ABSTRACT
Case report : in the case of a 24-year-old male with herpes zoster, how is the
management principle in that patient.
ABSTRAK
Laporan kasus : Laporan ini memaparkan kasus pasien laki-laki usia 24 tahun
dengan Herpes Zoster, serta prinsip menajemen pada pasien tersebut.
PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
Pasien laki-laki berumur 24 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSU Undata dengan keluhan timbul vesikel terletak unilateral di dada kiri
menjalar ke punggung kiri semenjak 2 minggu yang lalu. Awalnya lesi timbul
makula eritem kemudian berkembang menjadi vesikel jernih. Pasien mengaku lesi
terasa gatal dan nyeri. Pasien tidak pernah memiliki keluhan yang sama
sebelumnya. Tidak ada keluhan yang sama diderita dilingkungan tempat tinggal
pasien. Sakit kepala ada, Demam ada.
Pasien datang dengan keadaan umum sakit ringan, status gizi baik,
kesadaran komposmentis. Hasil pemeriksaan dermatologis ditemukan Tampak
vesikel jernih dan berwarna keabu-abuan berukuran lentikular sampai numular
multiple dengan batas sirkumskrip terletak unilateral di dada kiri menjalar ke
punggung kiri dengan dasar eritema disertai erosi. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik maka pasien dapat didiagnosis dengan Herpes Zooster.
Pasien merupakan seorang mahasiswa. Pasien tinggal Bersama
keluarganya. Tidak ada dari anggota keluarga pasien ini yang menderita penyakit
dan keluhan yang sama.
Gambar 1. Tampak krusta berwarna kuning tidak teratur sirkumskrip
disertai vesikel, erosi dengan dasar makula eritema di regio thorax sinistra
menjalar ke bagian dorsal.
DISKUSI
Herpes zoster (HZ) adalah penyakit neurokutaneus yang menyakitkan
yang disebabkan oleh reaktivasi virus laten varicella-zoster (VZV) yang didapat
selama infeksi VZV primer (mis, Varicella atau cacar air). Reaktivasi VZV
terutama terkait dengan berkurangnya imunitas yang dimediasi sel (CMI).5
Virus varicella zoster adalah salah satu dari delapan virus herpes yang
hanya bersifat patogen bagi manusia. Hal ini menyebabkan infeksi primer yang
disebut varicella / cacar air, paling umum pada anak-anak yang sangat menular.
Ini paling umum ditularkan melalui jalur udara dari seseorang. kepada orang atau
melalui kontak langsung dengan lesi. Selama infeksi primer, virus menyebar
melalui aliran darah ke kulit, mukosa mulut, dan kelenjar getah bening,
menyebabkan ruam varisela yang umum.6
Reaktivasi terjadi jika sistem imun tubuh menurun. Karakteristik
penyakit ini ditandai dengan adanya ruam vesikular unilateral yang berkelompok
dengan nyeri yang radikular sekitar dermatom.Varisela merupakan infeksi primer
virus
yang terjadi pertama kali pada individu yang berkontak dengan varicella
zoster. Varisela zoster mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang
dikenal dengan nama herpes zoster.7
Pada anamnesis didapatkan keluhan pasien demam, sakit kepala, lemas,
dan nyeri hanya pada sisi kiri tubuh kemudian diikuti munculnya macula eritema
kemudian berkembang menjadi vesikel jernih. Pasien mengaku lesi terasa gatal
dan nyeri. Berdasarkan teori, Herpes zoster adalah akibat dariinfeksi VZV yang
mengalami reaktivasi setelah masa dorman di ganglion dorsalis. Mula-mula
penderita mengalami demam atau panas, sakit kepala, lemas dan fotofobia akut
disertai nyeri yang terbatas pada satu sisi tubuh saja. Pada fase akut selanjutnya
muncul makula kecil eritematosa di bagian tubuh yang nyeri, dalam 1-2 hari akan
berubah cepat menjadi papul dan kemudian berkembang menjadi vesikel, semakin
hari menyebar dan membesar, dapat disertai dengan rasa gatal dan nyeri yang tak
tertahankan.8
Kemunculan vesikel baru lebih dari satu minggu hal tersebut berhubungan
dengan sindrom imunodefisiensi. Cairan vesikel akan menjadi keruh disebabkan
masuknya sel radang sehingga akan menjadi pustula. Lesi kemudian akan
mengering yang diawali pada bagian tengah sehingga terbentuk umbilikasi dan
akhirnya akan menjadi krusta dalam waktu yang bervariasi antara 2-12 hari,
krusta akan lepas dalam waktu 1-3 minggu, dan sembuh dalam waktu 3-4 minggu.
Untuk menegakkan diagnosis secara pasti dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium polymerase chain reaction (PCR) merupakan tes yang paling sensitif
dan spesifik dengan sensitifitas berkisar 97-100%, membutuhkan setidaknya satu
hari untuk mendapatkan hasilnya. Dengan metode ini dapat digunakan berbagai
jenis preparat seperti scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta
dapat juga digunakan sebagai preparat. 7 Tes ini dapat menemukan asam nukleat
dari virus varicella zoster. Dapat juga dilakukan pemeriksaan direct fluorescent
assay (DFA) hasil dari pemeriksan ini cepat untuk mendiagnosis herpes
zoster.Preparat diambil dari scraping dasar vesikel. Tes ini dapat menemukan
antigen virus varicella zoster dan dapat membedakan antara virus herpes zoster
dan virus herpes simpleks dengan sensitivitas 90%.8
Dapat dilakukan pemeriksan tes Tzank yaitu dengan cara preparat diambil
dari scraping dasar vesikel yang masih baru kemudian diwarnai dengan
Hematoxylin Eosin, Giemsa, Wright toluidine blue. Preparat diperiksa dengan
menggunakan mikroskop cahaya akan menunjukkan sel giant multinuleat. Tes ini
tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks
virus.7 Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%. Pemeriksaan kultur virus
merupakan pemeriksaan yang sangat spesifik tetapi hasilnya ditunggu 1-2 minggu
dan VZV hanya terdeteksi 60%-70% dari specimen.8
Tujuan utama terapi pada pasien herpes zoster yaitu untuk mempercepat
penyembuhan, mencegah kearah yang lebih parah, mengurangi rasa nyeri akut
dan kronis dan mengurangi komplikasi. Terapi antiviral yang dapat diberikan
asiklovir, famciclovir, valacyclovir. Asiklovir merupakan bekerja dengan sebagai
inhibitor kompetitif dalam pembentukan DNA virus. Asiklovir merupakan analog
guanosin berikatan dengan HSV-timidin kinase, kemudian asiklovir dikonversi
menjadi acycgloguanosine monofosfat (acyclo-GMP) diikuti oleh fosforilasi oleh
seluler kinase menjadi bentuk trifosfat aktif yaitu acycloguanosine trifosfat
(acyclo-GTP). Acyclo_GTP memiliki afinitas yang lebih besar pada polymerase
virus DNA dibandingkan polymerase seluler, dimana memiliki fungsi sebagai
substrat untuk mengikat masuk ke dalam DNA virus. Sehingga polymerase virus
DNA yang berikan dengan acyclo_GTP tidak dapat berikan dengan DNA virus
sehingga tidak terjadi replikasi.
Pada kasus diberikan asiklovir tablet 5 x 800 mg selama 7 – 10 hari.
Secara umum obat ini aman dan ditoleransi aman pemberian pada orang tua. Efek
samping biasanya mual, muntah, diare, sakit kepala pada 8%- 17% pasien. Obat
ini diekresikan di ginjal sehingga dosisnya harus disesuaikan karena
memungkinkan terjadinya insufisiensi ginjal. Untuk pengobatan topikal diberikan
krim asam fusidat 2% 2-3 kali selama 7 -10 hari. Indikasi pemberian topikal
antibiotik yaitu terjadinya ulserasi. KIE (komunikasi, informasi, edukasi)
diberikan mengenai perjalanan penyakit Herpes Zoster, mencegah penularan, lesi
biasanya membaik dalam 2-3 minggu pada individu imunokompeten, menjaga lesi
tetap kering, dan komplikasi neuralgia pasca herpetik.8-9
KESIMPULAN
Herpes zoster atau shingles merupakan manifestasi klinis karena reaktivasi
virus varisela zoster (VZV). Selama terjadi infeksi varisela, VZV meninggalkan
lesi di kulit dan permukaan mukosa menuju ujung saraf sensorik. Kemudian
menuju ganglion dorsalis. Dalam ganglion, virus memasuki masa laten dan tidak
mengadakan multiplikasi lagi. Penanganan pada pasien ini prinsipnya
memberikan obat sistemik dan kortikosteroid untuk mengobati penyebabnya.
PERSETUJUAN
Pada laporan kasus ini, penulis telah menerima persetujuan dari pasein
dalam bentuk Informed Consent.
KONFLIK KEPENTINGAN
Penulis menyatakan bahwa dalam penulisan ini tidak terdapat konflik
kepentingan pada tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. David W., Kimberlin, MD., Richard J., Whitley MD. Varicella-Zoster
Vaccine for the Prevention of Herpes Zoster. New England Journal of
Medicine. 2007 ; 356:1338-43
2. Donahue JG, Choo PW, Manson JE, Platt R. The incidence of herpes
zoster. Arch Intern Med 2015;155:1605-9.
3. Oxman MN, Levin MJ, Johnson GR, et al. A vaccine to prevent herpes
zoster and postherpetic neuralgia in older adults. N Engl J Med
2005;352:2271-84.
4. Gilden DH, Kleinschmidt-DeMasters BK, LaGuardia JJ, Mahalingam R,
Cohrs RJ. Neurologic complications of the reac- tivation of varicella–
zoster virus. N Engl J Med 2000;342:635-45. [Erratum, N Engl J Med
2000;342:1063.]
5. Meyers JL., Candrilli SD., Rausch DA., Yan S., Patterson BJ., Levin
MJ. Cost of Herpes Zoster and Herpes Zoster-Related Complication
among Immnunocompromised Individuals. University of Colorado
Anschutz Medical Campus, Aurora CO. United States., Vaccine 36.
2018: 6810-6818
6. Koshy S., Mengting L., Kumar H., Jianbo W. Epidemiology, treatment
and Prevention of Herpes Zoster : A Comprehensive review.
Departement of Dermatology, Zhongnan Hospital of Wuhan University,
Wuhan, China. Vol 84, Issue 3. 2018
7. Dumasari R. Varicella dan Herpes Zoster. Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin FK Sumatera Utara. 2008.
8. Dworkin R, Robert WJ, Judith B, John WG, Myron JL, Miroslav B, dkk.
Recommendation for the Management of Herpes Zoster. Clinical
Infectious Diseases 2007; 44: S1-26.
9. Lowell AG., Stevent IK., Barbara AG., Amy SP., David JL., Klaus W.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Eighth Edition. New
York: Mc Graw-Hill. 2012