Anda di halaman 1dari 6

Tidak ada bangsa yang sejahtera dan dihargai bangsa lainnya tanpa kemajuan ekonomi.

Kemajuan
ekonomi akan dapat dicapai jika ada spirit kewirausahaan yang kuat dari bangsanya. Negara maju pada
umumnya memiliki wirausaha yang lebih banyak dibandingkan negara berkembang. Amerika Serikat
misalnya memiliki wirausaha 11,5% dari total penduduknya. Sektor swasta selaku pelaku ekonomi di
Amerika dapat menyumbang pendapatan nasional negara sebesar 10% pada tahun 1994. Singapura
memiliki wirausaha sebanyak 7,2% dari total penduduknya. Maka wajar jika perkembangan ekonomi di
Singapura jauh melesat melebihi negara-negara lain di ASEAN.
Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam
berupa hasil tambang, pertanian, perikanan, peternakan dan tanah yang sangat subur merupakan modal dan
kekuatan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang maju. Namun, dengan potensi
tersebut, Indonesia hanya memiliki 0,81% wirausaha. Padahal secara historis dan konsesus, sebuah negara
idealnya memiliki minimal 2% wirausaha agar bisa menjadi negara maju. Lebih ironi lagi, menurut data
statistik BPS tahun 2010 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 31,02 juta atau sekitar 13,33%
dari total penduduk Indonesia. Pada Maret 2009, 63,38% penduduk miskin tersebut berada di pedesaan
yang sebagian besar mata pencahariannya adalah petani dan buruh tani, dan jumlahnya meningkat menjadi
64,23% pada Maret 2010. Ini menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di pedesaan tidak banyak
berubah selama periode ini.
Fakta selanjutnya, Indonesia memiliki sumber daya manusia yang sangat besar, jumlahnya
menempati urutan ke empat terbanyak di dunia, dimana 27% diantaranya adalah pemuda yang merupakan
pelaku penting bagi tumbuh dan berkembangnya budaya inovasi dan kreatif. Pemuda memiliki peran
strategis bagi pertumbuhan dan kemajuan bangsa Indonesia karena mereka memiliki produktivitas tinggi di
masyarakat untuk berkarya, berkreasi dan berinovasi. Setiap tahun perguruan tinggi di Indonesia
meluluskan mahasiswanya, yang berarti ribuan hasil riset yang dihasilkan oleh pemuda Indonesia. Ini juga
merupakan potensi yang besar bagi bangasa Indonesia untuk menjadi bangsa yang maju.
Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa produktivitas suatu negara sangat ditentukan
oleh kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola potensi sumber daya alam yang dimilikinya.
Maka untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di Indonesia, disamping usaha-usaha pemerintah yang
telah dilakukan, diperlukan pula program-program rekayasa sosial dan implementasi teknologi dalam
kerangka pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada pengentasan kemiskinan. Program ini
dilaksanakan melalui program-program transfer teknologi untuk usaha kecil menengah serta penguatan
institusi intermediasi dan diinisiasi oleh pemuda. Maka, menurut kajian penulis, menjadi seorang
sosialteknopreneur merupakan sebuah peran strategis untuk berkontribusi meminimalisir angka
kemisikinan di Indonesia. Kegiatan sosialteknopreneur yang dimaksud penulis adalah gerakan ekonomi
kerakyatan guna meningkatkan pendapatan untuk menggerakan konsumsi domestik sekaligus
meningkatkan ekspor non migas dari sektor agribisnis, khususnya di pedesaan. Hasil riset yang begitu
banyak tentu tidak akan bernilai ekonomi jika tidak diadopsi dalam produk atau proses produksi. Oleh
karena itu kegiatan sosialteknopreneur merupakan kegiatan yang komprehensip yang berperan dalam
mengidentifikasi, menyediakan dana, menyiapkan teknologi, mendukung ide, dan menumbuhkan semangat
masyarakat untuk berwirausaha dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam di masing-masing
wilayah. Jika sosialpreneur bekerja untuk kepentingan orang lain setelah mendapatkan hasil, maka seorang
sosialteknopreneur memproses secara bersama sejak ia memulai usahanya.
Kegiatan sosialteknopreneur dalam hal ini bukan sekedar ajang bagi-bagi modal usaha, namun
merupakan sistem usaha yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi. Berdaya
saing berarti usaha yang dijalankan tidak sekedar mengandalkan kelimpahan sumber daya alam dan tenaga
kerja, namun berorientasi pada pasar, produktivitas, pemanfaatan inovasi teknologi, dan kreativitas sumber
daya manusia. Berkerakyatan dicirikan dengan pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki rakyat
banyak dan menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan usaha sehingga hasilnya dapat
dinikmati bersama. Berkelanjutan dicirikan dengan kemampuan masyarakat untuk merespon perubahan
pasar secara cepat dan efisien, berorientasi jangka panjang, dan pengembangan inovasi teknologi yang
ramah lingkungan secara kontinyu. Sedangkan terdesentralisasi bercirikan pada pendayagunaan keragaman
sumber daya lokal, berkembangnya kreativitas masyarakat, dan kerjasama yang harmonis dengan
pemerintah daerah.
Kegiatan ini membutuhkan proses panjang untuk menampakkan hasil karena seorang
sosialteknopreneur tidak sekedar berwirausaha dan transfer teknologi namun juga bergerak untuk
melakukan perubahan sosial dalam lingkup yang lebih luas, yakni dalam hal budaya, pendidikan, politik,
dan keagamaan. Disini dibutuhkan gagasan bagaimana seorang sosialteknopreneur mampu menggerakan
masyarakat untuk melakukan perubahan. Maka seorang sosialteknopreneur idealnya harus memiliki jiwa
kepemimpinan, tanggungjawab untuk terjun langsung di masyarakat, mampu memotivasi, memimpin
secara langsung dengan segala resiko dan mampu melindungi kehidupan rakyat. 
"Mengajar menciptakan semua profesi"

Cinta kepada bumi pertiwi dimana saya dilahirkan selalu terpatri pada hati saya.
Selayaknya ketika menerima kasih cinta dari seorang Ibu, yang tulus, tanpa
perhitungan dan selalu membekas dalam benak diri saya.

Tidak peduli bagaimana perkembangan modernisasi yang terjadi pada daerah lain,
atau bahkan daerah yang saya tinggali sekarang guna menimba ilmu di sebuah
perguruan tinggi. 

Tidak akan mampu mengobati kerinduan atau menggantikan cintaku terhadap tanah
kelahiran. Rasa rindu ini tidak dapat dipungkiri terus muncul setiap harinya. Apalagi
mengingat keadaanku yang sekarang.

Sebagai pemuda yang dilahirkan di sebuah desa terpencil di kabupaten X,


memaksaku harus berpisah untuk merantau dan menahan rindu demi menuntut ilmu
untuk mewujudkan cita-cita serta sebuah perubahan yang diimpikan.

Iya, tidak hanya perubahan untuk diriku sendiri tetapi juga untuk masyarakat desaku.

Saya terlahir disebuah desa bernama desa A, memiliki letak geografi dekat pesisir
dan jauh dari perkotaan. Sebuah desa dengan potensi sumber daya alam yang
melimpah. Potensi ini dapat dilihat dari adanya beberapa perusahaan baik lokal
maupun perusahaan asing yang memilih mendirikan pabriknya di desaku.

Namun, terdapat sebuah ironi ketika saya melihat fenomena ini secara lebih detail.
Kehadiran perusahaan di desa tidak mampu meningkatkan atau bahkan menjamin
kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri.

Apabila dilihat lebih dalam, terdapat beberapa faktor penyebab sehingga kehadiran
perusahaan tersebut tidak membantu perekonomian masyarakat desa. faktor-faktor
tersebut diawali dari masalah kurangnya pendidikan di masyarakat. 

Masih banyak masyarakat dengan status pendidikan lulusan SD atau SMP. Sehingga
faktor tersebut akan bermuara pada kurangnya kualitas sumber daya manusia, hal
ini diperparah dengan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah
pendidikan. 

Dengan keadaan demikian, sudah pasti perusahaan akan lebih memilih


mendatangkan tenaga kerja yang lebih berkompeten dari daerah lain, sehingga
kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri tidak terbantu secara signifikan.

Padahal apabila melihat potensi dari kabupaten X sangat kaya dengan sumber daya
alamnya. Namun potensi ini tidak akan maksimal apabila tidak diiringi dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusianya.
Melihat permasalahan yang demikian ini, semakin memantapkan hati saya untuk
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu supaya pada saat diri saya kembali ke
desa, bisa memberikan sebuah perubahan.

Semua yang saya sampaikan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, Tetapi saya
yakin justru dengan melalui sebuah proses yang sulit maka diri saya semakin
ditempa dan mampu menjadi pribadi yang unggul, pantang menyerah, serta yakin
terhadap cita-cita yang ingin dicapai.

Sedikit dari proses tersebut sudah sempat saya lalui sewaktu menjalani studi
sebagai mahasiswa S1. Pada awalnya dapat dikatakan saya masih membawa pola
pikir dan kebiasaan di kampung saat berada di kota, hal ini membuatku lumayan sulit
untuk beradaptasi. 

Bagaimana tidak, sewaktu dikampung dulu, saya terbiasa bergaul dengan orang-
orang yang kebanyakan dari mereka tujuan hidupnya hanya kerja di perusahaan
dekat desa dan menikah di usia muda, jadi wajar saja jika kebanyakan dari mereka
tak ingin melanjutkan pendidikannya. Pemikiran ini juga sempat saya alami.

Sebagai sesama orang desa saya bisa memahami seperti apa pola pikir mereka.
Salah satu pola pikirnya "jika bisa kerja di perusahaan, lalu buat apa berkuliah".
Pemikiran ini sempat meracuni saya, dan mengurangi semangat namun
beruntungnya keinginan saya untuk berubah jauh lebih kuat.

Faktanya, kebanyakan masyarakat di desaku mendambakan sebuah pekerjaan di


perusahaan yang ada di sana. Meskipun banyak sekali yang hanya diperkerjakan
sebagai room boy, office boy, driver dan cleaning service tanpa jenjang karir yang
jelas. Hal ini diperparah dengan hanya diberikan kontrak dua tahun. 

Masalah lain muncul setelah kontrak itu habis. Masyarakat yang pada awalnya
merasa cukup, harus kembali dipaksa untuk mencari kerja dan memulainya dari nol.
Di sinilah masalahnya, karena memang kualitas SDM yang masih kurang sehingga
banyak dari mereka ditolak masuk dan pada akhirnya memilih untuk menganggur.
Siklus seperti ini terus berulang.

Saya yakin semua pola kehidupan ini haruslah diperbaiki, dan perubahan itu bisa
dimulai dari diri saya. Jadi saya harus mengambil langkah berbeda. Itulah motivasiku
untuk terus berkuliah. 

Disisi lain saya ingin merubah pola pikir masyarakat di desaku, bahwa pendidikan
merupakan cara terbaik untuk merubah keadaan. Oleh karena itu, demi membuktikan
itu semua, saya sangat berjuang keras dan belajar bersungguh-sungguh hingga pada
tahun 2014 kemarin alhamdulliah saya berhasil menyelesaikan kuliah S1 dalam
jangka waktu tiga tahun setengah dan mendapatkan penghargaan sebagai The Best
Graduate lulusan terbaik di kampusku.

Sebelum itu, tahun 2010 dengan bantuan beasiswa PEMDA X akhirnya saya bisa
berkuliah dan semasa kuliah selain belajar di kampus, saya juga belajar di beberapa
organisasi berbasis suka relawan (Volunteer) Lokal Indonesia, mysekolah Indonesia,
HJKMTP untuk menambah pengalaman dan wawasan.

Sebagian besar kegiatan tersebut membantu menjadikan saya sebagai seorang


pengajar yang memang sudah menjadi keinginan sejak kecil. Sebuah kalimat yang
selalu saya ingat dari orang tua saya, bahwa menjadi seorang pengajar adalah
profesi yang mulia, dan banyak profesi besar yang lahir melalui peran seorang
pengajar, serta bisa membantu melahirkan generasi bangsa yang berkualitas.

Kalimat tersebut menjadi motivasi saya untuk semakin yakin bisa berkontribusi
terhadap bangsa Indonesia melalui dunia pendidikan. Dalam hal ini bisa saya awali
dengan melakukan perubahan di desa saya.

Sebagai langkah awal untuk mewujudkan hal tersebut, setelah dua tahun lamanya
saya menjadi relawan di luar kampus, hingga akhirnya pada tahun 2013 saya
mendirikan sebuah organisasi berbasis relawan di kampusku yang saya berikan
nama ABCD. 

Sebuah organisasi untuk mewadahi mahasiswa yang memiliki keinginan untuk


memberikan kontribusi nyata terhadap pendidikan di Indonesia. Tujuan tersebut ini
diaktualisasikan melalui program-program kegiatannya yang menyasar daerah desa
yang masih tertinggal dari segi pendidikan dan membutuhkan kualitas SDM.

Organisasi ini masih konsisten dan terus berjalan meskipun dengan pemimpin yang
sudah berganti. Untuk mewujudkan keinginan saya untuk berkontribusi terhadap
bangsa Indonesia, maka saya kembali ke daerah saya dan mendirikan organisasi
yang bernama EFGH, yang pada dasarnya memiliki kesamaan dengan organisasi
bentukan saya di kampus.

Tujuannya berfokus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap


pendidikan, yang kemudian diharapkan melalui lembaga tersebut akan tercipta
sebuah perubahan. Guna menunjang kompetensi saya, maka saya memutuskan
untuk kembali menimba ilmu lebih banyak dan akan melakukan kontribusi yang lebih
besar terhadap dunia pendidikan Indonesia setelah studi S2 telah saya selesaikan.

Anda mungkin juga menyukai