Anda di halaman 1dari 155

DIKTAT

ELEMEN MESIN I
SEMESTER II

UNTUK KALANGAN SENDIRI

EDY SURYONO, S.T., MT.


HAIKAL, ST., MT

PROGDI TEKNIK MESIN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI “WARGA”
SURAKARTA
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah diktat mata kuliah Elemen Mesin I (TM 1326) ini berhasil disusun
dengan semaksimal mungkin. Diktat ini disusun mengacu pada silabus mata kuliah yang
diberlakukan untuk program D3 yang disajikan pada tiap semester dengan jumlah SKS dua.
Diktat ini diterbitkan untuk kalangan sendiri pada jurusan Teknik Mesin Sekolah Tinggi
Teknologi “Warga” Surakarta.
Diktat mata kuliah ini diharapkan bisa membantu mahasiswa dalam memahami
materi yang disampaikan Dosen. Dalam diktat ini menyajikan bermacam-macam contoh
soal dan latihan soal dalam setiap BAB, yang mana mahasiswa diharapkan bisa
memanfaatkan dengan baik untuk memperkuat pemahaman materi setiap BAB. Namun
demikian, mahasiswa sebaiknya juga membaca buku-buku referensi yang lain tentang
Perancangan Elemen Mesin (Machine Design) sehingga diperoleh informasi yang lebih
lengkap dalam upaya memahami materi perkuliahan.
Bagaimanapun, diktat ini masih diperlukan perbaikan secara bertahap, oleh karena
itu mohon kritik dan saran untuk kesempurnaan diktat ini.
Kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang membantu penulisan
diktat ini. Semoga bermanfaat bagi pembaca.

Sukoharjo , 15 Agustus 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i


Halaman Pengesahan ...................................................................................... ii
Kata Pengantar .................................................................................................. iii
Daftar Isi ............................................................................................................... iv

BAB I : PENDAHULUAN 1
1.1 Kriteria perancangan 1
1.2 Prosedur Umum dalam Perancangan mesin 1
1.3 Pertimbangan Umum dalam Perancangan mesin 2
1.4 Standar, kode, dan peraturan pemerintah dalam desain 3
BAB II: DASAR PEMBEBANAN 4
2.1 Gaya aksial 4
2.2 Geser murni 7
2.3 Working Stress (tegangan kerja) 8
2.4 Faktor Keamanan (N) 8
Latihan soal 9
BAB III: TEGANGAN BENDING DAN TORSI 10
3.1 Tegangan Geser Torsi 10
3.2 Tegangan Bending dalam Balok Lurus 14
Latihan soal 19
BAB IV: SAMBUNGAN KELING 21
4.1 Pendahuluan 21
4.2 Metode Pengelingan 21
4.3 Material Keling 22
4.4 Tipe Kepala Keling 23
4.5 Tipe Sambungan Keling 24
4.6 Kegagalan Sambungan Keling 26
4.7 Kekuatan dan Efisiensi Sambungan Keling 28
4.8 Sambungan Keling untuk Struktur 30
4.9 Sambungan Keling dengan Beban Eksentris 35
Latihan soal 43
BAB V : SAMBUNGAN LAS (WELDING JOINT) 45
5.1 Pendahuluan 45
5.2 Jenis Sambungan Las 45
5.3 Kekuatan sambungan las fillet melintang 46
5.4 Kekuatan sambungan las fillet sejajar 47
5.5 Kasus khusus sambungan las fillet 48
5.6 Kekuatan Butt Joint 51
5.7 Beban eksentris sambungan las 55
Latihan soal 65
BAB VI: SAMBUNGAN ULIR 67
6.1 Pendahuluan 67
6.2 Istilah penting pada ulir 67
6.3 Jenis ulir 68
6.4 Jenis Sambungan ulir 70
6.5 Dimensi standar ulir 71

iv
6.6 Sambungan baut akibat beban eksentris 73
6.7 Beban eksentris yang sejajar terhadap dengan sumbu baut 73
6.8 Beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut 75
6.9 Beban eksentris pada bracket dengan sambungan melingkar 77
Latihan soal 79
BAB VII: POROS 81
7.1 Pendahuluan 81
7.2 Tegangan dalam poros 82
7.3 Poros yang hanya menerima momen punter (torsi) 83
7.4 Poros yang hanya menerima momen bending 86
7.5 Poros menerima kombinasi momen bending dan 87
7.6 momen torsi
Poros menerima beban fluktuasi 92
7.7 Poros menerima beban aksial sebagai tambahan 95
kombinasi beban torsi dan bending.

BAB VIII: PASAK 100


8.1 Pendahuluan 100
8.2 Sunk keys 100
8.3 Saddle Keys 102
8.4 Tangent keys 103
8.5 Round keys 103
8.6 Splines 104
8.7 Gaya aksi dan kekuatan pada sunk key 104

BAB IX: BANTALAN


9.1 Pendahuluan 109
9.2 Klasifikasi dan Kriteria Pemilihan Bantalan 110
9.3 Sistem Pelumasan 115
unk keys
9.4 Bantalan Luncur (Sliding Bearing) 120
9.5 Rolling-Element Bearing 137
9.6 Soal-soal Latihan 147

DAFTAR PUSTAKA 150

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Kriteria perancangan


Meskipun criteria yang digunakan oleh seorang perancang adalah banyak, namun
semuanya tertuju pada kriteria berikut ini:
1. Function (fungsi/pemakaian)
2. Safety (keamanan)
3. Reliability (dapat dihandalkan)
4. Cost (biaya)
5. Manufacturability (dapat diproduksi)
6. Marketability (dapat dipasarkan)

Kriteria, pertimbangan dan prosedur tambahan yang dimasukkan dalam program


secara khusus masalah keamanan produk, kegagalan pemakaian (malfunction) suatu
produk. Beberapa pertimbangan dan prosedur penting itu adalah:
1. Pengembangan dan penggunaan suatu system rancang ulang secara khusus
menegaskan analisa kegagalan, mempertimbangkan keamanan, dan memenuhi
standar dan pemerintahan.
2. Pengembangan daftar ragam operasi dan pemeriksaan penggunaan produk dalam
setiap mode/ragam.
3. Identifikasi lingkungan pemakaian produk, termasuk memperkirakan pemakaian,
menduga penyalahgunaan, dan fungsi yang diharapkan.
4. Penggunaan teori desain spesifik yang menegaskan kegagalan atau analisa
kegagalan pemakaian dan mempertimbangkan keamanan dalam setiap ragam
operasi.

1.2 Prosedur Umum dalam Perancangan mesin


Dalam perancangan komponen mesin di sisni tidak ada aturan yang baku. Masalah
perancangan mungkin bisa diselesaikan dengan banyak cara. Jadi, prosedur umum untuk
menyelesaikan masalah perancangan adalah sebagai berikut:
1. Mengenali kebutuhan/tujuan . Pertama adalah membuat pernyataan yang lengkap dari
masalah perancangan, menunjukkan kebutuhan/tujuan, maksud/usulan dari mesin yang
dirancang.

1
2. Mekanisme. Pilih mekanisme atau kelompok mekanisme yang mungkin.
3. Analisis gaya. Tentukan gaya aksi pada setiap bagian mesin dan energi yang
ditransmisikan pada setiap bagian mesin.
4. Pemilihan material. Pilih material yang paling sesuai untuk setiap bagian dari mesin.
5. Rancang elemen-elemen (ukuran dan tegangan). Tentukan bentuk dan ukuran bagian
mesin dengan mempertimbangkan gaya aksi pada elemen mesin dan tegangan yang
diijinkan untuk material yang digunakan.
6. Modifikasi. Merubah/memodifikasi ukuran berdasarkan pengalaman produksi yang
lalu. Pertimbangan ini biasanya untuk menghemat biaya produksi.
7. Gambar detail. Menggambar secara detail setiap komponen dan perakitan mesin
dengan spesifikasi lengkap untuk proses produksi.
8. Produksi. Komponen bagian mesin seperti tercantum dalam gambar detail diproduksi
di workshop.

Diagram alir untuk prosedur umum perancangan mesin dapat dilihat pada Gambar 1.1 di
bawah ini.

Pengenalan kebutuhan

Sintesis (mekanisme)

Analisa gaya

Pemilihan bahan

Desain Elemen
(ukuran dan tegangan-tegangan)

Modifikasi

Gambar detail

Produksi

Gambar 1.1 Diagram alir

1.3 Pertimbangan Umum dalam Perancangan mesin


Berikut adalah pertimbangan umum dalam perancangan sebuah komponen mesin.
1. Jenis beban dan tegangan-tegangan yang bekerja pada komponen mesin.
2. Gerak dari bagian-bagian atau kinematika dari mesin.
3. Pemilihan material.

2
4. Bentuk dan ukuran part.
5. Tahan gesekan dan pelumasan.
6. Segi ketepatan dan ekonomi.
7. Penggunaan standar part.
8. Keamanan operasi.
9. Fasilitas workshop (bengkel).
10. Jumlah mesin untuk produksi.
11. Biaya Konstruksi.
12. Perakitan (assembling).

1.4 Standar, kode, dan peraturan pemerintah dalam desain


Pembatas desain disediakan oleh organisasi pemasaran dan manajemen insinyur-
insinyur termasuk standar, kode, dan peraturan-peraturan pemerintah, baik dalam dan luar
negeri.
Standar adalah didefinisikan sebagai kriteria, aturan, prinsip, atau gambaran yang
dipertimbangkan oleh seorang ahli, sebagai dasar perbandingan atau keputusan atau
sebagai model yang diakui.
Kode adalah koleksi sistematis dari hukum yang ada pada suatu negara atau aturan-
aturan yang berhubungan dengan subyek yang diberikan.
Peraturan pemerintah adalan peraturan-peraturan yang berkembang sebagai hasil
perundang-undangan untuk mengontrol beberapa area kegiatan. Contoh perarturan
pemerintah Amerika adalah:
• ANSI : American National Standards Institute
• SAE : Society of Automotive Engineers
• ASTM : American Society for Testing and Materials
• AISI : American Iron and Steel Institute

3
BAB II
DASAR PEMBEBANAN

Dasar pembebanan pada elemen mesin adalah beban (gaya) aksial, gaya geser
murni, torsi dan bending. Setiap gaya menghasilkan tegangan pada elemen mesin, dan juga
deformasi, artinya perubahan bentuk. Di sini hanya ada 2 jenis tegangan: normal dan geser.
Gaya aksial menghasilkan tegangan normal. Torsi dan geser murni, menghasilkan
tegangan geser, dan bending menghasilkan tegangan normal dan geser.

2.1 Gaya aksial


Balok pada Gambar 2.1 dibebani tarik sepanjang axis oleh gaya P pada tiap
ujungnya. Balok ini mempunyai penampang yang seragam (uniform), dan luas penampang
A yang konstan.

Gambar 2.1 : Gaya aksial pada balok

Tegangan. Dua gaya P menghasilkan beban tarik sepanjang axis balok, menghasilkan
tegangan normal tarik ζ sebesar:
P
ζ = (2-1)
A

Contoh 1.
Tentukan tegangan normal pada sebuah balok persegi dengan sisi a = 5cm ditarik dengan
gaya P = 55 kN.
Penyelesaian :
P = 55 kN = 55.000 N
a = 5cm = 0,05m
Menghitung luas penampang balok A = a2 = (0,05m)2 = 0,00025 m2.
Menghitung tegangan normal dalam balok ζ :
P 55.000 N
ζ= =
A 0,00025m 2
= 22.000.000N / m 2
= 22MPa
Contoh 2.

4
Hitung luas penampang minimum (Amin) yang dibutuhkan untuk balok yang dibebani tarik
secara aksial oleh gaya P = 45 kN agar tidak melebihi tegangan normal maksimum σmax =
250 MPa.
Penyelesaian :
Mulai dengan Persamaan (2-1) dengan tegangan normal adalah maksimum σmax dan area A
adalah minimum untuk memberikan:
P
ζ max =
Amin
P
Amin =
ζ max
45.000 N
=
250.10 6 N / m 2
= 0,00018m 2

Contoh 3.
Sambungan rantai besi cor seperti Gambar 2.2 di bawah ini dipakai untuk mentransmisikan
beban tarik yang tetap sebesar 45 kN. Tentukan tegangan tarik yang terjadi dalam material
rantai pada potongan A-A dan B-B.

Gambar 2.2 Seluruh dimensi dalam mm.


Penyelesaian :
Diketahui : P = 45 kN = 45.103 N
Tegangan tarik ζt1 yang terjadi penampang A-A adalah:
A1 = 20.45 = 900 mm2.
ζt1 = P/A1 = 45.103 N/900 mm2 = 50 N/mm2 = 50 MPa
Tegangan tarik ζt2 yang terjadi penampang B-B adalah:
A2 = 20.(75-40) = 700 mm2.
ζt2 = P/A2 = 45.102 N/700 mm2 = 64,3 N/mm2 = 64,3 MPa.

Regangan.

5
Gaya aksial pada Gambar 2.1 juga menghasilkan regangan aksial ε:
δ
ε= (2-2)
L
dengan δ adalah pertambahan panjang (deformasi) dan L adalah panjang balok.

Contoh 4.
Hitung regangan ε untuk pertambahan panjang δ = 0,038cm dan panjang balok L = 1,9m.
Penyelesaian :
Menghitung regangan :
δ 0,038cm
ε= =
L 1,9.100cm
= 0,0002

Diagram tegangan-regangan.
Jika tegangan ζ diplotkan berlawanan dengan regangan ε untuk balok yang
dibebani secara aksial, diagram tegangan-regangan untuk material ulet dapat dilihat pada
Gambar 2.3, dengan A adalah batas proporsional, B batas elastis, D kekuatan ultimate
(maksimum), dan F titik patah.

Gambar 2.3 : Diagram tegangan-regangan untuk material ulet

Diagram tegangan-regangan adalah linier sampai batas proporsional, dan


mempunyai slope (kemiringan) E dinamakan modulus elstisitas. Dalam daerah ini
persamaan garis lurus sampai batas proporsional dinamakan hukum Hooke’s, dan
diberikan oleh Persamaan (2-3):
σ=Eε (2-3)

2.2 Geser murni

6
Sambungan balok dengan paku keling tunggal seperti pada Gambar 2.3 di bawah
ini.

Gambar 2.3 : Gaya geser murni

Tegangan.
Jika keling dipotong pada bagian tengah sambungan untuk mendapatkan luas
penampang A dari keling, kemudian menghasilkan diagram benda bebas pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4: Diagram benda bebas


Gaya geser V memberikan aksi pada bagian penampang keling dan oleh
keseimbangan statis sama dengan besarnya gaya P. Tegangan geser η dalam keling adalah:
V P
η= = (2-4)
A Akeling

Satuan tegangan geser sama dengan tegangan normal, yaitu pound per square inch
(psi) dan N/m2 atau Pascal (Pa).
Andaikata dua sambungan keeling ditarik secara bersamaan seperti di bawah ini:

Gambar 2.5: Dua sambungan keling (tampak atas)

Jika kedua keling dipotong bagian tengah sambungan untuk mendapatkan luas
penampang A dari keling, kemudian menghasilkan diagram benda bebas pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6: Diagram benda bebas

7
Tegangan geser η dalam keling adalah:
V P/2 P
η = = = (2-5)
A Akeling 2 Akeling

Jumlah paku keling bertambah, maka tegangan geser setiap keling menjadi berkurang.

Contoh 5.
Tentukan tegangan geser η dalam salah satu dari empat sambungan keling jika diketahui P
= 45 kN dan diameter D = 0,6 cm.
Penyelesaian :
Diketahui: P = 45kN = 45.000N
D = 0,6 cm = 0,006 m
Menghitung penampang setiap keling A:
A = πD2/4
= 3,14.(0,006m)2/4
= 0,00003 m2.
Di sini 4 keling harus menahan gaya P, gaya geser V untuk tiap keling adalah:
4V = P
V = P/4 = 45.000N/4 = 11.250N
Menghitung tegangan geser tiap keling adalah:
V 11.250 N
η= =
Akeling 0.00003m 2
= 375.000.000 N / m 2 = 375MPa

2.3 Working Stress (tegangan kerja)


Ketika perancangan elemen mesin, tegangan yang terjadi harus lebih rendah dari
pada tegangan ultimate atau maksimum. Tegangan yang terjadi ini dinamakan working
stress atau design stress. Atau dinamakan juga tegangan yang dijinkan.
Catatan: Kegagalan desain tidak berarti bahwa material mengalami patah. Beberapa
elemen mesin dikatakan gagal ketika mereka mengalami deformasi plastis, dan mereka
tidak bisa melakukan fungsi mereka dengan memuaskan.

2.4 Faktor Keamanan (N)


Definisi umum faktor keamanan adalah rasio antara tegangan maksimum
(maximum stress) dengan tegangan kerja (working stress), secara matematis ditulis:

8
Maximum stress
Faktor Keamanan =
Working atau design stress
Untuk material yang ulet seperti baja karbon rendah, faktor keamanan didasarkan pada
yield point stress (tegangan titik luluh);
Yield point stress
Faktor Keamanan =
Working atau design stress
Untuk material yang getas seperti besi cor, faktor keamanan didasarkan pada ultimate
stress (kekuatan tarik);
Ultimate stress
Faktor Keamanan =
Working atau design stress
Hubungan ini bisa juga digunakan untuk material yang ulet.
Catatan : rumus di atas untuk faktor keamanan pada beban statis.

Latihan:
1. Dua batang bundar berdiameter 50mm dihubungkan oleh pin, seperti pada Gambar
2.7, diameter pin 40 mm. Jika sebuah tarikan 120 kN diberikan pada setiap ujung
batang, tentukan tegangan tarik dalam batang dan tegangan geser dalam pin.

Gambar 2.7

2. Diameter piston mesin uap adalah 300mm dan tekanan uap maksimum adalah 0,7
N/mm2. Jika tegangan tekan yang diijinkan untuk material batang piston adalah 40
N/mm2, tentukan ukuran batang piston.

3. Batang balok persegi 20mm x 20mm membawa sebuah beban. Batang tersebut
dihubungkan ke sebuat bracket dengan 6 baut. Hitung diameter baut jika tegangan
maksimum dalam batang balok adalah 150 N/mm2 dan dalam baut 75 N/mm2.

9
BAB III
TEGANGAN BENDING DAN TORSI

Kadang-kadang elemen mesin menerima torsi murni atau bending murni, atau
kombinasi tegangan bending dan torsi. Kita akan membahas secara detail mengenai
tegangan ini pada halaman berikut ini.

3.1 Tegangan Geser Torsi


Ketika bagian mesin menerima aksi dua kopel yang sama dan berlawanan dalam
bidang yang sejajar (atau momen torsi), kemudian bagian mesin ini dikatakan menerima
torsi. Tegangan yang diakibatkan oleh torsi dinamakan tegangan geser torsi. Tegangan
geser torsi adalah nol pada pusat poros dan maksimum pada permukaan luar.
Perhatikan sebuah poros yang dijepit pada salah satu ujungnya dan menerima torsi
pada ujung yang lain seperti pada Gambar 3.1. Akibat torsi, setiap bagian yang terpotong
menerima tegangan geser torsi. Kita akan membahas tegangan geser torsi adalah nol pada
pusat poros dan maksimum pada permukaan luar. Tegangan geser torsi maksimum pada
permukaan luar poros dengan rumus sebagai berikut:
τ T C.θ
= = (3-1)
r J l

Gambar 3.1 Tegangan geser torsi

Dengan η = Tegangan geser torsi pada permukaan luar poros atau Tegangan geser
maksimum.
r = Radius poros,
T = Momen puntir atau torsi,
J = Momen inersia polar,
C = Modulus kekakuan untuk material poros,

10
l = Panjang poros,
θ = Sudut puntir dalam radian sepanjang l.
Catatan:
1. Tegangan geser torsi pada jarak x dari pusat poros adalah:
τ x τ
=
x r
2. Dari persamaan (3-1) diperoleh:
T τ J
= atau T = τ
J r r
Untuk poros pejal berdiameter d, momen inersia polar J adalah:

J = I XX + I YY = π .d 4 + .d 4 = π .d 4
32
π
64 64
π 2 π
T =τ . .d 4 . = .τ .d 3
32 d 16
Untuk poros berlubang dengan diameter luar do dan diameter dalam di, momen
inersia polar J adalah:
π d
J= [(d o ) 4 − (di ) 4 ] dan r = o
32 2
π 2 ⎡ (d )4 − (d )4 ⎤
T =τ . [(d ) − (di ) ]. =
π
4 4

.τ o i
o
32
⎢ ⎢
d o 16 ⎣ do ⎥
π d
.τ (d o ) (1 − k )
3 4
= dimana k = i
16 do
3. Istilah (C.J) dinamakan kekakuan torsi (torsional rigidity) dari poros.
4. Kekuatan poros berarti torsi maksimum yang ditransmisikan oleh poros. Jadi desain
sebuah poros untuk kekuatan, persamaan diatas bisa digunakan. Daya yang
ditransmisikan oleh poros (dalam watt) adalah:
2.π .N .T = T .ω
P=
60
Dengan T = Torsi yang ditransmisikan dalam N-m, dan
ω = kecepatan sudut dalam rad/s.

Contoh 1:
Sebuah poros mentransmisikan daya 100kW pada putaran 160rpm. Tentukan
diameter poros jika torsi maksimum yang ditransmisikan melebihi rata-rata 25%. Ambil
11
tegangan geser maksimum yang diijinkan adalah 70 MPa.

12
Solusi:
P = 100 kW = 100.103 W;
N = 160 rpm;
Tmax = 1,25.Trata ;
η = 70 MPa = 70 N/mm2,
Daya yang ditransmisikan P adalah:
2.π .N .Trata 2.3,14.160.Trata
100.10 3 = = = 16,76.T
rata
60 60
100.10 3
Trata = = 5966,6N − m
16,76
Torsi maksimum yang ditransmisikan Tmax adalah:
Tmax = 1,25.Trata = 1,25.5966,6 N-m
= 7458 N-m = 7458.103 N-mm
Diameter poros d ketika torsi maksimum adalah:
π
Tmax = .τ .d 3
16
3,14
7458.10 3 = .70.d 3
16
d 3 = 542,4.10 3
d = 81,5mm

Contoh 2.
Poros baja berdiamter 35 mm dan panjang 1,2 m dijepit pada satu ujungnya oleh hand
wheel berdiameter 500mm dikunci pada ujung yang lain. Modulus kekakuan dari baja
adalah 80 GPa.
1. Berapa beban yang dipakai untuk menahan piringan roda yang menghasilkan
tegangan geser torsi 60 MPa?
2. Berapa derajat roda memuntir ketika beban dipakai?

Penyelesaian:
d = 35 mm atau r = 17,5 mm; untuk poros
l = 1,2 m = 1200 mm;
D = 500 mm atau R = 250 mm; untuk roda.
C = 80 GPa = 80 kN/mm2 = 80.103 N/mm2;
η = 60 MPa = 60 N/mm2.

13
1. Beban yang dipakai untuk menahan piringan roda (W).
Torsi yang dipakai untuk hand wheel (T),
T = W.R = W.250 = 250 W N-mm
Momen inersia polar poros J adalah:
π 3,14 4
J= .d 4 = .35 = 147,34.10 3 mm 4
32 32
T τ
Kita mengetahui bahwa: =
J r
250W 60
3
=
147,34.10 17,5
W = 2020 N

2. Berapa derajat θ roda memuntir ketika beban W = 2020N dipakai.


T C.θ
Kita mengetahui bahwa: =
J l
T.l 250.2020.1200
θ = = = 0,05o
J .C 147,34.103.80.103

Contoh 3:
Sebuah poros mentransmisikan daya 97,5 kW pada 180 rpm. Jika tegangan geser yang
diijinkan pada material adalah 60 MPa, tentukan diameter yang sesuai untuk poros. Poros
tidak boleh memuntir lebih dari 1o pada panjang 3 meter. Ambil C = 80 GPa.
Penyelesaian:
Diketahui: P = 97,5 kW; N = 180 rpm; η = 60 MPa = 60 N/mm2;
θ = 1o = π/180 = 0,0174 rad; l = 3 m = 3000 mm; C = 80 GPa = 80.109 N/m2 = 80.103
N/mm2.
Misalkan T = Torsi yang ditransmisikan oleh poros dalam Nm, dan
d = diameter dalam mm.
Kita mengetahui bahwa daya yang ditransmisikan oleh poros (P),
2.π .N .T 2.π .180.T = 18,852.T
97,5.10 3 = =
60 60
T = 97,5.103/18,852 = 5172 Nm = 5172.103 Nmm.
Sekarang mari kita menentukan diameter poros berdasarkan pada kekuatan dan kekakuan.
1. Pertimbangan kekuatan poros
Kita mengetahui bahwa torsi yang ditransmisikan (T),

14
5172.103 Nmm = π/16 . η.d3 = π/16 . 60.d3 = 11,78.d3
d3 = 5172.103/11,78 = 439.103
d = 76 mm.
2. Pertimbangan kekakuan poros
Momen inersia polar dari poros,
J = π/32 .d4 = 0,0982.d4
T C.θ
Kita mengetahui bahwa: =
J l

5172.10 3 80.10 3 .0,0174


=
0,0982.d 4 3000
52,7.10 6
= 0,464
d4
d 4 = 439000
d = 103 mm
Ambil yang lebih besar dari dua nilai di atas, kita akan peroleh d = 103 mm dibulatkan
menjadi 105mm.

3.2 Tegangan Bending dalam Balok Lurus


Dalam praktik keteknikan, bagian-bagian mesin dari batang struktur yang
mengalami beban statis atau dinamis yang selain menyebabkan tegangan bending pada
bagian penampang juga ada tipe tegangan lain seperti tegangan tarik, tekan dan geser.
Balok lurus yang mengalami momen bending M seperti pada Gambar 3.2 di bawah
ini.

Gambar 3.2 : Tegangan bending pada balok lurus.

Ketika balok menerima momen bending, bagian atas balok akan memendek akibat
kompresi dan bagian bawah akan memanjang akibat tarikan. Ada permukaan yang antara
bagian atas dan bagian bawah yang tidak memendek dan tidak memanjang, permukaan itu
dinamakan permukaan netral (neutral surface). Titik potong permukaan netral dengan

15
sembarang penampang balok dinamakan sumbu netral (neutral axis). Distribusi tegangan
dari balok ditunjukkan dalam Gambar 3.2. Persamaan bending adalah :
M σ
= =
EI y R

Yang mana, M = aksi momen bending pada bagian yang diberikan,


ζ = tengan bending,
I = Momen inersia dari penampang terhadap sumbu netral,
y = Jarak dari sumbu netral ke arsiran,
E = Modulus elastisitas material balok,
R = Radius kelengkungan balok.
Dari persamaan di atas, rumus tegangan bending adalah:

σ = y.
E
R

Karena E dan R adalah konstan, oleh karena itu dalam batas elastis, tegangan pada
sembarang titik adalah berbanding lurus terhadap y, yaitu jarak titik ke sumbu netral.
Juga dari persamaan di atas, tegangan bending adalah:
M M M
σ = .y = =
I I/y Z
Rasio I/y diketahui sebagai modulus penampang (section modulus) dan dinotasikan Z.

Contoh 4:
Sebuah poros pompa ditunjukkan pada Gambar 3.3. Gaya-gaya diberikan sebesar
25 kN dan 35 kN pusatkan pada 150mm dan 200mm berturut-turut dari kiri dan kanan
bantalan. Tentukan diameter poros, jika tegangan tidak boleh melebihi 100 Mpa.

Gambar 3.3
Penyelesaian:
Diketahui: ζb = 100 MPa = 100 N/mm3
RA dan RB = Reaksi pada A dan B.

16
Momen pada A adalah:
RB.950 = (35.750) + (25.150) = 30.000
RB = 30.000/950 = 31,58 kN = 31,58.103 N
Dan RA = (25 + 35) – 31,58 = 28,42 kN = 28,42.103 N
Momen bending pada C adalah:
= RA. 150 = 28,42.103 = 4,263.106 Nmm.
Dan bending pada D = RB.200 = 31,58.103.200 = 6,316.106 Nmm
Kita melihat bahwa momen bending maksimum adalah pada D, oleh karena itu
momen bending maksimum, M = 6,316.106 Nmm.
Sedangkan d = diameter poros,
Section modulus, Z adalah:
π
Z= .d 3
32
= 0,0982.d3
Kita mengetahui bahwa tegangan bending (ζb),
100 = M/Z
100 = 6,316.106/(0,0982.d3) = 64,32.106/d3
d3 = 64,32.106/100 = 643,2.103
d = 86,3 mm ≈ 90 mm.

Contoh 5.
Sebuah poros roda panjangnya 1 meter mendukung bantalan pada ujungnya dan
pada bagian tengahnya menahan beban fly wheel sebesar 30 kN. Jika tegangan (bending)
tidak boleh melebihi 60 MPa, tentukan diameter poros tersebut. Poros roda ditunjukkan
Gambar 3.4.

Gambar 3.4
Penyelesaian:
Diketahui: L = 1 m = 10000mm; W = 30 kN = 30.103 N; ζb = 60 MPa = 60 N/mm2.

17
Misalkan d = Diameter poros dalam mm.
Section modulus,
π
Z= .d 3
32
Momen bending pada pusat poros,
W .L 30.10 3.1000
M = = = 7,5.10 6 Nmm
4 4
Kita mengetahui tegangan bending (ζb),
M7,5.10 6 76,4.10 6
60 = = 3
=
Z 0,0982d d3

d3 = 76,4.106/60 = 1,27.106
d = 108,3 ≈ 110 mm

Contoh 6.
Sebuah balok berpenampang persegi pada salah satu ujungnya dijepit dan menahan
sebuah motor listrik dengan berat 400 N pada jarak 300 mm dari ujung jepit. Tegangan
bending maksimum pada balok adalah 40 MPa. Tentukan lebar dan tebal balok jika
tebalnya adalah dua kali lebar. Balok ditunjukkan Gambar 3.5.

Gambar 3.5
Penyelesaian:
Diketahui: W = 400 N; L = 300 mm; ζb = 40 MPa = 40 N/mm2; h = 2.b
Misalkan b = Lebar balok dalam mm, dan
h = Tebal balok dalam mm.
Section modulus,
b.h 2 b.(2.b) 2 2.b 3
Z= = = mm 3
6 6 3
Momen bending maksimum (pada ujung jepit),
M = W.L = 400.300 = 120.103 Nmm

18
Kita mengetahui tegangan bending (ζb),
M120.10 3.3 180.10 3
40 = = =
Z 2.b 3 b3

b3 = 180.103/40 = 4,5.103
b = 16,5 mm
h = 2.b = 2.16,5 = 33 mm.

Contoh 7.
Sebuah pulley besi cor mentransmisikan daya 10 kW pada 400 rpm. Diameter
pulley adalah 1,2 meter dan mempunyai 4 lengan lurus berbentuk elip, dimana poros
mayor adalah dua kali poros minor. Tentukan dimensi dari lengan jika tegangan bending
adalah 15 MPa.
Penyelesaian:
Diketahui: P = 10 kW = 10.103 W; N = 400 rpm; D = 1,2 m = 1200 mm atau
R = 600 mm; ζb = 15 MPa = 15 N/mm2.
Misalkan T = Torsi yang ditransmisikan pulley.

Gambar 3.6
Kita mengetahui bahwa daya yang ditransmisikan oleh pulley (P),
2.π .N .T 2.π .400.T = 42.T
10.10 3 = =
60 60
T = 10.103/42 = 238 Nm = 238.103 Nmm.
Karena torsi adalah produk dari beban tangensial dan radius pulley, oleh karena itu beban
tangensial pada pulley adalah:
T 238.10 3
= = = 396,7N
R 600
19
Karena pulley mempunyai empat lengan, oleh karena itu beban tangensial setiap lengan,
W = 396,7/4 = 99,2 N
Dan momen bending maksimum pada lengan,
M = W.R = 99,2.600 = 59520 Nmm
Misalkan 2b = poros minor dalam mm, dan
2a = poros mayor dalam mm = 2. 2b = 4b
Section modulus untuk penampang elip,
π π
Z= .a 2 b = (2b) 2 .b = π mm 3

.b 3
4 4
Kita mengetahui bahwa tegangan bending (ζb),
M 59520 18943
15 = = =
Z π .b 3 b3
b3 = 18943/15 = 1263
b = 10,8 mm
Poros minor, 2b = 2.10,8 = 21,6 mm
Poros mayor, 2a = 4.b = 4.10,8 = 43,2 mm.

Latihan I:
1. Sebuah poros baja diameter 50 mm dan panjang 500 mm dikenai momen punter
1100 N-m, total sudut punter 0,6o. Tentukan tegangan geser maksimum yang terjadi
pada poros dan modulus kekakuan.
2. Sebuah poros mentransmisikan daya 100 kW pada 180 rpm. Jika tegangan yang
diijinkan dalam material adalah 60 MPa, tentukan diameter dalam poros. Poros
tidak boleh memuntir lebih dari 1o pada panjang 3 meter. Ambil C = 80 GPa.
3. Desain diameter yang sesuai untuk sebuah poros bundar yang diperlukan untuk
mentransmisikan 90 kW pada 180 rpm. Tegangan geser dalam poros tidak boleh
melebihi 70 MPa dan torsi maksimum melebihi rata-rata 40%. Juga tentukan sudut
puntir pada panjang poros 2 meter. Ambil C = 90 GPa.

Latihan II
1. Sebuah spindle seperti pada Gambar 3.6, adalah elemen dari rem industri dan
dibebani sperti pada pada gambar. Setiap beban P adalah sama dengan 4 kN dan
diterapkan pada tengah titik bantalannya. Tentukan diameter spindle, jika tegangan
bending maksimum adalah 120 MPa.
20
Gambar 3.6: Spindel

2. Sebuah pulley besi cor mentransmisikan 20 kW pada 300 rpm. Diameter pulley 550
mm dan mempunyai empat lengan lurus berpenampang elip yang mana poros
mayor adalah 2 kali poros minor. Tentukan dimensi lengan, jika tegangan bending
yang diijinkan adalah 15 MPa.

21
BAB IV

SAMBUNGAN KELING

4.1 Pendahuluan
Keling (rivet) adalah sebuah batang silinder pendek dengan kepala bulat. Bagian
silinder dari keling dinamakan shank atau body dan bagian bawah dari shank adalah tail
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1. Keling digunakan untuk membuat pengikat
permanen antara plat-plat seperti dalam pekerjaan struktur, jembatan, dinding tangki dan
dinding ketel. Sambungan keling secara luas digunakan untuk sambungan logam ringan.

Gambar 4.1: Bagian-bagian Keling

4.2 Metode Pengelingan


Fungsi keling dalam sebuah sambungan adalah untuk membuat sebuah ikatan yang
kuat dan ketat. Kekuatan biasanya untuk mencegah kegagalan dari sambungan. Keketatan
biasanya agar kuat dan mencegah kebocoran seperti pada ketel.

Gambar 4.2: Metode pengelingan


Ketika dua plat diikat bersamaan dengan sebuah keling seperti pada Gambar 4.2(a),
lubang dalam plat di-punching dan di-reaming. Punching adalah metode paling murah dan
digunakan untuk plat yang relatif tipis pada suatu struktur. Drilling digunakan pada
kebanyakan pekerjaan pressure-vessel (tangki). Dalam pengelingan pressure-vessel dan
struktur, diameter lubang keling biasanya 1,5mm lebih besar dari pada diameter nominal
keling.

22
Pengelingan bisa dikerjakan dengan manual atau dengan mesin. Dalam pengelingan
manual, original head dari keling ditahan dengan sebuah hammer (palu) atau batang yang
berat dan kemudian bagian tail ditempat pada die (cetakan keling) yang dipukul oleh
sebuah palu, seperti Gambar 4.2 (a). Hal ini mengakibatkan shank mengembang hingga
memenuhi lubang dan tail berubah menjadi sebuah point seperti ditunjukkan Gambar
4.2(b).
Dalam pengelingan mesin, die adalah bagian dari palu yang dioperasikan dengan
tekanan udara, hidrolik atau uap.
Catatan: 1. Untuk keling baja sampai diameter 12 mm, proses keling dingin bisa
digunakan sementara untuk keling diameter lebih besar, proses pengelingan
panas yang digunakan.
2. Dalam kasus keling yang panjang, hanya tail yang dipanaskan dan bukan
shank.

4.3 Material Keling


Material keling harus tangguh dan ulet. Keling biasa dibuat dari baja (baja karbon
rendah atau baja nikel), kuningan, aluminium atau tembaga, tetapi ketika kekuatan dan
ketahanan terhadap kebocoran adalah pertimbangan yang utama, maka keling baja yang
digunakan.
Keling secara umum diproduksi dari baja yang memenuhi Indian Standard (Standar
India) berikut:
a. IS : 1148-1982 (ditetapkan 1992) - Spesifikasi untuk batang keling pengerolan
panas ( diameter sampai 40mm) untuk struktur,
b. IS : 1149-1982 (ditetapkan 1992) – Spesifikasi untuk batang keling baja kekuatan
tinggi untuk struktur.
Keling untuk ketel diproduksi dari material menurut IS : 1990-1973 (ditetapkan 1992) –
Spesifikasi untuk keling baja untuk ketel.
Catatan: Baja untuk konstruksi ketel yang sesuai adalah IS:2100-1970 (ditetapkan 1992)-
Spesifikasi untuk batang dan billet baja untuk ketel.
Menurut Indian Standard, IS : 2998-1982 (ditetapkan 1992), material sebuah keling
harus mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari 40 N/mm2 dan perpanjangan lebih besar
dari 26 persen. Keling ketika panas harus lurus tanpa retak untuk diameter 2,5 kali
diameter shank. Keling dibuat dengan cold heading atau hot forging.

23
4.4 Tipe Kepala Keling
Kepala keling dikelompokkan ke dalam 3 jenis sesuai standar India:
1. Kepala keling secara umum (di bawah diameter 12 mm) sesuai dengan IS : 2155-
1982 (ditetapkan 1996) seperti Gambar 4.3.
2. Kepala keling secara umum (diameter 12mm sampai 48mm) sesuai dengan IS :
1929-1982 (ditetapkan 1996) seperti Gambar 4.4.
3. Kepala keling untuk ketel (diameter 12mm sampai 48mm) sesuai dengan IS :
1929-1961 (ditetapkan 1996) seperti Gambar 4.5.

Gambar 4.3: Kepala keling diameter dibawah 12mm

Gambar 4.4: Kepala keling (diameter 12mm sampai 48mm)

24
Gambar 4.5: Kepala keling untuk ketel

4.5 Tipe Sambungan Keling


Ada dua tipe sambungan keling, tergantung pada plat yang disambung.
1. Lap Joint (sambungan 2 lapis)
Lap joint adalah sambungan yang mana dua plat disambung bersama-sama, seperti
terlihat pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.
2. Butt Joint (sambungan 3 lapis)
Butt Joint adalah sambungan yang mana plat utama ditutup oleh dua plat lain. Plat
penutup dikeling bersama-sama dengan plat utama, seperti pada Gambar 4.8. Ada 2
jenis butt joint, yaitu: a. Single strap butt joint, dan
b. Double strap butt joint.

Gambar 4.6: Sambungan Lap joint single dan double

25
Gambar 4.7: Sambungan Lap joint triple

a) Single riveted double strap butt joint. b) Double riveted double strap butt joint

c) Double riveted double strap butt joint. d) Double riveted double strap butt joint
Gambar 4.8 Butt joint

26
4.6 Kegagalan Sambungan Keling
Sebuah sambungan keling bisa gagal dengan cara sebagai berikut:
a. Keretakan pada sudut plat. Keretakan ini dapat dihindari dengan mencegah
margin, m = 1,5.d, dimana d adalah diameter dari lubang keling, seperti pada
Gambar 4.9.
b. Retak pada seluruh plat. Akibat tegangan tarik pada plat utama, plat utama atau
penutup plat bisa retak seluruhnya seperti pada Gambar 4.10. Dalam kasus ini,
kita hanya membahas satu panjang kisar (pitch) dari plat. Ketahanan yang
diberikan oleh plat melawan keretakan dinamakam ketahanan retak (tearing
resistance) atau kekuatan retak (tearing strength) atau nilai keretakan (tearing
value) dari plat.

Gambar 4.10: Retak pada sudut plat Gambar 4.10: Retak pada seluruh plat
Misalkan p = Pitch dari keling,
d = Diameter dari lubang keling,
t = Ketebalan plat, dan
σt = Tegangan tarik yang diijinkan untuk material plat.
Kita mengetahui bahwa luas keling per panjang pitch adalah:
At = (p – d)t
Ketahanan retak (Pt) dari plat per panjang plat adalah:
Pt = At.σt = (p – d).σt
Ketika ketahanan retak Pt lebih besar dari pada beban yang diterapkan (P) per panjang
pitch, maka tipe ini tidak akan terjadi keretakan.
c. Pergeseran keling. Plat yang dihubungkan dengan keling yang mengalami
tegangan tarik pada keling, dan jika keling tidak sanggup menahan tegangan,
maka keling akan bergeser seperti pada Gambar 4.11. Ketahanan yang diberikan
oleh keling terhadap geseran dinamakam ketahanan geser (shearing resistance)

27
atau kekuatan geser (shearing strength) atau nilai pergeseran (shearing value)
dari keling.

Gambar 4.11
Misalkan d = Diameter dari lubang keling,
τ = Tegangan geser yang dijinkan untuk material keling, dan
n = Jumlah keling per panjang pitch.
Kita mengetahui luas pergeseran,
AS = π/4.d2 .........(dalam geser tunggal)
2
= 2. π/4.d .........(secara teoritis, dalam geser double)
= 1,875. π/4.d2 ........ (dalam geser double, terjadi untuk Ketel India)
Jadi ketahanan pergeseran yang dibutuhkan dari keling per panjang pitch adalah:
PS = n. π/4.d2.τ .........(dalam geser tunggal)
= n. 2. π/4.d2.τ .........(secara teoritis, dalam geser double)
= n.1,875. π/4.d2.τ ........ (dalam geser double, terjadi untuk Ketel India)
Ketika ketahanan pergeseran PS lebih besar dari pada beban yang diterapkan (P) per
panjang pitch, maka tipe ini akan terjadi kegagalan/kerusakan.
d. Perubahan bentuk (crushing) pada plat atau keling. Kadang-kadang
kenyataannya keling tidak mengalami geseran di bawah tegangan tarik, tetapi
bisa rusak (berubah bentuk) seperti pada Gambar 4.12. Akibat ini, lubang keling
menjadi berbentuk oval dan sambungan menjadi longgar. Kerusakan keling yang
demikian juga dinamakan sebagai kerusakan bantalan (bearing failure).
Ketahanan yang diberikan oleh keling terhadap perubahan bentuk dinamakam

28
ketahanan perubahan bentuk (crushing resistance) atau kekuatan perubahan
bentuk (crushing strength) atau nilai perubahan bentuk (bearing value)

Gambar 4.12: Perubahan bentuk pada keling

Misalkan d = Diameter lubang keling,


t = Ketebalan plat,
σC = Tegangan crushing yang diijinkan untuk material keling atau plat, dan
n = Jumlah keling per panjang pitch akibat crushing.
Kita mengetahui bahwa luas crushing per keling adalah:
AC = d.t
Total luas crushing = n.d.t
dan ketahanan crushing yang dibutuhkan untuk merusak keling per panjang pitch adalah:
PC = n.d.t.σc
Ketika ketahanan crushing Pc lebih besar dari pada beban yang diterapkan (P) per panjang
pitch, maka tipe ini akan terjadi kegagalan/kerusakan.
Catatan: Jumlah keling karena geser akan sama dengan jumlah keling karena crushing.

4.7 Kekuatan dan Efisiensi Sambungan Keling


Kekuatan sambungan keling didefinisikan sebagai gaya maksimum yang dapat
diteruskan tanpa mengakibatkan kegagalan. Kita dapat melihat bagian 4.6 bahwa Pt, Ps dan
Pc adalah tarikan yang diperlukan untuk meretakkan plat, menggeser keling dan
merusakkan keling.
Efisiensi sambungan keling didefinisikan sebagai rasio kekuatan sambungan keling
dengan kekuatan tanpa keling atau plat padat. Kita sudah membahas bahwa kekuatan
sambungan keling adalah Pt, Ps dan Pc. Kekuatan tanpa keling per panjang pitch adalah:
P = p.t.σt

29
Efisiensi sambungan keling η adalah:
setidaknya Pt , Ps dan Pc
η =
p.t.σ t
dimana: p = Pitch keling,
t = Ketebalan plat, dan
ζt = Tegangan tarik yang diijinkan dari material plat.

Contoh 1:
1. Sebuah lap joint double keling disambungkan antara plat dengan ketebalan 15 mm.
Diameter keling 25 mm dan pitch 75 mm. Jika tegangan tarik ultimate adalah 400 MPa,
tegangan geser ultimate 320 MPa dan tegangan crushing ultimate 640 MPa, tentukan
gaya minimum per pitch yang akan memutuskan sambungan.
Jika sambungan di atas diberi beban yang mempunyai angka keamanan 4, tentukan
tegangan aktual yang terjadi pada plat dan keling.

Penyelesaian:
Diketahui: t = 15 mm; d = 25 mm; p = 75 mm; ζtu = 400 MPa = 400 N/mm2; ηu = 320
Mpa = 320 N/mm2; ζcu = 640 MPa = 640 N/mm2

Gaya minimum per pitch yang akan memutuskan sambungan


Ketika tegangan ultimate diberikan, kita akan menentukan nilai ultimate dari
tahanan sambungan. Kita mengetahui bahwa tahanan retak ultimate dari plat per pitch,
Ptu = (p – d).t. ζtu = (75 – 25)15.400 = 300 000 N
Tahanan geser ultimate dari keling per pitch,
Psu = n.π/4.d2. ηu = 2. π/4.(25)2.320 = 314 200 N ............(n = 2)
dan tahanan crushing ultimate dari keling per pitch,
Pcu = n.d.t. ζcu = 2.25.15.640 = 480 000 N
Dari di atas kita melihat bahwa gaya minimum per pitch yang akan memutus sambungan
adalah 300.000 N atau 300 kN.

Tegangan aktual yang dihasilkan dalam plat dan keling


Karena faktor keamanan adalah 4, oleh karena itu beban aman per panjang pitch dari
samabungan adalah 300.000/4 = 75.000 N.

30
Misalkan ζta, ηa, dan ζca adalah tegangan retak aktual, tegangan geser aktual dan tegangan
crushing aktual yang dihasilkan dengan beban aman 75.000 N pada keretakan, geseran dan
crushing.
Kita mengetahui bahwa tahanan retak aktual dari plat (Pta),
Pta = (p – d).t. σta
75.000 = (75 - 25)15.σta = 750.σta
σta = 75.000/750 = 100 N/mm2 = 100 MPa
Tahanan geser aktual dari keling (Psa),
Psa = n.π/4.d2.ηa
75.000 = 2. π/4.(25)2. ηa = 982. ηa
ηa = 75000/982 = 76,4 N/mm2 = 76,4 MPa
dan tahanan crushing aktual dari keling (Pca)
Pca = n.d.t. ζca
75000 = 2.25.15. ζca = 750 ζca
ζca = 75000/750 = 100 N/mm2 = 100 MPa.

4.8 Sambungan Keling untuk Struktur


Sambungan keling dikenal sebagai Lozenge joint yang digunakan untuk atap,
jembatan atau balok penopang dan lain-lain adalah ditunjukkan pada Gambar 4.13.
Misalkan b = Lebar dari plat,
t = Ketebalan plat, dan
d = Diameter dari lubang keling.
Dalam perancangan Lozenge joint, mengikuti prosedur sebagai berikut:

Gambar 4.13: Sambungan keling untuk struktur

31
1. Diameter keling.
Diameter lubang keling diperoleh dengan menggunakan rumus Unwin’s, yaitu:
d=6 t
Tabel 4.1: Ukuran keling untuk sambungan umum, menurut IS: 1929 – 1982.

2. Jumlah keling.
Jumlah keling yang diperlukan untuk sambungan dapat diperoleh dengan tahanan
geseran atau tahan crushing dari keling.
Misalkan Pt = Aksi tarik maksimum pada sambungan. ini adalah tahanan retak dari
plat pada bagian luar yang hanya satu keling.
n = Jumlah keling
Karena sambungan adalah double strap butt joint, oleh karena itu dalam double shear
(geser). Itu diasumsikan bahwa tahanan sebuah keling pada double shear adalah 1,75 kali
dari pada single shear.
Tahanan geser untuk 1 keling,
PS = 1,75. π/4.d2.τ
dan tahanan crushing untuk 1 keling,
Pc = d.t.ζc
Jumlah keling untuk sambungan,
Pt
n=
Ps atau Pc
3. Ketebalan butt strap (plat pengikat ujung/penutup)
Ketebalan butt strap,
t1 = 1,25t, untuk cover strap tunggal
= 0,75t, untuk cover strap ganda (double)
4. Efisiensi sambungan
Hitung tahanan-tahanan sepanjang potongan 1-1, 2-2, dan 3-3.
Pada potongan 1-1, di sini hanya 1 lubang keling.
Jadi tahanan retak dari sambungan sepanjang 1-1 adalah:
Pt1 = (b - d).t.ζt

32
Tahanan retak dari sambungan sepanjang 2-2 adalah:
Pt2 = (b - 2d).t.ζt + kekuatan satu keling di depan potongan 2-2
(Untuk keretakan plat pada potongan 2-2, keling di bagian depan potongan 2-2 yaitu pada
potongan 1-1 harus yang pertama patah)
Dengan cara yang sama pada potongan 3-3 di isni ada 3 lubang keling.
Tahanan retak dari sambungan sepanjang 3-3 adalah:
Pt3 = (b - 3d).t.ζt + kekuatan satu keling di depan potongan 3-3
Nilai dari Pt1, Pt2, Pt3, Ps atau Pc adalah kekuatan sambungan.
Kita mengetahui bahwa kekuatan plat tanpa keling adalah:
P = b.t.ζt
Efisiensi sambungan,
Pt1, Pt 2, Pt 3, Ps atau Pc
η =
P
Catatan: Tegangan yang diijinkan dalam sambungan struktur adalah lebih besar dari pada
yang digunakan dalam desain pressure vessel. Nilai berikut biasa dipakai.
Untuk plat dalam tarikan = 140 Mpa
Untuk keling dalam geser = 105 Mpa
Untuk crushing dari keling dan plat
Geser tunggal = 224 Mpa
Geser ganda = 280 Mpa

5. Pitch dari keling diperoleh dengan menyamakan kekuatan tarik sambungan dan
kekuatan geser keling. Tabel berikut menunjukkan nilai pitch menurut Rotscher.
Tabel 4.2: Pitch dari keling untuk sambungan struktur

6. Pitch terkecil (m) harus lebih besar dari pada 1,5.d


7. Jarak antara baris dari keling adalah 2,5d sampai 3d.

33
Contoh 2:
Dua batang baja mempunyai lebar 200 mm dan tebal 12,5 mm disambung dengan cara butt
joint dengan cover plat ganda. Rancanglah sambungan jika tegangan yang diijinkan adalah
80 MPa untuk tarikan, 65 MPa untuk geser, dan 160 MPa untuk crushing. Buatlah sebuah
sket dari sambungan.
Penyelesaian:
diketahui: b = 200 mm; t = 12,5 mm; ζt = 80 MPa = 80 N/mm2; η = 65 MPa = 65 N/mm2;
ζc = 160 MPa = 160 N/mm2

Gambar 4.14: Sket rancangan sambungan butt joint double cover plat

1. Diameter keling
Kita mengetahui diameter lubang keling,
d = 6 t = 6 12,5 = 21,2 mm
Dari Tabel 4.1, kita melihat diameter lubang keling (d) adalah 21,5 mm dan berhubungan
dengan diameter keling sebesar 20 mm.

2. Jumlah keling
Misalkan n = Jumlah keling.
Kita mengetahui bahwa aksi tarik maksimum pada sambungan,
Pt = (b - d).t.ζt = (200 – 21,5)12,5.80 = 178 500 N
Ketika sambungan adalah butt joint dengan cover plat ganda sperti Gambar 4.14, oleh
karena itu keling adalah pada geser ganda. Asumsikan bahwa tahanan keling pada geser
ganda adalah 1,75 kali dari pada geser tunggal.

34
Tahanan geser 1 keling adalah
Ps = 1,75.π/4.d2.η = 1,75. π/4.(21,5)2.65 = 41 300 N
Tahanan crushing 1 keling adalah
Pc = d.t.ζc = 21,5.12,5.160 = 43 000 N
Ketika tahanan geser lebih kecil dari pada tahanan crushing, oleh karena itu jumlah keling
yang dipakai untuk sambungan adalah:
Pt 178500
n= = = 4,32 ≅ 5
Ps 41300
3. Ketebalan butt strap (plat pengikat ujung/penutup)
t1 = 0,75t = 0,75.12,5 = 9,375 dikatakan 9,4 mm
4. Efisiensi sambungan
Hitung tahanan-tahanan sepanjang potongan 1-1, 2-2, dan 3-3.
Pada potongan 1-1, di sini hanya 1 lubang keling.
Jadi tahanan retak dari sambungan sepanjang 1-1 adalah:
Pt1 = (b - d).t.ζt = (200 – 21,5).12,5.80 = 178 500 N
Pada potongan 2-2, di sini ada 2 lubang keling. Dalam kasus ini, keretakan plat terjadi jika
keling pada potongan 1-1 (di depan potongan 2-2) terjadi geser.
Tahanan retak dari sambungan sepanjang 2-2 adalah:
Pt2 = (b - 2d).t.ζt + Tahanan geser 1 keling
= (200 – 2.21,5).12,5.80 + 41300 = 198 300 N
Pada potongan 3-3, disini ada 2 lubang keling. Keretakan plat terjadi jika 1 keling pada
pada potongan 1-1 dan 2 keling pada potongan 2-2 terjadi geser.
Tahanan retak dari sambungan sepanjang potongan 3-3 adalah:
Pt3 = (b - 2d).t.ζt + Tahanan geser 3 keling
= (200 – 2.21,5).12,5.80 + 2.41300 = 280 900 N
Tahanan geser seluruh 5 keling adalah:
Ps =5.41300 = 206 500 N
Tahanan crushing dari seluruh 5 keling adalah:
Pc = 5.43000 = 215 000 N
Ketika kekuatan sambungan adalah nilai dari Pt1, Pt2, Pt3, Ps atau Pc , oleh karena itu
kekuatan sambungan adalah 178 500 N sepanjang potongan 1-1.
Kita mengetahui bahwa kekuatan plat tanpa keling adalah:
P = b.t.ζt = 20.12,5.80 = 200 000 N

35
Efisiensi sambungan,
Pt1, Pt 2, Pt 3, Ps atau Pc 178500
η = = = atau 89,25%
0,8925
P 200000
5. Pitch keling, p = 3 d + 5 mm = (3.21,5) + 5 = 69,5 mm ≈ 70 mm
6. Pitch terkecil, m = 1,5 d = 1,5.21,5 = 33,25 mm ≈ 35 mm
7. Jarak antara baris dari keling = 2,5 d = 2,5.21,5 = 53,75 mm ≈ 55 mm

4.9 Sambungan Keling dengan Beban Eksentris


Ketika garis aksi dari beban tidak melewati titik pusat dari sistem keling dan
seluruh keling tidak menerima beban yang sama, maka sambungan ini dinamakan
sambungan keling beban eksentris, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.15 (a). Beban
eksentris menghasilkan geser sekunder diakibatkan oleh kecenderungan gaya untuk
memutar sambungan terhadap pusat gravitasi yang menimbulkan geser.
Misalkan P = Beban eksentris sambungan, dan
e = Eksentrisitas beban yaitu jarak antara garis aksi beban dan pusat
sistem keling.

Gambar 4.15: Sambungan keling beban eksentris

36
Prosedur berikut ini untuk merancang sambungan keling beban eksentris;
1. Tentukan pusat gravitasi G dari sistem keling.
Misalkan A = Luas penampang setiap keling,
x1, x2, x3, dst = Jarak keling dari OY
y1, y2, y3, dst = Jarak keling dari OX
A1x1 +A2 x2 +A3 x3 +... Ax1 +Ax 2 +Ax3 +.. x1 +x 2 +x3 +..
maka: x= = =
A1 + A2 + A3 + .. n.A n

y1 +y 2 +y 3 +..
y=
n
2. Masukkan dua gaya P1 dan P2 pada pusat gravitasi G dari sistem keling. Gaya-gaya ini
adalah sama dan berlawanan arah dengan P seperti pada Gambar 4.15 (b).
3. Asumsikan bahwa seluruh keling adalah sama ukurannya, pengaruh P1 = P adalah
untuk menghasilkan beban geser langsung pada setiap keling yang sama besarnya.
Oleh karena itu beban geser langsung setiap keling adalah:
Ps = P/n
4. Pengaruh P2 = P adalah untuk menghasilkan momen putar yang besarnya P.e yang
cenderung memutar sambungan terhadap pusat gravitasi G dari sistem keling searah
jarum jam. Akibat momen putar, dihasilkan beban geser sekunder. untuk menentukan
beban geser sekunder, dibuat asumsi sebagai berikut:
a. Beban geser sekunder adalah sama dengan jarak radial keling dari pusat gravitasi
sistem keling.
b. Arah beban geser sekunder adalah tegak lurus dengan garis pusat keling terhadap
pusat gravitasi sistem keling.
Misalkan F1, F2, F3, ... = Beban geser sekunder pada keling 1, 2, 3 ... dst.
l1, l2, l3, ... = Jarak radial keling 1, 2, 3, .... dst dari pusat gravitasi sistem
keling.
Dari asumsi (a),

F1 F2 F3
= = = ....
l1 l2 l3

l2 l3
F2 = F1 dan F3 = F1
l1 l1

37
Kita mengetahui bahwa jumlah momen putar eksternal akibat beban eksentris dan momen
tahanan internal dari keling harus sama dengan nol.
P.e = F1 .l1 + F2 .l 2 + F3 .l 3 + ....
= F1 .l1 + F1 . l 2 .l 2 + F1 . l 3 .l 3 + ....
l1 l1

=
F1
l1
[
(l 1 )2 + (l 2 )2 + (l 3 )2 + ... ]
5. Beban geser utama dan sekunder dapat ditambahkan untuk menentukan resultan beban
geser (R) pada setiap keling seperti pada Gambar 4.15 (c). Besarnya R menjadi:

R = (Ps ) 2 + F 2 + 2.Ps .F.cosθ

dengan θ = Sudut antara beban geser utama (Ps) dan beban geser sekunder (F)
Ketika beban geser sekunder pada setiap keling adalah sama, kemudian keling
menerima beban yang besar yang mana sudut antara beban geser utama dan beban geser
sekunder menjadi minimum. Jika tegangan geser yang diijinkan (η), diameter lubang keling
dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
π
Resultan gaya geser maksimum R = .d 2


4
Dari Tabel 4.1, diameter standar untuk lubang keling (d) dan diameter keling.

Contoh 3:
Sambungan keling lap joint dibebani secara eksentris dirancang untuk bracket baja seperti
Gambar 4.16 di bawah.

Gambar 4.16
Tebal plat bracket adalah 25 mm. Seluruh keling mempunyai ukuran yang sama.
Beban bracket P = 50 kN; spasi keling, C = 100 mm; lengan (arm) beban, e = 400 mm.
Beban geser yang diijinkan 65 MPa dan tegangan crushing adalah 120 MPa.
Tentukan ukuran keling yang digunakan untuk sambungan.
Penyelesaian:
38
Diketahui: t = 25 mm; P = 50 kN = 50.103 N; e = 400 mm; n = 7;
η = 65 Mpa = 65 N/mm2; ζc = 120 Mpa = 120 N/mm2.

Gambar 4.17: Diagram benda bebas:

Pertama adalah menentukan pusat gravitasi dari sistem keling x dan y .


x1 +x 2 +x3 +x 4 +x 5 +x 6 +x 7
x=
n
100 +200 +200 +200
= = 100 mm ........( x1 = x 6 = x 7 = 0)
7
y1 +y 2 +y 3 +y 4 +y 5 +y 6 +y 7
y=
n
200 +200 +200 + 100 +100
= = 114,3 mm ..........( y 5 = y 6 = 0)
7
Pusat gravitasi G dari sistem keling pada jarak 100 mm dari OY dan 114,3 mm dari OX,
seperti Gambar 4.17.
Kita mengetahui bahwa beban geser utama pada setiap keling adalah:
P 50.10 3
Ps = = = 7143N
n 7
Beban geser utama sejajar dengan arah beban P seperti pada Gambar 4.17.
Momen putar dihasilkan oleh beban P akibat eksentrisitas (e).
Momen putar = P.e = 50.103.400 = 20.106 N-mm
Momen putar ini ditahan oleh 7 keling seperti pada Gambar 4.17.

39
Gambar 4.18

Misalkan F1, F2, F3, F4, F5, F6 dan F7 adalah beban geser sekunder keling 1, 2, 3, 4,
5, 6, dan 7 ditempatkan pada jarak l1, l2, l3, l4, l5, l6 dan l7 dari pusat gravitasi sistem keling
seperti pada Gambar 4.18.
Dari geometri gambar, kita dapat menentukan bahwa:

l1 = l3 = (100) 2 + (200 − 114,3) 2 = 131,7mm


l 2 = 200 − 114,3 = 85,7mm
l 4 = l 7 = (100) 2 + (114,3 − 100) 2 = 101mm
l 5 = l 6 = (100) 2 + (114,3) 2 = 152mm

Persamaan momen puntir akibat eksentrisitas beban adalah:

P.e =
F1
l1
[
(l 1) 2 + (l 2 ) 2 + (l 3 ) 2 + (l 4 ) 2 + (l 5 ) 2 + (l 6 ) 2 + (l 7 ) 2 ]
F1
=
l1
[
2(l 1 ) 2 + (l 2 ) 2 + 2(l 4 ) 2 + 2(l 5 ) 2 ]
......(l1 = l 3 ; l 4 = l 7 ; l 5 = l 6 )

F
[
50.10 3.400 = 1 2(131,7) 2 + (85,7) 2 + 2(101) 2 + 2(152) 2
131,7
]
20.10 6.131,7 = 108645F1
F1 = 24244 N
Ketika beban geser sekunder seimbang dengan jarak radial dari pusat gravitasi, oleh
karena itu:

40
l2 85,7
F2 = F1 = 24244 = 15766N
l1 131,7

l3
F3 = F1 = F1 = 24244N
l1

l4 101
F4 = F1 = 24244 = 18593N
l1 131,7

l5 152
F5 = F1 = 24244 = 27981N
l1 131,7

F6 = F1 l 6 = F5 = 27981N ......(l 6 = l 5 )
l1

F7 = F1 l 7 = F4 = 18593N .......(l 7 = l 4 )
l1
Dengan menggambar beban geser utama dan beban geser sekunder setiap keling, kita
melihat bahwa keling 3, 4, dan 5 mendapat beban yang terbesar. Sekarang kita menentukan
sudut antara beban geser utama dan beban geser sekunder untuk 3 keling ini. Dari geometri
Gambar 14.18, kita peroleh:

Resultan beban geser pada keling 3:

Resultan beban geser pada keling 4:

Resultan beban geser pada keling 5:

41
Resultan beban geser dapat ditentukan secara grafik seperti ditunjukan pada Gambar 4.18.
Dari atas kita melihat bahwa resultan beban geser maksimum adalah pada keling ke
5. Jika d adalah diameter lubang keling, maka resultan beban geser maksimum (R5)

Dari tabel 4.1, kita melihat diameter standar lubang keling (d) adalah 25,5 mm dan
dihubungkan diameter keling adalah 24 mm.
Mari sekarang kita cek sambungan untuk tegangan crushing. Kita mengetahui bahwa:
Beban maksimum R 33121 N
Tegangan crushing = = 5 = = 51,95 = 51,95MPa
Panampang crushing d .t 25,5.25 mm 2
Ketika tegangan ini di bawah tegangan crushing sebesar 120 Mpa, maka desain adalah
aman.

Contoh macam-macam konstruksi dan diagram benda bebasnya.


1.

Gambar 4.19

42
2

.
Gambar 4.20

3.

Gambar 2.21

43
4.

Gambar 4.22
Latihan:
1. Dua plat tebalnya 16 mm disambung dengan double riveted lap joint. Pitch setiap baris
keling 90 mm. Diameter keling 25 mm. Tegangan yang diijinkan adalah:

Tentukan efisiensi sambungan?


2. Single riveted double cover butt joint dibuat pada plat dengan tebal 10 mm dan
diameter keling 20 mm, pitch 60 mm. Hitung efisiensi sambungan?

3. Double riveted double cover butt joint dibuat pada plat dengan tebal 12 mm dan
diameter keling 18 mm, pitch 80 mm. Hitung efisiensi sambungan?

4. Double riveted lap joint (chain riveting) untuk menyambung 2 plat dengan tebal 10
mm. Tegangan yang diijinkan adalah ζt = 60 MPa; η = 50 MPa; dan ζc = 80 MPa.
Tentukan diameter keling, pitch keling dan jarak antara baris keling. Juga tentukan
efisiensi keling.
5. sebuah bracket didukung oleh 4 keling yang sama ukurannya, seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.23. Tentukan diameter keling jika tegangan geser maksimum adalah 140
Mpa.
6. Sebuah bracket dikeling ke sebuah kolom dengan 6 keling yang sama ukurannya
seperti pada Gambar 4.24. Bracket membawa beban 100 kN pada jarak 250 mm kolom.
Jika tegangan geser maksimum dalam keling dibatasi 63 Mpa, tentukan diameter
keling.

44
Gambar 4.23 Gambar 4.24

44
BAB V
SAMBUNGAN LAS
(WELDING JOINT)

5.1 Pendahuluan
Sambungan las adalah sebuah sambungan permanen yang diperoleh dengan
peleburan sisi dua bagian yang disambung bersamaan, dengan atau tanpa tekanan dan
bahan pengisi. Panas yang dibutuhkan untuk peleburan bahan diperoleh dengan
pembakaran gas (untuk pengelasan gas) atau bunga api listrik (untuk las listrik).
Pengelasan secara intensif digunakan dalam fabrikasi sebagai metode alternatif
untuk pengecoran atau forging (tempa) dan sebagai pengganti sambungan baut dan keling.
Sambungan las juga digunakan sebagai media perbaikan misalnya untuk menyatukan
logam akibat crack (retak), untuk menambah luka kecil yang patah seperti gigi gear.

5.2 Jenis Sambungan Las


Ada dua jenis sambungan las, yaitu:
1. Lap joint atau fillet joint
Sambungan ini diperoleh dengan pelapisan plat dan kemudian mengelas sisi dari plat-
plat. Bagian penampang fillet (sambungan las tipis) mendekati triangular (bentuk segitiga).
Sambungan fillet bentuknya seperti pada Gambar 5.1 (a), (b), dan (c).

Gambar 5.1: Sambungan las jenis lap joint.

2. Butt joint.
Butt joint diperoleh dengan menempatkan sisi plat seperti ditunjukkan pada Gambar
5.2. Dalam pengelasan butt, sisi plat tidak memerlukan kemiringan jika ketebalan plat
kurang dari 5 mm. Jika tebal plat adalah 5 mm sampai 12,5 mm, maka sisi yang
dimiringkan berbentuk alur V atau U pada kedua sisi.

45
Gambar 5.2: Sambungan las butt joint

Jenis lain sambungan las dapat dilihat pada Gambar 5.3 di bawah ini.

Gambar 5.3: Tipe lain sambungan las.

5.3 Kekuatan sambungan las fillet melintang


Lap joint (sambungan las fillet melintang) dirancang untuk kekuatan tarik, seperti
pada Gambar 5.4 (a) dan (b).

Gambar 5.4: Lap joint

Gambar 5.5 Skema dan dimensi bagian sambungan las

46
Untuk menentukan kekuatan sambungan las, diasumsikan bahwa bagian fillet
adalah segitiga ABC dengan sisi miring AC seperti terlihat pada Gambar 5.5. Panjang
setiap sisi diketahui sebagai ukuran las dan jarak tegak lurus kemiringan BD adalah tebal
leher. Luas minimum las diperoleh pada leher BD, yang diberikan dengan hasil dari tebal
leher dan panjang las.
Misalkan t = Tebal leher (BD).
s = Ukuran las = Tebal plat,
l = Panjang las,
Dari Gambar 5.5, kita temukan ketebalan leher adalah:
t = s.sin45o = 0,707.s
Luas minimum las atau luas leher adalah:
A = t.l =0,707.s.l (5 – 1)
Jika ζt adalah tegangan tarik yang diijinkan untuk las logam, kemudian kekuatan tarik
sambungan untuk las fillet tunggal (single fillet weld) adalah:
P = 0,707.s.l. ζt (5 – 2)
dan kekuatan tarik sambungan las fillet ganda (double fillet weld) adalah:
P = 2.0,707.s.l. ζt = 1,414.s.l. ζt (5 – 3)

5.4 Kekuatan sambungan las fillet sejajar


Sambungan las fillet sejajar dirancang untuk kekuatan geser seperti terlihat pada
Gambar 5.6. Luas minimum las atau luas leher:
A = 0,707.s.l

Gambar 5.6: Sambungan las fillet sejajar dan kombinasi

47
Jika η adalah tegangan geser yang diijinkan untuk logam las, kemudian kekuatan geser dari
sambungan untuk single paralel fillet weld (las fillet sejajar tunggal),
P = 0,707.s.l. τ (5 – 4)
dan kekuatan geser sambungan untuk double paralel fillet weld,
P = 2.0,707.s.l. τ = 1,414.s.l. τ (5 – 5)
Catatan:
1. Jika sambungan las adalah kombinasi dari las fillet sejajar ganda dan melintang
tunggal seperti Gambar 5.6 (b), kemudian kekuatan sambungan las adalah dengan
menjumlahkan kedua kekuatan sambungan las, yaitu;
P = 0,707.s.l1. ζt + 1,414.s.l2. η
dimana l1 adalah lebar plat.
2. Untuk memperkuat las fillet, dimensi leher adalah 0,85.t.

Contoh 1:
Sebuah plat lebar 100 mm dan tebal 10 mm dilas dengan plat lain secara las fillet sejajar
ganda (double paralel fillet weld). Plat dikenai beban statis 80 kN. Tentukan panjang las
jika tegangan geser yang diijinkan dalam las tidak melebihi 55 MPa.

Penyelesaian:
diketahui: Lebar = 100 mm; Tebal = 10 mm; P = 80 kN = 80.103 N; η = 55 MPa = 55
N/mm2.
Misalkan l = Panjang las, dan
s = Ukuran las = tebal plat = 10 mm.
Kita mengetahui bahwa beban maksimum yang dibawa plat untuk double paralel fillet
weld (P) pada persamaan (5 – 5) adalah:
80.103 = 1,414.s.l.η = 1,414.10.l.55 = 778.l
l = 80.103 /778 = 103 mm
Tambahan 12,5 mm untuk mengawali dang mengakhiri las, sehingga panjang las total:
l = 103 + 12,5 = 115,5 mm

5.5 Kasus khusus sambungan las fillet


Kasus berikut dari sambungan las fillet adalah penting untuk diperhatikan:
1. Las fillet melingkar yang dikenai torsi. Perhatikan batang silinder yang
dihubungkan ke plat kaku dengan las fillet seperti pada Gambar 5.7.

48
misalkan d = Diameter batang,
r = Radius batang,
T = Torsi yang bekerja pada batang,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
J = Momen inersia polar dari bagian las
= π.t.d3/4
Gambar 5.7
Kita mengetahui bahwa tegangan geser untuk material adalah:
T .r T .d / 2 T .d / 2 2.T
η= = = = dimana
J J π .t.d / 4 π .t.d 2
3

Tegangan geser terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet. Geser maksimum terjadi
pada leher las dengan sudut 45o dari bidang horisontal..
Panjang leher, t = s.sin 45o = 0,707.s
ddan tegangan geser maksimum adalah:
2.T 2.83.T
η max = = (5 – 6)
π .0,707.s.d 2
π .s.d 2

2. Las fillet melingkar yang dikenai momen bending. Perhatikan batang silinder
yang dihubungkan ke plat kaku dengan las fillet seperti pada Gambar 5.8.
Misalkan d = Diameter batang,
M= Momen banding pada batang,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
Z = Section modulus dari bagian las
= π.t.d2/4

Kita mengetahui bahwa momen bending adalah:


Gambar 5.8

Tegangan bending terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet. Tegangan bending
maksimum terjadi pada leher las dengan sudut 45o dari bidang horisontal.
Panjang leher, t = s.sin 45o = 0,707.s

49
dan tegangan bending maksimum adalah::

(5 – 7)

3. Las fillet memanjang yang dikenai beban torsi. Perhatikan plat vertikal dilas ke
plat horisontal dengan dua las fillet seperti pada Gambar 5.9.
misalkan T = Torsi yang bekerja pada plat vertikal,
l = Panjang las,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
J = Momen inersia polar dari bagian las
(utk 2 sisi las)

Gambar 5.9
Variasi tegangan geser adalah sama dengan variasi tegangan normal sepanjang (l) dari
balok yang dikenai bending murni.
Tegangan geser menjadi:

Tegangan geser maksimum terjadi pada leher, yaitu:

(5 – 8)

Contoh 2:
Sebuah poros pejal dengan diameter 50 mm dilas ke plat tipis dengan las fillet 10 mm
seperti pada Gambar 5.10. Tentukan torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las
jika tegangan geser maksimum material las tidak melebihi 80 Mpa.

Gambar 5.10

50
Penyelesaian:
diketahui: d = 50 mm; s = 10 mm ; ηmax = 80 MPa = 80 N/mm2
T = Torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las.
Kita mengetahui tegangan geser maksimum pada persamaan (5 – 6) adalah:
2.T 2.83.T
η max = =
π .0,707.s.d 2
π .s.d 2
2,83.T 2,83.T
80 = =
π .10.(50) 2
78550
T = 80.78550/2,83
= 2,22.106 N-mm = 2,22 kNm

Contoh 3:
Sebuah plat panjangnya 1 m, tebal 60 mm dilas ke plat lain pada sisi kanan dan kiri dengan
las fillet 15 mm, seperti pada Gambar 5.11. Tentukan torsi maksimum yang dapat ditahan
sambungan las jika tegangan geser maksimum dalam bahan las tidak melebihi 80 MPa.

Gambar 5.11
Penyelesaian:
Diketahui: l = 1m = 1000 mm ; Tebal = 60 mm; s = 15 mm ; ηmax = 80 MPa = 80 N/mm2.
T = Torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las
Kita mengetahui tegangan geser maksimum pada persamaan (5 – 8) adalah:

5.6 Kekuatan Butt Joint


Sambungan butt dirancang untuk tarik dan tekan. Perhatikan sambungan V-butt
tunggal seperti pada Gambar 5.12 (a).

51
Gambar 5.12: Butt joint
Dalam butt joint, panjang ukuran las adalah sama dengan tebal leher yang sama
dengan tebal plat.
Kekuatan tarik butt joint (single-V atau square butt joint),
P = t.l.ζt (5 – 9)
dimana l = panjang las. Secara umum sama dengan lebar plat.
dan kekuatan tarik double-V butt joint seperti pada Gambar 5.12 (b) adalah:
P = (t1 + t2).l.ζt (5 – 10)
dimana t1 = Tebal leher bagian atas, dan
t2 = Tebal leher bagian bawah.
Sebagai catatan bahwa ukuran las bisa lebih besar dari pada ketebalan plat, tetapi
dapat juga lebih kecil. Tabel berikut menunjukkan ukuran las minimum yang
direkomendasikan.
Tabel 5.1: Ukuran las minimum yang direkomendasikan.

Contoh 3:
Sebuah plat lebarnya 100 mm dan tebalnya 12,5 mm dilas ke plat lain dengan las fillet
sejajar. Plat tersebut mendapat beban 50 kN. Tentukan panjang las jika tegangan
maksimum tidak melebihi 56 MPa. Perhatikan bahwa sambungan las dibawah beban statis
dan beban fatik/berulang-ulang (fatique).

52
Penyelesaian:
Diketahui: Lebar = 100 mm ; Tebal = 12,5 mm ; P = 50 kN = 50.103 N ; η = 56 MPa =
56 N/mm2.
• Panjang las untuk beban statis:
Misalkan l = Panjang las, dan
s = Ukuran las = tebal plat = 12,5 mm
Kita tahu bahwa beban maksimum yang dibawa plat untuk double paralel fillet weld (P)
pada persamaan (5 – 5) adalah:
P = 1,414.s.l. τ
50.103 = 1,414.12,5.l.56 = 990.l
l = 50.103/990 = 50,5 mm
Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah:
l = 50,5 + 12,5 = 63 mm

• Panjang las untuk beban fatik


Dari tabel 5.2 di bawah ini kita dapat menentukan faktor konsentrasi tegangan untuk
paralel fillet welding adalah 2,7.
Tabel 5.2 : Faktor konsentrasi tegangan

Tegangan geser yang diijinkan adalah:


η = 56/2,7 = 20,74 N/mm2.
Kita tahu bahwa beban maksimum yang dibawa plat untuk double paralel fillet weld (P)
pada persamaan (5 – 5) adalah:
P = 1,414.s.l. τ
50.103 = 1,414.s.l. τ = 1,414.12,5.l.20,74 = 367.l
l = 50.103/367 = 136,2 mm
Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah:
l = 136,2 + 12,5 = 148,7 mm

53
Contoh 4:
Sebuah plat lebarnya 75 mm dan tebal 12,5 mm disambung dengan plat lain secara single
transverse weld dan double paralel fillet weld seperti pada Gambar 5.13. Tegangan tarik
maksimum 70 MPa dan tegangan geser maksimum 56 MPa. Tentukan panjang las setiap
paralel fillet weld, jika sambungan dikenai beban statis dan fatik.

Gambar 5.13
Penyelesaian:
Diketahui: Lebar = 75 mm ; Tebal = 12,5 mm ; ζt = 70 MPa = 70 N/mm2 ;
η = 56 MPa = 56 N/mm2.
Panjang efektif las (l1) untuk transverse weld diperoleh dengan pengurangan 12,5 mm dari
lebar plat.
l1 = 75 – 12,5 = 62,5 mm
• Panjang setiap fillet paralel untuk beban statis.
Misalkan l2 = Panjang setiap fillet paralel.
Kita tahu bahwa beban maksimum yang dapat dibawa plat adalah:
P = luas x tegangan = 75.12,5.70 = 65 625 N.
Beban yang dibawa oleh single transverse weld pada persamaan (5 – 2) adalah :
P1 = 0,707.s.l1. ζt = 0,707.12,5.62,5.70 = 38 664 N
dan beban yang dibawa oleh double paralel fillet weld pada persamaan (5 – 5) adalah
P2 = 1,414.s.l2. τ = 1,414.12,5.l2.56 = 990.l2
Beban yang dibawa oleh sambungan las (P):
65 625 = P1 + P2 = 38 664 + 990.l2
l2 = 27,2 mm
Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah:
l2 = 27,2 + 12,5 = 39,7 mm ≈ 40 mm
• Panjang setiap fillet paralel untuk beban fatik.
Dari tabel 5.2, kita dapat menentukan faktor konsentrasi tegangan untuk transverse weld
adalah 1,5 dan untuk paralel fillet weld adalah 2,7.

54
Tegangan tarik yang diijinkan adalah:
ζt = 70/1,5 = 46,7 N/mm2
dan tegangan geser yang diijinkan adalah:
η = 56/2,7 = 20,74 N/mm2
Beban yang dibawa oleh single transverse weld pada persamaan (5 – 2) adalah :
P1 = 0,707.s.l1. ζt = 0,707.12,5.62,5.46,7 = 25 795 N
dan beban yang dibawa oleh double paralel fillet weld pada persamaan (5 – 5) adalah
P2 = 1,414.s.l2. τ = 1,414.12,5.l2.20,74 = 366.l2
Beban yang dibawa oleh sambungan las (P):
65 625 = P1 + P2 = 25 795 + 366.l2
l2 = 108,8 mm
Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah:
l2 = 108,8 + 12,5 = 121,3 mm ≈ 122 mm

5.7 Beban eksentris sambungan las


Beban eksentris dapat terjadi pada sambungan las dengan berbagai cara. Ketika
tegangan geser dan tegangan bending secara simultan terjadi pada sambungan, maka
tegangan maksimum menjadi:
Tegangan normal maksimum adalah:

(5 – 11)
Tegangan geser maksimum adalah:

(5 – 12)
dimana ζb = Tegangan bending,
η = Tegangan geser

Gambar 5.14: Beban eksentris

55
Ada dua kasus beban eksentris sambungan las, yaitu:
Kasus 1:
Perhatikan sambungan tetap T pada salah satu ujungnya dikenai beban eksentris P pada
jarak e seperti pada Gambar 5.14.
misalkan l = Panjang las,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
Sambungan mendapat dua jenis tegangan:
1. Tegangan geser langsung akibat gaya geser P pada las, dan
2. Tegangan bending akibat momen bending P x e.
Kita tahu bahwa luas leher las adalah:
A = Tebal leher x panjang las
= t.l.2 = 2 t l (untuk double fillet weld)
= 2.0,707.s.l = 1,414.s.l (t = s.cos45o = 0,707.s)
Tegangan geser pada las adalah:

(5 – 13)
Section modulus dari logam las melalui leher las adalah:

(untuk kedua sisi las)

(5 – 14)

Momen bending, M = P.e

Tegangan bending, (5 – 15)

Kita tahu bahwa tegangan normal maksimum adalah lihat persamaan (5-11):

Tegangan geser maksimum adalah lihat persamaan (5-12):

Kasus 2:
Ketika sambungan las dibebani secara eksentris seperti pada Gambar 5.15, maka
terjadi dua jenis tegangan berikut ini:

56
1. Tegangan geser utama, dan
2. Tegangan geser akibat momen puntir.

Gambar 5.15: Sambungan las dibebani secara eksentris


Misalkan P = Beban eksentris,
e = Eksentrisitas yaitu yaitu jarak tegak lurus antara garis aksi beban dan
pusat gravitasi (G) dari fillet.
l = Panjang las,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher.
Dua gaya P1 dan P2 adalah didahului pada pusat gravitasi G dari sistem las.
Pengaruh beban P1 = P adalah untuk menghasilkan tegangan geser utama yang
diasumsikan seragam sepanjang las. Pengaruh P2 = P menghasilkan momen puntir sebesar
P x e yang memutar sambungan terhadap pusat gravitasi dari sistem las. Akibat momen
puntir menimbulkan tegangan geser sekunder.
Kita tahu bahwa tegangan geser utama adalah sama dengan persamaan (5-13)

(luas leher untuk single fillet weld = t.l = 0,707s.l)

Ketika tegangan geser akibat momen puntir (T = P.e) pada beberapa bagian adalah
seimbang untuk jarak radial dari G, sehingga tegangan akibat P.e pada titik A adalah
seimbang dengan AG (r2) dan arahnya memutar ke kanan terhadap AG. Dapat ditulis:

dimana η2 adalah tegangan geser pada jarak maksimum (r2) dan η adalah tegangan geser
pada jarak r.

57
Perhatikan sebuah bagian kecil dari las yang mempunyai luas dA pada jarak r dari G.
Gaya geser pada bagian kecil ini adalah η.dA
dan momen puntir dari gaya geser terhadap G adalah:

Momen puntir total seluruh luas las adalah:

dimana J = Momen inersia polar dari luas leher terhadap G.


Tegangan geser akibat momen puntir yaitu tegangan geser sekunder adalah:

Menentukan resultan tegangan, tegangan geser utama dan sekunder adalah kombinasi
secara vektor.
Resultan tegangan geser pada A,

dimana θ = sudut antara η1 dan η2 , dan


cos θ = r1/r2
Catatan: Momen inersia polar pada luas leher (A) terhadap pusat gravitasi yang diperoleh
dengan teorema sumbu sejajar yaitu:
(double fillet weld)

dimana A = luas leher = t.l = 0,707.s.l,


l = panjang las,
x = jarak tegak lurus antara dua sumbu sejajar.

58
Tabel 5.3: Momen inersia polar dan section modulus dari las

59
Contoh 5:
Sambungan las seperti pada Gambar 5.16, menerima beban eksentris 2 kN.
Tentukan ukuran las, jika tegangan geser maksimum dalam las adalah 25 MPa.

Gambar 5.16

60
Penyelesaian:
Diketahui: P = 2kN = 2000 N ; e = 120 mm ; l = 40 mm ; ηmax = 25 MPa = 25 N/mm2.
misalkan s = Ukuran las dalam mm, dan
t = tebal leher las.
Sambungan las pada Gambar 5.16 menerima tegangan geser utama akibat gaya geser P =
2000 N dan tegangan bending akibat momen bending P.e.
Kita tahu bahwa luas leher adalah:
A = 2t.l = 2.0,707.s.l
= 1,414.s.l = 1,414.s.40 = 56,56.s

Tegangan Geser: (5 – 13)

Momen bending, M = P.e = 2000.120 = 240.103 N-mm

Section Modulus las melalui leher , (5 – 14)

Tegangan bending,

Kita tahu bahwa tegangan geser maksimum seperti pada persamaan (5-12) adalah:

Contoh 6:
Sebuah poros pejal berdiameter 50 mm dilas ke plat tipis seperti pada Gambar 5.17.
Jika ukuran las 15 mm, tentukan tegangan geser maksimum dan tegangan normal
maksimum dalam las.

Gambar 5.17

61
Penyelesaian:
Diketahui: D = 50 mm ; s = 15 mm ; P = 10kN = 10000 N ; e = 200 mm.
Luas leher untuk las fillet melingkar adalah:

Tegangan geser utama:

Momen bending M = P.e = 10000. 200 = 2.106 Nmm.


Dari tabel 5.3, untuk las-lasan melingkar kita dapat menentukan section modulus:

Tegangan bending adalah:

• Tegangan normal maksimum

• Tegangan Geser maksimum:

Contoh 7:
Sebuah balok berpenampang persegi dilas dengan las fillet seperti pada Gambar
5.18. Tentukan ukuran las, jika tegangan geser yang diijinkan dibatasi 75 MPa.

Gambar 5.18

62
Penyelesaian:
diketahui: P = 25kN = 25.103 N ; ηmax = 75 MPa = 75 N/mm2 ; l = 100 mm ; b = 150 mm;
e = 500 mm
Sambungan las menerima tegangan geser utama dan tegangan bending. Luas leher untuk
las fillet persegi adalah:

Tegangan geser utama adalah:

Tegangan bending adalah: M = P.e = 25.103 .500 = 12,5.106 Nmm.


Dari tabel 5.3 untuk bagian las persegi, section modulus adalah:

Tegangan bending adalah:

Tegangan geser maksimum adalah:

(s = ukuran las)

Contoh 8:
Sebuah plat baja persegi dilas seperti cantilever ke kolom vertikal dan mendukung
beban P seperti pada Gambar 5.19. Tentukan ukuran las jika tegangan geser tidak melebihi
140 MPa.

(a) (b)
Gambar 5.19

63
Penyelesaian:
Diketahui: P = 60kN = 60.103 N ; b = 100 mm ; l = 50 mm ; η = 140 MPa = 140
N/mm2
Pertama menentukan pusat gravitasi sistem las seperti pada Gambar 5.19 (b). Dari tabel
5.3, kita dapat menentukan

dan momen inersia polar untuk luas leher sistem las terhadap G adalah:

Jarak beban dari pusat gravitasi (G) yaitu eksentrisitas adalah:

Radius maksimum dari las adalah:

Luas leher sistem las adalah:

Tegangan geser utama adalah:

dan tegangan geser akibat momen puntir atau tegangan geser sekunder adalah:

64
Resultan tegangan geser adalah:

(s = ukuran las)

Latihan:
1. Sebuah plat lebarnya 10A mm dan tebal 1A mm dilas dengan plat lain secara
transverse weld pada ujungnya. Jika plat dikenai beban 7A kN, tentukan ukuran las
untuk beban statis dan beban fatik. Tegangan tarik yang diijinkan tidak melebihi 7A
MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).
2. Jika plat pada soal no.1 di atas disambung dengan double fillet dan tegangan geser
tidak melebihi 56 MPa, tentukan panjang las untuk (a) beban statis dan (b) beban
dinamis.
3. Batang baja melingkar berdiameter 5A mm dan panjang 20A mm dilas secara
melingkar ke sebuah plat baja kemudian ujung batang baja dikenai beban 5 kN.
Tentukan ukuran las, dengan asumsi tegangan yang diijinkan dalam las adalah 10A
MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).
Petunjuk
4. Sebuah poros pejal persegi ukuran 8A mm x 5A mm dilas secara fillet weld 5 mm pada
seluruh sisinya ke plat tipis dengan sumbu tegak lurus ke permukaan plat. Tentukan
torsi maksimum yang dapat diterapkan poros, jika tegangan geser dalam las tidak
melebihi 85 MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang
mengerjakan). Petunjuk
5. Sebuah plat dilas secara fillet weld dengan tebal t = 10 mm seperti pada Gambar 5.20.
Tentukan Tegangan geser maksimum dalam las, asumsikan setiap las panjangnya 100
mm.
6. Gambar 5.21 menunjukkan sebuah sambunga las yang dikenai beban eksentris 20kN.
Pengelasan hanya satu sisi. Tentukan ukuran las seragam jika tegangan geser yang
diijinkan untuk bahan las adalah 8A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor
terakhir NIM yang mengerjakan).

65
Gambar 5.20 Gambar 5.21
7. Sebuah braket dilas ke sisi tiang (column) dan membawa beban vertikal P seperti pada
Gambar 5.22. Tentukan P jika tegangan geser maksimum pada 10 mm fillet weld
adalah 8A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang
mengerjakan).
8. Sebuah bracket seperti pada Gambar 2.23 membawa beban 40 kN. Hitung ukuran las
jika tegangan geser yang diijinkan 8A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor
terakhir NIM yang mengerjakan).

Gambar 5.22 Gambar 5.23

66
BAB VI
SAMBUNGAN ULIR

6.1 Pendahuluan
Sebuah ulir (screwed) dibuat dengan melakukan pemotongan secara kontinyu alur
melingkar pada permukaan silinder. Sambungan ulir sebagian besar terdiri dari dua elemen
yaitu baut (bolt) dan mur (nut). Sambungan ulir banyak digunakan dimana bagian mesin
dibutuhkan dengan mudah disambung dan dilepas kembali tanpa merusak mesin. Ini
dilakukan dengan maksud untuk menyesuaikan/menyetel pada saat perakitan (assembly)
atau perbaikan, atau perawatan.

6.2 Istilah penting pada ulir


Istilah berikut digunakan pada ulir seperti pada Gambar 6.1 adalah penting untuk
diperhatikan.

Gambar 6.1: Istilah pada ulir


Keterangan Gambar 3.1:
1. Major diameter adalah diameter terbesar pada ulir eksternal atau internal.
Dinamakan juga outside atau nominal diameter.
2. Minor diameter adalah diameter terkecil pada ulir eksternal atau internal.
Dinamakan juga core atau root diameter.
3. Pitch diameter adalah diameter rata-rata silinder. Dianamakan juga effective
diameter.
4. Pitch adalah jarak antara puncak ulir. Secara matematika dapat dihitung:
1
Pitch =
Jumlah puncak ulir per unit panjang ulir

67
5. Crest adalah permukaan atas pada ulir.
6. Root adalah permukaan bawah yang dibentuk oleh dua sisi berdekatan dari ulir.
7. Depth of thread adalah jarak tegak lurus antara crest dan root.
8. Flank adalah permukaan antara crest dan root.
9. Angle of thread adalah sudut antara flank ulir.
10. Slope adalah setengah pitch ulir.

6.3 Jenis ulir


Jenis ulir adalah sebagai berikut:
1. British standard whitworth (B.S.W) thread. Ulir jenis ini banyak digunakan dimana
kekuatan yang tinggi pada root yang dibutuhkan, seperti pada Gambar 6.2.

Gambar 6.2 : B.S.W. thread


2. British association (B.A) thread. Merupakan ulir jenis B.S.W. dengan pitch yang baik
dan banyak digunakan untuk instrumentasi (alat ukur) dan pekerjaan lain yang
presisi, seperti pada Gambar 6.3.

Gambar 6.3: B.A. thread

68
3. American national standard thread. Ulir ini digunakan untuk tujuan umum seperti
baut, mur, lubang ulir dan tap, seperti pada Gambar 6.4.

Gambar 6.4: American national standard thread


4. Square thread. Ulir ini banyak digunakan untuk transmisi daya, biasanya dijumpai
pada mekanisme mesin perkakas, katup, spindle, uli jack dan lain-lain seperti pada
Gambar 6.5.

Gambar 6.5: Square thread


5. Acme thread. Ulir ini banyak digunakan pada ulir mesin bubut, katup kuningan, ulir
kerja bangku, seperti pada Gambar 6.6.

Gambar 6.6: Acme thread


6. Knukle thread. Ulir ini banyak digunakan untuk pekerjaan kasar seperti railway
kopling, hydrant dan lain-lain seperti pada Gambar 6.7.

Gambar 6.7: Knukle thread

69
7. Buttress thread. Ulir banyak digunakan untuk transmisi daya satu arah, seperti pada
Gambar 6.8.

Gambar 6.8: Buttress thread

6.4 Jenis Sambungan ulir


1. Through bolts. Seperti pada Gambar 6.9 (a) terlihat bahwa baut dan mur mengikat dua
bagian/plat secara bersamaan. Jenis baut ini banyak digunakan pada baut mesin, baut
pembawa, baut automobil dan lain-lain.

Gambar 6.9
2. Tap bolts. Seperti pada Gambar 6.9 (b), ulir dimasukkan ke lubang tap pada salah satu
bagiannya dikencangkan tanpa mur.
3. Stud. Seperti pada Gambar 6.9 (c), ulir ini pada kedua ujungnya berulir. Salah satu
ujung ulir dimasukkan ke lubang tap kemudian dikencangkan sementara ujung yang
lain ditutup dengan mur.
4. Cap screws. Ulir ini sama jenisnya dengan tap bolts tetapi berukuran kecil dan variasi
bentuk kepala seperti pada Gambar 6.10.

70
Gambar 6.10: Cap screws

6.5 Dimensi standar ulir


Dimensi desain ISO untuk ulir, baut dan mur dapat dilihat pada Tabel 6.1 berikut:
Tabel 6.1: Dimensi standar ISO untuk Ulir

71
72
6.6 Sambungan baut akibat beban eksentris
Beberapa aplikasi sambungan baut yang mendapat beban eksentris seperti bracket,
tiang crane, dll. Beban eksentris dapat berupa:
1. Sejajar dengan sumbu baut.
2. Tegak lurus dengan sumbu baut.
3. Dalam bidang baut.

6.7 Beban eksentris yang sejajar terhadap dengan sumbu baut


Perhatikan Gambar 6.11, ada empat baut yang mana setiap baut mendapat beban
tarik utama Wt1 =W/n, dimana n adalah jumlah baut.

Gambar 6.11: Beban eksentris yang sejajar dengan sumbu baut

Misalkan w = beban baut per unit jarak terhadap pengaruh balik bracket
W1 dan W2 = beban setiap baut pada jarak L1 dan L2 dari sisi tepi.
Beban setiap baut pada jarak L1 adalah:
W1 = w.L1
dan momen gaya terhadap sisi tepi = w.L1 . L1 = w.(L1)2
Beban setiap baut pada jarak L2 adalah:
W2 = w.L2
dan momen gaya terhadap sisi tepi = w.L2 . L2 = w.(L2)2
Total momen gaya pada baut terhadap sisi tepi = 2w.(L1)2 + 2w.(L2)2 (6-1)
Momen akibat beban W terhadap sisi tepi = W.L (6-2)
Dari persamaan (6-1) dan (6-2), diperoleh:
W.L = 2w.(L1)2 + 2w.(L2)2
W .L
w=
2[(L1 ) 2 + (L2 ) 2 ]

73
Beban tarik dalam setiap baut pada jarak L2 adalah:
W .L.L2
Wt2 = W2 = w.L2 = (6-3)
2[(L1 ) 2 + (L2 ) 2 ]
Total beban tarik pada baut yang dibebani paling besar adalah:
Wt = Wt1 + Wt2 (6-4)
Jika dc adalah diameter core (minor) dari baut dan ζt adalah tegangan tarik untuk material
baut, maka total beban tarik Wt :
π
Wt = (dc)2. ζt (6-5)
4
Dari persamaan (6-4) dan (6-5), nilai dc dapat diperoleh.

Contoh 1:
sebuah bracket seperti pada Gambar 6.11, menahan sebuah beban 30 kN. Tentukan ukuran
baut, jika tegangan tarik maksimum yang diijinkan dalam material adalah 60 MPa. Jarak
L1 = 80mm, L2 = 250mm, dan L = 500mm.
Penyelesaian:
Diketahui: W = 30kN ; ζt = 60 MPa = 60 N/mm2 ; L1 = 80mm , L2 = 250mm , dan
L = 500mm.
Beban tarik utama yang dibawa oleh setiap baut adalah:
Wt1 =W/n = 30/4 = 7,5 kN
dan beban dalam setiap baut per unit jarak w adalah:
W .L 30. 500
w= 2
= = 0,109 kN/mm
2[( L1 ) + ( L2 ) ] 2[(80) 2 + (250) 2 ]
2

Ketika beban baut yang terbesar adalah pada jarak L2 dari sisi tepi, sehingga beban baut
terbesar adalah:
Wt2 = W2 = w.L2 = 0,109. 250 = 27,25 kN
Beban tarik maksimum pada baut dengan beban terbesar pada persamaan (6-4) adalah:
Wt = Wt1 + Wt2 = 7,5 + 27,25 = 34,75 kN = 34 750 N
Beban tarik maksimum pada baut adalah persamaan (6-5):
π
Wt = (dc)2. ζt
4
π
34 750 = (dc)2. 60
4
(dc)2 = 34 750/47 = 740
dc = 27,2 mm

74
Dari Tabel 6.1, kita temukan bahwa standar diameter minor (core) baut adalah 28,706mm
dan jika dihubungkan dengan ukuran baut yang tepat adalah M33.

6.8 Beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut


Sebuah dinding bracket membawa beban eksentris yang tegak lurus terhadap
sumbu baut seperti pada Gambar 6.12.

Gambar 6.12
Dalam kasus ini, baut menerima beban geser utama yang sama pada seluruh baut.
Sehingga beban geser utama pada setiap baut adalah:
Ws = W/n, dimana n = jumlah baut.
Beban tarik maksimum pada baut 3 dan 4 adalah seperti pada persamaan (6-3):
W .L.L 2
Wt2 = Wt = w.L2 = (6-3)
2[(L1 ) 2 + (L2 ) 2 ]
Ketika baut dikenai geser yang sama dengan beban tarik, kemudian beban ekuivalen dapat
ditentukan dengan hubungan berikut:
Beban tarik ekuivalen adalah:

(6-6)
dan beban geser ekuivalen adalah:

(6-7)

Contoh 2:
Sebuah bracket dijepit pada batang baja seperti pada Gambar 6.13. Beban
maksimum yang diberikan bracket sebesar 12 kN secara vertikal pada jarak 400 mm dari
permukaan batang. Permukaan vertikal bracket dikunci ke batang oleh empat baut, dalam
dua baris pada jarak 50 mm dari sisi terbawah bracket. Tentukan ukuran baut jika tegangan
75
tarik yang diijinkan dari material sebesar 84 MPa. Juga tentukan penampang lengan
bracket yang berbentuk persegi.

Gambar 6.13
Penyelesaian:
Diketahui: W = 12 kN = 12.103 N ; L = 400 mm ; L1 = 50 mm ; L2 = 375 mm ;
ζt = 84 MPa = 84 N/mm2 ; n = 4
Beban geser utama setiap baut:
Ws = W/n = 12/4 = 3 kN
Beban tarik maksimum yang dibawa baut 3 dan 4 adalah:

Ketika baut menerima beban geser yang sama dengan beban tarik, sehingga beban tarik
ekuivalen pada persamaan (6-6) adalah:

• Ukuran baut
Beban tarik ekuivalen (Wte) pada persamaan (6-5) adalah:
π
Wte = (dc)2. ζt
4
π
7490 = (dc)2. 84 = 66.(dc)2
4
(dc)2 = 7490/66 = 113,5
dc = 10,65 mm
Dari Tabel 6.1, kita temukan bahwa standar diameter minor (core) baut adalah 11,546 mm
dan jika dihubungkan dengan ukuran baut yang tepat adalah M14.

76
• Penampang lengan bracket
Misalkan: t dan b = tebal dan kedalaman lengan bracket.
Section modulus Z:
1
Z = .t.b 2
6
Momen bending maksimum bracket;
M = 12.103.400 = 4,8.106 Nmm
M
Tegangan bending (tarik) ζt =
Z
4,8.10 6
sehingga: 84 =
1 .t.b 2
6
t.b2 = 343.103 atau t = 343.103 /b2
Diasumsikan kedalaman lengan bracket , b = 250 mm, maka tebal bracket adalah:
t = 343.103/2502 = 5,5 mm.

6.9 Beban eksentris pada bracket dengan sambungan melingkar


Kadang-kadang landasan bracket dibuat melingkar seperti piringan bantalan pada
mesin perkakas seperti pada Gambar 6.14.

Gambar 6.14
Misalkan: R = Radius piringan (flens),
r = Radius melingkar pitch baut,
w = Beban per baut per unit jarak dari sisi tepi,
L = Jarak beban dari sisi tepi,
L1, L2, L3, dan L4 = Jarak pusat baut dari sisi tepi A.
Seperti pernah dibahas pada sub bab di atas bahwa persamaan momen eksternal W.L
merupakan jumlah momen seluruh baut adalah:

77
(6-8)

Dari geometri pada Gambar 6.14 (b), kita dapat menentukan:

Sehingga nilai persamaan (8) menjadi:

Beban pada baut 1 =

Beban ini adalah maksimum ketika cos α adalah minimum yaitu ketika cos α = -1 atau α =
180o.
Beban maksimum pada baut adalah

Secara umum, jika n = jumlah baut,


kemudian beban sebuah baut adalah

dan beban maksimum baut adalah

(6-9)

Setelah diketahui beban maksimum, maka dapat dicari ukuran baut.

Contoh 3.
Sebuah piringan bantalan seperti pada Gambar 6.14 di atas, dikunci dengan 4 baut secara
melingkar berjarak antar bautnya 500 mm. Diameter piringan bantalan 650 mm dan beban
400 kN diberikan pada jarak 250 mm dari kerangka. Tentukan ukuran baut, jika tegangan
tarik material baut yang aman 60 MPa.
Penyelesaian:
Diketahui: n = 4 ; d = 500 mm atau r = 250 mm; D = 650 mm atau R = 325 mm ; W =
400 kN = 400.103 N ; L = 250 mm ; ζt = 60 MPa = 60 N/mm2
Beban maksimum baut seperti pada persamaan (6-9) adalah :

78
Sedangkan beban maksimum pada persamaan (6-5) adalah:
π
Wt = (dc)2. ζt
4
π
91 643 = (dc)2. 60 = 47,13 (dc)2
4
(dc)2 = 91 643/47,13 = 1945 atau dc = 44 mm
Dari Tabel 6.1, kita temukan bahwa standar diameter minor (core) baut adalah 45,795 mm
dan jika dihubungkan dengan ukuran baut yang tepat adalah M52.

Latihan:
1. Sebuah plat disambung ke dinding dengan 4 baut M12 seperti pada Gambar 6.15.
Diameter core (minor) baut adalah 9,858 mm. Tentukan nilai W jika tegangan tarik
yang diijinkan dalam material baut adalah 6A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan
nomor terakhir NIM yang mengerjakan).

Gambar 6.15
2. Sebuah bracket seperti pada Gambar 6.16, disambung ke dinding dengan 4 baut.
Tentukan ukuran baut, jika tegangan tarik yang aman untuk baut adalah 7A MPa.
(Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).

79
Gambar 6.16

3. Sebuah bracket seperti pada Gambar 6.17, disambung ke tiang vertikal dengan 5
baut standar. Tentukan ukuran baut, jika tegangan tarik material yang aman 7A
MPa dan tegangan geser yang aman 5A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan
nomor terakhir NIM yang mengerjakan).

Gambar 6.17

80
BAB VII
POROS

7.1 Pendahuluan
Poros adalah sebuah perputaran elemen mesin yang digunakan untuk
mentransmisikan daya dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Daya dihantarkan poros
oleh beberapa gaya tangensial dan torsi (momen torsi). Untuk memindahkan daya dari
poros yang satu ke poros yang lain diperlukan alat transmisi daya seperti pulley, roda gigi,
dan lain-lain. Alat transmisi daya ini memberikan gaya-gaya yang dapat mengakibatkan
bending pada poros. Dengan kata lain, sebuah poros digunakan untuk transmisi torsi dan
momen bending. Pulley atau roda gigi ini dipasang dan disambung oleh pasak pada poros.

Gambar 1: Poros
Material yang digunakan untuk poros harus mempunyai sifat sebagai berikut:
• Kekuatan yang tinggi
• Machinability yang baik
• Factor sensitivitas takik yang rendah
• Sifat perlakuan panas yang baik
• Sifat tahan aus yang tinggi.
Material yang digunakan untuk poros biasa adalah baja karbon dengan grade 40C8, 45C8,
50C4 dan 50C12.
Tabel 1.1: Sifat mekanik baja yang digunakan untuk poros

81
Poros umumnya diproduksi dengan pengerolan panas dan diakhiri ukurannya
dengan cold drawing atau proses bubut dan proses gerinda. Poros yang dirol dingin adalah
lebih kuat dari pada poros yang dirol panas tetapi dengan tegangan residual (tegangan sisa)
yang lebih tinggi. Tegangan sisa ini dapat mengakibatkan distorsi pada poros ketika
diproses mesin, secara khusus ketika dislot atau dibuatkan lubang pasak. Poros dengan
diameter yang lebih besar biasanya diproses tempa (forged) dan dibubut ukurannya pada
mesin bubut.
Jenis poros ada dua macam yang penting untuk diketahui yaitu:
• Poros transmisi. Di sini poros mentransmisikan daya antara sumber dan mesin
yang digerakkan. Seluruh poros pabrik adalah poros transmisi. Karena di sini poros
meneruskan/membawa bagian mesin seperti pulley, roda gigi dan lain-lain, oleh
karena itu poros menerima bending sebagai tambahan puntiran.
• Poros mesin. Di sini poros dirakit menjadi satu kesatuan dari bagian mesin itu
sendiri. Poros engkol (crank shaft) adalah contoh dari poros mesin.

7.2 Tegangan dalam poros


Tegangan-tegangan yang terjadi dalam poros adalah sebagai berikut:
1. Tegangan geser akibat transmisi torsi (akibat beban torsional).
2. Tegangan bending (tarik atau tekan) akibat gaya aksi elemen mesin seperti roda
gigi, pulley dan lain-lain termasuk juga berat poros itu sendiri.
3. Tegangan akibat kombinasi beban torsional dan bending.
Menurut kode American Society of Mechanical Engineers (ASME)untuk desain
poros transmisi, tegangan kerja maksimum yang diijinkan dalam bentuk tarik atau
tekan adalah:
1. 112 MPa untuk poros tanpa pasak.
2. 84 MPa untuk poros dengan pasak.
Berdasarkan spesifikasi fisik poros, tegangan tarik yang diijinkan (ζt) diambil 60 %
dari batas elastis tarik (ζel), tetapi tidak boleh melebihi 36 % tegangan tarik ultimate (ζu).
dengan kata lain, tegangan tarik yang diijinkan adalah:
ζt = 0,6 ζel atau 0,36ζu
Tegangan geser maksimum yang diijinkan adalah:
1. 56 MPa untuk poros tanpa pasak.
2. 42 MPa untuk poros dengan pasak.

82
Berdasarkan spesifikasi fisik poros, tegangan geser yang diijinkan (ζt) diambil 30%
dari batas elastis tarik (ζel), tetapi tidak boleh melebihi 18% tegangan tarik ultimate (ζu).
dengan kata lain, tegangan geser yang diijinkan adalah:
ζt = 0,3ζel atau 0,18ζu

7.3 Poros yang hanya menerima momen punter (torsi)


Ketika poros hanya menerima torsi, maka diameter poros dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan torsi, yaitu:
T η
= (1-1)
J r
Dimana T = torsi
J = momen inersia polar poros terhadap sumbu putar,
η = tegangan geser torsional,
r = jarak dari sumbu netral terhadap permukaan luar poros = d/2
d = diameter poros.
Untuk poros pejal bundar, momen inersia polar adalah:

Persamaan (1-1) torsi untuk poros pejal dapat ditulis:

(1-2)

Dari persamaan ini, diameter poros d dapat dihitung.


Untuk poros berongga, momen inersia polar adalah:

83
do
di

Gambar 2: Poros berongga


Dimana do dan di = diameter luar dan diameter dalam poros, dan r = do/2
Persamaan (1-1) torsi untuk poros berongga menjadi:

(1-3)

Misalkan k = rasio diameter dalam dan luar poros = di/do


Persamaan (1-3) menjadi:

(1-4)

Contoh 1:
Sebuah poros pejal mentransmisikan daya 1 MW pada putaran 240 rpm. Tentukan
diameter poros jika torsi maksimum yang ditransmisikan melebihi torsi rata-rata 20%.
Ambil tegangan geser maksimum yang diijinkan 60 MPa.
Penyelesaian:

Diketahui:
Torsi rata-rata yang ditransmisikan poros:

Torsi maksimum yang ditransmisikan:

84
Diameter poros adalah:


Contoh 2:
Tentukan diameter poros baja pejal untuk mentransmisikan 20 kW pada 200 rpm.
Tegangan geser ultimate untuk baja adalah 360 MPa dan factor keamanan 8. Jika poros
berongga ditempatkan pada poros pejal, tentukan diameter dalam dan luar ketika rasio k
adalah 0,5.
Penyelesaian:

Diketahui:

Tegangan geser yang diijinkan:

• Diameter poros pejal:


Torsi yang ditrasmisikan poros pejal:

Diameter poros menjadi:


• Diameter poros berongga
Torsi yang ditrasmisikan poros berongga:

85
7.4 Poros yang hanya menerima momen bending
Ketika poros yang hanya menerima momen bending, maka tegangan maksimum
(tarik atau tekan) diberikan oleh persamaan bending.
(1-5)
Dimana M = momen bending,
I = momen inersia penampang poros terhadap sumbu putar,
ζb = tegangan bending,
y = jarak dari sumbu netral ke permukaan luar poros.
Untuk poros pejal bundar, momen inersia:

dan
substitusi ke persamaan (1-5) diperoleh:

(1-6)

Dari persamaan ini, diameter poros d dapat dihitung.


Untuk poros berongga, momen inersia adalah:

Dan
Substitusi ke persamaan (1-5) diperoleh:

(1-7)
Dari persamaan ini diameter luar do dapat diperoleh.

Contoh 3:
Sepasang roda dari gerbong rel kereta api membawa beban 50 kN pada setiap kotak poros,
pada jarak 100 mm dari bagian luar landasan roda. Panjang antar roda 1,4 m. Tentukan
diameter poros antara roda, jika tegangannya tidak melebihi 100 MPa.
Penyelesaian:

86
Diketahui:

Gambar 3
Dari gambar 3 terlihat bahwa momen bending maksimum terjadi pada roda di C dan D.
oleh karena itu momen bending maksimum:

Dari persamaan (1-6), diperoleh diameter poros:

7.5 Poros menerima kombinasi momen bending dan momen torsi


Ketika poros menerima kombinasi momen bending dan momen torsi, kemudian
poros dirancang berdasarkan dua momen secara simultan (bersamaan). Beberapa teori
telah dipercaya untuk menghitung kegagalan elastis dari material ketika poros menerima
variasi jenis tegangan kombinasi. Dua teori berikut sangat penting untuk diketahui:
1. Teori tegangan geser maksimum atau teori Guest’s. ini digunakan untuk material
yang ulet seperti baja karbon rendah.
2. Teori tegangan normal maksimum atau teori Rankin’s. ini digunakan untuk
material getas seperti besi cor.
Misalkan: η = tegangan geser yang terjadi akibat momen torsi,
ζb = tegangan bending (tarik atau tekan) yang terjadi akibat momen bending.
Menurut Teori tegangan geser maksimum, tegangan geser maksimum dalam poros adalah:

Substitusi nilai η dari persamaan (1-2) dan nilai ζb dari persamaan (1-6) diperoleh:

87
Atau : (1-8)

Dinamakan sebagai momen torsi ekuivalen Te.


Persamaan (1-8) dapat ditulis;

(1-9)
Menurut teori tegangan normal maksimum, tegangan normal maksimum adalah:

(1-10)

Atau (1-11)

Dinamakan momen bending ekuivalen Me .


Persamaan (1-11) dapat ditulis:
(1-12)
Untuk poros berongga persan (1-9) dan (1-12) menjadi:

Contoh 4:
Sebuah poros didukung oleh bantalan A dan B, dengan jarak antara pusat bantalan 800mm.
Sebuah spur gear (roda gigi lurus) kelurusan gigi 20o (sudut tekan) mempunyai diameter
kisar 600 mm adalah ditempatkan 200mm sebelah kanan bantalan A, dan sebuah pulley
dengan diameter 700mm dipasang 250mm dari sebelah kiri bantalan B. Roda gigi
digerakan oleh pinion gear dengan dengan gaya tangensial ke bawah sementara pulley
menggerakkan belt horizontal dengan sudut 180o. Pulley juga juga berfungsi sebagai
flywheel dan berat 2000N. Tarikan belt maksimum adalah 3000N dan rasio tarikan 3:1.
Tentukan momen bending maksimum dan diameter poros jika tegangan geser maksimum
material 40 MPa.
Penyelesaian:
Diketahui:

Diagram benda bebas untuk poros dapat dilihat pada Gambar 4 (a) berikut:

88
Gambar 4
Torsi yang terjadi pada poros D adalah:

89
Diagram torsi ditunjukkan pada Gambar 4 (b).
Diasumsikan bahwa torsi pada D sama dengan torsi pada C, oleh karena itu gaya
tangensial yang terjadi pada roda gigi C adalah:

Dan beban normal yang terjadi pada gigi gear C adalah:

Gambar 5.
Beban normal terjadi pada sudut 20o dari posisi vertical seperti pada Gambar 5. Sehingga
beban normal vertical dan horizontal dapat diperoleh.
Komponen vertikal WC yaitu beban vertikal yang terjadi pada poros di C adalah:

Dan Komponen horisontal WC yaitu beban horisontal yang terjadi pada poros di C adalah:

Ketika oleh karena itu:

Jadi beban horisontal yang terjadi pada poros di D adalah:

beban vertikal yang terjadi pada poros di D adalah:

Diagram beban vertikal dan horizontal pada C dan D ditunjukkan pada Gambar 4 (c) dan
(d).
Sekarang menentukan momen bending maksimum untuk pembebanan vertikal dan
horizontal.
Perhatikan pembebanan vertical pada C dan D. RAV dan RBV menjadi reaksi pada bantalan
A dan B. sehingga:

Ambil momen terhadap A, diperoleh:

90
Momen bending pada A dan B adalah:

Momen bending pada C:

Momen bending pada D:


Diagram momen bending untuk pembebanan vertical ditunjukkan pada Gambar 4 (e).
Sekarang perhatikan pembebanan horizontal pada C dan D. RAH dan RBH menjadi reaksi
pada bantalan A dan B, sehingga diperoleh:

Ambil momen terhadap A, diperoleh:

Momen bending pada A dan B adalah:

Momen bending pada C:


Momen bending pada D:
Diagram momen bending untuk pembebanan horisontal ditunjukkan pada Gambar 4 (f).
Resultan (jumlah total) momen bending pada C adalah:

Resultan Momen bending pada D:

Momen bending maksimum


Diagram momen bending ditunjukkan pada gambar 4 (g). kita melihat bahwa momen
bending maksimum terjadi pada D, oleh karena itu:
Momen bending maksimum adalah M = MD = 887 874 N-mm.
Diameter poros
Momen punter ekuivalen:

91
Maka diameter poros dapat diperoleh dari persamaan (1-9), yaitu:

7.6 Poros menerima beban fluktuasi


Dalam artikel sebelumnya kita mempunyai asumsi bahwa poros dikenai torsi dan
momen bending konstan. Tetapi secara praktik, poros menerima momen torsi dan bending
secara fluktuasi. Oleh karena itu kombinasi faktor kejut dan faktor fatik harus diambil ke
dalam perhitungan untuk menentukan momen torsi dan momen bending. Jadi untuk poros
yang menerima kombinasi bending dan torsi, momen torsi ekuivalen menjadi:

Dan momen bending ekuivalen menjadi:

Dimana : Km = kombinasi faktor kejut dan fatik untuk bending, dan


Kt = kombinasi faktor kejut dan fatik untuk torsi
Tabel 1: Nilai Km dan Kt yang direkomendasikan.

Contoh 5:
Gambar 6 menunjukkan bahwa sebuah pros membawa pulley A dan roda gigi B dan
didukung oleh dua bantalan C dan D. Poros mentransmisikan daya 20 kW pada putaran
150 rpm. Gaya tangensial Ft pada roda gigi B terjadi secara vertical ke atas seperti gambar.

92
Pulley menghantarkan daya melalui sebuah belt ke pulley lain dengan diameter
yang sama secara vertikal di bawah pulley A. Rasio tarikan T1/T2 sama dengan 2,5. Roda
gigi dan pulley mempynyai berat berturut-turut 900 N dan 2700 N. Tegangan geser yang
diijinkan untuk material poros adalah 63 MPa. Asumsikan berat poros
diabaikandibandingkan dengan beban lain, Tentukan diameter poros. Ambil faktor kejut
dan fatik untuk bending dan torsi adalah berturut-turut 2 dan 1,5.

Gambar 6
Penyelesaian:
Diketahui:

Torsi yang ditransmisikan poros:

Misalkan T1 dan T2 = tarikan pada sisi kencang dan sisi longgar dari belt pada pulley A.
Ketika torsi pada pulley adalah sama seperti pada poros (yaitu 1273.103 N-mm), oleh
karena itu:

ketika:

Total beban vertikal ke bawah pada poros A:

93
Asumsikan bahwa torsi pada roda gigi B adalah sama dengan pada poros, oleh karena itu
gaya tangensial vertikal ke atas pada roda gigi B adalah:

Ketika berat roda gigi B (WB = 900 N) vertikal ke bawah, oleh karena itu total beban
vertikal ke atas pada poros B adalah:

Sekarang marilah kita menentukan reaksi pada bantalan C dan D. misalkan RC dan RD
adalah reaksi pada bantalan C dan D. Reaksi RC akan terjadi ke atas sementara reaksi RD
akan terjadi ke bawah sseperti pada Gambar 7.

Gambar 7
Ambil momen terhadap D akan diperoleh:

Persamaan keseimbangan poros:

Momen bending pada A dan B adalah nol, maka:


Momen bending pada C:
Momen bending pada D:

94
Kita melihat bahwa momen bending adalah maksimum di C, yaitu:

Momen torsi ekuivalen adalah:

Maka diameter poros dapat diperoleh dari persamaan (1-9), yaitu:


7.7 Poros menerima beban aksial sebagai tambahan kombinasi beban torsi dan
bending.
Ketika poros menerima beban aksial (F) sebagai tambahan kombinasi beban torsi
dan bending seperti dalam poros actor ta dan poros untuk menggerakkan roda gigi
cacing (worm gear), kemudian tegangan akibat beban aksial harus ditambahkan ke
tegangan
bending (ζb). Persamaan bending adalah:

atau

dan tegangan akibat beban aksial :

Resultan tegangan ( acto atau tekan) untuk poros pejal:

95
Resultan tegangan ( acto atau tekan) untuk poros
berongga:

Dalam kasus poros yang panjang (poros slender/ramping) yang menerima beban tekan,
actor column (α) harus dimasukkan untuk mengambil pengaruh column kedalam
perhitungan.
Tegangan akibat beban tekan:

(untuk poros pejal)

(untuk poros berongga)

Nilai factor column (α) untuk beban tekan dapat diperoleh dari hubungan berikut:

Pernyataan ini digunakan ketika rasio slenderness (L/K) adalah lebih kecil dari pada 115.
Ketika rasio slenderness (L/K) adalah lebih besar dari pada 115, kemudian factor column
(α) untuk beban tekan dapat diperoleh dari hubungan berikut:

Dimana: L = Panjang poros antara bantalan,


K = radius girasi terkecil
ζy = tegangan luluh tekan untuk material poros
C = koefisien rumus Euler’s tergantung pada kondisi ujung tumpuan.
Berikut adalah perbedaan nilai C yang tergantung dengan kondidi ujung tumpuan.
C = 1, untuk ujung engsel,
C = 2,25 untuk ujung jepit,
C = 1,6 untuk ujung yang sebagaian ditumpu bantalan
Catatan: Secara umum, untuk poros berongga yang mendapat beban torsi dan bending
berfluktuasi, ditambah beban aksial, persamaan untuk momen torsi ekuivalen dan momen
bending ekuivalen adalah:
96
(1-13)

(1-14)

Contoh 6:
Sebuah poros berongga dikenai torsi maksimum 1,5 kNm dan momen bending maksimum
3 kNm. Pada saat yang sama menerima beban aksial 10 kN. Asumsi bahwa beban
diterapkan secara bertahap dan rasio diameter dalam dan diameter luar poros 0,5. Jika
diameter luar poros 80 mm, tentukan tegangan geser yang terjadi pada poros.
Penyelesaian:
Diketahui:

Ketika beban diterapkan secara bertahap, dari Tabel 1, dapat diperoleh:


Km = 1,5 dan Kt = 1,0
Momen torsi ekuivalen untuk poros berongga:

Maka tegangan geser yang terjadi pada poros dapat dihitung sesuai persamaan (1-13):

Latihan:
3. Sebuah poros actor tal AD disangga bantalan pada A dan B dan membawa pulley
pada C dan D untuk mentransmisikan daya 75 kW pada putaran 500 rpm
dari pulley penggerak D meneruskan ke pulley C seperti ditunjukkan pada Gambar
8.
97
Gambar 8.
Hitung diameter poros. Data yang diketahui adalah: P1 = 2.P2, Q1 =2.Q2, radius pulley C =
220 mm, radius pulley D = 160 mm, tegangan geser yang diijinkan = 45 Mpa.

2. Sebuah poros baja menerima daya 7,5 kW pada 1500 rpm. Sebuah pulley dipasang
pada poros seperti pada Gambar 9 mempunyai rasio tarikan belt 4. Gaya-gaya roda
gigi adalah Ft = 1590 N; Fr = 580 N

Gambar 9.
Rancaglah diameter poros dengan teori tegangan geser maksimum. Material poros
mempunyai kekuatan acto ultimate = 720 Mpa; kekuatan yield = 380 Mpa; actor
keamanan = 1,5.

3. Sebuah poros baja 40C8 digunakan untuk menggerakkan mesin pada putaran 1500
rpm. Pulley A, B dan bantalan C, D ditempatkan seperti pada Gambar 10. Tarikan
belt juga ditunjukkan pada Gambar 10. Tentukan diameter poros. Tegangan geser
yang diijinkan untuk material poros adalah 100 Mpa. Kombinasi yang diterapkan
untuk bending dan torsi dengan actor kejut = 1,5 dan actor fatik = 1,2.

98
Gambar 10.

99
BAB VIII
PASAK

8.1 Pendahuluan
Pasak adalah potongan baja karbon rendah yang diselipkan antara poros dan hub
atau kepala pulley untuk mencegah gerakan relatif . Pasak selalu diselipkan sejajar dengan
sumbu poros. Pasak digunakan sebagai pengunci sementara dan menerima tegangan geser
dan crushing. Lubang pasak dislot dalam sebuah poros dan hub dari pulley untuk
menyesuaikan/mencocokan ukuran pasak.
Jenis pasak ada 5 macam yaitu sunk keys, saddle keys, tangent keys, round keys,
dan splines. Berikut akan dibahas jenis pasak di atas secara detail.

8.2 Sunk keys


Sunk keys diberikan setengah lubang pasak pada poros dan setengah lubang pasak
pada hub atau kepala pulley. Macam-macam sunk key adalah sebagai:
1. Rectangular Sunk key. Bentuk pasak ini dapat dilihat seperti pada Gambar 1.
Lebar pasak, w = d/4;
Tebal pasak, t = 2w/3 = d/6
dimana d = diameter poros atau diameter lubang hub.
Pasak mempunyai ketirusan 1:100 hanya pada sisi atas.

Gambar 1
2. Square sunk key. Pasak ini jenisnya hampir sama dengan rectangular sunk key,
perbedaannya hanya pada lebar dan ketebalan pasak. Square sunk key mempunyai
lebar dan ketebalan yang sama yaitu:
w = t = d/4
3. Paralel sunk key. Pasak jenis ini mempunyai lebar dan ketebalan yang seragam.
Perlu dicatat bahwa parallel sunk key tidak mempunyai ketirusan.
4. Gib-head key. Pasak ini adalah sebuah rectangular sunk key dengan kepala pada
salah satu ujung diketahui seperti gib-head. Pasak ini biasanya diberikan untuk

100
memudahkan pelepasan pasak. Pasak jenis ini dapat dilihat pada Gambar 2 di
bawah ini.

Gambar 2.
Lebar pasak, w = d/4 ;
tebal pada ujung yang besar, t = 2w/3 = d/6
5. Feather key. Sebuah pasak yang dipasang antara poros dan hub yang
memungkinkan terjadinya pergerakan relatif secara aksial dinamakan feather key.
Pasak ini merupakan jenis khusus dari pasak sejajar yang mentransmisikan sebuah
gerak putar dan juga gerak aksial. Pasak ini dikunci oleh salah satu poros atau
hub.

Gambar 3.
Feather key memungkinkan dikunci dengan ulir pada poros seperti ditunjukkan
pada Gambar 3 (a) atau mempunyai gib head ganda(Gambar 3.b). Variasi ukuran dari
feather key adalah sama seperti pada rectangular sunk key dan gib head key.

101
Tabel 1: Ukuran standar parallel key, tapered key dan gib head key.

6. Woodruff key. Pasak ini dapat dipasang dengan mudah pada poros dan hub. Pasak
ini merupakan potongan piringan silinder yang terdiri dari beberapa bagian
penampang seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Woodruff key sebagian
besardigunakan pada mesin perkakas dan konstruksi mobil.

Gambar 4.

8.3 Saddle Keys


Ada dua jenis saddle key:
1. Flat saddle key. adalah sebuah pasak tirus yang terpasang pas dengan lubang
pasak pada hub dan datar (rata) pada poros seperti ditunjukkan pada Gambar 5.
Pasak ini memungkinkan terjadinya slip pada poros karena menerima beban. Oleh
karena itu pasak ini digunakan untuk beban yang ringan.
2. Hollow saddle key. adalah sebuah pasak tirus yang terpasang pas dengan lubang
pasak pada hub dan bagian bawah dari pasak permukaannya berbentuk lengkung
pada poros. Karena pasak ini menahan gesekan, oleh karena itu cocok untuk

102
beban ringan. Pasak ini biasanya digunakan untuk pengunci sementara pada bahan
perhiasan, cam dan lain-lain.

Gambar 5.

8.4 Tangent keys


Pasak ini setiap pasangnya menerima torsi hanya satu arah, seperti pada Gambar 6.
Sangat cocok digunakan untuk poros yang menerima beban berat.

Gambar 6.

8.5 Round keys


Round keys seperti ditunjukkan pada Gambar 7 (a), berpenampang bulat dan sesuai
dengan lubang drill yang terpasang sebagian pada poros dan sebagian pada hub. Pasak ini
biasanya digunakan untuk poros dengan daya rendah.

Gambar 7.

103
Kadang-kadang pin tirus seperti pada Gambar 7 (b), dipasang antara pin dan lubang
tirus.

8.6 Splines
Kadang-kadang pasak dibuat menyatu dengan poros yang sesuai dengan lubang
pasak dalam hub. Seperti poros yang dinamakan splined shaft yang ditunjukkan pada
Gambar 8. Di sini poros biasanya berjumlah 4, 10 atau 16 lubang pasak. Splined shaft
relatif lebih kuat dari pada poros yang mempunyai lubang pasak tunggal.

Gambar 8.
Splined shaft digunakan ketika gaya yang ditransmisikan adalah besar dengan
ukuran poros seperti pada transmisi mobil dan transmisi roda gigi.

8.7 Gaya aksi dan kekuatan pada sunk key


Ketika pasak digunakan untuk mentransmisikan torsi dari sebuah poros ke rotor
atau hub, maka ada dua jenis gaya aksi yang terjadi pada pasak:
1. Gaya (F1) akibat tahanan pasak dalam lubang pasak. Gaya ini menghasilkan
tegangan tekan yang sulit ditentukan besarnya.

Gambar 9.

104
2. Gaya (F) akibat torsi transmisi oleh poros. Gaya ini menghasilkan tegangan geser
dan tegangan tekan dalam pasak.
Sebuak pasak menghubungkan poros dan hub seperti ditunjukkan pada Gambar 9.
Misalkan: T = Torsi yang ditransmisikan oleh poros,
F = Gaya aksi tangensial pada keliling (permukaan) poros
d = Diameter poros,
l = panjang pasak,
w = lebar pasak,
t = ketebalan pasak,
η dan ζc = tegangan geser dna tegangan crushing untuk material poros.
Akibat transmisi oleh poros, pasak memungkinkan terjadi kegagalan akibat geseran
atau crushing.
Perhatikan geseran pada pasak, gaya geser tangensial terjadi pada permukaan poros
sebesar:
F = Luas geseran x tegangan geser = l x w x η
Torsi yang ditransmisikan adalah:
(2-1)
Gaya crushing tangensial yang terjadi pada permukaan poros adalah:

Torsi yang ditransmisikan adalah:

(2-2)
Pasak adalah sama kuatnya dalam geseran dan crushing jika persamaan (2-1) dan (2-2)
disubstitusi menjadi:

atau: (2-3)
Tegangan crushing yang diijinkan untuk material pasak biasa adalah sekurang-
kurangnya dua kali tegangan geser yang diijinkan. Oleh karena itu persamaan (2-3), w = t.
Dengan kata lain, sebuah square key adalah sama kuat dalam geseran dan crushing.
Untuk menentukan panjang pasak yang dipakai untuk mentrasmisikan daya secara
penuh dari poros , kekuatan geser pasak adalah sama dengan kekuatan geser torsional dari
poros.

105
Kekuatan geser pasak adalah:

(2-4)

Kekuatan geser torsional poros adalah:

(2-5)
Dari persamaan (2-4) dan (2-5) diperoleh:
….(w = d/4)

(2-6)

Ketika material pasak adalah sama dengan material poros, kemudian η1 = η, maka:
l = 1,571d (dari pesamaan (2-6))

Contoh 1 :
Rancanglah rectangular key untuk sebuah poros berdiameter 50 mm. Tegangan geser dan
tegangan crushing untuk material pasak adalah 42 MPa dan 70 MPa.
Penyelesaian :
Diketahui :

Rectangular keys dirancang dengan analisa sebagai berikut:


Dari tabel 1, kita menentukan bahwa untuk diameter poros 50 mm diperoleh:
Lebar pasak, w = 16 mm,
Ketebalan pasak, t = 10 mm
Panjang pasak diperoleh dengan mempertimbangkan pasak mengalami geser dan crushing.
misalkan l = panjang pasak.
Pertimbangan geser pada pasak. Kita mengetahui bahwa kekuatan geser (atau torsi yang
ditransmisikan) pasak pada persamaan (2-4) adalah:

(i)
dan kekuatan geser torsional (atau torsi yang ditransmisikan poros) pada persamaan (2-5)
(ii)
dari dua persamaan di atas diperoleh:

106
Sekarang pertimbangan crushing pada pasak. Kita mengetahui bahwa kekuatan geser pasak
(atau torsi yang ditransmisikan) pada persamaan (2-2) adalah:

(iii)
Dari persamaan (ii) dan (iii) diperoleh:

Diambil nilai paling besar untuk panjang pasak adalah


l = 117,7 mm ≈ 120 mm

Contoh 2:
Sebuah poros dengan diameter 45 mm dibuat dari baja dengan kekuatan yield 400 MPa.
Sebuah parallel key berukuran lebar 14 mm dan ketebalan 9 mm dibuat dari baja dengan
kekuatan yield 340 MPa. Tentukan panjang poros yang dibutuhkan, jika poros dibebani
untuk mentransmisikan torsi maksimum yang diijinkan. Gunakan teori tegangan geser
maksimum dan asumsikan faktor keamanan adalah 2.
Penyelesaian:
Diketahui:

Menurut teori tegangan geser maksimum, tegangan geser maksimum untuk poros adalah:

dan tegangan geser maksimum untuk pasak adalah:

Kita mengetahui bahwa torsi maksimum yang ditransmisikan oleh poros dan pasak adalah:

Mari kita pertimbangkan kegagalan pasak akibat geseran. Dari persamaan (2-4) diperoleh:

Sekarang pertimbangan kegagalan pasak akibat crushing. Dari persamaan (2-2), torsi
maksimum yang ditransmisikan oleh poros dan pasak adalah:

107
ambil:
maka diperoleh:

Diambil nilai paling besar dari dua nilai untuk panjang pasak adalah :
l = 104,6 mm ≈ 105 mm

Latihan Soal :
1. Sebuah poros berdiameter 80 mm mentransmisikan daya pada tegangan geser
maksimum 63 MPa. Tentukan panjang pasak jika lebarnya 20 mm diperlukan
untuk memasang sebuah pulley pada poros sehingga tegangan pada pasak tidak
melebihi 42 MPa.
2. Sebuah poros berdiameter 30 mm mentransmisikan daya pada tegangan geser
maksimum 80 MPa. Jika sebuah pulley dihubungkan ke poros dengan sebuah
pasak, tentukan dimensi pasak sehingga tegangan pada pasak tidak melebihi 50
MPa dan panjang pasak adalah 4 kali lebarnya.
3. Sebuah poros baja mempunyai diameter 25 mm. Poros berputar pada 600 rpm dan
mentransmisikan daya 30 kW melalui rida gigi. Tegangan tarik dan tegangan yield
dari material poros adalah 650 MPa dan 353 MPa. Ambil faktor keamanan adalah
3, pilihlah pasak yang sesuai untuk roda gigi (maksudnya adalah rancanglah
dimensi pasak). Asumsikan bahwa pasak dan poros di buat dari material yang
sama.

108
BAB IX
BANTALAN DAN SISTEM PELUMASAN

9.1. Pendahuluan
Pada suatu peralatan/mesin dapat dipastikan bahwa terdapat banyak komponen
yang bergerak baik dalam bentuk gerakan angular maupun gerakan linear. Gerakan relatif
antar komponen mesin akan menimbulkan gesekan, dimana gesekan ini dapat
menurunkan efisiensi mesin, meningkatnya temperatur, keausan, dan berbagai efek
negatif lainya. Gesekan antara komponen mesin tersebut dapat diminimalkan dengan
menggunakan bantalan atau bearing. Terdapat dua jenis mekanisme yang digunakan
bantalan dalam mengatasi gesekan yaitu mekanisme sliding dan mekanisme rolling.
Untuk mekanisme sliding, dimana terjadi gerakan relatif antar permukaan, maka
penggunaan pelumas memegang peranan yang sangat penting. Sedangkan mekanisme
rolling, dimana tidak boleh terjadi gerakan relatif antara pemukaan yang berkontak, peran
pelumas lebih kecil. Bentuk pelumas dapat berupa gas, cair maupun padat.

Sejarah penggunaan bantalan untuk mengurangi efek gesekan dapat ditelusuri


dari hasil penemuan kereta sederhana yang telah berumur 5000 tahun di Euphrates di
dekat sungai tigris. Penggunaan bantalan yang lebih maju terlihat pada kereta Celtic
sekitar 2000 tahun yang lalu seperti ditunjukkan pada gambar 9 .1. Kereta ini
menggunakan bantalan kayu dan pelumas dari lemak hewan.

Gambar 9 .1. Kereta Celtic dan bantalan kayu


yang digunakan (2000 tahun)

109
Dalam sejarah modern, desain dan penggunaan bantalan yang terdokumentasi
dengan baik dimulai oleh Leonardo Davinci, pada tahun 1452. Dia menggunakan
bantalan gelinding untuk kincir angin dan penggilingan gandum. Paten pertama tentang
bantalan didaftarkan di Perancis 400 tahun kemudian. Selanjutnya katalog bantalan
pertama di dunia diterbitkan di inggris pada tahun 1900. Saat ini, penggunaan bantalan
sebagai komponen anti gesek telah digunakan secara luas dengan variasi ukuran, variasi
beban, variasi putaran yang sangat lebar. Contoh penggunaan bantalan untuk peralatan
berat dipertambangan ditunjukkan pada gambar 9 .2. Bantalan untuk peralatan ini
haruslah mampu menahan beban yang sangat besar serta umur teknis yang lama.

Gambar 9.2 Bucket


wheel excavator dan
jenis bantalan yang
digunakan

9.2. Klasifikasi dan Kriteria Pemilihan Bantalan


Secara umum bantalan dapat diklasifikasikan berdasarkan arah beban dan
berdasarkan konstruksi atau mekanismenya mengatasi gesekan. Berdasarkan arah
beban yang bekerja pada bantalan, seperti ditunjukkan pada gambar 9.3, bantalan dapat
diklasifikasikan menjadi :

Ö Bantalan radial/radial bearing : menahan beban dalam arah radial

Ö Bantalan aksial/thrust bearing : menahan beban dalam arak aksial

Ö Bantalan yang mampu menahan kombinasi beban dalam arah radial dan arah
aksial

110
Gambar 9.3 Arah beban pada bantalan

Berdasarkan konstruksi dan mekanisme mengatasi gesekan, bantalan dapat


diklasifikasikan menjadi dua yaitu bantalan luncur (sliding bearing) dan bantalan gelinding
(rolling bearing).

Ö Bantalan luncur yang sering disebut sliding bearing atau plain bearing
menggunakan mekanisme sliding, dimana dua permukaan komponen mesin
saling bergerak relatif. Diantara kedua permukaan terdapat pelumas sebagai
agen utama untuk mengurangi gesekan antara kedua permukaan. Bantalan
luncur untuk beban arah radial disebut journal bearing dan untuk beban arah
aksial disebut plain thrust bearing. Contoh konstruksi bantalan luncur
ditunjukkan pada gambar 9.4 (a). Berdasarkan jenis pelumasan antara
permukaan sliding, bantalan luncur juga diklasifikasikan menjadi rubbing plain
bearing, plain bearing, hydrodynamic plain bearing, dan hydrostatic plain
bearing.

Ö Bantalan gelinding menggunakan elemen rolling untuk mengatasi gesekan


antara dua komponen yang bergerak. Diantara kedua permukaan ditempatkan
elemen gelinding seperti misalnya bola, rol, taper, dll. Kontak gelinding terjadi
antara elemen ini dengan komponen lain yang berarti pada permukaan kontak
tidak ada gerakan relatif. Contoh konstruksi bantalan gelinding ditunjukkan
pada gambar 9.4 (b). Klasifikasi bantalan gelinding berdasarkan bentuk
elemen gelinding akan dibahas pada sub-bab selanjutnya.

111
(a) (b)

Gambar 9.4 Konstruksi bantalan luncur dan bantalan gelinding

Variasi bentuk geometri dan fungsi bantalan untuk masing-masing tipe sangat
banyak jenisnya. Karena itu, untuk menjamin interchangeability dan simplifikasi, bantalan
telah distandardkan dan berbagai data-datanya dipresentasikan dalam katalog. Para
insinyur mesin, tidak diarahkan untuk mampu merancang bantalan (kecuali yang bekerja
pada pabrik bantalan), tetapi lebih diarahkan untuk memiliki kemampuan dalam
pemilihan bantalan.

Parameter-parameter utama yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan


bantalan antara lain adalah beban, putaran, tipe dan aliran pelumas, dimensi, jenis
aplikasi, getaran, temperatur, dan kondisi lingkungan. Gambar 9.5 menunjukkan kriteria
pemilihan bantalan yang ditampilkan dalam grafik, berdasarkan beban dan putaran
komponen mesin. Sedangkan kriteria pemilihan bantalan untuk berbagai kondisi
lingkungan ditampilkan pada tabel 9.1. Aspek parameter pelumas, geometri, dan aspek
lainnya akan dibahas pada sub-sub bab selanjutnya.

Terlihat jelas dari gambar 9.5 bahwa masing-masing tipe bantalan memiliki
kelebihan dan keterbatasan.

Ö Rubbing plain bearing yang biasanya terbuat dari bahan non-metalic, hanya cocok
untuk aplikasi pada putaran yang rendah. Disamping itu juga tidak sesuai untuk
aplikasi beban yang tinggi.

Ö Porous plain bearing yang menggunakan pelumasan dari pori-pori material, juga lebih
cocok untuk aplikasi pada putaran rendah. Performansinya akan segera menurun
pada putaran yang relatif tinggi

Ö Rolling bearing atau bantalan gelinding memiliki jangkauan aplikasi yang paling luas,
baik dari segi putaran maupun beban yang mampu ditahan. Bantalan ini
performansinya sudah mulai menurun untuk putaran diatas 1000 rps.

112
Ö Hydrodynamic plain bearing sangat cocok digunakan pada putaran yang tinggi.
Bantalan jenis ini mempunyai kemampuan menahan beban dengan jangkauan yang
luas. Kelemahannya, bantalan ini tidak dapat digunakan pada putaran rendah untuk
beban radial. Sedangkan untuk beban aksial, dapat dibuat kosntruksi khusus
sehingga dapat digunakan dengan performansi yang baik pada putaran rendah.

Gambar 9.5 (a) Kriteria pemilihan bantalan radial


113
Gambar 9.5 (b) Kriteria pemilihan bantalan aksial

Tabel 9.1 Kriteria pemilihan bantalan untuk kondisi lingkungan tertentu

114
9.3. Sistem Pelumasan
Sistem pelumasan antara dua permukaan yang bergerak relatif melibatkan
behavior partikel pelumas antara kedua permukaan, tipe pelumas, jenis pelumasan, dan
metoda aplikasi pelumas. Pelumas memiliki beberapa fungsi utama yaitu menurunkan
gesekan, mengurangi keausan, melindungi permukaan dari korosi atau oksidasi,
meredam beban kejut, menghidari kontaminasi, dan mendinginkan permukaan kontak.
Gambar 9.6 menunjukkan bagaimana pelumas bekerja diantara dua permukaan. Untuk
mengetahui perilaku pelumas dalam menguragi efek gesekan diperlukan teori pelumasan
yang melibatkan persamaan matematik yang sangat komplek. Sampai saat ini solusi
persamaan differensial yang mengatur mekanisme pelumasan didasarkan oleh berbagai
idealisasi dan penyederhanaan sehingga solusi yang ada adalah masih pendekatan. Tipe
pelumas dapat berbentuk gas, cair, maupun padat. Sedangkan jenis pelumasan
dibedakan menjadi boundary, mixed boundary, dan full film lubrication. Hal ini didasarkan
pada karakteristik gesekan dan lapisan pelumas antara permukaan yang bergesekan.
Aplikasi pelumas pada suatu peralatan dapat dilakukan secara manual maupun automatis
dengan menggunakan pompa.

Gambar 9.6 Lapisan pelumas diantara pemukaan yang berkontak

9.3.1. Jenis Pelumas

Pelumas adalah substansi atau material yang dapat menurunkan gesekan dan
keausan serta memberikan “smooth running” dan umur yang memuaskan untuk suatu
elemen mesin. Pelumas dapat berwujud gas, cair maupun padat. Semua jenis pelumas ini
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pelumas alam dan pelumas buatan (sintetic).
Dalam aplikasinya, pelumas cair adalah jenis pelumas yang paling banyak digunakan.
Pelumas cair memiliki kelebihan yaitu kekuatan geser yang rendah dan kekuatan tekan
yang tinggi. Pelumas padat biasanya digunakan pada kondisi dimana pelumas cair tidak
dapat bertahan pada permukaan atau pada situasi khusus seperti pada temperatur yang
sangat rendah atau sangat tinggi. Sedangkan pelumas berwujud gas atau udara

115
digunakan pada kondisi yang sangat khusus dimana dibutuhkan koefisien gesekan yang
sangat rendah. Tabel 9 .2 menunjukkan tipe-tipe pelumas cair dan padat, termasuk sifat-
sifat dan penggunaannya.

Pelumas cair (liquid lubricants) umumnya adalah minyak oli mineral (alam),
minyak oli dari tumbuhan atau binatang, dan oli sintetis. Kadang-kadang air juga
digunakan pada peralatan dalam lingkungan air. Pelumas memerlukan “additive” untuk
meningkatkan kualitas pelumasan untuk keperluan tertentu. Misalnya additive untuk
“extreme pressure” diperlukan pada pelumas untuk roda gigi di mana pelumas akan
mengalami beban tekanan yang tinggi. Aditif anti oksidasi dan tahan temperatur tinggi
diperlukan untuk oli pelumas engine. Oli pelumas diklasifikasikan berdasarkan viskositas
dan kandungan aditifnya. Tabel 9.2 menunjukkan beberapa tipe pelumas cair termasuk
sifat-sifat dan penggunaannya.

Tabel 9.2 (a) Jenis-jenis pelumas cair

Pelumas lapisan padat (solid-film lubricants) ada dua jenis yaitu : material
yang memiliki kekuatan geser yang sangat rendah seperti graphite dan molybdenum
disulfida (MoS2) yang dapat ditambahkan pada permukaan, (2) coating seperti misalnya
phosfat, oksida, atau sulfida yang dapat terbentuk pada suatu permukaan. Grafit dan
MoS2 biasanya tersedia dalam bentuk bubuk dan dapat dibawa ke permukaan dengan
“binder” seperti misalnya grease atau material lain. Pelumas padat ini memiliki kelebihan
dalam hal koefisien gesek yang rendah dan tahan temperatur tinggi. Pelumas padat

116
dalam bentuk coating dapat dibentuk pada permukaan dengan reaksi kimia atau
elektrokimia. Coating ini biasanya sangat tipis dan akan mengalami keausan dalam
jangka waktu tertentu. Beberapa aditif pada oli dapat membentuk coating sulfida pada
permukaan secara terus menerus melalui reaksi kimia. Tabel 9.3 menunjukkan
beberapa tipe pelumas padat termasuk sifat-sifat dan penggunaannya.

Tabel 9.3 Jenis-jenis pelumas padat

9.3.2. Viskositas

Viskositas didefinisikan sebagai ukuran ketahanan suatu fluida terhadap beban


geser. Viskositas suatu material cair umumnya berbanding terbalik terhadap temperatur
dan berbanding lurus terhadap tekanan. Ada dua jenis ekspresi viskositas yaitu
viskositas absolut atau viskositas dinamik η dan viskositas kinematik ν yang
dihubungkan oleh persamaan

η = νρ

dimana ρ adalah densitas fluida. Viskositas kinematik dinyatakan dengan satuan


cm2/detik (Stoke) dalam SI atau dalam inchi2/detik dalam USCS. Viskositas kinematik
suatu cairan dapat diukur dengan viskometer yang bisa menggunakan mekanisme kapiler
atau rotasional. Viskometer kapiler mengukur laju aliran fluida melalui tabung kapiler pada
suatu temperatur tertentu, biasanya antara 400 atau 1000 Celcius. Sedangkan viskometer
rotasional mengukur nilai torsi dan putaran suatu poros vertikal atau konus vertikal pada
anulus konsentris yang diisi dengan pelumas yang diuji.

117
Viskositas absolut dinyatakan dalam satuan Pascal-detik, dyne-detik per cm2
(centi Poise) atau dalam lb-detik/ inchi2 (reyn). Sebagai contoh viskositas absolut udara
adalah 0,0179 centi-Poise (cP) atau 0,0026 μreyn pada temperatur 200 C. Sedangkan air
memiliki viskositas absolut 1,0 cP atau 0,145 μreyn.

Minyak pelumas diklasifikasikan berdasarkan nilai viskositas dan juga kadang-


kadang berdasarkan kandungan aditifnya. Tabel 9.4-5 menujukkan klasifikasi oli
pelumas SAE dan ISO. Perlu dicatat juga bahwa viskositas pelumas sangat dipengaruhi
oleh temperatur. Gambar 9.7 menunjukkan variasi viskositas pelumas SAE terhadap
temperatur.

Tabel 9.4 Klasifikasi oli pelumas SAE untuk engine

Tabel 9.5 Klasifikasi oli pelumas SAE untuk sistem transmisi

118
Tabel 9.6 Klasifikasi oli pelumas ISO untuk engine

Gambar 9.7 Variasi viskositas oli pelumas terhadap teperatur

119
9.3.3. Tipe Pelumasan

Berdasarkan derajat pemisahan permukaan oleh pelumas, secara umum modus


pelumasan dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu : full-film lubrication, mixed-film
lubrication, dan boundary lubrication. Gambar 9.8 menunjukkan ketiga kasus
pelumasan.

Gambar 9.8 Jenis pelumasan berdasarkan tingkat pemisahan permukaan oleh pelumas

Ö Pada Full-film lubrication, permukaan sliding sepenuhnya dipisahkan oleh lapisan


pelumas (film) sehingga tidak ada kontak samasekali antara kedua permukaan. Beban
yang cenderung membuat permukaan berkontak ditahan oleh pelumas bertekanan di
antara kedua permukaan. Jadi secara ideal tidak akan terjadi keausan dan rugi
gesekan hanya terjadi pada pelumas yang mengalami geseran. Koefisien gesekan
pada full-film biasanya antara 0,002 sampai dengan 0,010. Sedangkan tebal film
pelumas sekitar 0,008 sampai dengan 0,02 mm.

Ö Pada mixed film lubrication beberapa puncak permukaan bersentuhan dan pada
bagian lain terbentuk lapisan pelumas. Koefisien gesekan pada mode ini berkisar
antara 0,004 s/d 0,10.

Ö Pada boundary lubrication, terjadi kontak yang terus menerus antara kedua
permukaan, tetapi pelumas juga terus menerus melumuri permukaan. Dengan
demikian koefisien gesekan menjadi rendah. Koefisien gesekan untuk mode ini
biasanya sekitar 0,05 s/d 0,20.

9.4. Bantalan Luncur (Sliding Bearing)

9.4.1. Jenis-jenis sliding bearing

Sliding bearing memerlukan geseran langsung dari elemen yang membawa beban
pada tumpuannya. Hal ini berbeda dengan rolling-element bearings, dimana bola atau
roller dipasang diantara dua permukaan geser.
Sliding bearing atau sering juga disebut plain bearing terdiri atas dua jenis yaitu:

120
(1) Journal atau sleeve bearing, yang bentuknya silindris dan menahan beban radial
(yang tegak lurus terhadap sumbu poros.
(2) Thrust bearing, yang bentuknya biasanya datar, dimana pada kasus poros yang
berputar, dapat menahan beban yang searah dengan sumbu poros.
Pada kasus poros yang berputar, bagian poros yang berkontak dengan bantalan disebut
journal. Bagian yang datar pada bantalan yang melawan gaya aksial disebut thrust
sufaces. Bantalan ini sendiri dapat disatukan dengan rumah atau crankcase. Tetapi
biasanya berupa shell tipis yang dapat diganti dengan mudah dan yang menyediakan
permukaan bantalan yang terbuat dari material tertentu seperti babbit atau bronze.
Ketika proses bongkar pasang tidak memerlukan pemisahan bantalan, bagian tertentu
pada bantalan dapat dibuat sebagai sebuah dinding silindris yang ditekan pada lubang di
rumah bantalan. Bagian bantalan ini disebut sebagai bushing.

Gambar 9.9 Contoh konstruksi journal bearing dan thrust bearing

9.4.2. Material bantalan luncur

Beberapa sifat yang dicari pada material bantalan adalah relative softness (untuk
menyerap partikel asing), kekuatan yang cukup, machinability (untuk mempertahankan
toleransi), lubricity, ketahanan temperatur dan korosi, dan pada beberapa kasus,
porositas (untuk menyerap pelumas). Kekerasan material bantalan tidak boleh melebihi

121
sepertiga kekerasan material yang bergesekan dengannya untuk mempertahankan
embedability dari partikel abrasiv. Beberapa kelas material yang berbeda dapat
digunakan sebagai bantalan, biasanya yang berbasis timbal, timah, dan tembaga.
Aluminium sendiri bukan merupakan material yang baik untuk bantalan walaupun banyak
digunakan sebagai bahan paduan untuk beberapa material bantalan.

Babbit
Semua famili logam berbasis timbal dan timah yang dikombinasikan dengan unsur lain
sangat efektif terutama jika diproses dengan electroplatting dalam bentuk lapisan tipis
pada substrat yang lebih kuat seperti baja. Babbit meupakan contoh yang sangat umu
pada famili ini dan biasa digunakan pada bantalan crankshaft dan camshaft. Lapisan
babbit yang tipis akan mempunyai ketahanan fatigue yang lebih baik daripada lapisan
babbit yang tebal, tetapi tidak dapat melekatkan partikel asing dengan baik. Karena babbit
ini mempunyai temperatur peleburan yang rendah dan akan cepat rusak dalam kondisi
pelumasan batas (boundary lubrication), maka diperlukan pelumasan hidrodinamik atau
hidrostatik yang baik.

Bronzes
Famili paduan tembaga, terutama bronze, merupakan pilihan yang sangat baik untuk
melawan baja atau besi cor. Bronze lebih lunak dibanding material ferrous tetapi
mempunyai kekuatan, machinability, dan ketahanan korosi yang baik serta bekerja
dengan baik melawan paduan besi jika dilumasi. Ada lima macam paduan tembaga yang
biasa digunakan sebagai bantalan yaitu, copper-lead, leaded bronze, tin bronze,
aluminium bronze, dan berrylium copper. Kekerasan paduan tembaga ini bervariasi mulai
dari yang nilainya hampir sama dengan babbit sampai dengan yang hampir sama dengan
baja. Bushing bronze ini dapat bertahan dalam kondisi pelumasan batas (boundary
lubrication) dan dapat menahan beban tinggi dan temperatur tinggi.

Besi Cor Kelabu dan Baja


Besi cor kelabu dan baja merupakan material bantalan yang cukup baik untuk digunakan
melawan sesamanya dalam kecepatan rendah. Grafit bebas pada besi cor menambah
sifat lubricity tetpi pelumas cair tetap dibutuhkan. Baja juga dapat digunakan melawan
baja jika keduanya dikeraskan dan diberi pelumasan. Ini merupakan pilihan yang biasa
digunakan pada rolling contact di bantalan rolling-element. Bahakan baja dapat melawan
semua material lain jika diberi pelumasan yang sesuai.

Sintered Materials
Material seperti ini dibuat dari serbuk dan secara mikroskopik tetap berpori setelah
perlakuan panas. Porositas ini memungkinkan material ini untuk menyimpan pelumas

122
dengan aksi kapilaritas, dan kemudian melepaskannya ke bantalan jika panas. Sintered
bronze digunakan secara luas untuk digunakan melawan baja atau besi cor.

Material Non-Logam
Beberapa jenis material non-logam memberikan kemungkinan untuk bekerja dalam
kondisi kering jika meterial ini mempunyai sifat lubricity yang baik. Contohnya adalah
grafit. Beberapa jenis material termoplastik seperti nilon, acetal, dan teflon memberikan
koefisien gesek yang rendah terhadap logam manapun tetapi mempunyai kekeuatan dan
temperatur leleh yang rendah, yang jika digabungkan dengan konduktivitas panasnya
yang buruk akan membatasi beban dan kecepatan yang bisa ditahan. Teflon mempunyai
koefisien gesek yang rendah tetapi harus diberi filler untuk meningkatkan kekuatannya.
Adapun filler yang biasa digunakan pada teflon adalah inorganic fillers seperti talc atau
serat kaca yang dapat meningkatkan kekuatan dan kekakuan, serbuk grafit dan MoS2
yang dapat meningkatkan lubricity, kekuatan serta ketahanan temperaturnya. Kombinasi
material poros dengan bantalan yang biasa digunakan pada prakteknya sangat terbatas.
Tabel dibawah ini menunjukkan beberapa kombinasi material poros dengan bantalan.
Tabel 9.7 Material bantalan yang direkomendasikan untuk sliding melawan baja atau besi cor

9.4.3. Konsep dasar bantalan hidrodinamik

Dari sub-bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa modus pelumasan full-film akan
memberikan koefisien gesek yang paling rendah sehingga sliding bearing yang paling
bagus haruslah bekerja pada full-film. Untuk sliding bearing, kondisi full-film lubrication ini
dapat dicapai dengan dua metoda yaitu (1) hydrodynamic lubrication, dan (2) Hydrostatic
lubrication.
Bantalan Luncur Hidrodinamik adalah jenis yang paling banyak digunakan saat
ini karena konstruksinya yang sederhana dan performansi yang baik. Lapisan film
pelumas tumbuh akibat dari gerakan relatif antara permukaan yang saling bergerak relatif.
Ada beberapa parameter utama sliding bearing yang menentukan tumbuh tidaknya

123
lapisan film hydrodinamik yaitu kecepatan relatif permukaan, viscositas pelumas, laju
aliran pelumas, dan beban. Hal ini berarti untuk mencapai kondisi full-film maka
kecepatan putaran harus cukup tinggi, pelumas yang tepat serta suply pelumas yang
cukup. Dalam operasinya, hydrodynamic bearing juga akan mengalami kondisi boundary
lubrication pada saat start dan saat akan berhenti. Gambar 9.10 menunjukkan contoh
posisi journal bearing pada saat diam, mulai diperasikan (start) dan pada saat mencapai
full-film lubrication. Sedangkan gambar 9.9 menunjukkan karakteristik gesekan pada
hydrodinamic bearing dari saat start sampai mencapai kondisi full film.

Gambar 9.10 Posisi journal bearing pada saat diam, mulai diperasikan (start) dan pada saat
mencapai full-film lubrication.

Gambar 9.9 Karakteristik gesekan pada hydrodinamic bearing dari saat start sampai mencapai
kondisi full film

124
9.4.4. Teori pelumasan hidrodinamik

Concentric Journal Bearing


Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa hidrodynamic bearing adalah jenis bantalan
sliding bearing yang paling banyak digunakan saat ini. Disini kita akan membahas teori
pelumasan hidrodinamik dan aplikasinya pada journal bearing. Pertama kita akan
membahas journal bearing konsentris yang belum mendapat beban seperti ditunjukkan
pada gambar 9.12. Clearance antara journal dan bearing sangatlah kecil, biasanya
sekitar 1/1000 kali diameter journal. Karena itu kita dapat memodelkannya sebagai dua
buah permukaan datar sebab gap h sangat kecil sekali dibandingkan dengan radius
lengkungan bearing. Model ini ditunjukkan pada gambar (b).

Gambar 9.12 Tegangan geser pada journal bearing tanpa beban

Jika permukaan bawah dijaga tetap diam dan permukaan atas digerakkan dengan
kecepatan U, maka pelumas akan mengalami shear. Partikel pelumas pada permukaan
atas akan bergerak dengan kecepatan yang sama dengan permukaan atas dan partikel
yang menempel pada permukaan bawah akan tetap diam. Elemen geser fluida pelumas
ditunjukkan pada gambar (c). Gradien kecepatan akan menyebabkan distorsi sebesar β =
dx/dy. Tegangan geser yang terjadi pada elemen fluida pelumas adalah proporsional
dengan laju geseran yaitu :
dβ d dx d dx du
τx = η =η =η =η
dt dt dy dy dx dt
dimana η adalah viskositas. Jika tebal film h konstan maka gradient kecepatan du/dy =
U/h = konstan. Jadi gaya yang diperlukan untuk menggerakkan pelat adalah tegangan
dikalikan luas permukaan yaitu :
U
F = τ x A = ηA
h

125
Untuk journal bearing yang konsentris, gap h = cd/2 dan cd adalah diametral clearance.
Kecepatan U = πDn; n = putaran journal per detik; dan luas geser A = πDL. Jadi torsi yang
diperlukan untuk melawan gesekan film pelumas adalah

d ηπ 2 d 3 Ln
T0 = F=η
2 cd
Persamaan ini dikenal dengan persamaan Petroff untuk torsi film pelumas tanpa beban.
Eccentric Journal Bearing
Untuk menumpu beban transversal, pelat pada gambar 9.12b harus nonparalel. Jika
pelat bawah diputar berlawanan arah jarum jam dan pelat atas digerakkan dengan
kecepatan U, fluida antara kedua pelat akan mengisi gap yang semakin kecil seperti
ditunjukkan pada gambar 9.13a. Hal ini akan menimbulkan tekanan yang akan melawan
beban transversal P. Sudut antara kedua pelat dapat dianalogikan sebagai clearance
yang bervariasi akibat eksentrisitas e dari jurnal dan bantalan seperti ditunjukkan pada
gambar 9.13b. Eksentrisitas e diukur dari pusat bantalan Ob sampai ke pusat jurnal Oj.
Sumbu 0-π untuk variabel independen θ dibuat sepanjang garis ObOj seperti pada gambar
9.13b. nilai maksimum dari e adalah cr = cd/2, dimana cr adalah radius clearance.
Eksentrisitas ini dapat dikonversikan ke rasio eksentrisitas dimensionless ε :
e
ε=
cr
Rasio eksentrisotas ini nilainya bervarisi dari 0 sampai 1 ketika journal menyentuh
bantalan. Persamaan pendekatan untuk ketebalan lapisan h sebagai fungsi dari θ sebagai
berikut :
h = cr (1+ ε cos θ )

Tebal lapisan h maksimum terjadi pada θ = 0 dan minimum pada θ = π.


hmax = cr (1+ ε ) hmin = cr (1− ε )

126
Pada gambar 9.14 ditunjukkan bantalan luncur dengan sistem koordinat yang pusatnya
terletak pada tepi bantalan. Dalam analisis ini dianggap bahwa bantalan dalam keadaaan
diam sedangkan journal bergerak. Dari gambar tersebut juga diketahui adanya kecepatan
tangensial U1 untuk bantalan dan kecepatan tangensial T2 untuk journal. Perhatikan
bahwa arahnya berbeda akibat adanya eksentrisitas. T2 kemudian diurai menjadi dua
komponen yaitu U2 pada arah x dan V2 pada arah y. Karena sudut antara T2 dan U2
sangat kecil sehingga nilai kosinusnya mendekati 1 maka dapat diasumsikan bahwa
U 2 ≅ T2 . Adapun adanya komponen V2 pada arah y diakibatkan oleh menutup atau
membukanya celah h pada saat berrotasi sehingga V2 = ∂h / ∂x .

Gambar 9.14 Komponen kecepatan pada eccentric journal bearing

Dengan menggunakan asumsi di atas, dapat dituliskan persamaan Reynolds yang


menghubungkan perubahan tebal celah h, kecepatan relatif antara bantalan dan journal
V2 dan U1 - U2, dan tekanan fluida p sebagai fungsi dua dimensi x dan z, serta dengan
mengasumsikan bahwa journal dan bantalan adalah paralel pada arah z dan viskositas η
adalah konstan.
1 ⎡ ∂ ⎛ 3 ∂p ⎞ ∂ ⎛ 3 ∂p ⎞ ⎤ ∂h
⎢ ⎜ h ⎟ + ⎜ h ⎟⎥ = (U 1 − U 2 ) + 2V2
6η ⎣ ∂x ⎝ ∂x ⎠ ∂z ⎝ ∂z ⎠ ⎦ ∂x

∂h + 2U ∂h ∂h ∂h
= (U1 − U 2 ) 2 = (U1 + U 2 ) =U
∂x ∂x ∂x ∂x
Dimana U = U1 + U2.
Solusi Long Bearing
Persamaan di atas hanya bisa dipecahkan secara numerik. Raimondi dan Boyd
menemukan metode pemecahannya yang menggunakan berbagai grafik. Namun
Reynolds kemudian menemukan solusi pendek untuk permsaan tersebut dengan

127
mengasumsikan bahw bantalan mempunyai panjang tak hingga pada arah z. Asumsi ini
mengakibatkan aliran menjadi nol dan distribusi tekanan sepanjang arah z konstan atau
∂p / ∂z = 0 . Dengan penyederhanaan ini persamaan Reynolds menjadi :
∂ ⎛ 3 ∂p ⎞ ∂h
⎜h ⎟ = 6ηU
∂x ⎝ ∂x ⎠ ∂x
Pada tahun 1904, Sommerfeld menemukan solusi pendek untuk persamaan long bearing
di atas, yaitu :

ηUr ⎢⎡ 6ε ( sin θ )( 2 + ε cosθ ) ⎤⎥


p= + po
c r2 ⎢ ( 2 + ε 2 ) (1+ ε cos θ )2 ⎥
⎣ ⎦
Solusi tersebut memberikan tekanan p pada lapisan pelumas sebagai fungsi posisi
angular θ sekeliling bantalan untuk dimensi tertentu dari radius journal r, radial clearance
cr, rasio eksentrisitas ε, kecepatan permukaan U, dan viskositas η. po merupakan
tekanan suplai pada posisi θ = 0.
Jika p dihitung untuk rentang θ = 0 sampai 2π, persamaan tersebut akan memberikan nilai
tekanan negatif dari θ = π sampai 2π. Karena fluida tidak dapat menahan tekanan negatif
yang besar tampa kavitasi, persamaan tersebut biasanya dievaluasi hanya untuk rentang
θ = 0 sampai π sementara tekanan pada belahan sisi yang lain diasumsikan sebagai po.
Sommerfeld juga menentukan persamaan untuk beban total P pada long bearing sebagai
berikut :
ηUlr 2 12πε
P=
( 2 + ε )(1+ ε )
2
c 2 2 1/ 2
r

Persamaan tersebut dapat disusun ulang dalam bentuk tak berdimensi untuk memberikan
bilangan karakteristik bantalan yang disebut bilangan Sommerfled S.

( 2 + ε )(1+ ε )
2 1/ 2
2 2
ηUl ⎛ r ⎞
=
P ⎝⎜ cr ⎟⎠ 12πε
Tekanan rata-rata pada bantalan pavg = P/A = P/ld. Sementara kecepatan U = πdn’ dimana
n’ dalam putaran per detik, dan cr = cd/2. Dengan mensubstitusikan persamaan-
persamaan tersebut, diperoleh bilangan Sommerfeld sebagai berikut :
1/ 2
2 + ε 2 1+ ε 2
2 2
⎛ ⎞
( )( ) η (π dn ' ) l ⎛ d ⎞ πn' ⎛ d ⎞
= = η =S
12πε dlpavg
⎜ ⎟ ⎜ pavg ⎟ ⎜⎝ cd ⎟⎠
⎝ cd ⎠ ⎝ ⎠
Solusi Short Bearing
Dalam dunia modern, bantalan panjang (long bearing) sangat jarang digunakan karean
beberapa alasan seperti batasan dimensi, pengangkutan, dan sebagainya. Rasio l/d
pada bantalan modern biasanya adalah sekitar ¼ sampai 1. Solusi long bearing
128
mengasumsikan bahwa tidak ada kobocoran pelumas samping pada bantalan, namun
pada rasio l/d yang kecil ini, kebocoran samping dapat merupakan faktor yang sangat
signifikan. Ocvirk dan DuBois, memecahkan persamaan Reynolds yang melibatkan faktor
kobocoran samping.
∂ ⎛ 3 ∂p ⎞ ∂h
⎜h ⎟ = 6ηU
∂z ⎝ ∂z ⎠ ∂x
Persamaan ini juga dapat diintegrasikan untuk memberikan persamaan dalam bentuk
tekanan pada lapisan pelumas sebagai fungsi θ dan z.

ηU ⎛ l 2 ⎞ 3εsin θ
p= − z2
2 ⎜ ⎟
⎠ (1+ ε cos θ )
3
rc r ⎝ 4
Persamaan ini disebut sebagai solusi Ovrick atau solusi short bearing. Persamaan ini
biasanya dievaluasi untuk θ = 0 sampai π, dengan mengasumsikan tekanan sama dengan
nol pada belahan sisi yang lain.

Gambar 9.15 Distribusi tekanan pada bantalan luncur pendek

Distribusi tekanan p pada arah z adalah parabolik dan puncaknya pada tengah panjang
bantalan l dan nol pada z = ± l/2. Tekanan p bervariasi secara nonlinear pada seluruh θ
dan memuncak pada kuadran kedua. Nilai θmax pada pmax dapat dihitung dengan
persamaan:

⎛ 1− 1+24ε=2 ⎞
θmax = cos−1 ⎜ ⎟
⎜ 4ε ⎟
⎝ ⎠
dan nilai pmax dapat ditemukan dengan mensubstitusikan z = 0 dan θ = θmax pada solusi
short bearing.

129
Sudut antara arah gaya P dengan sumbu θ = π digambarkan sebagai φ . Besar sudut
φ dapat dicari dengan menggunakan persamaan :
⎛ π 1−ε=2 ⎞
φ = tan−1 ⎜ ⎟
⎜ 4ε ⎟
⎝ ⎠
Dan besarnya gaya resultan P sebagai fungsi parameter bantalan adalah sebagai berikut:

ηUl 3
P = Kε
cr2
Dimana Kε adalah parameter tak berdimensi yang merupakan fungsi dari rasio
eksentrisitas :
1/ 2
2 2 2

ε ⎡π (1− ε ) + 16ε⎦ ⎤
Kε = ⎣
4 (1− ε )
2
2

Kemudian dengan mensubstitusikan U = πdn’, dan cr = cd/2, dapat diperoleh :

ηUl 3 η 4π dn ' l 3
P = Kε = Kε
cr2 c d2

Gambar 9.16 Perbandingan pendekatan short-bearing Ovrick untuk bebarapa variasi l/d dengan
Pendekatan long-bearing Sommerfeld.
Rugi-rugi daya dan torsi pada bantalan luncur
Gambar 9.15 menunjukkan lapisan fluida yang mengalamiu geseran antara journal
dengan bantalan. Gaya geser yang bekerja pada tiap elemen menimbulkan torsi yang
saling berlawanan, Tr pada elemen yang berputar dan Ts pada elemen yang diam. Namun
kedua torsi ini tidak sama besar karena adanya eksentrisitas. Pasangan gaya P, satu
bekerja pada pusat journal Oj dan yang lainnya bekerja pada pusat bantalan Ob,
membentuk kopel dengan besar P e sin φ , sehingga besarnya rotating torque menjadi :

Tr = Ts + P e sin φ

130
Adapun stationary torque Ts dapat dicari dengan persamaan :
d 2 l (U 2 − U1 ) π
Ts = η
( )
1/ 2
cd 1− ε 2

Dengan mensubtitusikan U =πdn’ diperoleh persamaan :


d 3 l ( n '2 − n '1 ) π2
Ts = η
cd (1− ε ) 2 1/ 2

Perhatikan bahwa persamaan di atas sama dengan persamaan Petroff untuk journal
konsentrik, torsi tanpa beban T0. Dapat dibentuk rasio torsi stationery pada bantalan
eksentrik terhadap torsi tanpa beban sebagai berikut :
Ts 1
=
( )
1/ 2
T0 1− ε 2

Rugi-rugi daya Φ pada bantalan dapat dihitung dari rotating torque Tr dan kecepatan
rotasi n’.
Φ = Tr ω = 2π Tr ( n '2 − n '1 ) N m/s atau in lb/s

Adapun koefisien gesekan pada bantalan dapat ditentukan sebagai rasio antara gaya
geser tangensial dan gaya normal yang bekerja P.
f Tr / r 2Tr
μ= = =
P P Pd

9.4.5. Perancangan bantalan hidrodinamik

Perancangan bantalan dilakukan untuk menemukan kombinasi diameter bantalan dan


atau panjang yang dapat beroperasi dengan viskositas fluida tertentu, mampunyai
clearance yang masuk akal dan dapat dibuat, serta mempunyai rasio eksentrisitas yang
akan mencegah metal to metal contact pada kondisi pembebanan yang ditentukan.
Faktor beban desain – Bilangan Ocvirk
Pendekatan yang baik untuk memecahkan persoalan perancangan ini dilakukan dengan
menentukan faktor beban tak berdimensi yang digunakan untuk memplot dan menghitung
parameter bantalan yang lain. Persamaan gaya resultan pada solusi short bearing dapat
disusun ulang untuk menyediakan faktor beban ini, sebagai berikut :
Pcd2
Kε =
4ηπ dn ' l 3
Dengan mengganti faktor gaya resultan dengan tekanan rata-rata, pavg = P/A = P/ld,
diperoleh :

pavg ldcd2 d 1 ⎡⎛ p avg ⎞ ⎛ d ⎞ ⎛ c d ⎞ 2 ⎤


2
1
Kε = = ⎢⎜ ⎟⎜ l ⎟ ⎜ d ⎟ ⎥ = O
4ηπ dn ' l d
3
4 η n ' 4π N
⎢⎝ ⎠⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎥
⎣ ⎦

131
Suku yang berada dalam kurung adalah faktor beban tak berdimensi atau bilangan
Ocvirk ON.
1/ 2
2 2 2 2 2
⎣ ⎦
⎛p ⎞⎛ d ⎞ ⎛ c ⎞ πε⎡π (1−ε )+16ε ⎤
ON = avg d
= 4π K ε =
⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎝ ηn ' ⎠ ⎝ l ⎠ ⎝ d ⎠ (1− ε )
2
2

Gambar di bawah ini menunjukkan grafik rasio eksentrisitas ε sebagai fungsi dari bilangan
Ocvirk ON dan juga menunjukkan data eksperimental. Kurva hubungan antara rasio
eksentrisitas dengan bilangan Ocvirk dibuat dengan melakukan curve fitting pada data
yang ada. Adapun kurva empirik dapat diaproksimasi dengan :

ε x ≅ 0.21394 + 0.38517logON − 0.0008 (ON − 60 )


Adapun perhitungan parameter-parameter bantalan yang lain dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan-persamaan yang sudah diuraikan di atas.

Gambar 9.17 Kurva hubungan rasio eksentrisitas dengan bilangan Ocvirk


Prosedur Perancangan
Beban dan kecepatan biasanya sudah diketahui. Jika poros sudah dirancang untuk beban
dan defleksi tertentu, maka diameternya akan diketahui. Adapun panjang atau rasio l/d
harus dipilih dengan pertimbangan pengemasannya. Semakin besar rasio l/d akan
memberikan tekanan lapisan pelumas yang lebih rendah. Rasio clearance didefinisikan
sebagai Cd/d. Biasanya rasio clearance ini berkisar antara 0.001 sampai 0.002 dan
kadang-kadang sampai mencapai 0.003. Semakin besar rasio clearance akan
meningkatkan faktor beban dengan cepat. Semakin besar bilangan Ocvirk akan
memberikan eksentrisitas, tekanan, dan torsi yang lebih besar tetapi peningkatannya
akan semakin kecil pada nilai bilangan Ocvirk yang semakin besar.
Keuntungan rasio clearance adalah aliran pelumas yang semakin besar yang akan
mengakibatkan pendinginan yang semakin cepat. Adapun rasio l/d yang semakin besar
akan memerlukan rasi clearance yang lebih besar untuk mencegah metal to metal contact
132
akibat defleksi poros. Bilangan Ocvirk dapat dipilh sedangkan viskositas pelumas yang
diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan-persamaan yang sesuai.
Jika dimensi poros belum ditentukan, diameter dan panjang bantalan dapat diiterasi
dengan menggunakan bilangan Ocvirk yang diasumsikan. Jenis pelumas dipilih dengan
trial and error dan viskositasnya dicari dengan menggunakan temperatur operasi yang
diasumsikan dengan menggunakan grafik pada gambar 9.7. Setelah bantalan dirancang,
analisis aliran fluida dan perpindahan panas dapat dilakukan untuk menentukan laju aliran
pelumas yang dibutuhkan. Analisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode seperti pada machinery data handbook dan sebagainya.

Gambar 9.18. Rasio tekanan dan rasio torsi vs bilangan Ocvirk untuk bantalan pendek
Pemilihan bilangan Ocvirk mempunyai efek yang sangat signifikan terhadap peranca-
ngan. Untuk itu G.B DuBois telahg menawarkan beberapa panduan dengan menyarankan
nilai bilangan Ocvirk ON = 30 (ε = 0,82) sebagai batas atas untuk pembebanan
“moderate”, ON = 60 (ε = 0,90) sebagai batas atas untuk kondisi pembebanan “heavy”,
dan ON = 90 (ε = 0,93) sebagai batas untuk kondisi pembebanan “severe”. Pada bilangan
Ocvirk yang lebih besar dari 30, harus diberikan perhatian ekstra untuk mengontrol
toleransi pembuatan, defleksi dan surface finishing. Untuk pembuatan bantalan secara
umum akan lebih baik bila bilangan Ocvirk-nya dijaga tetap dibawah 30.

133
Gambar 9.19. Sudut θmax dan φ sebagai fungsi bilangan Ocvirk

9.4.6. Studi Kasus

Diketahui :
Beban transversal maksimum poros pada bantalan adalah 16 lb pada R1 dan 54 lb pada
R2. Karena beban pada R2 lebih besar 4 kali daripada R1, maka rancangan yang dibuat
untuk R2 dapat digunakan untuk R1. Diameter poros pada R1 dan R2 adlah 0,591 in.
Kecepatan poros adalah 1725 rpm. Bantalan dalam keadaan stasioner.
Asumsi :
Gunakan rasio clearance 0,0017 dan rasio l/d 0,75. Gunakan bilangan Ocvirk dibawah
30, diusahakan sekitar 20.
Dicari :
Rasio eksentrisitas bantalan, tekanan maksimum dan lokasinya, ketebalan lapisan
minimum, koefisien gesekan, torsi, dan rugi-rugi daya pada bantalan.

134
Gambar 9.20 Geometri untuk contoh perancangan bantalan
Solusi :
1. Konversikan kecepatan dari rpm ke rps kemudian cari kecepatan tangensial U.
rev ⎛ 1min ⎞
n ' = 1725 ⎜ ⎟ = 28,75 rps
min ⎝ 60 sec ⎠

U = π dn ' = π ( 0,591)( 27,75 ) = 53,38 in / sec

2. Cari diametral clearance dan radius clearance dengan menggunakan diameter yang
diberikan dan rasio clearance yang diasumsikan :
cd = 0,0017 ( 0,591) = 0,001 in

c r = c d / 2 = 0,0005 in

3. Panjang bantalan dicari dari rasio l/d yang diasumsikan sebesar 0,75.
l = 0,75 ( 0,591) = 0,443 in

4. Rasio eksentrisitas eksperimental dicari dengan menggunakan bilangan Ocvirk ON =


20.
ε x ≅ 0,21394 + 0,38517logON − 0,0008 (ON − 60 )

≅ 0,21394 + 0,38517log20 − 0,0008 ( 20 − 60 ) = 0,747

5. Cari parameter tak berdimensi Kε

135
1/ 2
2 2 2

ε ⎡π 1− ε + 16ε ⎤
( )
Kε = ⎣ ⎦
4 1− ε 2 2
( )
( )
1/ 2
0,747⎢⎡π 2 1− ( 0,747 ) + 16 ( 0,747 )⎥ ⎤
2 2

= ⎣ ⎦ = 3,487
4 1− ( 0,747 )
2 2
( )
6. Cari viskositas pelumas η

54 ( 0,0005 )
2
Pc r2
η= 3 = 3 = 0,833 μ reyn
K εUl 3,487 ( 53,38 )( 0,443 )
Dengan menggunakan gambar 9.7 diketahui bahwa pelumas jenis ISO VG 32 akan
menyediakan nilai ini pada temperatur 190°F. Pelumas ini setara dengan pelumas
jenis SAE 10W.
7. Cari tekanan rata-rata tekanan pelumas
P 54
pavg = = = 206 psi
ld 0,443 ( 0,591)

8. Dicari sudut θmax dimana tekanan maksimum dengan menggunakan nilai


eksperimental ε = 0,747.

⎛ 1− 1+ 24ε 2 ⎞ ⎛ 1− 1+ 24 ( 0,747 )2 ⎞
−1 ⎜ ⎟ = 159,2°
θmax = cos ⎜ −1
⎟⎟ = cos

⎝ 4ε ⎠ ⎜ 4 ( 0,747 ) ⎟
⎝ ⎠
Nilai ini juga dapat dicari dengan menggunakan grafik pada gambar 9.19.
9. Tekanan maksimum dapat dicari dengan mensubstitusikan θmax yang sudah diperoleh.
Adapun nilai z = 0 karena tekanannya maksimum pada pertengahan panjang bantalan
l.
ηU ⎛ l 2 ⎞ 3ε sin θ
p= − z2 ⎟
rcr2 ⎜⎝ 4 ⎠ (1+ ε cos θ )
3

=
( 8,33 ⋅10 ) ( 53,38 ) ⎛ 0,443
−7 2
⎞ 3 ( 0,747 ) sin (159,2° )
⎜ − 02 ⎟ 3 = 857 psi
0,296 ( 0,0005 ) ⎠ (1+ ( 0,747 ) cos (159,2° ) )
2
⎝ 4

10. Cari sudut φ, yang menunjukkan posisi sumbu θ = 0 sampai π terhadap beban P.
⎛ π 1−ε=2 ⎞ ⎛ π 1−0,747 2 ⎞
φ tan−1 = tan−1 = 34,95°
= ⎜ ⎟ ⎜ ⎟

4ε ⎟ ⎜ 4 ( 0,747 ) ⎟

⎠ ⎝ ⎠
9. Stationary torque dan rotating torque dapat dicari dengan menggunakan nilai φ.

136
d 3 l ( n '2 − n '1 ) π2
Ts = η
( )
1/ 2
cd 1− ε 2

( 0,591) 3( 0, 443 )( 28,75 −0 ) π


( )
2
= 8,33 ⋅10−7 = 0,0325 lb.in
0,001
(
1− ( 0,747 ) )
2 1/ 2

Tr = Ts + P e sin φ = 0,0325 + 54 ( 0,00037 ) sin ( 34,95° ) = 0,0441 lb.in

12. Rugi-rugi daya dapat dihitung sebagai berikut :


lb.in
Φ = 2πTr ( n '2 − n '1 ) = 2π ( 0,0441)( 28,75 − 0 ) = 7,963 = 0,001 hp
sec
13. Koefisien gesekan pada bantalan dapat dicari dari rasio gaya geser terhadap gaya
normal.

2Tr 2 ( 0,0441)
μ= = = 0,003
Pd 54 ( 0,591)

14. Tebal lapisan pelumas minimum dicari dengan menggunakan persamaan berikut :

hmin = cr (1− ε ) = 0,0005 (1− 0,747 ) = 0,000126 in

9.5. Rolling-Element Bearing


Roller telah dikenal sejak zaman dahulu sebagai alat untuk memindahkan barang berat.
Namun baru pada abad ke-20 teknologi pembuatan dan material yang baik
memungkinkan pembuatan bantalan roll. Kebutuhan bantalan dengan gesekan rendah,
kecepatan tinggi, tahan temperatur tinggi dipicu oleh berkembangnya turbin gas untuk
pesawat terbang. Bantalan bola dan roll telah mulai didesain dan distandarkan pada
tahun 1900-an dalam ukuran metrik. Adapun bantalan yang baru mempunyai dimensi
eksternal yang sama tetapi lebih baik dari segi desain, kualitas, dan reliabilitasnya.

Mayoritas bantalan bola modern dibuat dari baja jenis AISI 5210 dan dikeraskan baik
secara keseluruhan maupun pada permukaannya saja. Paduan baja-Chromium ini dapat
dikeraskan secara menyeluruh sampai HRC 61-65. Bantalan roller sering dibuat dengan
menggunakan baja AISI 3310, 4620, dan 8620 yang dikeraskan. Kemajuan dalam proses
pembuatan baja memungkinkan pembuatan bantalan dari baja yang “bersih” dari kotoran.
Hal ini telah meningkatkan reliabilitas bantalan secara signifikan.
Rolling-element bearing dibuat semua perusahaan pembuatnya dengan menggunakan
dimensi standar yang dibuat oleh Anti-Friction Bearing Manufacturer Association
(AFBMA) dan atau International Standards Organization (ISO) dan bersifat
interchangeable. Standarisasi ini memungkinkan diberikannya jaminan bahwa bantalan
buatan perusahaan manapun dapat digunakan untuk menggantikan bantalan yang rusak
pada suatu assembly selama spesifikasi standarnya sama.

137
9.5.1. Jenis-jenis Rolling-Element Bearing

Secara garis besar, rolling-element bearing terdiri atas dua jenis yaitu bantalan bola (ball
bearing) dan bantalan rol (roller bearing). Kedua jenis ini sendiri terdiri atas bermacam-
macam varian.
Bantalan Bola (Ball Bearing)
Bantalan bola merupakan susunan bola-bola baja yang dikeraskan yang terpasang
diantara dua buah cincin, dalam dan luar untuk bantalan radial, atau atas dan bawah
untuk thrust bearing. Selain itu juga terdapat retainer atau separator yang menjaga jarak
antarbola baja tetap disekitar cincin. Bantalan bola jenis deep groove dirancang untuk
menahan beban radial dan beban aksial. Adapun jenis angular contact dirancang untuk
menahan beban aksial yang lebih besar dan juga dapat menahan beban radial.

Gambar 9.21 Nomenklatur bantalan bola radial jenis deep-groove atau Conrad

138
Gambar 9.22. Jenis-jenis bantalan bola
Bantalan Rol (Roller Bearing)
Bantalan rol menggunakan roller yang lurus, tirus, atau berkontur yang dipasang diantara
dua buah cincin. Secara umum, bantalan rol dapat menahan beban statik dan dinamik
yang lebih besar daripada bantalan bola disebabkan oleh kontaknya yang lebih besar.
Selain itu bantalan rol ini juga lebih murah daripada bantalan bola untuk ukuran dan
beban yang besar. Biasanya bantalan rol hanya dapat menahan beban dalam satu arah
saja baik itu radial maupun aksial, kecuali bila roller-nya tirus atau berkontur. Secara garis
besar, bantalan rol ini terbagi lagi menjadi empat jenis yaitu (1) bantalan rol silindris, (2)
bantalan rol jarum, (3) bantalan rol tirus, (4) spherical roll bearing.

Gambar 9.23 Bantalan rol silindris

139
Gambar 9.24 Bantalan roll jarum (needle roller bearing)

Gambar 9.25 Bantalan roll tirus (Tapered roller bearing)

Gambar 9.26 Bantalan roll sperik (Spherical roller bearing)

140
Bantalan bola dan bantalan roll juga mempunyai jenis yang khusus dibuat untuk menahan
beban aksial murni. Namun cilindrycal roller thrust bearing akan mengalami gesekan yang
lebih besar daripada ball thrust bearing akibat sliding antara roller dengan cincin. Oleh
karena itu biasanya roller thrust bearing ini tidak boleh digunakan untuk kecepatan tinggi.

9.5.2. Pemilihan rolling-element bearing

Pemilihan bantalan dilakukan dengan mempertimbangkan besar beban statik dan dinamik
dan umur yang diinginkan.
Basic Dynamic Load Rating C
Pengujian yangtelah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pembuat bantalan,
berdasarkan teori yang sudah dikembangkan, menunjukkan bahwa fatigue life atau umur
bantalan L berbanding terbalik dengan pangkat tiga bebannya untuk bantalan bola, dan
pangkat 10/3 untuk bantalan roll.
Bantalan bola :
3
⎛C⎞
L=⎜ ⎟
⎝P ⎠
Bantalan roll :
10 / 3
⎛C ⎞
L=⎜ ⎟
⎝P⎠
dimana L adalah umur bantalan dalam jutaan putaran, P adalah beban konstan yang
bekerja (beban konstan pada elemen berputar akan menyebabkan beban dinamik), dan C
adalah basic dynamic load rating C. Basic dynamic load rating C didefinisikan sebagai
beban yang akan memberikan umur 1 juta putaran pada cincin dalam. Parameter ini
biasanya sudah ditentukan dalam katalog yang dibuat oleh perusahaan pembuat
bantalan.

Gambar 9.27 Distribusi umur pada rolling element bearing

141
Basic Static Load Rating C0
Deformasi permanen pada roller atau bola dapat terjadi bahkan pada beban yang kecil
karena sangat tingginya luas kontak yang kecil. Batas beban statik pada bantalan
didefinisikan sebagai beban yang akan menghasilkan deformasi permanen pada cincin
dan elemen rolling pada titik kontak manapun sebesar 0,0001 kali dari diameter elemen
rollingnya. Tegangan yang dibutuhkan untuk membuat deformasi statik sebesar 0,0001d
pada bantalan baja adalah bervariasi mulai 4 Gpa (580 kpsi) untuk bantalan roll sampai
4,6 Gpa (667 kpsi) untuk bantalan bola. Perusahaan-perusahaan pembuat benatalan
telah membuat basic static loading rating C0 untuk setiap jenis bantalan, yang dibuat
berdasarkan standar AFBMA. Biasanya dibutuhkan beban sebesar 8C0 atau lebih besar
untuk mematahkan bantalan.

Beban Kombinasi Radial dan Aksial (Thrust)


Jika beban radial dan aksial terjadu pada bantalan, beban ekuivalen harus dihitung untuk
digunakan dalam perhitungan umur bantalan. AFBMA merekomendasikan persamaan
berikut :
P = XVFr + YFa
Dimana : P = Beban ekuivalen
Fr = Beban radial konstan yang bekerja
Fa = Beban aksial konstan yang bekerja
V = Faktor perputaran
X = Faktor radial
Y = Thrust factor
Faktor V sama dengan 1 untuk bantalan yang cincin dalamnya berputar. Jika cincin
luarnya juga berputar, faktor V ini naik sampai 1,2 untuk bantalan jenis tertentu. Faktor X
dan Y bervariasi tergantung jenis bantalan dan biasanya ditentukan oleh perusahaan
pembuat bantalan tersebut.
Prosedur Perhitungan
Langkah pertama dalam perhitungan umur bantalan adalah dengan mencari besar beban
baik radial maupun aksial yang bekerja pada bantalan (biasanya diketahui dari analisis
pembebanan). Dimensi aproksimasi poros juga biasanya dapat diketahui dari perhitungan
tegangan dan defleksi. Kemudian digunakan katalog digunakan dengan terlebih dahulu
menentukan bantalan tertentu secara coba-coba. Dengan demikian dapat diperoleh nilai
C, C0, V, X, dan Y. Kemudian dihitung beban efektif P dan akhirnya dihitung umur L
dengan menggunakan nilai C yang diperoleh dari katalog.

142
Gambar 9.28 Dimensi dan rating pembebanan untuk bantalan bola deep groove seri 6300

143
Gambar 9.29 Faktor V, X, dan Y untuk bantalan radial

9.5.3. Studi kasus

Diketahui:
Beban radial Fr = 1686 lb (7500 N) dan beban aksial Fa = 1012 lb (4500 N). Kecepatan
poros adalah 2000 rpm.
Asumsi :
Digunakan bantalan bola jenis deep groove tipe Conrad. Cincin dalam berputar.
Dicari :
Ukuran bantalan yang sesuai untuk memberikan umur L10 sebesar 500 juta putaran.
Solusi :

144
1. Coba bantalan 6316 dari gambar 9.28 dan diperoleh data sebagai berikut : C =
21200 lb (94300 N), C0 = 18000 lb (80000 N), dan rpm maksimum = 3800.
2. Hitung rasio Fa/C0
Fa 1012
= = 0,056
C0 18000
Kemudian cari nilai e dari gambar 9.29 dan diperoleh e = 0,26 untuk radial-contact
groove ball bearing.
3. Bentuk rasio Fa/(VFr) dan bandingkan dengan nilai e.
Fa 1012
= = 0,6 > e = 0,26
VFr 1(1686 )
Perhatikan V = 1 karena cincin dalamnya berputar.
4. karena rasio pada langkah 3 adalah > e, cari faktor X dan Y dari 9.29 sehingga
diperoleh X = 0,56 dan Y = 1,71, dan kemudian gunakan faktor-faktor tersebut untuk
menghitung beban ekuivalen.

P = XVFr + YFa = 0,56 (1)(1686 ) + 1,71(1012 ) = 2675 lb


5. Gunakan beban ekuivalen diatas untuk menghitung umur L10 bantalan.
3 3
⎛C⎞ ⎛ 21200 ⎞
L=⎜ ⎟ =⎜ ⎟ = 500 juta putaran
⎝P⎠ ⎝ 2675 ⎠
Biasanya perhitungan ini memerlukan beberapa iterasi.

9.5.4. Pemasangan rolling-element bearing

Rolling-element bearing dibuat dengan toleransi yang sangat kecil pada diameter dalam
dan luarnya untuk memunginkan suaian paksa pada poros dan rumah bantalan. Metode
pemasangan bantalan ini sangat beragam dan tiap susunan dan pemaangan mempunyai
fungsi yang berbeda-beda. Dari aspek pemasangan bantalan, ada beberapa metode yang
biasa digunakan seperti yang diperlihatkan sebagai berikut :

Gambar 9.30 Metode pemasangan rolling-element bearing

145
Gambar 9.30a menunjukkan susunan mur dan ring pengunci yang digunakan untuk
menjepit cincin dalam bantalan pada poros untuk menghindarkan suaian paksa. Gambar
9.30b menunjukkan snap ring yang digunakan untuk memposisikan ring dalam bantalan
pada arah aksial. Adapun gambar 9.30c menunjukkan ring luar bantalan yang dijepit
secara aksial pada rumah bantalan dan ring dalam diposisikan oleh sleeve spacer
diantara cincin dalam dan flens luar pada poros yang sama.
Dari aspek penyusunannya, ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk
memasang bantalan. Adapun metode yang biasa digunakan adalah dengan memasang
bantalan pada posos yang di-fix pada arah aksial di satu sisi sedangkan pada sisi yang
lain mengambang pada arah aksial. Metode ini ditunjukkan pada gambar 9.31a.
Pemasangan seperti ini memerlukan adanya ulir dan mur untuk memasang bantaln pad
poros. Alternatif pemasangan bantalan yang juga biasa digunakan yaitu dengan
memasang kedua bantalan seperti ditunjukkan pada gambr 9.31b. Metode ini tidak
memerlukan mur dan ulir pada poros namun jika jarak antarbantalan cukup jauh,
kenaikan temperatur akan menyebabkan pemuaian pada poros sehingga memungkinkan
bantalan mengalami kerusakan.

(a) (b)
Gambar 9.31. (a) Pemasangan bantalan umum, (b) Pemasangan bantalan alternatif
Pada beberapa kasus, sering diperlukan pemasangan dua bantalan atau lebih pada satu
sisi poros. Penggunaan dua bantalan dapat meningkatkan kekakuan dan kapasitas
beban. Pemasangan dua bantalan ini dapat dilakukan dengan bantalan roll maupun
dengan bantalan bola. Pemasangan dua bantalan bola pada satu sisi juga dilakukan
untuk memberikan beban awal.

146
Gambar 9.32 Pemasangan dua bantalan roll di satu sisi

Gambar 9.33 Pemasangan dua bantalan bola di satu sisi

9.6. Soal-soal Latihan


1. Poros pada gambar di bawah ini dirancang dengan menggunakan data-data sebagai
berikut : a = 16 in, l = 20 in, b = 18 in, P = 1000 lb, Tmin =0 lb-in, Tmax = 2000 lb-in, SF
terhadap fatigue = 2, Sut = 108 kpsi, Sy= 62 kpsi. Rancanglah bantalan untuk diameter
poros yang diperoleh dimana bantalan harus dapat menahan beban untuk 70 juta
siklus pada 1500 rpm.
(a) Gunakan bantalan luncur bronze yang mendapatkan pelumasan hidrodinamik
dengan ON = 20, l/d = 1,25 dan rasio clearance = 0,0015.
(b) Gunakan bantalan bola jenis deep-groove

Gambar 9.34 Soal perancangan poros dan bantalan nomor 1


2. Bila viskositas absolut pelumas yang digunakan adalah 2 μreyn, carilah viskositas
kinematiknya dalam in2/sec. Asumsikan bahwa spesific gravity-nya = 0,87.
3. Cari tebal lapisan minimum untuk bantalan dengan data-data berikut : diameter 30
mm, panjang 25 mm, rasio clearance = 0,0015 , 1500 rpm, ON = 30, peslumas ISO
VG 220 pada temperatur 220°F.
4. Poros pada gambar di bawah ini dirancang dengan menggunakan data-data sebagai
berikut : a = 16 in, l = 20 in, b = 18 in, P = 1000 lb, Tmin =0 lb-in, Tmax = 2000 lb-in, SF
terhadap fatigue = 2, Sut = 108 kpsi, Sy= 62 kpsi. Rancanglah bantalan untuk diameter

147
poros yang diperoleh dimana bantalan harus dapat menahan beban untuk 500 juta
siklus pada 1200 rpm.
(a) Gunakan bantalan luncur bronze yang mendapatkan pelumasan hidrodinamik
dengan ON = 40, l/d = 0,8 dan rasio clearance = 0,0025.
(b) Gunakan bantalan bola jenis deep-groove

Gambar 9.35 Soal perancangan poros dan bantalan nomor 4


5. Sebuah mesin industri untuk satu shift operasi yang kontinyu (8 jam per hari)
mempunyai kecepatan putar sebesar 1800 rpm. Diketahui beban radial sebesar 1,2
kN dan beban thrust sebesar 1,5 kN (light-to-moderate impact). Pilih ball bearing yang
cocok untuk mesin tersebut?
6. Andaikan yang dipilih pada soal nomor 5 diatas adalah radial-contact bearing, maka
tentukan:
• Estimasi umur bantalan tersebut dengan reliability 90%.
• Estimasi reliability bantalan dengan umur 30.000 jam
7. Poros yang ditumpu pada dua rolling bearing mendapat beban seperti pada gambar:

Pr= 1000 N
Pa= 500 N

Bantalan NU205EC:
• Hanya menerima beban radial
• Dimensi:
- diameter dalam d= 25 mm
- diameter luat D= 50 mm
- lebar bantalan B= 15 mm

148
• Basic dynamic load rating C= 28 600 N
Bantalan 6205:
• Menerima baban radial dan beban aksial
• Dimensi sama dengan bantalan NU205EC
• Basic dynamic load rating C=14 000 N
• Basic static load rating Co= 7 800 N
Cari L10 untuk kedua bantalan tersebut?
8. Poros dengan dua buah puli mentransmisikan daya seperti ditunjukkan pada gambar
berikut:

Dimensi dalam satuan mm

Tegangan pada bagian kendur pada puli sebesar 30% dari bagian yang kencang.
Poros berputar yang ditumpu dua bantalan di O dan B berputar dengan kecepatan
900 rpm. Pilih pasangan radial ball bearing dengan reliability 99% dan umur 30 000
jam?
9. Poros dengan kecepatan putar sebesar 900 rpm mentransmisikan daya dengan light
shock dari puli dengan diameter 600 mm ke sprocket dengan diameter 300 mm
seperti ditunjukkan pada gambar berikut:

Dimensi dalam satuan mm

149
Pilih radial ball bearing di A dan roller bearing di O?(bantalan mempunyai umur 24 000
jam dengan reliability 95%)

10. Sistem transmisi daya yang terdiri dari poros, helical gear, bevel gear berputar dengan
kecepatan 600 rpm ditumpu dua roller bearing seperti pada gambar dibawah:

Dimensi dalam satuan mm

Bantalan sebelah kiri mampu menahan beban aksial dan beban pada bevel gear

sebesar: − 0,5Pî − 0,41Pĵ + 0,44Pk̂ . Pilih bantalan dengan umur 36 000 jam dan
reliability 98%?

DAFTAR PUSTAKA

• Brown, T.H, Jr., 2005, Marks’ Calculations for Machine Design, McGraw-Hill
companies, New York.

• Khurmi, R.S., and Gupta, J.K., 1982, Text Books of Machine Design, Eurasia

Publishing House (Pvt) Ltd, Ram Nagar, New Delhi 110055.

• Shigley, J.E., and Mischke, C.R., 1996, Standard Handbook of Machine Design,
McGraw-Hill companies, New York.

150

Anda mungkin juga menyukai