untuk bereaksi

terhadap suatu hal, orang atau benda dengan suka, atau acuh tidak acuh

(Hamdani 2011: 140). Reaksi yang ditunjukan terhadap sesuatu hal yang

baik orang atau benda dilakukan melalui cara tertentu sesuai dengan situasi

dan perasaan suka atau acuh tidak acuh.

Sikap bukan merupakan suatu perilaku, melainkan suatu

kecenderungan untuk menolak dan menerima sesuatu berdasarkan

pengalaman yang dimilikinya khusus ke arah suatu keadaan tertentu, hal

ini sesuai dengan pernyataan menurut Winkel dalam Hendracipta (2016:

111) bahwa “Sikap merupakan suatu kencenderungan untuk menerima

atau menolak suatu obyek, sebagai obyek yang berharga atau obyek yang

tidak berharga atau tidak baik”. Sikap juga merupakan kemampuan

internal yang berperan dalam mengambil tindakan, dimana tindakan yang

akan dipilih tergantung pada sikap, penilaian, untung, rugi, baik, buruk

dari suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk merespon sesuatu

di dalam dirinya. Sikap akan berubah setiap waktu dan sikap juga akan

merubah tingkah laku seseorang tersebut dalam beraktifitas setiap harinya.

Upaya Meningkatkan Sikap…, Evi Yuliati, FKIP UMP, 2019


10

Pengertian sikap dari Hamdani dan Winkel dalam Hendracipta di atas,

dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan perasaan yang ditunjukan setiap

orang dengan reaksi yang berbeda-beda, baik dalam bentuk penerimaan

maupun penolakan, reaksi tersebut sebagai perwujudan bentuk dari sikap

seseorang terhadap benda maupun orang. Begitupula saat proses belajar

mengajar sikap dan reaksi siswa akan berbeda-beda sesuai cara guru dalam

memberikan materi pembelajaran.

2. Sikap Ilmiah

Sekolah Dasar (SD) merupakan pondasi awal penanaman konsep dan

tempat yang strategis dalam membentuk karakter siswa dalam membentuk

karakter siswa dalam pembentukan sikap ketrampilan bagi siswa sehingga

mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun, memiliki sikap dan

ketrampilan sebagai bekal untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya

(Badarudin 2018: 50). Sehingga di dalam pembelajaran guru harus mampu

menumbuhkan sikap terhadap siswa salah satunya sikap ilmiah. Ilmu

pengetahuan mempunyai ciri khas yaitu obyektif, metodik, sistematik dan

berlaku umum.

Berkembangnya ilmu pengetahuan tidak lepas dari ciri-ciri tersebut

sehingga muncul sikap yang disebut sikap ilmiah. Sikap ilmiah menurut

Sardinah (2012: 73) merupakan sikap yang terbentuk dalam diri siswa itu

sendiri dan akan terwujud suri tauladan yang baik bagi siswa dalam

melaksanakan penyelidikan atau berinteraksi terhadap masyarakat. Sikap

ilmiah bagi siswa membantu dalam proses belajar untuk meningkatkan

Upaya Meningkatkan Sikap…, Evi Yuliati, FKIP UMP, 2019


prestasi dan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan apa yang di

ungkapkan oleh Iskandar dalam Hendracipta (2016: 111) Sikap ilmiah

merupakan sikap tertentu yang diambil oleh ilmuwan untuk mencapai hasil

yang diharapkan.

Menurut pendapat dari Sardinah dan Iskandar dalam Hendracipta diatas

dapat disimpulkan bahwa sikap ilmiah merupakan sikap atau tindakan yang

muncul dari diri siswa itu sendiri dalam upaya mencapai hasil yang

diharapkan. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan guru untuk dapat

memunculkan sikap ilmiah yang ada pada diri siswa tersebut.

3. Indikator Sikap Ilmiah

Mengembangkan sikap ilmiah melalui pembelajaran menggunakan

model pembelajaran problem based learning artinya pada setiap langkah dari

kegiatan tersebut harus mengandung unsur kegiatan untuk memupuk sikap

ilmiah. Kegiatan pembelajaran sikap ilmiah ini diperoleh melalui berbagai

proses seperti pengalaman, pembelajaran, identifikasi perilaku, peran guru,

orang tua dan lingkungan sekitar siswa yang berpengaruh dalam

pembentukan sikap ilmiah siswa. Pengukuran sikap ilmiah didasarkan pada

pengelompokan sikap sebagai dimensi, sikap kemudian dikembangan

menjadi indikator sikap untuk setiap dimensi agar nantinya mempermudah

penyusunan butir instrument sikap yang akan diukur. Berikut ini indikator

sikap yang telah dikelompokan oleh Anwar dalam Margiastuti, S (2015:

1044) dalam tabel 2.1menunjukan tabel dimensi sikap ilmiah dan indikator

sikap ilmiah yang sudah dijabarkan sebagai berikut:


Tabel 2.1 Tabel Dimensi dan Indikator Sikap Ilmiah

Dimensi Indikator
Sikap ingin tahu 1. Antusias mencari jawaban
2. Menanyakan apa yang belum dipahami
3. Antusias pada proses pembelajaran
Sikap Kritis 1. Perhatian pada objek yang diamati
2. Mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk
mengumpulkan bukti
3. Tidak mengabaikan data meskipun kecil
4. Mengulangi kegiatan yang dilakukan
Sikap Terbuka 1. Menghargai pendapat orang lain
2. Menerima kritikan atau saran dari teman
3. Mau merubah pendapat jika data kurang
4. Tidak merasa selalu benar
Sikap Objektif/ 1. Tidak mencontek pekerjaan teman
Jujur 2. Tidak bekerja sama dan menyalin pekerjaan orang
lain
Sikap Rela 1. Menghargai karya atau pendapat orang lain
Menghargai walaupun berbeda dengan pendapat sendiri.
Karya Orang
Lain
Sikap berani 1. Keberanian membela kebenaran sesuai fakta
mempertahankan 2. Menggunakan fakta-fakta untuk dasar konklusi
kebenaran
Sikap 1. Selalu ingin membuktikan hipotesis
menjangkau 2. Antusias dalam mempelajari sesuatu yang baru
kedepan
Anwar dalam Margiastuti, S (2015: 1044)

Indikator sikap yang telah disampaikan oleh Anwar dalam Margiastuti, S

di atas dapat disimpulkan bahwa indikator sikap ilmiah dikelompokan

berdasarkan berbagai sikap yang kemudian merujuk kepada dimensi sikap.

Dimensi sikap yang digunakan sebagai rujukan indikator sikap yang

sebelumnya sudah dikelompokan kemudian dikembangkan kembali sehingga

menjadi indikator dengan berbagai macam sikap agar lebih mudah dalam

membuat butir-butir soal dan lebih mudah untuk dilakukan pengamatan

aktivitas sikap ilmiah siswa didalam kelas.


B. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakini

prestasi dan belajar. Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian prestasi

belajar, peneliti menjabarkan makna dari kedua kata tersebut. Prestasi belajar

tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena belajar merupakan suatu

proses sedangkan prestasi belajar adalah hasil dari proses pembelajaran

tersebut bagi seorang siswa belajar merupakan suatu kewajiban. Berhasil atau

tidaknya seorang siswa dalam pendidikan tergantung pada proses

pembelajaran yang dialami oleh siswa tersebut. Hamdani (2010: 138-139)

mengungkapkan bahwa “Prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan

yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-

informasi yang diperoleh pada saat belajar mengajar”. Prestasi belajar

menurut Mila dalam Basri (2015: 153) mengartikan prestasi belajar sebagai

prestasi yang dicapai seorang siswa dalam jangka waktu tertentu dan dicatat

dalam buku rapor sekolah.

Berdasarkan pengertian prestasi belajar menurut Hamdani dan Mila

dalam Basri di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar

merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki oleh siswa dalam menerima,

menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses

belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu dan dicatat dalam buku rapor

sekolah. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi pada

akhir prmbrlajaran. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi

atau rendahnya prestasi belajar siswa dan juga dapat mengukur kemampuan

siswa di dalam kelas. Agar nantinya menjadi acuan atau motivasi siswa agar

prestasi belajar meningkat.


2. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Pencapaian prestasi yang dilakukan seseorang dengan menanamkan

tujuan yang akan dicapainya sangat menantang. Tantangan yang dirasa oleh

seseorang dari berbagai pihak serta lingkungan dipengaruhi oleh bebarapa

faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Slameto (2010: 54-71) menyatakan

bahwa secara singkat terdapat dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

siswa, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern berasal dari dalam

diri siswa itu sendiri, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari

luar diri siswa.

a. Faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Adapun
faktor intern yang ada pada dalam diri siswa adalah sebagai berikut:
1) Faktor Jasmani
a) Faktor kesehatan
b) Cacat tubuh
2) Faktor Psikologis
a) Intelegensi
b) Perhatian
c) Minat
d) Bakat
e) Motif
f) Kematangan
g) Kesiapan
3) Faktor Kesehatan
a) Faktor kelelahan jasmani
b) Faktor kelelahan rohani
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari keluarga maupun
lingkungan, adapun faktor yang mempengaruhinya yaitu:
1) Faktor Keluarga
Faktor keluarga merupakan faktor yang paling utama dan paling
pertama bagi seseorang terhadap tumbuh kembang anak. Tumbuh
kembang anak akan menjadi baik apabila keluarganya
memperhatikannya.
a) Cara orang tua mendidik
Cara orang tua dalam mendidik anaknya besar pengaruhnya
terhadap belajar anaknya. Orang tua yang kurang memperhatikan
pendidikan dan kebutuhan akan berpengaruh terhadap anaknya.
b) Relasi antar anggota keluarga
Relasi antara anggota keluarga yang terpenting adalah relasi
orang tua dengan anaknya. Selain itu relasi anak dengan
saudaranya atau dengan anggota yang lain hal ini akan
mempengaruhi belajar anak.
c) Suasana rumah
Suasana rumah dimaksudkansebagai situasi atau kejadian yang
sering terjadi di dalam keluarga dimana anak berada dan belajar.
2) Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan
siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar
pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
3) Faktor Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi belajar siswa. Faktor lingkungan
ini merupakan faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar
siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam
masyarakat tersebut dapat membentuk diri siswa atau sisfat siswa.
Karena perilaku merupakaan bawaan dari lingkungan.

Berdasarkan pendapat Slameto di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar digolongkan menjadi dua

yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yaitu faktor yang

berkaitan dengan diri siswa itu sendiri berupa motivasi, minat, bakat,

kepandaian, kesehatan, sikap, perasaan, dan faktor pribadi lainya. Sedangkan

faktor ekstern yaitu faktor yang berhubungan dengan pengaruh dari luar diri

siswa tersebut seperti sarana dan prasarana, lingkungan masyarakat, guru,

model pembelajaran, kondisi sosial, ekonomi dan lain sebagainya. Faktor

intern dan ekstern sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa kedua factor

tersebut harus sama-sama terbentuk dengan baik agar nantinya prestasi

belajar siswa meningkat.


C. Kurikulum

Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan

pendidikan di sekolah bagi pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung

maupun tidak langsung, seperti pihak guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua,

masyarakat dan pada siswa itu sendiri (Kurniaman & Eddy, 2017: 390)

kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan

suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar-mengajar di

bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta

staf pengajarnya. Kurikulum yang berlaku pada saat ini adalah kurikulum 2013

yang baru diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan kurikulum tingkat

satuan pendidikan yang telah berlaku kurang lebih selama enam tahun. Menurut

Marlina (2013: 28) Mengatakan bahwa perubahan kurikulum saat ini merupakan

salah satu agenda atau rutinitas dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di

negeri ini. Maka dari itu kurikulum di Indonesia berganti-ganti. Kurikulum yang

sedang diterapkan saat ini yaitu kurikulum 2013 yang memiliki tiga aspek

ketrampilan yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor dengan menggunakan

pendekatan saintifik.

Berdasarkan pendapat dari Kurniaman dan Marlina di atas dapat disimpulkan

bahwa perubahan kurikulum merupakan suatu pedoman atau pegangan dalam

proses kegiatan belajar mengajar dan kurikulum akan terus menerus mengalami

perkembangan seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi dan sosial

yang merupakan suatu agenda atau rutinitas dalam rangka peningkatan kualitas

pendidikan di indonesia.
D. Problem Based Learning (PBL)

1. Pengertian Problem Based Learning

Proses pembelajaran pada kurikulum 2013, membentuk siswa menjadi

lebih aktif mencari informasi maupun bertanya dalam pembelajaran. Salah

satu model pembelajaran dalam pendidikan yang dapat menggerakan

keaktifan peserta didik salah satunya adalah model pembelajaran Problem

Based Learning. Model pembelajaran Problem Based Learning merupakan

model pembelajaran yang Mengajak siswa untuk menyelesaikan masalah.

Menurut Shoimin (2014: 129) bahwa Problem Based Learning (Pembelajaran

Berbasis Masalah) merupakan “Model pembelajaran yang melatih dan

mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang

berorientasi pada masalah autentik dari kehidupan aktual siswa, untuk

merangsang kemampuan berfikir tingkat tinggi”. Arends (2008: 41) juga

mengungkapkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning pada

esensinya model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi masalah

yang autentik dan bermakna kepada siswa sebagai landasan saat investigasi

dan penyelidikan”. Tan dalam Rusman (2014: 229) mengatakan Pembelajaran

Problem Based Learning merupakan:

Inovasi dalam pembelajaran karena dalam Pembelajaran Problem


Based Learning kemampuan berfikir siswa betul-betul di
optimalisasikan mellui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis,
sehingga siswa dapat memperdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berfikirnya secara berkesinambugan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran Problem Based Learning merupakan suatu kegiatan


pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk belajar memahami

permasalahan nyata yang ada dikehidupan siswa dengan memanfaatkan

pengetahuan yang dimilikinya dan mencari pengetahuan baru agar siswa

mampu untuk memecahkan masalah, dan aktif didalam pembelajaran.

Sehingga untuk merangsanng kemampuan siswa berfikir tinggi maka guru

harus membuat kondisi pada saat pembelajaran harus dipelihara seperti

suasana kondusif, terbuka, negosiasi dan demokratis.

2. Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning

Setiap jenis model pembelajaran memiliki jenis karakteristik yang

berbeda-beda, begitupula dengan model pembelajaran problem based

learning. Model pembelajaran problem based learning sebagai salah satu

contoh pembelajaran yang bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata

sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa. Model ini memiliki karakteristik

tersendiri seperti yang dikemukakan oleh Rusman (2014: 232) antara lain:

a) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar


b) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di
dunia nyata yang tidak terstruktur
c) Permasalahan membutuhkan prespektif ganda (multiple
prespective)
d) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa,
sikap dan kompetisi kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar
e) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama
f) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunanya dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam
PMB
g) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan koperatif
h) Pengembangan ketrampilan inquiry dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari
solusi dari sebuah permasalahan
i) Keterbukaan proses dalam PMB meliputi sintesis dan integrasi dari
sebuah proses belajar
j) PMB melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses
belajar

Berdasarkan karakteristik model pembelajaran problem based

learning di atas yang dikemukakan oleh Rusman bahwa model pembelajaran

problem based learning ini meminta siswa untuk memecahkan masalah yang

ada. Menjadikan ketrampilan berfikir siswa menjadi berkembang. Proses

pemecahan masalah dilakukan dalam kelompok, sehingga ketrampilan

kolaborasi dan komunikasi siswa akan berkembang. Proses pemecahan

masalah dalam proses pembelajaran menuntut siswa untuk mencari informasi,

hal tersebut akan membuat siswa lebih mengingat informasi yang diperoleh.

3. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning

Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar sehingga

tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal sesuai model pembelajaran

yang dipakai. Model pembelajaran problem based learning ini memiliki

langkah-langkah khusus yang berbeda dengan model pembelajaran lainnya.

Karena setiap melakukan aktivitas pembelajaran perlu adanya langkah-

langkah khusus yang sesuai dengan pembelajaran yang dilakukan pada saat

itu. Langkah-langkah pembelajaran Problem Based Learning menurut Arends

(2008: 57) dibagi dalam lima fase yaitu fase pertama memberikan orientasi

permasalahan kepada siswa, fase kedua mengorganisasikan siswa untuk

meneliti, fase ketiga membantu investigasi mandiri dan kelompok, fase ke

empat mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhbit dan fase ke

lima menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Dari kelima

fase tersebut harus dilalui guru dalam menjalakan proses pembelajaran

dengan model problem based learning. Untuk lebih jelasnya lihat untuk
melihat fase dan perilaku guru dalam menggunakan model pembelajaran

problem based learning ini dapat dilihat dari tabel 2.2 yaitu:

Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran


Problem Based Learning
Fase Perilaku Guru
Fase 1: Memberikan orientasi Guru membahas tujuan pelajaran,
permasalahan kepada siswa mendeskripsikan berbagai kebutuhan
logistik penting dan memotivasi siswa
dalam kegiatan mengtasi masalah
Fase 2: Mengorganisasikan Guru mrmbantu siswa untuk
siswa untuk meneliti mendefinisikan dan menggorganisasikan
tugas-tugas belajar yang terkait dengan
permasalahanya
Fase 3: Membantu investigasi Guru mendorong siswa untuk
mandiri dan kelompok mendapatkan informasi yang tepat,
melaksanakan eksperimen dan mencari
penjelasan dan solusi
Fase 4: Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam
mempresentasikan artefak dan merencanakan dan menyiapkan artefak-
exhibit artefak yang tepat seperti laporan,
rekaman video, dan model-model serta
membantu mereka untuk menyampaikan
kepada orang lain.
Fase 5: Menganalisis dan Guru membantu siswa untuk melakukan
mengevaluasi proses mengatasi refleksi terhadap investigasinya dan
masalah proses-proses yang mereka gunakan
(Arends, 2008: 57)

Penerapan model problem based learning terdapat lima fase. Fase

pertama guru memberikan orientasi tentang permasalahanya kepada siswa.

Fase ini, guru harus menjelaskan proses-proses dan prosedur-prosedur model

ini secara terperinci. Hal-hal yang perlu dielaborasi antara lain. Tujuan utama

pelajara bukan untuk mempelajari sejumlah informasi baru tetapi untuk

menginvestigasi berbagai permasalahan penting dan menjadi pelajar yang

mandiri. Permasalahan atau pernyataan yang diinvestigasi tidak memiliki

jawaban yang mutlak “Benar” dan sebagian permasalahan kompleksmemiliki

banyak solusi yang kadang-kadang saling bertentangan.


Fase kedua, mengorganisasikan siswa untuk meneliti, fase kedua ini guru

membagi siswa menjadi bebrapa kelompok, dalam fase ini juga guru

memancing siswa untuk menemukan permasalahan yang terjadi dan siswa

ditugaskan untuk bernalar tentang apa yang harus dilakukan untuk

memecahkan permasalahan. Fase ketiga membantu investigasi mandiri.

Kegiatan investigasi pada fase ini guru membantu dan memberikan dorongan

kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dengan mencari informasi di

dalam buku untuk memperoleh jawaban dan solusi mengatasi permasalahan

yang terjadi.

Fase keempat, mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan

exhibit. Di dalam fase ini guru meminta perwakilan kelompok untuk

mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Kelomppok lain menanggapi

jawaban kelompok yang sedang mempresentasikan. Fase kelima,

menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah, pada fase ini guru

dan siswa melakukan refleksi dari kegiatan awal mencari masalah,

menemukan permasalahan, menyelesaikan permasalahan, kemudian

melakukan penyelidikan untuk mencari informasi hingga menemukan solusi.

Guru memancing siswa untuk menyimpulkan materi yang dipelajari.

Fase atau langkah-langkah diatas merupakan langkah-langkah yang harus

dilaksanakan apabila menggunakan model pembelajaran problem based

learning. Masalah dalam pembelajaran model probem based learning ini

merupakan hal yang wajib untuk dipecahkan. Siswa dibantu oleh guru untuk

merumuskan masalah yang ada kemudian memecahkan masalah tersebut atau

mencari pemecahan masalah yang ada. Dengan menggunakan model ini

diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah pada dirinya


4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran PBL

Berbagai banyak model pembelajaran yang ada saat ini memiliki kelebihan

dan kekurangan masing-masing seperti halnya model pembelajaran problem

based learning. Model pembelajaran Problem Based Learning sebagai salah

satu contoh pembelajaran yang bercirikan penggunaan masalah kehidupan

nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa. Model pembelajaran

problem based learning ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan.

Menurut Shoimin (2014: 132) kelebihan dan kekurangan model pembelajaran

problem based learning antara lain:

a. Kelebihan
1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah
dalam situasi nyata
2) Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuanya sendiri
melalui aktivitas belajar
3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada
hubunganya tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban
siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi
4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok
5) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari
perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi
6) Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri
7) Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah
dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka
8) Kesulitan belajar siswa secra individu dapat diatasi melalui kerja
kelompok dalam bentuk peer teaching
b. Kekurangan
1) Pembelajaran Problem Based Learning tidak dapat diterapkan untuk
setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam
menyajikan materi. PBL lebih cocok untuk pembelajaran yang
menuntuk kemampuan tertentu yang kaitanya dengan pemecahan
masalah
2) Dalam satu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi
akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

Model pembelajaran problem based learning sebagai salah satu contoh

pembelajaran yang bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai


sesuatu yang harus dipelajari siswa. Dalam pembelajaran model pembelajaran

ini akan lebih memunculkan karakter siswa dalam proses pembelajaran,

sehingga siswa tidak hanya melaksanakan pembelajaran saja. Namun,

mendapatkan pelajaran yang dapat digunakan di luar kelas. Model pembelajaran

problem based learning yang bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata

sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa. Pembelajaran dengan model ini

akan berhasil apabila guru dapat menggunakan model ini dengan baik.

E. Penelitian Relevan

1. Penelitian oleh Asnaeni, Lies Lestari, Idam Ragil Widianto Atmojo, tahun

2017 berjudul Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) Untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah Pada Pembelajaran IPA Siswa

Sekolah Dasar. Menunjukan hasil bahwa model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL) dapat meningkatkan sikap ilmiah pada pembelajaran IPA

siswa kelas V SD Negeri Mangkubumen Kidul. Hal ini ditunjukan dengan

hasil observasi siswa sebelum adanya penelitian sikap ilmiah siswa

menunjukan bahwa siswa memiliki nilai sikap ilmiah dengan kategori

berkembang. Sehingga dilaksanakan penelitian dengan menggunakan 3

siklus. Presentase ketercapaian siklus I siswa memiliki sikap ilmiah kategori

membudaya tetapi peningkatan tersebut belum mencapai indikator kinerja

yang telah ditetapkan, sehingga dilanjutkan ke siklus II, pada siklus II ini

terjadi peningkatan siswa memiliki sikap ilmiah kategori membudaya, tetapi

pada siklus II ini juga masih belum mencapai indikator kinerja yang sudah
ditetapkan sehingga dilanjutkan dengan siklus III untuk memperbaiki siklus

II, pada siklus II ini siswa memiliki sikap ilmiah dengan kategori

membudaya. Pencapaian yang diperoleh sudah melebihi indikator kinerja

yang ditetapkan sehingga penelitian tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya.

Berdasarkan hasil tersebut dapat membuktikan bahwa model pembelajaran

problem based learning (PBL) dapat meningkatkan sikap ilmiah pada

pembelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Mangkubumen kidul.

2. Suwandi, Y tahun 2015 berjudul Peningkatan Hasil Belajar IPA Tentang

Ekosistem Melalui Metode Problem Based Learning Pada Siswa Kelas V

Sekolah Dasar Kabupaten Tana Tidung. Penelitian ini dilaksanakan di kelas

V dengan jumlah siswa berjumlah 30 orang. Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis & Mc

Taggart, penelitian yang dilakukan dengan dua siklus. Hasil penelitian

menunjukan adanya peningkatan hal ini dibuktikan dengan hasil belajar Ilmu

Pengetahuan Alam siswa pada siklus I yaitu siswa yang tuntas tetapi belum

mencapai indicator keberhasilan dan dilanjutkan pada siklus II pada sikus II

ini peningkatan sudah mencapai indicator keberhasilan. Aktivitas guru dan

siswa sesuai langkah langkah mencapai keberhasilan pada siklus II.

Berdasarkan hasil tersebut menujukan bahwa penggunaan model

pembelajaran problem based learning (PBL) dapat meningkatkan hasil

belajar siswa khususnya dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Singh, Kumar Vinnod, tahun 2016 berjudul A studi of relationship between

scientific attitude and academi achievent of rural area’s intermediate college


grill (science stream only). Hasil dari penelitian ini yaitu sikap ilmiah yang

menggunakan dua komponen merupakan sikap „dalam bentuk niat‟ dan sikap

ilmiah dalam bentuk tindakan. Studi tersebut mengungkapkan bahwa sikap

ilmiah dapat meningkatkan prestasi belajar pada mahasiswa perempuan di

universitas dan akibat peningkatan itu prestasi akademik juga ikut meningkat,

hal tersebut menunjukan bahwa adanya hubungan keterkaitan antara sikap

ilmiah dan nilai akademik. Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa siswa

yang memiliki sikap ilmiah akan berfikiran kritsi, menghargai bukti, jujur,

objektif, siap untuk mengubah pendapat, berpikiran terbuka dan memiliki

sikap bertanya yang sangat penting dalam pencapaian nilai akademik yang

optimal terutama pada pembelajaran IPA.

4. Kereh C, Reinhard P, Anastasija L, tahun 2017 berjudul Scientific Approach

to Build Students’ Scientific Attitudes and Its Effectiveness toward Their

Achievement in Physics. Pada dasarnya kegiatan pemahaman konsep fisika

bagi siswa harus direncanakan sedemikian rupa untuk memperoleh sikap

yang positif seperti rasa ingin tahu, tanggung jawab, kejujuran, keterbukaan,

kerjasama yang tumbuh melalui pembelajaran fisika. Namun banyak guru

cenderung mengabaikan aspek pendidikan ini dan memberikan prioritas

hanya pada pemahaman siswa saja sehingga dilakukanya penelitian mengenai

sikap ilmiah dan Hasil dari penelitian ini yaitu setelah meningkatnya sikap

ilmiah pada siswa memberikan efek positif terhadap pencapaian hasil belajar

yang baik. Proses pembelajaran juga bisa menjadi pengaturan lingkungan

untuk mengakomodasi tumbunya sikap positif siswa. Sikap ilmiah yang dapat
ditumbuhkan dan dikembangkan dalam penelitian ini adalah tanggung jawab,

keingintahuan, bersifat kritis, kejujuran dan kooperatif. Pendekatan yang

dilakukan juga mampu menjadikan siswa memiliki prestasi yang baik dalam

tiga aspek yaitu aspek kognitf, afektif dan psikomotor.

5. Sardinah, Tursinawati & Anita N, tahun 2012 berjudul Relevansi Sikap

Ilmiah Siswa dengan Konsep Hakikat Sains dalam Pelaksanaan Percobaan

Pada Pembelajaran IPA di SDN Kota Banda Aceh. Berdasarkan data yang

diperolah bahwa masih rendahnya kemampuan dasar siswa dalam penguasaan

konsep hakikat sains siswa sekoh dasar yaitu pada kategori tidak baik.

Kemunculan sikap ilmiah siswa pada sepuluh SD Negeri diperoleh rata-rata

pada kategori cukup. Hal ini disebabkan karena siswa telah melaksanakan

kegiatan ilmiah secara baik, khususnya pada kegiatan kerja sama, namun

siswa masih rendah dalam pemahaman atau penguasaan konsep terhadap

hakikat sains sehingga terdapat hubungan antara sikap ilmiah dengan konsep

hakikat sains pada pembelajaran IPA di SDN Kota Banda Aceh yang

signifikan.

Berdasarkan penelitian yang relevan, memiliki kesamaan dengan

penelitian yang dilakukamn peneliti yakini penelitian Asnaeni, Lies Lestari,

Idam Ragil Widianto Atmojo, tahun 2017 berjudul Penerapan Model

Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Sikap

Ilmiah Pada Pembelajaran IPA Siswa Sekolah Dasar memiliki kesamaan

dengan penelitain Yulis Suwandi, tahun 2015 berjudul Peningkatan Hasil

Belajar IPA Tentang Ekosistem Melalui Metode Problem Based Learning Pada
Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Perbedaanya terletak pada fokus peningkatanya.

Penelitian Singh, Kumar Vinnod, tahun 2016 berjudul A studi of relationship

between scientific attitude and academi achievent of rural area’s intermediate

college grill (science stream only). Persamaanya dengan peneliti yaitu

meningkatkan sikap ilmiah yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa,

karena prestasi belajar siswa berkaitan dengan sikap ilmiah, perbedaanya pada

subjek penelitian. Dalam penelitian Kereh C, Reinhard P, Anastasija L, tahun

2017 berjudul Scientific Approach to Build Students’ Scientific Attitudes and Its

Effectiveness toward Their Achievement in Physics memiliki kesamaan meneliti

sikap ilmiah pada siswa, kebaruan atau perbedaan dari penelitian ini dengan

penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu di jurnal ini meneliti kelas 7 sekolah

menengah pertama sedangkan peneliti akan meneliti kelas IV sekolah dasar.

Penelitian yang dilakukan Sardinah dkk yang berjudul Relevansi Sikap Ilmiah

Siswa dengan Konsep Hakikat Sains dalam Pelaksanaan Percobaan Pada

Pembelajaran IPA di SDN Kota Banda Aceh. Dari jurnal tersebut membuat

peneliti tertarik untuk menyelesaikan masalah yang ada di sekolahan

menggunakan model pembelajaran problem based learning dalam upaya untuk

meningkatkan sikap ilmiah dan prestasi belajar siswa pada kelas IV di Sekolah

Dasar Negeri 2 Gerduren.

F. Kerangka Pikir

Kerangka piker merupakan penjelasan sementara terhadap sesuatu gejala

yang menjadi objek permasalahan dalam melakukan penelitian. Kerangka

berpikir ini disusun berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil penelitian yang
relevan atau terkait. Pendidik atau guru mempunyai kewajiban untuk mengajar.

Penggunaan model atau strategi pembelajaran yang inovatif digunakan serta

tepat dan sesuai. Sehingga diharapkan dapat menciptakan suasana kelas yang

kondusif serta menyenangkan bagi siswa sehingga siswa tidak merasa bosan dan

merasa tertarik untuk mempelajari materi yang sedang disampaikan saat proses

pembelajaran berlangsung. Sehingga di sini pembelajaran akan bersifat

multiarah karena tidak hanya guru yang memberikan pengetahuan kepada siswa

tetapi siswa juga memberikan pengetahuan terhadap guru. Kelas yang kondusif

serta menyenangkan nantinya akan mempengaruhi respon positif siswa terhadap

pembelajaran tersebut.

Strategi maupun model pembelajaran harus sesuai dengan pembelajaran yang

akan dilaksanakan. Oleh karena itu, peneliti menggunakan model pembelajaran

Problem Based Learning untuk menngkatkan sikap ilmiah dan prestasi belajar

siswa kelas IV pada tema 9 (kayanya negeriku). Metode ini dirasa cocok

digunakan untuk pembelajaran yang melibatkan siswa dalam penemuan suatu

konsep melalui suatu pengujian yang dilakukan secara langsung pada setiap

dimensi sikap ilmiah sendiri serta keaktifan dan pemahaman bagi siswa. Siswa

secara penuh berperan sebagai seorang peneliti dalam proses pembelajaran yang

dilakukam. Penggunaan model pembelajaran ini, diharapkan dapat

meningkatkan sikap ilmiah dan prestasi belajar siswa kelas IV.

Penelitian sikap ilmiah dan prestasi belajar siswa menggunakan model

pembelajraran problem based learning ini untuk meneliti sikap ilmiah pada

siswa dilakukan dengan pengisian angket dan lembar kerja siswa yang sudah
disiapkan oleh peneliti, sedangkan untuk melihat prestasi belajar pada siswa

dilakukan dengan tes tertulis yaitu lembar evaluasi siswa. Apabila digambarkan

dalam bentuk diagram maka dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut:

del konvensional
menggunakan dan PBL
model keterlibatan siswa dalam sikap
dalam meningkatkan pembelajaran kurang
ilmiah dan prestasi belajar siswa Tema 9 Sub tema 1 belum mencapai ind
wa tidak percaya dengan jawaban sendiri dan melihat pekerjaan teman, siswa tidak mau bertanya kepada guru apabila belum

Observasi

Tindakan Siklus II
Refleksi
Penerapan model pembelajaran PBL untuk meningkatkan sikap ilmiah dan prestasi belajar siswa dalam tema 9 Sub tema 2
Observasi

Kondisi Akhir Refleksi


Melalui kegiatan pembelajaran dengan model problem based learning (PBL) dapat mengingkatkan sikap ilmiah dan prestasi

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir


G. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori hasil penelitian dan kerangka pikir, maka dapat

disimpulkan bahwa hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning dapat

meningkatkan sikap ilmiah pada tema 9 (kayanya negeriku) kelas IV SD N 2

Gerduren.

2. Penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning dapat

meningkatkan prestasi belajar pada tema 9 (kayanya negeriku) kelas IV SD N

2 Gerduren.

Anda mungkin juga menyukai