Anda di halaman 1dari 55

PAJAK PENGHASILAN

Riri Rumaizha S.E.,M.Ak


2021
TOPIK PEMBAHASAN

Deductible & Pajak


Subjek,Objek Kompensasi
Non Penghasilan
PPh, & Tarif Pembukuan Kerugian &
Deductible Orang
Pajak Kredit Pajak
Expenses Pribadi
PAJAK PENGHASILAN UMUM

Orang Pribadi

Subjek PPH
Badan

WarisanYang
Belum Terbagi
Orang Pribadi
BUT
Badan
PAJAK PENGHASILAN UMUM

Penghasilan
Bukan Objek Pajak
Objek Pajak
(Pasal 4(3))

Tidak Dikenakan PPh FINAL Dikenakan PPh FINAL


(Pasal 4(1)) (Pasal 4(2))
• Berdasarkan UU no.36 tahun
2008 Pasal 4(2)
PAJAK PENGHASILAN UMUM

• TARIF PAJAK
Berdasarkan UU no.36 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, Pasal 17, tarif pajak atas penghasilan
kena pajak
PAJAK PENGHASILAN UMUM

• Tarif Pajak Khusus


PAJAK PENGHASILAN UMUM

Penghasilan Kena Pajak (UU No.36 Pasal 6)

PKP Wajib Penghasilan PKP Wajib


Penghasilan
PTKP Pajak Orang
Neto Neto Pajak Badan
Pribadi

Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto – Biaya-biaya yang Dapat Dikurangkan Menurut UU PPh
PAJAK PENGHASILAN UMUM

• Menurut UU no.36 tahun 2008 Pasal 14


• Wajib pajak harus menyelengarakan pembukuan yang mencakup tentang penghasilan
Wajib Pajak sehingga dapat menyajikan informasi yang benar dan lengkap

Badan & BUT Pembukuan

Wajib Pajak

Orang Pribadi Pencatatan


PAJAK PENGHASILAN UMUM

• Deductible Expense,
berdasarkan UU no.36
tahun 2008 Pasal 6(1)
• Non Deductible
Expense, berdasarkan
UU no.36 Tahun 2008
Pasal 9 (1)
PAJAK PENGHASILAN UMUM

• Berdasarkan UU No.36 Tahun 2008, Pasal


6(2), Apabila penghasilan bruto setelah
pengurangan didapat kerugian, kerugian
tersebut dikompensasikan dengan
penghasilan mulai tahun pajak berikutnya
berturut-turut sampai dengan 5 Tahun
• Kerugian tersebut dikompensasikan dengan
penghasilan neto atau laba fiskal dimulai
sejak tahun berikutnya sesudah tahun
didapatnya kerugian tersebut
PAJAK PENGHASILAN UMUM

Contoh :
• PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp.1.200.000.000. Dalam
5 tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut:
• 2010 : laba fiskal Rp.200.000.000
• 2011 : rugi fiskal (Rp.300.000.000)
• 2012 : laba fiskal Rp. N I H I L
• 2013 : laba fiskal Rp.100.000.000
• 2014 : laba fiskal Rp.800.000.000
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Rugi Fiskal Tahun 2009 (1.200.000.000)
• Kompensasi Laba Fiskal 2010 200.000.000
kerugian Sisa Rugi Fiskal 2009 (1.000.000.000)
dilakukan Rugi Fiskal 2011 (300.000.000)
sebagai berikut: Sisa Rugi Fiskal 2009 (1.000.000.000)
Laba Fiskal 2012 NIHIL
Sisa Rugi Fiskal 2009 (1.000.000.000)
Laba Fiskal 2013 100.000.000
Sisa Rugi Fiskal 2009 (900.000.000)
Laba Fiskal 2014 800.000.000
Sisa Rugi Fiskal 2009 (100.000.000)
PAJAK PENGHASILAN UMUM

• Pada akhir tahun 2014, rugi fiskal berjumlah Rp.400.000.000


• Sisa Rugi tahun 2009 = Rp.100.000.000
• Rugi Fiskal tahun 2011 = Rp.300.000.000
• Sisa rugi fiskal 2009 tidak dapat lagi dikompensasikan ke laba fiskal tahun 2015 dan seterusnya
• Sebaliknya rugi fiskal 2011 mulai berlangsung dikompensasikan dari tahun 2012, 2013, 2014 (3
tahun) dan masih dapat di kompensasikan 2 tahun berikutnya, misalkan :
• 2015 : Laba Fiskal Rp.75.000.000
• 2016 : Laba Fiskal Rp.150.000.000
• 2017 : Laba Fiskal Rp.200.000.000
• Kredit Pajak adalah pengurangan PPh
terutang yang merupakan rincian kredit
PPh yang dipotong/dipungut pihak lain
tidak termasuk yang bersifat final dan
dikenakan pajak tersendiri serta rincian
penghasilan neto luar negeri yang diterima
Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak
angkat yang belum dewasa dalam Tahun
Pajak yang bersangkutan, kecuali istri yang
telah hidup berpisah atau mengadakan
perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan, berdasarkan UU PPh Pasal
24, Pasal 28 dan PP No.25 tahun 2001
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
• Berdasarkan Undang-
undang No.36 tahun 2008,
Pasal 2, subjek pajak orang
pribadi dibagi lagi menjadi
subjek pajak dalam negeri
(SPDN) dan subjek pajak
luar negeri (SPLN)
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
Uraian SPDN SPLN
Definisi Orang pribadi yang Orang pribadi yang
• Bertempat tinggal di • Tak bertempat tinggal di
Indonesia atau Indonesia, atau
• Berada di Indonesia lebih dari • Berada di Indonesia tidak
183 hari dalam jangka waktu lebih dari 183 hari dalam
12 bulan, atau jangka waktu 12 bulan;
• Dalam suatu tahun pajak • Menjalankan usaha atau
berada di Indonesia dan melakukan kegiatan melalui
mempunyai niat untuk BUT di Indonesia; atau
bertempat tinggal di • Dapat menerima atau
Indonesia memperoleh penghasilan
dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui
BUT di Indonesia
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

Uraian SPDN SPLN


Kewajiban Pajak Kewajiban pajak subjektifnya • Bagi yang mempunyai BUT
Subjektif dimulai pada saat orang pribadi di Indonesia, kewajiban
tersebut dilahirkan, berada, pajak subjektifnya dimulai
atau berniat untuk bertempat pada saat orang pribadi
tinggal di Indonesia dan tersebut menjalankan
berakhir pada saat meninggal usaha atau melakukan
dunia atau meninggalkan kegiatan BUT dan berakhir
Indonesia untuk selama- pada saat tidak lagi
lamanya menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan
melalui BUT
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

Uraian SPDN SPLN


Kewajiban • Bagi SPLN yang tidak
Pajak Subjektif mempunyai BUT di
Indonesia, kewajiban pajak
subjektinya dimulai pada
saat orang pribadi tersebut
menerima atau
memperoleh penghasilan
dari Indonesia dan berakhir
pada saat tidak lagi
menerima atau
memperoleh penghasilan
tersebut
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

• Merujuk pada Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, subjek


PPh Orang Pribadi Dalam Negeri adalah WP Orang Pribadi yang merupakan
Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA), yang:
• Bertempat tinggal di Indonesia
• Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
• Atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

• Subjek PPh Orang Pribadi Luar Negeri WP Orang Pribadi, yang:


• Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
• WNA yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
• WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
serta memenuhi persyaratan
• PAJAK PENGHASILAN WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

• Benefit in Cash (BIC) & Benefit in Kind (BIK)


BIC
• Berdasarkan UU PPh Pasal 4(1) poin a, penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pension atau imbalan dalam bentuk lainnya merupakan objek pajak penghasilan
pasal 21
BIK
• Berdasarkan UU PPh Pasal 4(3) poin d, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah, bukan merupakan objek pajak penghasilan pasal 21
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

• Objek PPH Pemberi Penghasilan Jenis Penghasilan

Wajib Pajak Benefit In Cash Benefit In Kind

Orang Pribadi Pemerintah Objek Pajak Non Objek Pajak


Non Wajib Pajak Objek Pajak Objek Pajak
Wajib Pajak yang dikenakan Objek Pajak Objek Pajak
PPh Final
Wajib Pajak yang dikenakan Objek Pajak Objek Pajak
PPh berdasarkan norma
penghitungan khusus
(deemed profit)
Wajib Pajak lain Objek Pajak Non Objek Pajak
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

• Penghasilan Tidak Kena Pajak 2021


PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

Perhitungan PPH OPPAJAK PENGHASILAN


ORANG PRIBADI

Mekanisme PPh Final (PP


NPPN
Umum No.23 Tahun 2018)

*) Mekanisme Umum dan NPPN (Periode Tahunan), sedangkan PP 23 thn 2018 (Periode
Bulanan dan FINAL)
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
Peredaran bruto Rp.445.000.000
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
Contoh: penghasilan 255.000.000
• Berikut laporan Laba usaha/pendapatan neto
Penghasilan lainnya
190.000.000
15.000.000
Laba Rugi Biaya lainnya (5.000.000)
UD.Anugerah Jumlah penghasilan neto (laba sblm pajak) 200.000.000
Kompensasi kerugian (20.000.000)
milik Tuan Penghasilan neto 180.000.000
Badrun PTKP (K/1) (63.000.000)
Penghasilan Kena Pajak (PKP) 117.000.000
Tarif :
5% × 50.000.000 = 2.500.000
15% × 67.000.000 = 10.050.000
PPH Terutang 12.550.000
A. Dalam Negeri
• Apabila Tn.Badrun memiliki • Penghasilan neto dari usaha Rp.200.000.000
penghasilan selain dari usaha, • Penghasilan neto dari pekerjaan 30.000.000
yaitu penghasilan sebagai • Penghasilan neto lainnya 22.000.000
dosen yang penghasilan neto Jumlah penghasilan neto dalam negeri 252.000.000
nya sebesar Rp.30.000.000
• Penghaslan royalti buku B. Luar negeri
sebesar Rp.10.000.000 • Penghasilan neto luar negeri 40.000.000
• Dividen sebesar
Jumlah seluruh penghasilan neto 292.000.000
Rp.12.000.000
Kompensasi kerugian (20.000.000)
• Bunga deposito dari bank di Penghasilan neto 272.000.000
Singapura sebesar PTKP (K/1) (63.000.000)
Rp.40.000.000 Penghasilan Kena Pajak (PKP) 209.000.000

Tarif :
5% × 50.000.000 = 2.500.000
15% × 159.000.000 = 23.850.000
PPH Terutang 26.350.000
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

Perhitungan PPH OP PP 23/2018

Penghasilan Bruto 300.000.000


NPPN (mis: 25%) 75.000.000
Dikurangi:
PTKP (K/2) 67.500.000(-)
PKP 7.500.000
Tarif :
5% × 7.500.000 = 375.000

PPH Terutang Rp.375.000


• Norma Penghitungan Penghasilan
Neto (NPPN)
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
Contoh
• Pak Adit merupakan seorang Dokter yang bertempat
tinggal di Jakarta, mempunyai 3 orang anak dan seorang
istri yang tidak bekerja. Penerimaan bruto sebagai dokter
selama tahun 2017 di Jakarta adalah sebesar Rp.
720.000.000. Selain itu, Pak Adit juga memiliki usaha
industri rotan yang berlokasi di Cirebon. Selama tahun
2017, diketahui peredaran bruto dari industri rotan adalah
sebesar Rp. 400.000.000.
• Pak Adit tidak melakukan pembukuan atas seluruh
transaksi yang terjadi baik yang berkaitan dengan industri
rotan yang dimiliki ataupun yang berkaitan dengan profesi
dokter.
• Namun, Pak Adit telah mengajukan surat pemberitahuan
kepada DJP untuk menggunakan NPPN dalam menentukan
penghasilan netonya.
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

• PPh Pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan
• Besarnya angsuran pajak PPh 25 digunakan sebagai kredit pajak terhadap
pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun
pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

Contoh Uraian Rp

• Tn.Dudi seorang 1. PPh Orang Pribadi Terutang tahun 2014


2. Kredit pajak yang dipotong pihak lain selama
3.400.000

auditor yang tahun 2014 (PPh 21,PPh 22, PPh 23, dan PPh
menjalankan 24) 1.000.000
profesinya sendiri, 3. PPh yang harus dibayar sendiri (1-2) 2.400.000
menghitung PPh Pasal 4. Pph telah dibayar sendiri:
• PPh Pasal 25 (Rp.10.000 × 12) 120.000
25 untuk tahun 2015 5. PPh kurang bayar (Pasal 29) (3-4) 2.280.000
sebagai berikut: 1
6. Angsuran PPh 25 tahun 2015 ( 12 × 3) 200.000
• Pelaporan Pajak
Penghasilan WPOP
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

• Wajib Pajak Orang


Pribadi Pengusata
Tertentu
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

Contoh penghitungan PPh Pasal 25 WP OPPT:


• Tempat Tinggal Dan Tempat Usaha Berada Dalam Satu KPP.
• Tn. Ninu mempunyai tempat tinggal sekaligus tempat usaha sebagai Pedagang Pengecer di KPP A dan tidak
memilih untuk dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23 tahun 2018, maka wajib mendaftarkan NPWP di KPP
A.
• Omset usahanya sebesar Rp50.000.000,00 pada bulan Juni 2019.
• Terhadap Tn. Ninu hanya diterbitkan NPWP domisili (tidak perlu diterbitkan NPWP cabang).
• Pembayarannya adalah 0,75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan kotor/pendapatan kotor yaitu sebesar :
• 0,75% x Rp50.000.000 = Rp375.000,00.
• Nilai ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak saat penghitungan pajak Tuan Ninu pada akhir tahun.
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

• Tempat Tinggal Dan Tempat Usaha Berbeda KPP.


• Tn. Nana mempunyai tempat tinggal di wilayah KPP A dan tempat usaha sebagai Pedagang Pengecer di wilayah KPP B dan
tidak memilih untuk dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23 tahun 2018. Maka, Tn. Nana wajib mendaftarkan NPWP di KPP
A sebagai NPWP domisili dan juga mendaftarkan NPWP di KPP B sebagai NPWP Cabang/ NPWP Lokasi.
• Di KPP A, Tn. Nana tidak memiliki kewajiban PPh Pasal 25 sedangkan di KPP B Tn. Nana memiliki kewajiban PPh Pasal 25.
• Omset usaha Tn. Nana di wilayah KPP B adalah sebesar Rp100.000.000,00.
• Pembayarannya adalah 0,75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan kotor/pendapatan kotor yaitu sebesar :
• 0,75%x Rp100.00.000 = Rp750.000,00.
• Nilai ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak saat penghitungan pajak Tn Nana pada akhir tahun. Sedangkan pelaporan SPT
Tahunan dilakukan di KPP A.
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

• Tempat Tinggal Dan Tempat Usaha Di Lebih Dari Satu KPP.


• Tn. Nunu mempunyai tempat tinggal di KPP A, mempunyai 2 tempat usaha sebagai
Pedagang Pengecer di KPP B dan 1 tempat usaha di wilayah KPP C. Tn. Nunu tidak memilih
untuk dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23 tahun 2018.
• Maka di KPP A, Tn. Nunu diterbitkan NPWP Domisili, tidak ada kewajiban PPh Pasal 25. Di
KPP B diterbitkan 2 NPWP Cabang atas masing-masing tempat usaha dan memiliki
kewajiban PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto dari masing-masing tempat
usaha.
• Di KPP C diterbitkan 1 NPWP Cabang atas 1 tempat usaha, PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari
peredaran bruto.
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

Wajib pajak non efektif


adalah status ketika
wajib pajak dikecualikan
dari pengawasan
administrasi rutin dan
kewajiban
menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT).
Tahap Pengajuan Status ‘NE’
• Mengisi Formulir Permohonan
Penetapan Wajib Pajak Non Efektif
sebagai permohonan untuk
menjadi wajib pajak NE. (Berikut
contoh formulirnya)
• Kemudian mengirimkannya ke
KPP
• Atau bisa secara online dengan
mengisi Formulir Permohonan
Penetapan Wajib Pajak Non Efektif
pada Aplikasi e-Registration yang
tersedia pada laman Ditjen Pajak
(www.pajak.go.id)
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

• Wajib pajak yang telah menyampaikan formulir tersebut juga harus menyertakan dokumen yang
disyaratkan melalui e-Registration maupun secara langsung ke KPP wilayah tempat tinggal atau tempat
usaha wajib pajak. Dokumen yang disyaratkan adalah dokumen yang menunjukkan bahwa wajib pajak
memenuhi kriteria sebagai wajib pajak non efektif.
• Batas waktu penyertaan dokumen yang disyaratkan adalah 14 hari. Bila setelah 14 hari kerja KPP belum
menerima dokumen yang dimaksud, maka permohonan untuk menjadi wajib pajak NE dianggap tidak
diajukan.
• Namun bila dalam jangka waktu yang ditentukan, dokumen yang disyaratkan sudah diterima secara
lengkap, maka KPP akan menerbitkan Bukti Penerimaan Surat secara elektronik.
• Untuk menetapkan wajib pajak non efektif secara jabatan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan
penelitian administrasi perpajakan terlebih dahulu, sebelum menetapkan seorang wajib pajak sebagai
wajib pajak NE.
• Bila KPP telah menyetujui permohonan wajib pajak dan telah menetapkannya menjadi wajib pajak NE,
maka KPP akan menyampaikan pemberitahuan kepada wajib pajak dimaksud. Kemudian pusat informasi
perpajakan Kantor Pusat DJP akan memberikan kode “NE” pada master file wajib pajak yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai