Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MATA KULIAH AL- ISLAM KEMUHAMMADIYAAN ( AIK IV )

“PUASA”

DOSEN PENGAMPUH:

Murtiningsih .,M.Pd.I

DISUSUN OLEH:KELOMPOK 1

Bellya Dwi Okzarani (191540102001)

Cindy Cintia ( 191540102002)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN AISYIYAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Sholawat serta salam penulis haturkan kepada  junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW dan
para sahabatnya, yang telah memberikan tauladan baik sehingga akal dan fikiran penyusun
mampu menyelesaikan Makalah AIK ini, semoga kita termasuk umatnya yang kelak
mendapatkan syafa’at  dalam menuntut ilmu.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi
susunan serta cara penulisan makalah ini, karenanya saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan laporan makalah ini sangat kami harapkan.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan juga bermanfaat
bagi penulis khususnya.

Palembang,06 Marat 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsepsi puasa dalam pemaknaan istilah seringkali dimaknai dalam pengertian sempit
sebagai suatu prosesi menahan lapar dan haus serta yang membatalkan puasa yang dilakukan
pada bulan ramadhan. Padahal hakekat puasa yang sebenarnya adalah menahan diri untuk
melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.

Selain itu, puasa juga memberikan ilustrasi solidaritas muslim terhadap umat lain yang
berada pada kondisi hidup miskin. Dalam konteks ini, interaksi sosial dapat digambarkan pada
konsepsi lapar dan haus yang dampaknya akan memberikan kemungkinan adanya tenggang
rasa antar umat manusia.

Pengkajian tentang hakekat puasa ini dapat dikatakan universal dan meliputi seluruh
kehidupan manusia baik kesehatan, interaksi sosial, keagamaan, ekonomi, budaya dan
sebagainya. Begitu universal dan kompleksnya makna puasa hendaknya menjadi acuan bagi
muslim dalam mengimplementasikannya pada kehidupan sehari-hari. Dengan pengertian lain
puasa dapat dijadikan pedoman hidup.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu puasa ?
2. Bagaimana dasar hukum puasa ?
3. Bagaimana rukun dan syarat puasa ?
4. Bagaimana cara puasa ?
5. Hal apa saja yang membatalkan puasa ?
6. Hal apa saja yang merusak puasa ?
7. Apa saja macam – macam puasa ?
8. Apa hikmah dari puasa ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Puasa
Puasa adalah meninggalkan makanan, minuman, pernikahan dan pembicaraan (Ibnu
Manzur, 1968).
Pengertian menurut etimologi pada dasarnya menunjukkan bahwa puasa memiliki makna
menahan, meninggalkan dan menjauhkan.

B. Dasar hukum puasa


Dasar Hukum Puasa Ramadhan Dalam Alquran dan Hadits,Puasa secara bahasa
mempunyai makna menahan diri. Sedangkan puasa secara istilah mempunyai makna menahan
dari segala sesuatu yang bisa membatalkan puasa dari terbit fajar sampai dengan terbenamnya
matahari, di waktu berbuka.
Pengertian ini juga berlaku untuk puasa Ramdhan. Dalam hal ini, perlu diketahui pula
bahwa ada dasar hukum puasa Ramadhan yang perlu ditaati disamping pengertian tersebut
Dasar hukum inilah yang menjadi patokan untuk umat muslim dam muslimah dalam
melaksanakan puasa Ramadhan. Maka dari itu, sebagai orang islam yang menjalankan syariat
Islam, Anda harus melakukan apa yang dijadikan pandangan hukum berpuasa Ramadhan.
Berikut dasar hukum yang dijadikan sebagai patokan umat islam melaksanakan puasa Ramadhan
berdasarkan alquran dan hadits
Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 183
Dasar hukum puasa Ramadhan yang pertama adalah diambil dari salah satu surat dalam kalam
Allah yakni Al qur’an, Q.S. Al Baqarah ayat 183.
Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa semua orang yang beriman wajib melaksanakan puasa,
seperti yang sudah dihukumkan kepada kaum sebelumnya untuk menambah ketaqwaan. Dengan
demikian, sangat jelas hukumnya bagi seluruh umat Islam untuk menunaikan ibadah puasa
ramadhan ini untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah sekaligus menambah keimanan Anda.
Jika Allah sudah menegaskan melalui firmannya maka sebagai umat tidak ada alasan bagi
Anda untuk mengingkarinya. Terkecuali ada syarat wajib puasa yang tidak terpenuhi sehingga
membuat Anda harus meninggalkan ibadah puasa wajib ini. Namun, perlu diingat dalam
pelaksanaanya ibadah puasa harus diniatkan kepada Allah SWT tidak boleh untuk niat lainnya.
Puasa Ramadhan tidak akan pernah gugur atau boleh ditinggalkan oleh satu orangpun dalam
menjalankannya kecuali orang-orang yang mempunyai madharat atau kesulitan apabila tetap
melaksanakannya. Madharat ini berupa penyakit yang semakin parah, puasa yang dikerjakan
orang yang sedang berhalangan atau menstruasi dan orang gila.
Selain itu hal ini juga bisa dilarang apabila mengakibatkan orang bisa mati kelaparan
seperti halnya apabila ibu yang sedang menyusui dan melakukan puasa Ramadhan, kemudian air
susunya tidak keluar karenanya. Sehingga ibu ini dilarang melaksanakan ibadah puasa agar
kesehatan anaknya tetap terjamin dan tidak membuatnya sakit.
Hadist Rasul
Selain melalui dasar kalam Allah, wajibnya melaksanakan puasa Ramadhan juga telah ada
dasarnya dalam hadist Rasulullah SAW.

C. Rukun Puasa dan syaratnya


Rukun puasa ada dua yaitu :
1. Menahan segal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam
matahari. Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 187 (QS. 2 : 187). Dalam puasa hal-
hal yang harus ditahan atau dicegah tidak semata-mata makan, minum dan hubungan
seksual, tetapi juga perkataan kotor dan perbuatan tidak pantas.
2. Niat | Niat adalah tekad kuat (`azam) untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Niat puasa
cukup didalam hati tidak perlu diucapkan dengan lisan (Sayid Sabiq, 1992).
Syarat wajib puasa :
1. Beragama Islam Puasa non-muslim tidak sah. Hal ini dilandaskan pada khitab perintah
puasa dalam QS. Al-Baqarah: 183 yang didahului dengan sapaan kepada orang-orang
beriman (Yaa ayyuhal ladzina aamanu).
2.Aqil dan Baligh Tidak wajib puasa bagi anak kecil (belum baligh), orang gila (tidak
berakal) dan orang mabuk, karena mereka tidak termasuk orang mukallaf (orang yang
sudah masuk dalam konstitusi hukum), sebagaimana dalam hadist: "Seseorang tidak
termasuk mukallaf pada saat sebelum baligh, hilang ingatan dan dalam keadaan tidur".
3.Tidak dalam keadaan haid atau nifas Oleh sebab itu, jika perempuan yang sedang haid atau
nifas, maka puasanya tidak sah. Namun, dalam ajaran Islam, perempuan yang mengalami
haid dan nifas untuk mengganti puasanya di lain hari selain di bulan Ramadan.
Dalilnya adalah hadits dari Mu’adzah, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. 
ُ G‫ت لَ ْس‬
‫ت‬ ُ ‫ت قُ ْل‬
ِ ‫ُوريَّةٌ أَ ْن‬
ِ ‫ت أَ َحر‬
ْ َ‫ال‬Gَ‫الَةَ فَق‬G‫الص‬
َّ ‫ى‬G‫ض‬ ِ ‫وْ َم َوالَ تَ ْق‬G‫الص‬
َّ ‫ى‬G‫ض‬ ِ ِ‫ت َما بَا ُل ْال َحائ‬
ِ ‫ض تَ ْق‬ ُ ‫ت عَائِ َشةَ فَقُ ْل‬
ُ ‫ت َسأ َ ْل‬
ْ َ‫ع َْن ُم َعا َذةَ قَال‬
َ‫صال ِة‬َّ ‫ضا ِء ال‬ َ ْ ُ َ
َ ‫ضا ِء الصَّوْ ِم َوال نؤ َم ُر بِق‬ َ ْ ُ َ َ
َ ‫صيبُنَا ذلِكَ فنؤ َم ُر بِق‬ َ ْ َ َ َ َ ِّ َ
ِ ُ‫ قالت كانَ ي‬.ُ‫ُوري ٍة َول ِكنى أسْأل‬َّ ِ ‫بِ َحر‬.
Dari Mu’adzah dia berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, ‘Kenapa
gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah
menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan
Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami
haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk
mengqadha’ shalat’.
4. Sehat dan mampu Puasa Ramadan tidak diwajibkan atas orang sakit (tidak mampu).
Konsekuensinya, harus menggantinya di hari lain selain bulan Ramadan saat ia sudah
sehat. Ibadah fardlu ini boleh ditinggalkan khusus bagi mereka yang memiliki uzur atau
penghalang, tapi diganti dengan membayar fidyah.  Dasarnya adalah firman Allah SWT
dalam Surat Al Baqarah ayat 184. " Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan
seorang miskin."
5. Bermukim Orang yang bermukim atau tidak sedang melakukan perjalanan (musafir) tidak
diwajibkan berpuasa.  Allah Subhananu Wa'tala bersabda; “Barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (QS. Al-Baqarah: 185)

Syarat sah puasa


Masih dalam buku yang sama, Ahmad Sarwat menyatakan, yang dimaksud syarat sah
adalah syarat yang harus dipenuhi agar puasa yang dilakukan seseorang menjadi sah
hukumnya di hadapan Allah Subhanahu Wa'tala.  Dalam Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu
dicantumkan syarat sah puasa menurut empat mazhab, yaitu;
- Mazhab Hanafi, syarat sah puasa ada tiga, yakni:
1. Niat
2. Bebas dari perkara yang menafikan puasa (haid dan nifas)
3. Bebas dari perkara yang membatalkannya.
-Madzhab Maliki, syarat sah puasa ada lima, yakni:
1. Niat
2. Suci dari haid dan nifas
3. Beragama Islam
4. Waktu yang boleh untuk diisi dengan puasa (puasa tidak sah pada hari Raya Ied) 
5. Berakal
-Madzhab Syafi`i, ada empat syarat sah puasa:
1. Beragama Islam
2. Berakal
3. Suci dari haid dan nifas pada keseluruhan siang. 
4. Niat
- Madzhab Hambali menetapkan tiga syarat:
1. Beragama Islam
2. Niat
3. Suci dari haid dan nifas.
Syarat sah di atas adalah dalam perspektif fiqih. Artinya, jika memenuhi syarat-
syarat tersebut, maka puasa seorang muslim/muslimah sudah dan gugur kewajiban.
D. Cara Puasa
1. Niat Puasa. Nawaitu Sauma Yaumal Khomiisi Sunnatan Lillahi Ta’ala. Artinya, Saya niat
Puasa Senin Kamis, sunnah karena Allah ta’ala. Niat ibadah merupakan ruh dari sebuah
amalan baik. Anda bisa membaca niat ini saat setelah masuk waktu Maghrib hingga Subuh.
2. Waktu Puasa. Layaknya, jenis puasa dalam Islam yang lainnya, Puasa dimulai sejak awal
Subuh hingga masuk waktu Maghrib.
3. Sahur sebelum berpuasa hukumnya sunnah. Sahur adalah makan sebelum waktu Imsak
(sebelum Subuh). Makan sahur lebih dianjurkan dibandingkan ditinggalkan, sebab makan
sahur akan memberikan asupan makanan, energi, dan nutrisi pada tubuh ketika berpuasa
nanti. Makanlah makanan bergizi dan sesuai kebutuhan, jangan berlebihan.
4. Berusalah menahan segala jenis nafsu dengan perbanyak Istighfar, Tasbih, dan Takbir
kepada Allah SWT.
5. Buka Puasa. Berbukalah dengan yang manis, lebih baik yang tidak dimasak seperti buah
kurma. Ingat untuk selalu membaca doa sebelum berbuka puasa.

E. Hal –hal yang membatalkan puasa

1. Masuknya sesuatu ke dalam lubang tubuh secara sengaja


Tak hanya mulut, memasukkan benda-benda tertentu ke dalam lubang tubuh yang
berpangkal pada organ bagian dalam (jauf) secara sengaja juga dapat membatalkan puasa.
Yang dimaksud lubang yang berpangkal pada organ dalam adalah mulut, telinga, dan
hidung dengan batas awal masing-masing. Dalam mulut batas awalnya adalah
tenggorokan, hidung batas awalnya adalah pangkal insang, dan telinga batasannya adalah
bagian yang terlihat oleh mata. Artinya, jika benda yang masuk ke dalam lubang tersebut
belum melewati batas awalnya, maka puasa masih tetap sah.

2. Memasukkan benda ke dalam salah satu jalan


Yang dimaksud "jalan" pada konteks ini adalah kemaluan dan dubur. Jika benda
yang masuk ke dalam salah satu lubang itu maka akan membatalkan puasa, seperti
memasukkan obat ambeien ke dalam dubur. Oleh karena itu, sebaiknya melakukan hal itu
setelah berbuka puasa atau saat sahur

3. Muntah secara disengaja


Dalam hal ini, muntah secara disengaja bisa dimaknai seperti memasukkan
sesuatu ke dalam tenggorokan hingga muntah. Jika tidak disengaja, maka puasa tetap sah,
seperti dalam hadis berikut: Rasulullah bersabda: "Barangsiapa dikalahkan oleh muntah
maka tidak ada qadha' baginya. Barangsiapa muntah dengan sengaja, maka hendaknya ia
meng-qadha'nya," (HR Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Majah, Baihaqi dan al-Hakim dari
Abu Hurairah).

4. Berhubungan seks secara sengaja


Berhubungan badan pada siang hari bulan Ramadhan akan membatalkan puasa.
Selain berkewajiban mengganti puasa, ada juga denda atau kafarat yang harus
dibayarkarkan. Denda tersebut berupa memerdekakan hamba sahaya perempuan yang
beriman. Jika tak mampu, maka diperbolehkan mengganti dengan puasa selama dua bulan
secara berturut-turut. Jika masih tak mampu, maka harus memberi makan kepada 60 orang
miskin, masing-masing sebanyak satu mud atau sekitar sepertiga liter.

5. Keluar mani
Dalam konteks ini, keluar mani yang dimaksud adalah akibat dari persentuhan
kulit, misal bersentuhan dengan lawan jenis dan onani. Namun, apabila keluar mani karena
ihtilam atau mimpi basah, maka status puasanya tetap sah.

6. Haid atau menstruasi


Haid atau menstruasi merupakan darah yang keluar akibat kerja hormonal dalam
tubuh wanita. Jika seorang telah menjalani puasa selama dan keluar darah haid, maka
puasanya tidak sah.

7. Nifas Nifas
adalah darah yang keluar setelah proses melahirkan. Umumnya, darah nifas keluar
selama 40 hari setelah melahirkan

8. Gila (junun)
Jika kondisi itu terjadi ketika sedang menjalani puasa, maka puasa dinyatakan
tidak sah atau batal

9. Murtad Murtad
adalah keluar dari Islam. Apabila seseorang murtad ketika menjalani puasa, maka
puasanya secara otomatis batal

F. Hal –hal yang merusak nilai puasa


1. Berdusta atau berbohong,
menyampaikan informasi yang tidak berdasarkan fakta sesungguhnya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah menekankan, "Siapa yang tidak meninggalkan
perkataan dusta (tetapi justru) mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar
dan haus yang dia tahan (saat puasa)" (H.R. Bukhari 1903).

2.Gibah atau menggunjing, atau perbuatan yang membicarakan keburukan orang lain.
Nabi Muhammad menegaskan, gibah ini adalah "kau ceritakan hal tentang
saudaramu, yang jika ia mendengar, maka ia tidak rela".

Terkait hal ini ada sabda Rasulullah bahwa, "Bau mulut orang berpuasa lebih
harum di sisi Allah daripada aroma minyak misik.” (H.R. Bukhari 1894). Riwayat
tersebut dapat dimaknai lebih jauh, agar seseorang yang berpuasa hendakya mengontrol
diri, atau lebih banyak diam

Gibah yang berlebihan atau mengada-ada akan menjadi fitnah. Bahkan, tingkat
kerusakannya akan lebih buruk, karena di dalamnya terdapat tuduhan-tuduhan palsu atau
sangkaan yang salah. Seperti halnya gibah, fitnah juga merusak pahala puasa.

3.  Mengadu domba atau menciptakan perselisihan atau pertikaian dua pihak


yang awalnya sepaham atau rukun. Mengadu domba ini adalah kelanjutan gibah
dan fitnah di atas. Tindakan ini dalam tataran iseng atau sekadar kebiasaan saja sudah
mengurangi pahala, apalagi jika tujuannya mencari keuntungan atau memanfaatkan
situasi.
4. Memandang dengan syahwat. Puasa digunakan untuk mengontol hawa nafsu
Oleh karenanya, akan disayangkan jika seseorang dalam situasi berpuasa, terus-
menerus memandang sesuatu yang bisa membangkitkan hasrat

Lebih jauh, Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dalam Hamisyi Al-Hawasyil


Al-Madaniyyah (Syarah Bafadhal) memberikan rambu-rambu hal yang makruh dilakukan
ketika berpuasa, yaitu terlalu asyik pada sesuatu yang sifatnya duniawi. Ketika syahwat
timbul, maka bisa saja membatalkan pahala puasa.

"Disunahkan bagi orang yang berpuasa meninggalkan syahwat yang (meskipun)


diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa seperti terlalu asyik mendengar, melihat,
menyentuh, seperti mencium bunga, menyentuh dan memandanginya. Sesungguhnya
keasyikan yang demikian ini tidak sesuai dengan hikmah puasa. Oleh karena itulah
hukumnya menjadi makruh. Begitu pula hal serupa."

5. Sumpah palsu. Ini meliputi ucapan atau keterangan saksi yang isinya tidak benar atau
tidak sesuai fakta.
Sumpah palsu ini berbahaya karena menguntungkan sebuah pihak dan merugikan
pihak lain. Selain itu sumpah palsu akan berujung pada menangnya kezaliman dan
tertutupnya kebenaran

Lima perbuatan yang disebutkan di atas sudah semestinya dihindari demi menjaga
ibadah puasa pada bulan Ramadan.

G. Macam – macam puasa


Berikut merupakan macam-macam puasa:
1. Puasa Fardu
 Fardu tertentu seperti puasa dibulan ramadhan.
 Fardu tidak tertentu yaitu tidak memiliki waktu tertentu seperti pelunasan puasa kafarat
membunuh, puasa menyamakan istri dengan ibu kandungnya, dll.
2. Puasa Wajib
Puasa wajib terdiri dari :
 Wajib tertentu, seperti puasa nazar yang telah ditentukan waktu pelaksanaanya.
 Wajib tidak tertentu seperti puasa nazar yang hanya menyebut bilangan harinya tanpa
waktu yang telah ditentukan untuk melaksanakannya.

3. Puasa Sunnah
 Puasa enam hari dibulan syawal
 Puasa disaat berjihad atau berjuang
 Puasa hari arafah
 Puasa bulan muharram
 Puasa asyura
4. Puasa yang Dilarang 
 Puasa pada hari raya
 Puasa pada hari-hari tasyrik (pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijah)
 Puasa pada hari yang diragukan
 Puasa pada hari jum`at
 Puasa ad dahr; Yaitu puasa dilakukan sepanjang tahun tanpa memperhatikan apakah hari-
hari itu dilarang atau tidak.
 Puasa wisall
 Puasa paruh kedua bulan syakban
 Puasa seorang istri tanpa seizin suami   

G. Hikmah Puasa
Hikmah ibadah adalah manfaat atau nilai taubah diluar tujuan yang diperoleh dari
pengalaman beribadah.

Hikmah puasa ditinjau dari pendidikan :


1. Mendidik kejujuran; Berpuasa tidak seorangpun yang mengawalinya, kecuali barangkali
dari pihak keluarga.
2. Mendidik kedisiplinan; Kedisiplinan adalah sikap tunduk dan patuh pada peraturan yang
berlaku.
3. Mendidik kesadaran akan kemampuan dan batas kemampuan pribadi
Allah membolehkan orang sakit dan orang bepergian untuk berbuka puasa. (Qs. 2 : 184).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Puasa adalah meninggalkan makan, minuman, pernikahan dan pembicaraan. Puasa adalah
rukun islam dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat islam, puasa memiliki
banyak hikmah yaitu :
1. Mendidik kejujuran | Berpuasa tidak seorangpun yang mengawasinya, kecuali barangkali
dari pihak keluarganya.
2. Mendidik kedisiplinan | Sikap tunduk dan patuh pada peraturan yang berlaku.
3. Mendidik kesadaran akan
B. Saran

1.    Sebagai seorang muslim yang taat kepada ajaran Allah, sebaiknya kita mengetahui dan
memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan puasa agar tidak keliru ketika menjalankan
puasa nantinya.
2.    Kepada para pendidik, hendaknya selalu mengajarkan dan menanamkan pemahaman tentang
puasa kepada anak didiknya.
3.    Ketika menjalankan ibadah puasa, sebaiknya selalu berserah diri kepada Allah dan selalu berdoa
kepada-Nya. Karena tantangan dan godaan ketika berpuasa tidaklah mudah bila dirasakan. Serta
selalu menghindari hal-hal yang dapat membatalkan puasa kita.

DAFTAR PUSTAKA

http://arijuliarah.blogspot.co.id/2013/12/macam-macam-puasa.html
http://awitrom.com/2016/09/pengertian-puasa.html
http://kholilulmanchunianblog.blogspot.co.id/2013/10/ tentang-puasa.html
https://tirto.id/hal-hal-yang-merusak-pahala-puasa-bohong-gibah-hingga-adu-domba-ffER

Anda mungkin juga menyukai