Anda di halaman 1dari 5

“Sekilas Tentang Biennale,Triennale dan Art Fair di Indonesia “

A. Biennale dan Triennale

Biennale dan triennale adalah acara utama seni kontemporer saat ini, yang diadakan setiap dua tahun
sekali untuk biennale dan tiga tahun sekali untuk triennale. Acara ini biasanya diadakan dalam lingkup
internasional dan diselenggarakan oleh sebuah kota besar. Selain itu, acara ini non-komersial, yang
berarti seniman diundang atau dipilih untuk menghadiri acara, tapi tidak menjual karyanya.

Sebuah biennale biasanya memiliki tema resmi dan mengundang negara lain sebagai partisipan, yang
rata-rata adalah seniman residensi. Biennale diadakan di beberapa tempat di kota yang dipilih,
biasanya tak jauh dengan pusat kota. Seniman-seniman yang ikut serta dalam biennale dominan
menyuguhkan karya yang lebih mempertimbangkan ruang, karena ruang pamer adalah kunci utama
biennale guna menarik masyarakat umum untuk mengapresiasi karya-karya seni.

(http://arthistory.about.com/od/collecting_and_appraising/a/biennale.htm)

Di Indonesia juga ada dua kota yang aktif mengadakan biennale, yakni Jakarta dan Yogyakarta. Untuk
triennale sendiri baru diselenggarakan di Jakarta.

Gambar 1. Performance art Melati Suryodarmo ‘Sweet Dreams Sweet’ untuk pembukaan Jakarta
Biennale ke-15 “SIASAT”

(http://media.viva.co.id/images/2013/11/10/228891_performance–sweet-dreams-sweet–karya-melati-
suryodarmo.JPG)
Jakarta Biennale ke-15 “SIASAT” didukung penuh oleh Dewan Kesenian Jakarta dan Dinas Pariwisata &
Kebudayaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Perhelatan seni rupa kontemporer berskala internasional
ini diselengarakan pada 9-30 November 2013 di basement Teater Jakarta-Taman Ismail Marzuki,
Museum Seni Rupa & Keramik, lembaga budaya, dan ruang publik di Jakarta. “SIASAT” mengundang
seniman, baik individu maupun kelompok, yang berkarya lewat metode kolaborasi, partisipasi,
intervensi di ruang publik, kerja bersama komunitas, dan respons tematik dengan subjek dan ruang
tertentu.

(http://jakartabiennale.net/)

Gambar 2.Instalasi karya Syagini Ratna Wulan ‘100 Moving Numbers’ yang dipamerkan di BIENNALE
JOGJA XII EQUATOR #2.

(http://www.biennalejogja.org/2013/artist-en/syagini-ratna-wulan-idn-3/?lang=en)

Tak bisa dipungkiri, Biennale Jogja (BJ) merupakan perhelatan besar seni rupa rutin yang paling
konsisten di Indonesia. Tandingannya hanyalah Biennale Jakarta (yang walau lebih tua dari pada BJ
namun tidak serutin BJ penyelenggaraannya). Beberapa biennale lain, seperti di Jawa Timur dan Bali,
belum setua kedua biennale yang saya sebut sebelumnya dan juga tidak diselenggarakan serutin
keduanya. Seperti Biennale Jakarta, BJ merupakan produk pemerintah kota.

Pada 2011 Yayasan Biennale Yogyakarta (YBY) meluncurkan proyek Biennale Jogja seri Equator (Biennale
Equator), serangkaian pameran dengan agenda jangka panjang yang akan berlangsung sampai dengan
tahun 2022. Biennale Equator akan mematok batasan geografis tertentu sebagai wilayah kerjanya, yakni
kawasan yang terentang di antara 23.27° LU dan 23.27° LS. Dalam setiap penyelenggaraannya Biennale
Equator akan bekerja dengan satu, atau lebih, negara, atau kawasan, sebagai ‘rekanan’, dengan
mengundang seniman-seniman dari negara-negara yang berada di wilayah ini untuk bekerja sama,
berkarya, berpameran, bertemu, dan berdialog dengan seniman-seniman, kelompok-kelompok,
organisasi-organisasi seni dan budaya Indonesia di Yogyakarta.

Biennale Equator bertekad untuk mengembangkan perspektif baru dalam wacana seni rupa
kontemporer, sekaligus untuk membuka diri dan melakukan revisi atas ‘kemapanan’ ataupun konvensi
atas kegiatan sejenis. Di tengah dinamika medan seni rupa global yang sangat dinamis—seolah-olah
inklusif dan egaliter, hirarki antara pusat dan pinggiran sebetulnya masih sangat nyata. Oleh karena itu
kebutuhan-kebutuhan untuk melakukan intervensi menjadi sangat mendesak. YBY mengangankan suatu
sarana (platform) bersama yang mampu menyanggah, menyela atau sekurang-kurangnya memprovokasi
dominasi sang pusat, dan memunculkan alternatif melalui keragaman praktik seni rupa kontemporer
dari perspektif Indonesia.

(www.biennalejogja.org/2013/tentang-kami/)

Gambar 3.Fajar Abadi RDP dalam performancenya yang diberi judul “Kueh Senyum” di perhelatan
Indonesian SEA + Triennial

(http://img.indoartnow.com/uploads/artwork/image/11301/artwork-1384441793.jpg)

Di Indonesian SEA + Triennial adalah satu-satunya acara seni rupa internasional yang diadakan tiga
tahun sekali di Jakarta, dan di dukung oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Indonesia.
SEA + adalah singkatan dari Southeast Asia Plus, dimaksudkan sebagai platform untuk pameran seni
visual, termasuk karya-karya dari Asia Tenggara (plus) negara-negara yang diundang sesuai dengan tema
yang berbeda di tiap acaranya.

Pada 2013, SEA + Triennial akan mencakup seniman dari sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara, dan
seniman dari seluruh Asia. Tema untuk tahun ini adalah “Global Art, Ways Around Asia”. Tanggung
jawab kuratorial pameran ini diserahkan kepada Pak Jim Supangkat sebagai ketua dan termasuk
Suwarno Wisetrotomo, Asikin Hasan, Badrolhisham Mochammad Thahir, Rizki Ahmad Zaelani, dan Rikrik
Kusmara.

(http://seaplus-triennale.info/wp/)

• Art Fair

Art Fair adalah perhelatan seni yang sangat identik dengan penjualan karya seni , dimana art fair
memilili dua ciri, yang pertama adalah ciri pameran raksasa , seperti Art Basel ( diadakan setiap tahun di
Swiss dan Miami Beach ) . Ini biasanya diadakan di dalam ruangan , dan mewakili seniman dan galeri
yang telah dipilih oleh panitia untuk berpartisipasi.

Tipe lain dari art fair adalah seni dengan perhelatan yang meriah, kurang lebih seperti sebuah festival
pada umumnya . Ini biasanya diadakan di ruang terbuka. Satu catatan kecil, perbedaan antara art fair
dan craft and design fair adalah art fair memiliki sistim standar pameran seni dan memiliki tim
kuratorial, yang kedua akan adanya tamu undangan yang meliputi seniman, kritikus seni, budayawan
dan kolektor seni yang akan melebur dalam perhelatan art fair tersebut, tentunya dijamin karya-karya
seni yang dipamerkan dan dijual asli karya dari seniman-seniman yang terpilih oleh panitia art fair.

(http://arthistory.about.com/od/collecting_and_appraising/a/biennale.htm)
Gambar 4.Karya patung milik seniman Diana.P.Harjanti “Little One” yang dipamerkan di ArtJog13

(http://artfairjogja.com/web/artjog13/Diana_P_Harjanti.JPG)

Di Indonesia sendiri art fair mulai dikenal lewat perhelatan ART|JOG di Yogyakarta. ART|JOG merupakan
sebuah bursa seni rupa kontemporer yang unik. Berbeda dengan bursa seni rupa lainnya, ART|JOG
secara langsung memamerkan karya seni rupa kontemporer Indonesia, mulai dari karya seniman-
seniman muda berbakat hingga perupa papan atas Indonesia

Diselenggarakan di Yogyakarta, salah satu kota heritage di Indonesia dengan karakternya yang khas:
perpaduan atmosfer tradisi budaya jawa yang kental dan gerak kehidupan kontemporer yang dinamis
dan terbuka. Yogyakarta juga dikenal sebagai dapurnya produksi seni rupa kontemporer di kawasan Asia
Tenggara. Sebagai art fair yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun, ART|JOG sekaligus menjadi
semacam outlet untuk melihat kecenderungan artistik terkini karya-karya seni rupa kontemporer
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai