Anda di halaman 1dari 186

ELEMEN MESIN

Oleh:
Ir. Dudung Hermawan, MT

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’’IYA H
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah diktat mata kuliah Elemen Mesin berhasil disusun dengan


semaksimal mungkin. Diktat ini disusun mengacu pada silabus mata kuliah yang
diberlakukan untuk program S1 yang disajikan pada tiap semester dengan jumlah SKS tiga..
Diktat mata kuliah ini diharapkan bisa membantu mahasiswa dalam memahami
materi yang disampaikan Dosen. Dalam diktat ini menyajikan bermacam-macam contoh
soal dan latihan soal dalam setiap BAB, yang mana mahasiswa diharapkan bisa
memanfaatkan dengan baik untuk memperkuat pemahaman materi setiap BAB. Namun
demikian, mahasiswa sebaiknya juga membaca buku-buku referensi yang lain tentang
Perancangan Elemen Mesin (Machine Design) sehingga diperoleh informasi yang lebih
lengkap dalam upaya memahami materi perkuliahan.
Bagaimanapun, diktat ini masih diperlukan perbaikan secara bertahap, oleh karena
itu mohon kritik dan saran untuk kesempurnaan diktat ini.
Kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang membantu penulisan
diktat ini. Semoga bermanfaat bagi pembaca.

Mataram, Pebruari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i


Halaman Pengesahan ...................................................................................... ii
Kata Pengantar .................................................................................................. iii
Daftar Isi ............................................................................................................... iv

BAB I : PENDAHULUAN 1
1.1 Kriteria perancangan 1
1.2 Prosedur Umum dalam Perancangan mesin 1
1.3 Pertimbangan Umum dalam Perancangan mesin 2
1.4 Standar, kode, dan peraturan pemerintah dalam desain 3
BAB II: DASAR PEMBEBANAN 4
2.1 Gaya aksial 4
2.2 Geser murni 7
2.3 Working Stress (tegangan kerja) 8
2.4 Faktor Keamanan (N) 8
Latihan soal 9
BAB III: TEGANGAN BENDING DAN TORSI 10
3.1 Tegangan Geser Torsi 10
3.2 Tegangan Bending dalam Balok Lurus 14
Latihan soal 19
BAB IV: SAMBUNGAN KELING 21
4.1 Pendahuluan 21
4.2 Metode Pengelingan 21
4.3 Material Keling 22
4.4 Tipe Kepala Keling 23
4.5 Tipe Sambungan Keling 24
4.6 Kegagalan Sambungan Keling 26
4.7 Kekuatan dan Efisiensi Sambungan Keling 28
4.8 Sambungan Keling untuk Struktur 30
4.9 Sambungan Keling dengan Beban Eksentris 35
Latihan soal 43
BAB V : SAMBUNGAN LAS (WELDING JOINT) 45
5.1 Pendahuluan 45
5.2 Jenis Sambungan Las 45
5.3 Kekuatan sambungan las fillet melintang 46
5.4 Kekuatan sambungan las fillet sejajar 47
5.5 Kasus khusus sambungan las fillet 48
5.6 Kekuatan Butt Joint 51
5.7 Beban eksentris sambungan las 55
Latihan soal 65
BAB VI: SAMBUNGAN ULIR 67
6.1 Pendahuluan 67
6.2 Istilah penting pada ulir 67
6.3 Jenis ulir 68
6.4 Jenis Sambungan ulir 70
6.5 Dimensi standar ulir 71
6.6 Sambungan baut akibat beban eksentris 73
6.7 Beban eksentris yang sejajar terhadap dengan sumbu baut 73
6.8 Beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut 75
6.9 Beban eksentris pada bracket dengan sambungan melingkar 77
Latihan soal 79
BAB VII: KOPLING 81
7.1 Pendahuluan 81
7.2 Tipe Kopling 81
7.3 Sleeve atau Muff Coupling 81
7.4 Clamp atau Compression Coupling 84
7.5 Flange Coupling (kopling flens) 86
Latihan soal 90

BAB VIII: PEGAS 91


8.1 Pendahuluan 91
8.2 Tipe Pegas 91
8.3 Pegas helix 93
8.5 Defleksi pada pegas helix 95
8.6 Energi yang tersimpan dalam pegas helix berkawat lingkaran 95
8.7 Beban fatik pada pegas helix 98
Latihan soal 102
BAB IX BANTALAN LUNCUR 104
9.1. Pendahuluan 104
9.2 Klasifikasi bantalan 105
9.3 Jenis bantalan luncur 105
9.4 Material yang digunakan bantalan luncur 106
9.5 Istilah pada bantalan luncur 107
9.6 Istilah pada bantalan luncur 109
BAB X BANTALAN ROL 114
10.1 Pendahuluan 114
10.2 Jenis Bantalan Rol 115
10.3 Dimensi Standar Bantalan 116
10.4 Thrust Ball Bearing 118
10.5 Beban Statis Utama 120
10.6 Beban Statis Ekuivalen 121
10.7 Umur Bantalan 122
10.8 Beban Dinamis 125
BAB XI RODA GIGI LURUS 131
11.1 Pendahluan 131
11.2 Istilah yang digunakan pada Roda Gigi 132
11.3 Material Roda Gigi 136
11.4 Desain Roda Gigi 138
11.5 Kekuatan Batang gigi Gear 140
11.6 Tegangan kerja yang diizinkan 141
11.7 Beban Statis Gigi 142
BAB XII RODA GIGI HELIX 149
12.1 Pendahuluan 149
12.2 Lebar permukaan Roda Gigi 150
12.3 Jumlah Gigi Ekivalen pada Roda Gigi Helix 151
12.4 Kekuatan Roda Gigi Helik 151
BAB XIII RODA GIGI KERUCUT 158
13.1 Pendahuluan 158
13.2 Klasifikasi Bevel Gears 159
13.3 Istilah pada Roda Gigi Kerucut 160
13.4 Penentuan Pitch Angle 161
13.5 Proporsi untuk Bevel Gears 163
13.6 Kekuatan Bevel Gears 165
13.7 Gaya aksi pada Bevel Gears 167
BAB XIV RODA GIGI CACING 170
14.1 Pendahuluan 170
14.2 Jenis Worm 170
14.2 Istilah pada Roda Gigi Cacing 171
14.3 Proporsi untuk WORM 176
14.4 Efisiensi Worm Gear 176
14.5 Beban keausan Gigi 176
14.6 Gaya aksi pada Worm Gear 177
14.7 Desain Worm 179
DAFTAR PUSTAKA 185
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Kriteria perancangan


Meskipun criteria yang digunakan oleh seorang perancang adalah banyak, namun
semuanya tertuju pada kriteria berikut ini:
1. Function (fungsi/pemakaian)
2. Safety (keamanan)
3. Reliability (dapat dihandalkan)
4. Cost (biaya)
5. Manufacturability (dapat diproduksi)
6. Marketability (dapat dipasarkan)

Kriteria, pertimbangan dan prosedur tambahan yang dimasukkan dalam program


secara khusus masalah keamanan produk, kegagalan pemakaian (malfunction) suatu
produk. Beberapa pertimbangan dan prosedur penting itu adalah:
1. Pengembangan dan penggunaan suatu system rancang ulang secara khusus
menegaskan analisa kegagalan, mempertimbangkan keamanan, dan memenuhi
standar dan pemerintahan.
2. Pengembangan daftar ragam operasi dan pemeriksaan penggunaan produk dalam
setiap mode/ragam.
3. Identifikasi lingkungan pemakaian produk, termasuk memperkirakan pemakaian,
menduga penyalahgunaan, dan fungsi yang diharapkan.
4. Penggunaan teori desain spesifik yang menegaskan kegagalan atau analisa
kegagalan pemakaian dan mempertimbangkan keamanan dalam setiap ragam
operasi.

1.2 Prosedur Umum dalam Perancangan mesin


Dalam perancangan komponen mesin di sisni tidak ada aturan yang baku. Masalah
perancangan mungkin bisa diselesaikan dengan banyak cara. Jadi, prosedur umum untuk
menyelesaikan masalah perancangan adalah sebagai berikut:
1. Mengenali kebutuhan/tujuan . Pertama adalah membuat pernyataan yang lengkap dari
masalah perancangan, menunjukkan kebutuhan/tujuan, maksud/usulan dari mesin yang
dirancang.

1
2. Mekanisme. Pilih mekanisme atau kelompok mekanisme yang mungkin.
3. Analisis gaya. Tentukan gaya aksi pada setiap bagian mesin dan energi yang
ditransmisikan pada setiap bagian mesin.
4. Pemilihan material. Pilih material yang paling sesuai untuk setiap bagian dari mesin.
5. Rancang elemen-elemen (ukuran dan tegangan). Tentukan bentuk dan ukuran bagian
mesin dengan mempertimbangkan gaya aksi pada elemen mesin dan tegangan yang
diijinkan untuk material yang digunakan.
6. Modifikasi. Merubah/memodifikasi ukuran berdasarkan pengalaman produksi yang
lalu. Pertimbangan ini biasanya untuk menghemat biaya produksi.
7. Gambar detail. Menggambar secara detail setiap komponen dan perakitan mesin
dengan spesifikasi lengkap untuk proses produksi.
8. Produksi. Komponen bagian mesin seperti tercantum dalam gambar detail diproduksi
di workshop.

Diagram alir untuk prosedur umum perancangan mesin dapat dilihat pada Gambar 1.1 di
bawah ini.

Pengenalan kebutuhan

Sintesis (mekanisme)

Analisa gaya

Pemilihan bahan

Desain Elemen
(ukuran dan tegangan-tegangan)

Modifikasi

Gambar detail

Produksi

Gambar 1.1 Diagram alir

1.3 Pertimbangan Umum dalam Perancangan mesin


Berikut adalah pertimbangan umum dalam perancangan sebuah komponen mesin.
1. Jenis beban dan tegangan-tegangan yang bekerja pada komponen mesin.
2. Gerak dari bagian-bagian atau kinematika dari mesin.
3. Pemilihan material.

2
4. Bentuk dan ukuran part.
5. Tahan gesekan dan pelumasan.
6. Segi ketepatan dan ekonomi.
7. Penggunaan standar part.
8. Keamanan operasi.
9. Fasilitas workshop (bengkel).
10. Jumlah mesin untuk produksi.
11. Biaya Konstruksi.
12. Perakitan (assembling).

1.4 Standar, kode, dan peraturan pemerintah dalam desain


Pembatas desain disediakan oleh organisasi pemasaran dan manajemen insinyur-
insinyur termasuk standar, kode, dan peraturan-peraturan pemerintah, baik dalam dan luar
negeri.
Standar adalah didefinisikan sebagai kriteria, aturan, prinsip, atau gambaran yang
dipertimbangkan oleh seorang ahli, sebagai dasar perbandingan atau keputusan atau
sebagai model yang diakui.
Kode adalah koleksi sistematis dari hukum yang ada pada suatu negara atau aturan-
aturan yang berhubungan dengan subyek yang diberikan.
Peraturan pemerintah adalan peraturan-peraturan yang berkembang sebagai hasil
perundang-undangan untuk mengontrol beberapa area kegiatan. Contoh perarturan
pemerintah Amerika adalah:
 ANSI : American National Standards Institute
 SAE : Society of Automotive Engineers
 ASTM : American Society for Testing and Materials
 AISI : American Iron and Steel Institute

3
BAB II
DASAR PEMBEBANAN

Dasar pembebanan pada elemen mesin adalah beban (gaya) aksial, gaya geser
murni, torsi dan bending. Setiap gaya menghasilkan tegangan pada elemen mesin, dan juga
deformasi, artinya perubahan bentuk. Di sini hanya ada 2 jenis tegangan: normal dan geser.
Gaya aksial menghasilkan tegangan normal. Torsi dan geser murni, menghasilkan
tegangan geser, dan bending menghasilkan tegangan normal dan geser.

2.1 Gaya aksial


Balok pada Gambar 2.1 dibebani tarik sepanjang axis oleh gaya P pada tiap
ujungnya. Balok ini mempunyai penampang yang seragam (uniform), dan luas penampang
A yang konstan.

Gambar 2.1 : Gaya aksial pada balok

Tegangan. Dua gaya P menghasilkan beban tarik sepanjang axis balok, menghasilkan
tegangan normal tarik ζ sebesar:
P
  (2-1)
A

4
Contoh 1.
Tentukan tegangan normal pada sebuah balok persegi dengan sisi a = 5cm ditarik dengan
gaya P = 55 kN.
Penyelesaian :
P = 55 kN = 55.000 N
a = 5cm = 0,05m
Menghitung luas penampang balok A = a2 = (0,05m)2 = 0,00025 m2.
Menghitung tegangan normal dalam balok ζ :

P 55.000 N
  
A 0,00025m2
22.000.000N / m 2
22MPa
Contoh 2.
Hitung luas penampang minimum (Amin) yang dibutuhkan untuk balok yang dibebani tarik
secara aksial oleh gaya P = 45 kN agar tidak melebihi tegangan normal maksimum σmax =
250 MPa.
Penyelesaian :
Mulai dengan Persamaan (2-1) dengan tegangan normal adalah maksimum σmax dan area A
adalah minimum untuk memberikan:
P
 
max
min

Amin  P
max
45.000 N

250.106 N / m 2
0,00018m2

Contoh 3.
Sambungan rantai besi cor seperti Gambar 2.2 di bawah ini dipakai untuk mentransmisikan
beban tarik yang tetap sebesar 45 kN. Tentukan tegangan tarik yang terjadi dalam material
rantai pada potongan A-A dan B-B.

5
Gambar 2.2 Seluruh dimensi dalam mm.
Penyelesaian :

6
Diketahui : P = 45 kN = 45.103 N
Tegangan tarik ζt1 yang terjadi penampang A-A adalah: (2-2)
2
A1 = 20.45 = 900 mm .
ζt1 = P/A1 = 45.103 N/900 mm2 = 50 N/mm2 = 50 MPa
Tegangan tarik ζt2 yang terjadi penampang B-B adalah:
A2 = 20.(75-40) = 700 mm2.
ζt2 = P/A2 = 45.102 N/700 mm2 = 64,3 N/mm2 = 64,3 MPa.
Regangan.
Gaya aksial pada Gambar 2.1 juga menghasilkan regangan aksial ε:

  
L
dengan δ adalah pertambahan panjang (deformasi) dan L adalah panjang balok.

Contoh 4.
Hitung regangan ε untuk pertambahan panjang δ = 0,038cm dan panjang balok L = 1,9m.
Penyelesaian :
Menghitung regangan :

   0,038cm

L 1,9.100cm
0,0002

Diagram tegangan-regangan.
Jika tegangan ζ diplotkan berlawanan dengan regangan ε untuk balok yang
dibebani secara aksial, diagram tegangan-regangan untuk material ulet dapat dilihat pada
Gambar 2.3, dengan A adalah batas proporsional, B batas elastis, D kekuatan ultimate
(maksimum), dan F titik patah.

Gambar 2.3 : Diagram tegangan-regangan untuk material ulet

7
Diagram tegangan-regangan adalah linier sampai batas proporsional, dan
mempunyai slope (kemiringan) E dinamakan modulus elstisitas. Dalam daerah ini
persamaan garis lurus sampai batas proporsional dinamakan hukum Hooke’s, dan
diberikan oleh Persamaan (2-3):
σ=Eε (2-3)

2.2 Geser murni

8
Sambungan balok dengan paku keling tunggal seperti pada Gambar 2.3 di bawah
ini:

Gambar 2.3 : Gaya geser murni

Tegangan.
Jika keling dipotong pada bagian tengah sambungan untuk mendapatkan luas
penampang A dari keling, kemudian menghasilkan diagram benda bebas pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4: Diagram benda bebas


Gaya geser V memberikan aksi pada bagian penampang keling dan oleh
keseimbangan statis sama dengan besarnya gaya P. Tegangan geser η dalam keling adalah:
V
   P (2-4)
A Akeling

Satuan tegangan geser sama dengan tegangan normal, yaitu pound per square inch
(psi) dan N/m2 atau Pascal (Pa).
Andaikata dua sambungan keeling ditarik secara bersamaan seperti di bawah ini:

Gambar 2.5: Dua sambungan keling (tampak atas)

Jika kedua keling dipotong bagian tengah sambungan untuk mendapatkan luas
penampang A dari keling, kemudian menghasilkan diagram benda bebas pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6: Diagram benda bebas

9
Tegangan geser η dalam keling adalah:
V
   P / 2 P
Akeling  2 Akeling
(2-5)
A

Jumlah paku keling bertambah, maka tegangan geser setiap keling menjadi berkurang.

Contoh 5.
Tentukan tegangan geser η dalam salah satu dari empat sambungan keling jika diketahui P
= 45 kN dan diameter D = 0,6 cm.
Penyelesaian :
Diketahui: P = 45kN = 45.000N
D = 0,6 cm = 0,006 m
Menghitung penampang setiap keling A:
A = πD2/4
= 3,14.(0,006m)2/4
= 0,00003 m2.
Di sini 4 keling harus menahan gaya P, gaya geser V untuk tiap keling adalah:
4V = P
V = P/4 = 45.000N/4 = 11.250N
Menghitung tegangan geser tiap keling adalah:

V 11.250 N
 A 
keling 0.00003m 2
375.000.000N / m 2 375MPa

2.3 Working Stress (tegangan kerja)


Ketika perancangan elemen mesin, tegangan yang terjadi harus lebih rendah dari
pada tegangan ultimate atau maksimum. Tegangan yang terjadi ini dinamakan working
stress atau design stress. Atau dinamakan juga tegangan yang dijinkan.
Catatan: Kegagalan desain tidak berarti bahwa material mengalami patah. Beberapa
elemen mesin dikatakan gagal ketika mereka mengalami deformasi plastis, dan mereka
tidak bisa melakukan fungsi mereka dengan memuaskan.

2.4 Faktor Keamanan (N)


Definisi umum faktor keamanan adalah rasio antara tegangan maksimum
(maximum stress) dengan tegangan kerja (working stress), secara matematis ditulis:

10
Maximum stress
Faktor Keamanan 
Working atau design stress
Untuk material yang ulet seperti baja karbon rendah, faktor keamanan didasarkan pada
yield point stress (tegangan titik luluh);

Yield point stress


Faktor Keamanan 
Working atau design stress
Untuk material yang getas seperti besi cor, faktor keamanan didasarkan pada ultimate
stress (kekuatan tarik);
Ultimate stress
Faktor Keamanan 
Working atau design stress
Hubungan ini bisa juga digunakan untuk material yang ulet.
Catatan : rumus di atas untuk faktor keamanan pada beban statis.

Latihan:
1. Dua batang bundar berdiameter 50mm dihubungkan oleh pin, seperti pada Gambar
2.7, diameter pin 40 mm. Jika sebuah tarikan 120 kN diberikan pada setiap ujung
batang, tentukan tegangan tarik dalam batang dan tegangan geser dalam pin.

Gambar 2.7

2. Diameter piston mesin uap adalah 300mm dan tekanan uap maksimum adalah 0,7
N/mm2. Jika tegangan tekan yang diijinkan untuk material batang piston adalah 40
N/mm2, tentukan ukuran batang piston.

3. Batang balok persegi 20mm x 20mm membawa sebuah beban. Batang tersebut
dihubungkan ke sebuat bracket dengan 6 baut. Hitung diameter baut jika tegangan
maksimum dalam batang balok adalah 150 N/mm2 dan dalam baut 75 N/mm2.

11
BAB III
TEGANGAN BENDING DAN TORSI

Kadang-kadang elemen mesin menerima torsi murni atau bending murni, atau
kombinasi tegangan bending dan torsi. Kita akan membahas secara detail mengenai
tegangan ini pada halaman berikut ini.

3.1 Tegangan Geser Torsi


Ketika bagian mesin menerima aksi dua kopel yang sama dan berlawanan dalam
bidang yang sejajar (atau momen torsi), kemudian bagian mesin ini dikatakan menerima
torsi. Tegangan yang diakibatkan oleh torsi dinamakan tegangan geser torsi. Tegangan
geser torsi adalah nol pada pusat poros dan maksimum pada permukaan luar.
Perhatikan sebuah poros yang dijepit pada salah satu ujungnya dan menerima torsi
pada ujung yang lain seperti pada Gambar 3.1. Akibat torsi, setiap bagian yang terpotong
menerima tegangan geser torsi. Kita akan membahas tegangan geser torsi adalah nol pada
pusat poros dan maksimum pada permukaan luar. Tegangan geser torsi maksimum pada
permukaan luar poros dengan rumus sebagai berikut:

 T C.
  (3-1)
r J l

Gambar 3.1 Tegangan geser torsi

Dengan η = Tegangan geser torsi pada permukaan luar poros atau Tegangan geser
maksimum.
r = Radius poros,
T = Momen puntir atau torsi,
J = Momen inersia polar,
C = Modulus kekakuan untuk material poros,

12
l = Panjang poros,
θ = Sudut puntir dalam radian sepanjang l.
Catatan:
1. Tegangan geser torsi pada jarak x dari pusat poros adalah:

x 

x r
2. Dari persamaan (3-1) diperoleh:
J
T  atau T 

J r r
Untuk poros pejal berdiameter d, momen inersia polar J adalah:
  
J I XX  IYY  .d 4   .d 4  .d 4
64 64 32
 2 
T .  .d 4 .  ..d 3
32 d 16
Untuk poros berlubang dengan diameter luar do dan diameter dalam di, momen
inersia polar J adalah:
 d
J   [(d )4 (d ) 4 ] dan r  o

o i
32 2
 2  (d 4
(di )4 
T .  [(do ) 4 (d i ) 4 ]. ) 
32 d o  . o d o 
16 
 d
 .(d )3 (1 k 4 ) dimana k  i
o
16 do
3. Istilah (C.J) dinamakan kekakuan torsi (torsional rigidity) dari poros.
4. Kekuatan poros berarti torsi maksimum yang ditransmisikan oleh poros. Jadi desain
sebuah poros untuk kekuatan, persamaan diatas bisa digunakan. Daya yang
ditransmisikan oleh poros (dalam watt) adalah:

2..N .T T .


P 
60
Dengan T = Torsi yang ditransmisikan dalam N-m, dan
ω = kecepatan sudut dalam rad/s.

Contoh 1:
Sebuah poros mentransmisikan daya 100kW pada putaran 160rpm. Tentukan
diameter poros jika torsi maksimum yang ditransmisikan melebihi rata-rata 25%. Ambil
tegangan geser maksimum yang diijinkan adalah 70 MPa.

13
Solusi:
P = 100 kW = 100.103 W;
N = 160 rpm;
Tmax = 1,25.Trata ;
η = 70 MPa = 70 N/mm2,
Daya yang ditransmisikan P adalah:
2..N.Trata
100.103  2.3,14.160.Trata 16,76.Trata
60  60
3
100.10
Trata  5966,6N m
16,76
Torsi maksimum yang ditransmisikan Tmax adalah:
Tmax = 1,25.Trata = 1,25.5966,6 N-m
= 7458 N-m = 7458.103 N-mm
Diameter poros d ketika torsi maksimum adalah:
π
Tmax  ..d
3

16
3,14
7458.10 
3
.70.d 3
16
d 542,4.103
3

d 81,5mm

Contoh 2.
Poros baja berdiamter 35 mm dan panjang 1,2 m dijepit pada satu ujungnya oleh hand
wheel berdiameter 500mm dikunci pada ujung yang lain. Modulus kekakuan dari baja
adalah 80 GPa.
1. Berapa beban yang dipakai untuk menahan piringan roda yang menghasilkan
tegangan geser torsi 60 MPa?
2. Berapa derajat roda memuntir ketika beban dipakai?

Penyelesaian:
d = 35 mm atau r = 17,5 mm; untuk poros
l = 1,2 m = 1200 mm;
D = 500 mm atau R = 250 mm; untuk roda.
C = 80 GPa = 80 kN/mm2 = 80.103 N/mm2;
η = 60 MPa = 60 N/mm2.

14
1. Beban yang dipakai untuk menahan piringan roda (W).
Torsi yang dipakai untuk hand wheel (T),
T = W.R = W.250 = 250 W N-mm
Momen inersia polar poros J adalah:
 3,14 4
J   .d 4  .35 147,34.103 mm 4
32 32
T 
Kita mengetahui bahwa:  
J r
250W 60
3 
147,34.10 17,5
W 2020 N

2. Berapa derajat θ roda memuntir ketika beban W = 2020N dipakai.


T
Kita mengetahui bahwa: C.

J l
T .l 250.2020.1200
   3 3 0,05
o
J .C 147,34.10 .80.10

Contoh 3:
Sebuah poros mentransmisikan daya 97,5 kW pada 180 rpm. Jika tegangan geser yang
diijinkan pada material adalah 60 MPa, tentukan diameter yang sesuai untuk poros. Poros
tidak boleh memuntir lebih dari 1o pada panjang 3 meter. Ambil C = 80 GPa.
Penyelesaian:
Diketahui: P = 97,5 kW; N = 180 rpm; η = 60 MPa = 60 N/mm2;
θ = 1o = π/180 = 0,0174 rad; l = 3 m = 3000 mm; C = 80 GPa = 80.109 N/m2 = 80.103
N/mm2.
Misalkan T = Torsi yang ditransmisikan oleh poros dalam Nm, dan
d = diameter dalam mm.
Kita mengetahui bahwa daya yang ditransmisikan oleh poros (P),
2..N.T
97,5.103  2..180.T 18,852.T

60 60
T = 97,5.103/18,852 = 5172 Nm = 5172.103 Nmm.
Sekarang mari kita menentukan diameter poros berdasarkan pada kekuatan dan kekakuan.
1. Pertimbangan kekuatan poros
Kita mengetahui bahwa torsi yang ditransmisikan (T),

15
5172.103 Nmm = π/16 . η.d3 = π/16 . 60.d3 = 11,78.d3
d3 = 5172.103/11,78 = 439.103
d = 76 mm.
2. Pertimbangan kekakuan poros
Momen inersia polar dari poros,
J = π/32 .d4 = 0,0982.d4
T
Kita mengetahui bahwa: C.

J l
5172.10 3 80.10 3 .0,0174

0,0982.d 4 3000
6

52,7.10
0,464
d4
d 4 439000
d  103 mm
Ambil yang lebih besar dari dua nilai di atas, kita akan peroleh d = 103 mm dibulatkan
menjadi 105mm.

3.2 Tegangan Bending dalam Balok Lurus


Dalam praktik keteknikan, bagian-bagian mesin dari batang struktur yang
mengalami beban statis atau dinamis yang selain menyebabkan tegangan bending pada
bagian penampang juga ada tipe tegangan lain seperti tegangan tarik, tekan dan geser.
Balok lurus yang mengalami momen bending M seperti pada Gambar 3.2 di bawah
ini.

Gambar 3.2 : Tegangan bending pada balok lurus.

Ketika balok menerima momen bending, bagian atas balok akan memendek akibat
kompresi dan bagian bawah akan memanjang akibat tarikan. Ada permukaan yang antara
bagian atas dan bagian bawah yang tidak memendek dan tidak memanjang, permukaan itu
dinamakan permukaan netral (neutral surface). Titik potong permukaan netral dengan

16
sembarang penampang balok dinamakan sumbu netral (neutral axis). Distribusi tegangan
dari balok ditunjukkan dalam Gambar 3.2. Persamaan bending adalah :
M  E
 
I y R

Yang mana, M = aksi momen bending pada bagian yang diberikan,


ζ = tengan bending,
I = Momen inersia dari penampang terhadap sumbu netral,
y = Jarak dari sumbu netral ke arsiran,
E = Modulus elastisitas material balok,
R = Radius kelengkungan balok.
Dari persamaan di atas, rumus tegangan bending adalah:
E
 y.
R

Karena E dan R adalah konstan, oleh karena itu dalam batas elastis, tegangan pada
sembarang titik adalah berbanding lurus terhadap y, yaitu jarak titik ke sumbu netral.
Juga dari persamaan di atas, tegangan bending adalah:
M
  .y  M M

I I/y Z
Rasio I/y diketahui sebagai modulus penampang (section modulus) dan dinotasikan Z.

Contoh 4:
Sebuah poros pompa ditunjukkan pada Gambar 3.3. Gaya-gaya diberikan sebesar
25 kN dan 35 kN pusatkan pada 150mm dan 200mm berturut-turut dari kiri dan kanan
bantalan. Tentukan diameter poros, jika tegangan tidak boleh melebihi 100 Mpa.

Gambar 3.3
Penyelesaian:
Diketahui: ζb = 100 MPa = 100 N/mm3
RA dan RB = Reaksi pada A dan B.

17
Momen pada A adalah:
RB.950 = (35.750) + (25.150) = 30.000
RB = 30.000/950 = 31,58 kN = 31,58.103 N
Dan RA = (25 + 35) – 31,58 = 28,42 kN = 28,42.103 N
Momen bending pada C adalah:
= RA. 150 = 28,42.103 = 4,263.106 Nmm.
Dan bending pada D = RB.200 = 31,58.103.200 = 6,316.106 Nmm
Kita melihat bahwa momen bending maksimum adalah pada D, oleh karena itu
momen bending maksimum, M = 6,316.106 Nmm.
Sedangkan d = diameter poros,
Section modulus, Z adalah:

Z   .d 3
32
= 0,0982.d3
Kita mengetahui bahwa tegangan bending (ζb),
100 = M/Z
100 = 6,316.106/(0,0982.d3) = 64,32.106/d3
d3 = 64,32.106/100 = 643,2.103
d = 86,3 mm ≈ 90 mm.

Contoh 5.
Sebuah poros roda panjangnya 1 meter mendukung bantalan pada ujungnya dan
pada bagian tengahnya menahan beban fly wheel sebesar 30 kN. Jika tegangan (bending)
tidak boleh melebihi 60 MPa, tentukan diameter poros tersebut. Poros roda ditunjukkan
Gambar 3.4.

Gambar 3.4
Penyelesaian:
Diketahui: L = 1 m = 10000mm; W = 30 kN = 30.103 N; ζb = 60 MPa = 60 N/mm2.

18
Misalkan d = Diameter poros dalam mm.
Section modulus,

Z   .d 3
32
Momen bending pada pusat poros,
W .L 30.10 3.1000
M   7,5.106 Nmm
4 4
Kita mengetahui tegangan bending (ζb),
M 7,5.106 76,4.106
60   
Z 0,0982d 3 d3
d3 = 76,4.106/60 = 1,27.106
d = 108,3 ≈ 110 mm

Contoh 6.
Sebuah balok berpenampang persegi pada salah satu ujungnya dijepit dan menahan
sebuah motor listrik dengan berat 400 N pada jarak 300 mm dari ujung jepit. Tegangan
bending maksimum pada balok adalah 40 MPa. Tentukan lebar dan tebal balok jika
tebalnya adalah dua kali lebar. Balok ditunjukkan Gambar 3.5.

Gambar 3.5
Penyelesaian:
Diketahui: W = 400 N; L = 300 mm; ζb = 40 MPa = 40 N/mm2; h = 2.b
Misalkan b = Lebar balok dalam mm, dan
h = Tebal balok dalam mm.
Section modulus,
2 2 3

b.h b.(2.b) 2.b mm 3


Z   
6 6 3
Momen bending maksimum (pada ujung jepit),
M = W.L = 400.300 = 120.103 Nmm

19
Kita mengetahui tegangan bending (ζb),
M 120.103.3 180.103
40   
Z 2.b3 b3
b3 = 180.103/40 = 4,5.103
b = 16,5 mm
h = 2.b = 2.16,5 = 33 mm.

Contoh 7.
Sebuah pulley besi cor mentransmisikan daya 10 kW pada 400 rpm. Diameter
pulley adalah 1,2 meter dan mempunyai 4 lengan lurus berbentuk elip, dimana poros
mayor adalah dua kali poros minor. Tentukan dimensi dari lengan jika tegangan bending
adalah 15 MPa.
Penyelesaian:
Diketahui: P = 10 kW = 10.103 W; N = 400 rpm; D = 1,2 m = 1200 mm atau
R = 600 mm; ζb = 15 MPa = 15 N/mm2.
Misalkan T = Torsi yang ditransmisikan pulley.

Gambar 3.6
Kita mengetahui bahwa daya yang ditransmisikan oleh pulley (P),

2..N .T 2..400.T 42.T


10.103  
60 60
T = 10.103/42 = 238 Nm = 238.103 Nmm.
Karena torsi adalah produk dari beban tangensial dan radius pulley, oleh karena itu beban
tangensial pada pulley adalah:
3
T 238.10 396,7N
 
R 600

20
Karena pulley mempunyai empat lengan, oleh karena itu beban tangensial setiap lengan,
W = 396,7/4 = 99,2 N
Dan momen bending maksimum pada lengan,
M = W.R = 99,2.600 = 59520 Nmm
Misalkan 2b = poros minor dalam mm, dan
2a = poros mayor dalam mm = 2. 2b = 4b
Section modulus untuk penampang elip,
 
Z  .a 2 b  (2b)2 .b .b3 mm3
4 4
Kita mengetahui bahwa tegangan bending (ζb),
M
15  59520 18943
  3
Z .b3 b
b3 = 18943/15 = 1263
b = 10,8 mm
Poros minor, 2b = 2.10,8 = 21,6 mm
Poros mayor, 2a = 4.b = 4.10,8 = 43,2 mm.

Latihan I:
1. Sebuah poros baja diameter 50 mm dan panjang 500 mm dikenai momen punter
1100 N-m, total sudut punter 0,6o. Tentukan tegangan geser maksimum yang terjadi
pada poros dan modulus kekakuan.
2. Sebuah poros mentransmisikan daya 100 kW pada 180 rpm. Jika tegangan yang
diijinkan dalam material adalah 60 MPa, tentukan diameter dalam poros. Poros
tidak boleh memuntir lebih dari 1o pada panjang 3 meter. Ambil C = 80 GPa.
3. Desain diameter yang sesuai untuk sebuah poros bundar yang diperlukan untuk
mentransmisikan 90 kW pada 180 rpm. Tegangan geser dalam poros tidak boleh
melebihi 70 MPa dan torsi maksimum melebihi rata-rata 40%. Juga tentukan sudut
puntir pada panjang poros 2 meter. Ambil C = 90 GPa.

Latihan II
1. Sebuah spindle seperti pada Gambar 3.6, adalah elemen dari rem industri dan
dibebani sperti pada pada gambar. Setiap beban P adalah sama dengan 4 kN dan
diterapkan pada tengah titik bantalannya. Tentukan diameter spindle, jika tegangan
bending maksimum adalah 120 MPa.

21
Gambar 3.6: Spindel

2. Sebuah pulley besi cor mentransmisikan 20 kW pada 300 rpm. Diameter pulley 550
mm dan mempunyai empat lengan lurus berpenampang elip yang mana poros
mayor adalah 2 kali poros minor. Tentukan dimensi lengan, jika tegangan bending
yang diijinkan adalah 15 MPa.

22
BAB IV
SAMBUNGAN KELING

4.1 Pendahuluan
Keling (rivet) adalah sebuah batang silinder pendek dengan kepala bulat. Bagian
silinder dari keling dinamakan shank atau body dan bagian bawah dari shank adalah tail
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1. Keling digunakan untuk membuat pengikat
permanen antara plat-plat seperti dalam pekerjaan struktur, jembatan, dinding tangki dan
dinding ketel. Sambungan keling secara luas digunakan untuk sambungan logam ringan.

Gambar 4.1: Bagian-bagian Keling

4.2 Metode Pengelingan


Fungsi keling dalam sebuah sambungan adalah untuk membuat sebuah ikatan yang
kuat dan ketat. Kekuatan biasanya untuk mencegah kegagalan dari sambungan. Keketatan
biasanya agar kuat dan mencegah kebocoran seperti pada ketel.

Gambar 4.2: Metode pengelingan


Ketika dua plat diikat bersamaan dengan sebuah keling seperti pada Gambar 4.2(a),
lubang dalam plat di-punching dan di-reaming. Punching adalah metode paling murah dan
digunakan untuk plat yang relatif tipis pada suatu struktur. Drilling digunakan pada
kebanyakan pekerjaan pressure-vessel (tangki). Dalam pengelingan pressure-vessel dan
struktur, diameter lubang keling biasanya 1,5mm lebih besar dari pada diameter nominal
keling.

23
Pengelingan bisa dikerjakan dengan manual atau dengan mesin. Dalam pengelingan
manual, original head dari keling ditahan dengan sebuah hammer (palu) atau batang yang
berat dan kemudian bagian tail ditempat pada die (cetakan keling) yang dipukul oleh
sebuah palu, seperti Gambar 4.2 (a). Hal ini mengakibatkan shank mengembang hingga
memenuhi lubang dan tail berubah menjadi sebuah point seperti ditunjukkan Gambar
4.2(b).
Dalam pengelingan mesin, die adalah bagian dari palu yang dioperasikan dengan
tekanan udara, hidrolik atau uap.
Catatan: 1. Untuk keling baja sampai diameter 12 mm, proses keling dingin bisa
digunakan sementara untuk keling diameter lebih besar, proses pengelingan
panas yang digunakan.
2. Dalam kasus keling yang panjang, hanya tail yang dipanaskan dan bukan
shank.

4.3 Material Keling


Material keling harus tangguh dan ulet. Keling biasa dibuat dari baja (baja karbon
rendah atau baja nikel), kuningan, aluminium atau tembaga, tetapi ketika kekuatan dan
ketahanan terhadap kebocoran adalah pertimbangan yang utama, maka keling baja yang
digunakan.
Keling secara umum diproduksi dari baja yang memenuhi Indian Standard (Standar
India) berikut:
a. IS : 1148-1982 (ditetapkan 1992) - Spesifikasi untuk batang keling pengerolan
panas ( diameter sampai 40mm) untuk struktur,
b. IS : 1149-1982 (ditetapkan 1992) – Spesifikasi untuk batang keling baja kekuatan
tinggi untuk struktur.
Keling untuk ketel diproduksi dari material menurut IS : 1990-1973 (ditetapkan 1992) –
Spesifikasi untuk keling baja untuk ketel.
Catatan: Baja untuk konstruksi ketel yang sesuai adalah IS:2100-1970 (ditetapkan 1992)-
Spesifikasi untuk batang dan billet baja untuk ketel.
Menurut Indian Standard, IS : 2998-1982 (ditetapkan 1992), material sebuah keling
harus mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari 40 N/mm2 dan perpanjangan lebih besar
dari 26 persen. Keling ketika panas harus lurus tanpa retak untuk diameter 2,5 kali
diameter shank. Keling dibuat dengan cold heading atau hot forging.

24
4.4 Tipe Kepala Keling
Kepala keling dikelompokkan ke dalam 3 jenis sesuai standar India:
1. Kepala keling secara umum (di bawah diameter 12 mm) sesuai dengan IS : 2155-
1982 (ditetapkan 1996) seperti Gambar 4.3.
2. Kepala keling secara umum (diameter 12mm sampai 48mm) sesuai dengan IS :
1929-1982 (ditetapkan 1996) seperti Gambar 4.4.
3. Kepala keling untuk ketel (diameter 12mm sampai 48mm) sesuai dengan IS :
1929-1961 (ditetapkan 1996) seperti Gambar 4.5.

Gambar 4.3: Kepala keling diameter dibawah 12mm

Gambar 4.4: Kepala keling (diameter 12mm sampai 48mm)

25
Gambar 4.5: Kepala keling untuk ketel

4.5 Tipe Sambungan Keling


Ada dua tipe sambungan keling, tergantung pada plat yang disambung.
1. Lap Joint (sambungan 2 lapis)
Lap joint adalah sambungan yang mana dua plat disambung bersama-sama, seperti
terlihat pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.
2. Butt Joint (sambungan 3 lapis)
Butt Joint adalah sambungan yang mana plat utama ditutup oleh dua plat lain. Plat
penutup dikeling bersama-sama dengan plat utama, seperti pada Gambar 4.8. Ada 2
jenis butt joint, yaitu: a. Single strap butt joint, dan
b. Double strap butt joint.

Gambar 4.6: Sambungan Lap joint single dan double

26
Gambar 4.7: Sambungan Lap joint triple

a) Single riveted double strap butt joint. b) Double riveted double strap butt joint

c) Double riveted double strap butt joint. d) Double riveted double strap butt joint
Gambar 4.8 Butt joint

27
4.6 Kegagalan Sambungan Keling
Sebuah sambungan keling bisa gagal dengan cara sebagai berikut:
a. Keretakan pada sudut plat. Keretakan ini dapat dihindari dengan mencegah
margin, m = 1,5.d, dimana d adalah diameter dari lubang keling, seperti pada
Gambar 4.9.
b. Retak pada seluruh plat. Akibat tegangan tarik pada plat utama, plat utama atau
penutup plat bisa retak seluruhnya seperti pada Gambar 4.10. Dalam kasus ini,
kita hanya membahas satu panjang kisar (pitch) dari plat. Ketahanan yang
diberikan oleh plat melawan keretakan dinamakam ketahanan retak (tearing
resistance) atau kekuatan retak (tearing strength) atau nilai keretakan (tearing
value) dari plat.

Gambar 4.10: Retak pada sudut plat Gambar 4.10: Retak pada seluruh plat
Misalkan p = Pitch dari keling,
d = Diameter dari lubang keling,
t = Ketebalan plat, dan
σt = Tegangan tarik yang diijinkan untuk material plat.
Kita mengetahui bahwa luas keling per panjang pitch adalah:
At = (p – d)t
Ketahanan retak (Pt) dari plat per panjang plat adalah:
Pt = At.σt = (p – d).σt
Ketika ketahanan retak Pt lebih besar dari pada beban yang diterapkan (P) per panjang
pitch, maka tipe ini tidak akan terjadi keretakan.
c. Pergeseran keling. Plat yang dihubungkan dengan keling yang mengalami
tegangan tarik pada keling, dan jika keling tidak sanggup menahan tegangan,
maka keling akan bergeser seperti pada Gambar 4.11. Ketahanan yang diberikan
oleh keling terhadap geseran dinamakam ketahanan geser (shearing resistance)

28
atau kekuatan geser (shearing strength) atau nilai pergeseran (shearing value)
dari keling.

Gambar 4.11
Misalkan d = Diameter dari lubang keling,
τ = Tegangan geser yang dijinkan untuk material keling, dan
n = Jumlah keling per panjang pitch.
Kita mengetahui luas pergeseran,
AS = π/4.d2 .........(dalam geser tunggal)
2
= 2. π/4.d .........(secara teoritis, dalam geser double)
= 1,875. π/4.d2 ........ (dalam geser double, terjadi untuk Ketel India)
Jadi ketahanan pergeseran yang dibutuhkan dari keling per panjang pitch adalah:
PS = n. π/4.d2.τ .........(dalam geser tunggal)
= n. 2. π/4.d2.τ .........(secara teoritis, dalam geser double)
= n.1,875. π/4.d2.τ ........ (dalam geser double, terjadi untuk Ketel India)
Ketika ketahanan pergeseran PS lebih besar dari pada beban yang diterapkan (P) per
panjang pitch, maka tipe ini akan terjadi kegagalan/kerusakan.
d. Perubahan bentuk (crushing) pada plat atau keling. Kadang-kadang
kenyataannya keling tidak mengalami geseran di bawah tegangan tarik, tetapi
bisa rusak (berubah bentuk) seperti pada Gambar 4.12. Akibat ini, lubang keling
menjadi berbentuk oval dan sambungan menjadi longgar. Kerusakan keling yang
demikian juga dinamakan sebagai kerusakan bantalan (bearing failure).
Ketahanan yang diberikan oleh keling terhadap perubahan bentuk dinamakam

29
ketahanan perubahan bentuk (crushing resistance) atau kekuatan perubahan
bentuk (crushing strength) atau nilai perubahan bentuk (bearing value)

Gambar 4.12: Perubahan bentuk pada keling

Misalkan d = Diameter lubang keling,


t = Ketebalan plat,
σC = Tegangan crushing yang diijinkan untuk material keling atau plat, dan
n = Jumlah keling per panjang pitch akibat crushing.
Kita mengetahui bahwa luas crushing per keling adalah:
AC = d.t
Total luas crushing = n.d.t
dan ketahanan crushing yang dibutuhkan untuk merusak keling per panjang pitch adalah:
PC = n.d.t.σc
Ketika ketahanan crushing Pc lebih besar dari pada beban yang diterapkan (P) per panjang
pitch, maka tipe ini akan terjadi kegagalan/kerusakan.
Catatan: Jumlah keling karena geser akan sama dengan jumlah keling karena crushing.

4.7 Kekuatan dan Efisiensi Sambungan Keling


Kekuatan sambungan keling didefinisikan sebagai gaya maksimum yang dapat
diteruskan tanpa mengakibatkan kegagalan. Kita dapat melihat bagian 4.6 bahwa Pt, Ps dan
Pc adalah tarikan yang diperlukan untuk meretakkan plat, menggeser keling dan
merusakkan keling.
Efisiensi sambungan keling didefinisikan sebagai rasio kekuatan sambungan keling
dengan kekuatan tanpa keling atau plat padat. Kita sudah membahas bahwa kekuatan
sambungan keling adalah Pt, Ps dan Pc. Kekuatan tanpa keling per panjang pitch adalah:
P = p.t.σt

30
Efisiensi sambungan keling η adalah:

setidaknya Pt , Ps dan Pc
 
p.t.σt
dimana: p = Pitch keling,
t = Ketebalan plat, dan
ζt = Tegangan tarik yang diijinkan dari material plat.

Contoh 1:
1. Sebuah lap joint double keling disambungkan antara plat dengan ketebalan 15 mm.
Diameter keling 25 mm dan pitch 75 mm. Jika tegangan tarik ultimate adalah 400 MPa,
tegangan geser ultimate 320 MPa dan tegangan crushing ultimate 640 MPa, tentukan
gaya minimum per pitch yang akan memutuskan sambungan.
Jika sambungan di atas diberi beban yang mempunyai angka keamanan 4, tentukan
tegangan aktual yang terjadi pada plat dan keling.

Penyelesaian:
Diketahui: t = 15 mm; d = 25 mm; p = 75 mm; ζtu = 400 MPa = 400 N/mm2; ηu = 320
Mpa = 320 N/mm2; ζcu = 640 MPa = 640 N/mm2

Gaya minimum per pitch yang akan memutuskan sambungan


Ketika tegangan ultimate diberikan, kita akan menentukan nilai ultimate dari
tahanan sambungan. Kita mengetahui bahwa tahanan retak ultimate dari plat per pitch,
Ptu = (p – d).t. ζtu = (75 – 25)15.400 = 300 000 N
Tahanan geser ultimate dari keling per pitch,
Psu = n.π/4.d2. ηu = 2. π/4.(25)2.320 = 314 200 N ............(n = 2)
dan tahanan crushing ultimate dari keling per pitch,
Pcu = n.d.t. ζcu = 2.25.15.640 = 480 000 N
Dari di atas kita melihat bahwa gaya minimum per pitch yang akan memutus sambungan
adalah 300.000 N atau 300 kN.

Tegangan aktual yang dihasilkan dalam plat dan keling


Karena faktor keamanan adalah 4, oleh karena itu beban aman per panjang pitch dari
samabungan adalah 300.000/4 = 75.000 N.

31
Misalkan ζta, ηa, dan ζca adalah tegangan retak aktual, tegangan geser aktual dan tegangan
crushing aktual yang dihasilkan dengan beban aman 75.000 N pada keretakan, geseran dan
crushing.
Kita mengetahui bahwa tahanan retak aktual dari plat (Pta),
Pta = (p – d).t. σta
75.000 = (75 - 25)15.σta = 750.σta
σta = 75.000/750 = 100 N/mm2 = 100 MPa
Tahanan geser aktual dari keling (Psa),
Psa = n.π/4.d2.ηa
75.000 = 2. π/4.(25)2. ηa = 982. ηa
ηa = 75000/982 = 76,4 N/mm2 = 76,4 MPa
dan tahanan crushing aktual dari keling (Pca)
Pca = n.d.t. ζca
75000 = 2.25.15. ζca = 750 ζca
ζca = 75000/750 = 100 N/mm2 = 100 MPa.

4.8 Sambungan Keling untuk Struktur


Sambungan keling dikenal sebagai Lozenge joint yang digunakan untuk atap,
jembatan atau balok penopang dan lain-lain adalah ditunjukkan pada Gambar 4.13.
Misalkan b = Lebar dari plat,
t = Ketebalan plat, dan
d = Diameter dari lubang keling.
Dalam perancangan Lozenge joint, mengikuti prosedur sebagai berikut:

Gambar 4.13: Sambungan keling untuk struktur

32
1. Diameter keling.
Diameter lubang keling diperoleh dengan menggunakan rumus Unwin’s, yaitu:
d=6 t
Tabel 4.1: Ukuran keling untuk sambungan umum, menurut IS: 1929 – 1982.

2. Jumlah keling.
Jumlah keling yang diperlukan untuk sambungan dapat diperoleh dengan tahanan
geseran atau tahan crushing dari keling.
Misalkan Pt = Aksi tarik maksimum pada sambungan. ini adalah tahanan retak dari
plat pada bagian luar yang hanya satu keling.
n = Jumlah keling
Karena sambungan adalah double strap butt joint, oleh karena itu dalam double shear
(geser). Itu diasumsikan bahwa tahanan sebuah keling pada double shear adalah 1,75 kali
dari pada single shear.
Tahanan geser untuk 1 keling,
PS = 1,75. π/4.d2.τ
dan tahanan crushing untuk 1 keling,
Pc = d.t.ζc
Jumlah keling untuk sambungan,
Pt
n
Ps atau Pc
3. Ketebalan butt strap (plat pengikat ujung/penutup)
Ketebalan butt strap,
t1 = 1,25t, untuk cover strap tunggal
= 0,75t, untuk cover strap ganda (double)
4. Efisiensi sambungan
Hitung tahanan-tahanan sepanjang potongan 1-1, 2-2, dan 3-3.
Pada potongan 1-1, di sini hanya 1 lubang keling.
Jadi tahanan retak dari sambungan sepanjang 1-1 adalah:
Pt1 = (b - d).t.ζt

33
Tahanan retak dari sambungan sepanjang 2-2 adalah:
Pt2 = (b - 2d).t.ζt + kekuatan satu keling di depan potongan 2-2
(Untuk keretakan plat pada potongan 2-2, keling di bagian depan potongan 2-2 yaitu pada
potongan 1-1 harus yang pertama patah)
Dengan cara yang sama pada potongan 3-3 di isni ada 3 lubang keling.
Tahanan retak dari sambungan sepanjang 3-3 adalah:
Pt3 = (b - 3d).t.ζt + kekuatan satu keling di depan potongan 3-3
Nilai dari Pt1, Pt2, Pt3, Ps atau Pc adalah kekuatan sambungan.
Kita mengetahui bahwa kekuatan plat tanpa keling adalah:
P = b.t.ζt
Efisiensi sambungan,

Pt1, Pt 2, Pt 3, Ps atau Pc
  P
Catatan: Tegangan yang diijinkan dalam sambungan struktur adalah lebih besar dari pada
yang digunakan dalam desain pressure vessel. Nilai berikut biasa dipakai.
Untuk plat dalam tarikan = 140 Mpa
Untuk keling dalam geser = 105 Mpa
Untuk crushing dari keling dan plat
Geser tunggal = 224 Mpa
Geser ganda = 280 Mpa

5. Pitch dari keling diperoleh dengan menyamakan kekuatan tarik sambungan dan
kekuatan geser keling. Tabel berikut menunjukkan nilai pitch menurut Rotscher.
Tabel 4.2: Pitch dari keling untuk sambungan struktur

6. Pitch terkecil (m) harus lebih besar dari pada 1,5.d


7. Jarak antara baris dari keling adalah 2,5d sampai 3d.

34
Contoh 2:
Dua batang baja mempunyai lebar 200 mm dan tebal 12,5 mm disambung dengan cara butt
joint dengan cover plat ganda. Rancanglah sambungan jika tegangan yang diijinkan adalah
80 MPa untuk tarikan, 65 MPa untuk geser, dan 160 MPa untuk crushing. Buatlah sebuah
sket dari sambungan.
Penyelesaian:
diketahui: b = 200 mm; t = 12,5 mm; ζt = 80 MPa = 80 N/mm2; η = 65 MPa = 65 N/mm2;
ζc = 160 MPa = 160 N/mm2

Gambar 4.14: Sket rancangan sambungan butt joint double cover plat

1. Diameter keling
Kita mengetahui diameter lubang keling,
d = 6 t = 6 12,5 = 21,2 mm

Dari Tabel 4.1, kita melihat diameter lubang keling (d) adalah 21,5 mm dan berhubungan
dengan diameter keling sebesar 20 mm.

2. Jumlah keling
Misalkan n = Jumlah keling.
Kita mengetahui bahwa aksi tarik maksimum pada sambungan,
Pt = (b - d).t.ζt = (200 – 21,5)12,5.80 = 178 500 N
Ketika sambungan adalah butt joint dengan cover plat ganda sperti Gambar 4.14, oleh
karena itu keling adalah pada geser ganda. Asumsikan bahwa tahanan keling pada geser
ganda adalah 1,75 kali dari pada geser tunggal.

35
Tahanan geser 1 keling adalah
Ps = 1,75.π/4.d2.η = 1,75. π/4.(21,5)2.65 = 41 300 N
Tahanan crushing 1 keling adalah
Pc = d.t.ζc = 21,5.12,5.160 = 43 000 N
Ketika tahanan geser lebih kecil dari pada tahanan crushing, oleh karena itu jumlah keling
yang dipakai untuk sambungan adalah:
Pt 178500
n   4,32  5
Ps 41300
3. Ketebalan butt strap (plat pengikat ujung/penutup)
t1 = 0,75t = 0,75.12,5 = 9,375 dikatakan 9,4 mm
4. Efisiensi sambungan
Hitung tahanan-tahanan sepanjang potongan 1-1, 2-2, dan 3-3.
Pada potongan 1-1, di sini hanya 1 lubang keling.
Jadi tahanan retak dari sambungan sepanjang 1-1 adalah:
Pt1 = (b - d).t.ζt = (200 – 21,5).12,5.80 = 178 500 N
Pada potongan 2-2, di sini ada 2 lubang keling. Dalam kasus ini, keretakan plat terjadi jika
keling pada potongan 1-1 (di depan potongan 2-2) terjadi geser.
Tahanan retak dari sambungan sepanjang 2-2 adalah:
Pt2 = (b - 2d).t.ζt + Tahanan geser 1 keling
= (200 – 2.21,5).12,5.80 + 41300 = 198 300 N
Pada potongan 3-3, disini ada 2 lubang keling. Keretakan plat terjadi jika 1 keling pada
pada potongan 1-1 dan 2 keling pada potongan 2-2 terjadi geser.
Tahanan retak dari sambungan sepanjang potongan 3-3 adalah:
Pt3 = (b - 2d).t.ζt + Tahanan geser 3 keling
= (200 – 2.21,5).12,5.80 + 2.41300 = 280 900 N
Tahanan geser seluruh 5 keling adalah:
Ps =5.41300 = 206 500 N
Tahanan crushing dari seluruh 5 keling adalah:
Pc = 5.43000 = 215 000 N
Ketika kekuatan sambungan adalah nilai dari Pt1, Pt2, Pt3, Ps atau Pc , oleh karena itu
kekuatan sambungan adalah 178 500 N sepanjang potongan 1-1.
Kita mengetahui bahwa kekuatan plat tanpa keling adalah:
P = b.t.ζt = 20.12,5.80 = 200 000 N

36
Efisiensi sambungan,

Pt1, Pt 2, Pt 3, Ps atau Pc 178500


   0,8925 atau 89,25%
P 200000
5. Pitch keling, p = 3 d + 5 mm = (3.21,5) + 5 = 69,5 mm ≈ 70 mm
6. Pitch terkecil, m = 1,5 d = 1,5.21,5 = 33,25 mm ≈ 35 mm
7. Jarak antara baris dari keling = 2,5 d = 2,5.21,5 = 53,75 mm ≈ 55 mm

4.9 Sambungan Keling dengan Beban Eksentris


Ketika garis aksi dari beban tidak melewati titik pusat dari sistem keling dan
seluruh keling tidak menerima beban yang sama, maka sambungan ini dinamakan
sambungan keling beban eksentris, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.15 (a). Beban
eksentris menghasilkan geser sekunder diakibatkan oleh kecenderungan gaya untuk
memutar sambungan terhadap pusat gravitasi yang menimbulkan geser.
Misalkan P = Beban eksentris sambungan, dan
e = Eksentrisitas beban yaitu jarak antara garis aksi beban dan pusat
sistem keling.

Gambar 4.15: Sambungan keling beban eksentris

37
Prosedur berikut ini untuk merancang sambungan keling beban eksentris;
1. Tentukan pusat gravitasi G dari sistem keling.
Misalkan A = Luas penampang setiap keling,
x1, x2, x3, dst = Jarak keling dari OY
y1, y2, y3, dst = Jarak keling dari OX

A1 x1 A2 x2 A3 x3 ...  Ax1 Ax2 Ax3 ..  x1 x2 x3 ..
maka: x   
A1 A2 A3 .. n.A n

y1 y2 y3 ..


y  n
2. Masukkan dua gaya P1 dan P2 pada pusat gravitasi G dari sistem keling. Gaya-gaya ini
adalah sama dan berlawanan arah dengan P seperti pada Gambar 4.15 (b).
3. Asumsikan bahwa seluruh keling adalah sama ukurannya, pengaruh P1 = P adalah
untuk menghasilkan beban geser langsung pada setiap keling yang sama besarnya.
Oleh karena itu beban geser langsung setiap keling adalah:
Ps = P/n
4. Pengaruh P2 = P adalah untuk menghasilkan momen putar yang besarnya P.e yang
cenderung memutar sambungan terhadap pusat gravitasi G dari sistem keling searah
jarum jam. Akibat momen putar, dihasilkan beban geser sekunder. untuk menentukan
beban geser sekunder, dibuat asumsi sebagai berikut:
a. Beban geser sekunder adalah sama dengan jarak radial keling dari pusat gravitasi
sistem keling.
b. Arah beban geser sekunder adalah tegak lurus dengan garis pusat keling terhadap
pusat gravitasi sistem keling.
Misalkan F1, F2, F3, ... = Beban geser sekunder pada keling 1, 2, 3 ... dst.
l1, l2, l3, ... = Jarak radial keling 1, 2, 3, .... dst dari pusat gravitasi sistem
keling.
Dari asumsi (a),

F1 F2  F3 ....

l1 l2 l3
l2 l3
F2 F1 dan F3 F1
l1 l1

38
Kita mengetahui bahwa jumlah momen putar eksternal akibat beban eksentris dan momen
tahanan internal dari keling harus sama dengan nol.
P.e F1.l1 F2 .l2 F3 .l3 ....
l2 l3
F1.l1 F1. .l 2 F1. .l3 ....
l1 l1
F1

 l  l  l 2 ...
1
2
2
2
3

l1
5. Beban geser utama dan sekunder dapat ditambahkan untuk menentukan resultan beban
geser (R) pada setiap keling seperti pada Gambar 4.15 (c). Besarnya R menjadi:

R  (Ps ) 2 F 2 2.Ps .F.cos



dengan θ = Sudut antara beban geser utama (Ps) dan beban geser sekunder (F)
Ketika beban geser sekunder pada setiap keling adalah sama, kemudian keling
menerima beban yang besar yang mana sudut antara beban geser utama dan beban geser
sekunder menjadi minimum. Jika tegangan geser yang diijinkan (η), diameter lubang keling
dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

Resultan gaya geser maksimum R  .d .
2

4
Dari Tabel 4.1, diameter standar untuk lubang keling (d) dan diameter keling.

Contoh 3:
Sambungan keling lap joint dibebani secara eksentris dirancang untuk bracket baja seperti
Gambar 4.16 di bawah.

Gambar 4.16
Tebal plat bracket adalah 25 mm. Seluruh keling mempunyai ukuran yang sama.
Beban bracket P = 50 kN; spasi keling, C = 100 mm; lengan (arm) beban, e = 400 mm.
Beban geser yang diijinkan 65 MPa dan tegangan crushing adalah 120 MPa.
Tentukan ukuran keling yang digunakan untuk sambungan.
Penyelesaian:

39
Diketahui: t = 25 mm; P = 50 kN = 50.103 N; e = 400 mm; n = 7;
η = 65 Mpa = 65 N/mm2; ζc = 120 Mpa = 120 N/mm2.

Gambar 4.17: Diagram benda bebas:

Pertama adalah menentukan pusat gravitasi dari sistem keling x dan y .

x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7


x  n
100 200 200 200 ........(x1 x6 x7 0)
 100 mm
7

y1 y2 y3 y4 y5 y6 y7


y  n
200 200 200 100 100 ..........( y5 y6 0)
 114,3 mm
7
Pusat gravitasi G dari sistem keling pada jarak 100 mm dari OY dan 114,3 mm dari OX,
seperti Gambar 4.17.
Kita mengetahui bahwa beban geser utama pada setiap keling adalah:
3
P 50.10 7143N
Ps  
n 7
Beban geser utama sejajar dengan arah beban P seperti pada Gambar 4.17.
Momen putar dihasilkan oleh beban P akibat eksentrisitas (e).
Momen putar = P.e = 50.103.400 = 20.106 N-mm
Momen putar ini ditahan oleh 7 keling seperti pada Gambar 4.17.

40
Gambar 4.18

Misalkan F1, F2, F3, F4, F5, F6 dan F7 adalah beban geser sekunder keling 1, 2, 3, 4,
5, 6, dan 7 ditempatkan pada jarak l1, l2, l3, l4, l5, l6 dan l7 dari pusat gravitasi sistem keling
seperti pada Gambar 4.18.
Dari geometri gambar, kita dapat menentukan bahwa:

l1 l3  (100)2 (200 114,3)2 131,7mm


l2 200 114,3 85,7mm
l4 l7  (100)2 (114,3 100)2 101mm
l 5 l 6  (100) 2 (114,3) 2 152mm
Persamaan momen puntir akibat eksentrisitas beban adalah:
F

P.e  1 (l ) 2 (l ) 2 (l ) 2 (l ) 2 (l ) 2 (l ) 2 (l )2
1 2 3 4 5 6 7

l1
F

 1 2(l ) 2 (l )2 2(l )2 2(l ) 2
1 2 4 5

......(l l ; l l ; l l )
1 3 4 7 5 6
1

50.103.400 
F1
131,7

2(131,7) 2 (85,7) 2 2(101) 2 2(152) 2 
 6
20.10 .131,7 108645F1
F1 24244N
Ketika beban geser sekunder seimbang dengan jarak radial dari pusat gravitasi, oleh
karena itu:

41
l2 85,7
F2 F1 24244 15766N
l1 131,7
l3
F F F 24244N
3 1 1
l1
l4 101
F4 F1 24244 18593N
l1 131,7
l5 152
F5 F1 24244 27981N
l1 131,7
l6
F6 F1 F5 27981N ......(l6 l5 )
l1
l7
F7 F1 F4 18593N .......(l7 l4 )
l1
Dengan menggambar beban geser utama dan beban geser sekunder setiap keling, kita
melihat bahwa keling 3, 4, dan 5 mendapat beban yang terbesar. Sekarang kita menentukan
sudut antara beban geser utama dan beban geser sekunder untuk 3 keling ini. Dari geometri
Gambar 14.18, kita peroleh:

Resultan beban geser pada keling 3:

Resultan beban geser pada keling 4:

Resultan beban geser pada keling 5:

42
Resultan beban geser dapat ditentukan secara grafik seperti ditunjukan pada Gambar 4.18.
Dari atas kita melihat bahwa resultan beban geser maksimum adalah pada keling ke
5. Jika d adalah diameter lubang keling, maka resultan beban geser maksimum (R5)

Dari tabel 4.1, kita melihat diameter standar lubang keling (d) adalah 25,5 mm dan
dihubungkan diameter keling adalah 24 mm.
Mari sekarang kita cek sambungan untuk tegangan crushing. Kita mengetahui bahwa:
Beban maksimum R N
Tegangan crushing   5  33121 51,95 51,95MPa
Panampang crushing d.t 25,5.25 mm 2
Ketika tegangan ini di bawah tegangan crushing sebesar 120 Mpa, maka desain adalah
aman.

Contoh macam-macam konstruksi dan diagram benda bebasnya.


1.

Gambar 4.19

43
2

.
Gambar 4.20

3.

Gambar 2.21

44
4.

Gambar 4.22
Latihan:
1. Dua plat tebalnya 16 mm disambung dengan double riveted lap joint. Pitch setiap baris
keling 90 mm. Diameter keling 25 mm. Tegangan yang diijinkan adalah:

Tentukan efisiensi sambungan?


2. Single riveted double cover butt joint dibuat pada plat dengan tebal 10 mm dan
diameter keling 20 mm, pitch 60 mm. Hitung efisiensi sambungan?

3. Double riveted double cover butt joint dibuat pada plat dengan tebal 12 mm dan
diameter keling 18 mm, pitch 80 mm. Hitung efisiensi sambungan?

4. Double riveted lap joint (chain riveting) untuk menyambung 2 plat dengan tebal 10
mm. Tegangan yang diijinkan adalah ζt = 60 MPa; η = 50 MPa; dan ζc = 80 MPa.
Tentukan diameter keling, pitch keling dan jarak antara baris keling. Juga tentukan
efisiensi keling.
5. sebuah bracket didukung oleh 4 keling yang sama ukurannya, seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.23. Tentukan diameter keling jika tegangan geser maksimum adalah 140
Mpa.
6. Sebuah bracket dikeling ke sebuah kolom dengan 6 keling yang sama ukurannya
seperti pada Gambar 4.24. Bracket membawa beban 100 kN pada jarak 250 mm kolom.
Jika tegangan geser maksimum dalam keling dibatasi 63 Mpa, tentukan diameter
keling.

45
Gambar 4.23 Gambar 4.24

46
BAB V
SAMBUNGAN LAS
(WELDING JOINT)

5.1 Pendahuluan
Sambungan las adalah sebuah sambungan permanen yang diperoleh dengan
peleburan sisi dua bagian yang disambung bersamaan, dengan atau tanpa tekanan dan
bahan pengisi. Panas yang dibutuhkan untuk peleburan bahan diperoleh dengan
pembakaran gas (untuk pengelasan gas) atau bunga api listrik (untuk las listrik).
Pengelasan secara intensif digunakan dalam fabrikasi sebagai metode alternatif
untuk pengecoran atau forging (tempa) dan sebagai pengganti sambungan baut dan keling.
Sambungan las juga digunakan sebagai media perbaikan misalnya untuk menyatukan
logam akibat crack (retak), untuk menambah luka kecil yang patah seperti gigi gear.

5.2 Jenis Sambungan Las


Ada dua jenis sambungan las, yaitu:
1. Lap joint atau fillet joint
Sambungan ini diperoleh dengan pelapisan plat dan kemudian mengelas sisi dari plat-
plat. Bagian penampang fillet (sambungan las tipis) mendekati triangular (bentuk segitiga).
Sambungan fillet bentuknya seperti pada Gambar 5.1 (a), (b), dan (c).

Gambar 5.1: Sambungan las jenis lap joint.

2. Butt joint.
Butt joint diperoleh dengan menempatkan sisi plat seperti ditunjukkan pada Gambar
5.2. Dalam pengelasan butt, sisi plat tidak memerlukan kemiringan jika ketebalan plat
kurang dari 5 mm. Jika tebal plat adalah 5 mm sampai 12,5 mm, maka sisi yang
dimiringkan berbentuk alur V atau U pada kedua sisi.

47
Gambar 5.2: Sambungan las butt joint

Jenis lain sambungan las dapat dilihat pada Gambar 5.3 di bawah ini.

Gambar 5.3: Tipe lain sambungan las.

5.3 Kekuatan sambungan las fillet melintang


Lap joint (sambungan las fillet melintang) dirancang untuk kekuatan tarik, seperti
pada Gambar 5.4 (a) dan (b).

Gambar 5.4: Lap joint

Gambar 5.5 Skema dan dimensi bagian sambungan las

48
Untuk menentukan kekuatan sambungan las, diasumsikan bahwa bagian fillet
adalah segitiga ABC dengan sisi miring AC seperti terlihat pada Gambar 5.5. Panjang
setiap sisi diketahui sebagai ukuran las dan jarak tegak lurus kemiringan BD adalah tebal
leher. Luas minimum las diperoleh pada leher BD, yang diberikan dengan hasil dari tebal
leher dan panjang las.
Misalkan t = Tebal leher (BD).
s = Ukuran las = Tebal plat,
l = Panjang las,
Dari Gambar 5.5, kita temukan ketebalan leher adalah:
t = s.sin45o = 0,707.s
Luas minimum las atau luas leher adalah:
A = t.l =0,707.s.l (5 – 1)
Jika ζt adalah tegangan tarik yang diijinkan untuk las logam, kemudian kekuatan tarik
sambungan untuk las fillet tunggal (single fillet weld) adalah:
P = 0,707.s.l. ζt (5 – 2)
dan kekuatan tarik sambungan las fillet ganda (double fillet weld) adalah:
P = 2.0,707.s.l. ζt = 1,414.s.l. ζt (5 – 3)

5.4 Kekuatan sambungan las fillet sejajar


Sambungan las fillet sejajar dirancang untuk kekuatan geser seperti terlihat pada
Gambar 5.6. Luas minimum las atau luas leher:
A = 0,707.s.l

Gambar 5.6: Sambungan las fillet sejajar dan kombinasi

49
Jika η adalah tegangan geser yang diijinkan untuk logam las, kemudian kekuatan geser dari
sambungan untuk single paralel fillet weld (las fillet sejajar tunggal),
P = 0,707.s.l. τ (5 – 4)
dan kekuatan geser sambungan untuk double paralel fillet weld,
P = 2.0,707.s.l. τ = 1,414.s.l. τ (5 – 5)
Catatan:
1. Jika sambungan las adalah kombinasi dari las fillet sejajar ganda dan melintang
tunggal seperti Gambar 5.6 (b), kemudian kekuatan sambungan las adalah dengan
menjumlahkan kedua kekuatan sambungan las, yaitu;
P = 0,707.s.l1. ζt + 1,414.s.l2. η
dimana l1 adalah lebar plat.
2. Untuk memperkuat las fillet, dimensi leher adalah 0,85.t.

Contoh 1:
Sebuah plat lebar 100 mm dan tebal 10 mm dilas dengan plat lain secara las fillet sejajar
ganda (double paralel fillet weld). Plat dikenai beban statis 80 kN. Tentukan panjang las
jika tegangan geser yang diijinkan dalam las tidak melebihi 55 MPa.

Penyelesaian:
diketahui: Lebar = 100 mm; Tebal = 10 mm; P = 80 kN = 80.103 N; η = 55 MPa = 55
N/mm2.
Misalkan l = Panjang las, dan
s = Ukuran las = tebal plat = 10 mm.
Kita mengetahui bahwa beban maksimum yang dibawa plat untuk double paralel fillet
weld (P) pada persamaan (5 – 5) adalah:
80.103 = 1,414.s.l.η = 1,414.10.l.55 = 778.l
l = 80.103 /778 = 103 mm
Tambahan 12,5 mm untuk mengawali dang mengakhiri las, sehingga panjang las total:
l = 103 + 12,5 = 115,5 mm

5.5 Kasus khusus sambungan las fillet


Kasus berikut dari sambungan las fillet adalah penting untuk diperhatikan:
1. Las fillet melingkar yang dikenai torsi. Perhatikan batang silinder yang
dihubungkan ke plat kaku dengan las fillet seperti pada Gambar 5.7.

50
misalkan d = Diameter batang,
r = Radius batang,
T = Torsi yang bekerja pada batang,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
J = Momen inersia polar dari bagian las
= π.t.d3/4
Gambar 5.7
Kita mengetahui bahwa tegangan geser untuk material adalah:

T .r T .d / 2 T .d / 2 2.T dimana
    
J J .t.d / 4 .t.d 2
3

Tegangan geser terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet. Geser maksimum terjadi
pada leher las dengan sudut 45o dari bidang horisontal..
Panjang leher, t = s.sin 45o = 0,707.s
ddan tegangan geser maksimum adalah:

2.T 2.83.T (5 – 6)
 max  
.0,707.s.d 2 .s.d 2

2. Las fillet melingkar yang dikenai momen bending. Perhatikan batang silinder
yang dihubungkan ke plat kaku dengan las fillet seperti pada Gambar 5.8.
Misalkan d = Diameter batang,
M= Momen banding pada batang,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
Z = Section modulus dari bagian las
= π.t.d2/4

Kita mengetahui bahwa momen bending adalah:


Gambar 5.8

Tegangan bending terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet. Tegangan bending
maksimum terjadi pada leher las dengan sudut 45o dari bidang horisontal.
Panjang leher, t = s.sin 45o = 0,707.s

51
dan tegangan bending maksimum adalah::

(5 – 7)

3. Las fillet memanjang yang dikenai beban torsi. Perhatikan plat vertikal dilas ke
plat horisontal dengan dua las fillet seperti pada Gambar 5.9.
misalkan T = Torsi yang bekerja pada plat vertikal,
l = Panjang las,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
J = Momen inersia polar dari bagian las
(utk 2 sisi las)

Gambar 5.9
Variasi tegangan geser adalah sama dengan variasi tegangan normal sepanjang (l) dari
balok yang dikenai bending murni.
Tegangan geser menjadi:

Tegangan geser maksimum terjadi pada leher, yaitu:

(5 – 8)

Contoh 2:
Sebuah poros pejal dengan diameter 50 mm dilas ke plat tipis dengan las fillet 10 mm
seperti pada Gambar 5.10. Tentukan torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las
jika tegangan geser maksimum material las tidak melebihi 80 Mpa.

Gambar 5.10

52
Penyelesaian:
diketahui: d = 50 mm; s = 10 mm ; ηmax = 80 MPa = 80 N/mm2
T = Torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las.
Kita mengetahui tegangan geser maksimum pada persamaan (5 – 6) adalah:
2.T 2.83.T
 max  2 
.0,707.s.d .s.d 2
2,83.T 2,83.T
80  2 
.10.(50) 78550
T = 80.78550/2,83
= 2,22.106 N-mm = 2,22 kNm

Contoh 3:
Sebuah plat panjangnya 1 m, tebal 60 mm dilas ke plat lain pada sisi kanan dan kiri dengan
las fillet 15 mm, seperti pada Gambar 5.11. Tentukan torsi maksimum yang dapat ditahan
sambungan las jika tegangan geser maksimum dalam bahan las tidak melebihi 80 MPa.

Gambar 5.11
Penyelesaian:
Diketahui: l = 1m = 1000 mm ; Tebal = 60 mm; s = 15 mm ; ηmax = 80 MPa = 80 N/mm2.
T = Torsi maksimum yang dapat ditahan sambungan las
Kita mengetahui tegangan geser maksimum pada persamaan (5 – 8) adalah:

5.6 Kekuatan Butt Joint


Sambungan butt dirancang untuk tarik dan tekan. Perhatikan sambungan V-butt
tunggal seperti pada Gambar 5.12 (a).

53
Gambar 5.12: Butt joint
Dalam butt joint, panjang ukuran las adalah sama dengan tebal leher yang sama
dengan tebal plat.
Kekuatan tarik butt joint (single-V atau square butt joint),
P = t.l.ζt (5 – 9)
dimana l = panjang las. Secara umum sama dengan lebar plat.
dan kekuatan tarik double-V butt joint seperti pada Gambar 5.12 (b) adalah:
P = (t1 + t2).l.ζt (5 – 10)
dimana t1 = Tebal leher bagian atas, dan
t2 = Tebal leher bagian bawah.
Sebagai catatan bahwa ukuran las bisa lebih besar dari pada ketebalan plat, tetapi
dapat juga lebih kecil. Tabel berikut menunjukkan ukuran las minimum yang
direkomendasikan.
Tabel 5.1: Ukuran las minimum yang direkomendasikan.

Contoh 3:
Sebuah plat lebarnya 100 mm dan tebalnya 12,5 mm dilas ke plat lain dengan las fillet
sejajar. Plat tersebut mendapat beban 50 kN. Tentukan panjang las jika tegangan
maksimum tidak melebihi 56 MPa. Perhatikan bahwa sambungan las dibawah beban statis
dan beban fatik/berulang-ulang (fatique).

54
Penyelesaian:
Diketahui: Lebar = 100 mm ; Tebal = 12,5 mm ; P = 50 kN = 50.103 N ; η = 56 MPa =
56 N/mm2.
 Panjang las untuk beban statis:
Misalkan l = Panjang las, dan
s = Ukuran las = tebal plat = 12,5 mm
Kita tahu bahwa beban maksimum yang dibawa plat untuk double paralel fillet weld (P)
pada persamaan (5 – 5) adalah:
P = 1,414.s.l. τ
50.103 = 1,414.12,5.l.56 = 990.l
l = 50.103/990 = 50,5 mm
Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah:
l = 50,5 + 12,5 = 63 mm

 Panjang las untuk beban fatik


Dari tabel 5.2 di bawah ini kita dapat menentukan faktor konsentrasi tegangan untuk
paralel fillet welding adalah 2,7.
Tabel 5.2 : Faktor konsentrasi tegangan

Tegangan geser yang diijinkan adalah:


η = 56/2,7 = 20,74 N/mm2.
Kita tahu bahwa beban maksimum yang dibawa plat untuk double paralel fillet weld (P)
pada persamaan (5 – 5) adalah:
P = 1,414.s.l. τ
50.103 = 1,414.s.l. τ = 1,414.12,5.l.20,74 = 367.l
l = 50.103/367 = 136,2 mm
Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah:
l = 136,2 + 12,5 = 148,7 mm

55
Contoh 4:
Sebuah plat lebarnya 75 mm dan tebal 12,5 mm disambung dengan plat lain secara single
transverse weld dan double paralel fillet weld seperti pada Gambar 5.13. Tegangan tarik
maksimum 70 MPa dan tegangan geser maksimum 56 MPa. Tentukan panjang las setiap
paralel fillet weld, jika sambungan dikenai beban statis dan fatik.

Gambar 5.13
Penyelesaian:
Diketahui: Lebar = 75 mm ; Tebal = 12,5 mm ; ζt = 70 MPa = 70 N/mm2 ;
η = 56 MPa = 56 N/mm2.
Panjang efektif las (l1) untuk transverse weld diperoleh dengan pengurangan 12,5 mm dari
lebar plat.
l1 = 75 – 12,5 = 62,5 mm
 Panjang setiap fillet paralel untuk beban statis.
Misalkan l2 = Panjang setiap fillet paralel.
Kita tahu bahwa beban maksimum yang dapat dibawa plat adalah:
P = luas x tegangan = 75.12,5.70 = 65 625 N.
Beban yang dibawa oleh single transverse weld pada persamaan (5 – 2) adalah :
P1 = 0,707.s.l1. ζt = 0,707.12,5.62,5.70 = 38 664 N
dan beban yang dibawa oleh double paralel fillet weld pada persamaan (5 – 5) adalah
P2 = 1,414.s.l2. τ = 1,414.12,5.l2.56 = 990.l2
Beban yang dibawa oleh sambungan las (P):
65 625 = P1 + P2 = 38 664 + 990.l2
l2 = 27,2 mm
Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah:
l2 = 27,2 + 12,5 = 39,7 mm ≈ 40 mm
 Panjang setiap fillet paralel untuk beban fatik.
Dari tabel 5.2, kita dapat menentukan faktor konsentrasi tegangan untuk transverse weld
adalah 1,5 dan untuk paralel fillet weld adalah 2,7.

56
Tegangan tarik yang diijinkan adalah:
ζt = 70/1,5 = 46,7 N/mm2
dan tegangan geser yang diijinkan adalah:
η = 56/2,7 = 20,74 N/mm2
Beban yang dibawa oleh single transverse weld pada persamaan (5 – 2) adalah :
P1 = 0,707.s.l1. ζt = 0,707.12,5.62,5.46,7 = 25 795 N
dan beban yang dibawa oleh double paralel fillet weld pada persamaan (5 – 5) adalah
P2 = 1,414.s.l2. τ = 1,414.12,5.l2.20,74 = 366.l2
Beban yang dibawa oleh sambungan las (P):
65 625 = P1 + P2 = 25 795 + 366.l2
l2 = 108,8 mm
Penambahan 12,5 mm untuk awal dan akhir las adalah:
l2 = 108,8 + 12,5 = 121,3 mm ≈ 122 mm

5.7 Beban eksentris sambungan las


Beban eksentris dapat terjadi pada sambungan las dengan berbagai cara. Ketika
tegangan geser dan tegangan bending secara simultan terjadi pada sambungan, maka
tegangan maksimum menjadi:
Tegangan normal maksimum adalah:

(5 – 11)
Tegangan geser maksimum adalah:

(5 – 12)
dimana ζb = Tegangan bending,
η = Tegangan geser

Gambar 5.14: Beban eksentris

57
Ada dua kasus beban eksentris sambungan las, yaitu:
Kasus 1:
Perhatikan sambungan tetap T pada salah satu ujungnya dikenai beban eksentris P pada
jarak e seperti pada Gambar 5.14.
misalkan l = Panjang las,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
Sambungan mendapat dua jenis tegangan:
1. Tegangan geser langsung akibat gaya geser P pada las, dan
2. Tegangan bending akibat momen bending P x e.
Kita tahu bahwa luas leher las adalah:
A = Tebal leher x panjang las
= t.l.2 = 2 t l (untuk double fillet weld)
= 2.0,707.s.l = 1,414.s.l (t = s.cos45o = 0,707.s)
Tegangan geser pada las adalah:

(5 – 13)
Section modulus dari logam las melalui leher las adalah:

(untuk kedua sisi las)

(5 – 14)

Momen bending, M = P.e

Tegangan bending, (5 – 15)

Kita tahu bahwa tegangan normal maksimum adalah lihat persamaan (5-11):

Tegangan geser maksimum adalah lihat persamaan (5-12):

Kasus 2:
Ketika sambungan las dibebani secara eksentris seperti pada Gambar 5.15, maka
terjadi dua jenis tegangan berikut ini:

58
1. Tegangan geser utama, dan
2. Tegangan geser akibat momen puntir.

Gambar 5.15: Sambungan las dibebani secara eksentris


Misalkan P = Beban eksentris,
e = Eksentrisitas yaitu yaitu jarak tegak lurus antara garis aksi beban dan
pusat gravitasi (G) dari fillet.
l = Panjang las,
s = Ukuran las,
t = Tebal leher.
Dua gaya P1 dan P2 adalah didahului pada pusat gravitasi G dari sistem las.
Pengaruh beban P1 = P adalah untuk menghasilkan tegangan geser utama yang
diasumsikan seragam sepanjang las. Pengaruh P2 = P menghasilkan momen puntir sebesar
P x e yang memutar sambungan terhadap pusat gravitasi dari sistem las. Akibat momen
puntir menimbulkan tegangan geser sekunder.
Kita tahu bahwa tegangan geser utama adalah sama dengan persamaan (5-13)

(luas leher untuk single fillet weld = t.l = 0,707s.l)

Ketika tegangan geser akibat momen puntir (T = P.e) pada beberapa bagian adalah
seimbang untuk jarak radial dari G, sehingga tegangan akibat P.e pada titik A adalah
seimbang dengan AG (r2) dan arahnya memutar ke kanan terhadap AG. Dapat ditulis:

dimana η2 adalah tegangan geser pada jarak maksimum (r2) dan η adalah tegangan geser
pada jarak r.

59
Perhatikan sebuah bagian kecil dari las yang mempunyai luas dA pada jarak r dari G.
Gaya geser pada bagian kecil ini adalah η.dA
dan momen puntir dari gaya geser terhadap G adalah:

Momen puntir total seluruh luas las adalah:

dimana J = Momen inersia polar dari luas leher terhadap G.


Tegangan geser akibat momen puntir yaitu tegangan geser sekunder adalah:

Menentukan resultan tegangan, tegangan geser utama dan sekunder adalah kombinasi
secara vektor.
Resultan tegangan geser pada A,

dimana θ = sudut antara η1 dan η2 , dan


cos θ = r1/r2
Catatan: Momen inersia polar pada luas leher (A) terhadap pusat gravitasi yang diperoleh
dengan teorema sumbu sejajar yaitu:
(double fillet weld)

dimana A = luas leher = t.l = 0,707.s.l,


l = panjang las,
x = jarak tegak lurus antara dua sumbu sejajar.

60
Tabel 5.3: Momen inersia polar dan section modulus dari las

61
Contoh 5:
Sambungan las seperti pada Gambar 5.16, menerima beban eksentris 2 kN.
Tentukan ukuran las, jika tegangan geser maksimum dalam las adalah 25 MPa.

Gambar 5.16

62
Penyelesaian:
Diketahui: P = 2kN = 2000 N ; e = 120 mm ; l = 40 mm ; ηmax = 25 MPa = 25 N/mm2.
misalkan s = Ukuran las dalam mm, dan
t = tebal leher las.
Sambungan las pada Gambar 5.16 menerima tegangan geser utama akibat gaya geser P =
2000 N dan tegangan bending akibat momen bending P.e.
Kita tahu bahwa luas leher adalah:
A = 2t.l = 2.0,707.s.l
= 1,414.s.l = 1,414.s.40 = 56,56.s

Tegangan Geser: (5 – 13)

Momen bending, M = P.e = 2000.120 = 240.103 N-mm

Section Modulus las melalui leher , (5 – 14)

Tegangan bending,

Kita tahu bahwa tegangan geser maksimum seperti pada persamaan (5-12) adalah:

Contoh 6:
Sebuah poros pejal berdiameter 50 mm dilas ke plat tipis seperti pada Gambar 5.17.
Jika ukuran las 15 mm, tentukan tegangan geser maksimum dan tegangan normal
maksimum dalam las.

Gambar 5.17

63
Penyelesaian:
Diketahui: D = 50 mm ; s = 15 mm ; P = 10kN = 10000 N ; e = 200 mm.
Luas leher untuk las fillet melingkar adalah:

Tegangan geser utama:

Momen bending M = P.e = 10000. 200 = 2.106 Nmm.


Dari tabel 5.3, untuk las-lasan melingkar kita dapat menentukan section modulus:

Tegangan bending adalah:

 Tegangan normal maksimum

 Tegangan Geser maksimum:

Contoh 7:
Sebuah balok berpenampang persegi dilas dengan las fillet seperti pada Gambar
5.18. Tentukan ukuran las, jika tegangan geser yang diijinkan dibatasi 75 MPa.

Gambar 5.18

64
Penyelesaian:
diketahui: P = 25kN = 25.103 N ; ηmax = 75 MPa = 75 N/mm2 ; l = 100 mm ; b = 150 mm;
e = 500 mm
Sambungan las menerima tegangan geser utama dan tegangan bending. Luas leher untuk
las fillet persegi adalah:

Tegangan geser utama adalah:

Tegangan bending adalah: M = P.e = 25.103 .500 = 12,5.106 Nmm.


Dari tabel 5.3 untuk bagian las persegi, section modulus adalah:

Tegangan bending adalah:

Tegangan geser maksimum adalah:

(s = ukuran las)

Contoh 8:
Sebuah plat baja persegi dilas seperti cantilever ke kolom vertikal dan mendukung
beban P seperti pada Gambar 5.19. Tentukan ukuran las jika tegangan geser tidak melebihi
140 MPa.

(a) (b)
Gambar 5.19

65
Penyelesaian:
Diketahui: P = 60kN = 60.103 N ; b = 100 mm ; l = 50 mm ; η = 140 MPa = 140
N/mm2
Pertama menentukan pusat gravitasi sistem las seperti pada Gambar 5.19 (b). Dari tabel
5.3, kita dapat menentukan

dan momen inersia polar untuk luas leher sistem las terhadap G adalah:

Jarak beban dari pusat gravitasi (G) yaitu eksentrisitas adalah:

Radius maksimum dari las adalah:

Luas leher sistem las adalah:

Tegangan geser utama adalah:

dan tegangan geser akibat momen puntir atau tegangan geser sekunder adalah:

66
Resultan tegangan geser adalah:

(s = ukuran las)

Latihan:
1. Sebuah plat lebarnya 10A mm dan tebal 1A mm dilas dengan plat lain secara
transverse weld pada ujungnya. Jika plat dikenai beban 7A kN, tentukan ukuran las
untuk beban statis dan beban fatik. Tegangan tarik yang diijinkan tidak melebihi 7A
MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).
2. Jika plat pada soal no.1 di atas disambung dengan double fillet dan tegangan geser
tidak melebihi 56 MPa, tentukan panjang las untuk (a) beban statis dan (b) beban
dinamis.
3. Batang baja melingkar berdiameter 5A mm dan panjang 20A mm dilas secara
melingkar ke sebuah plat baja kemudian ujung batang baja dikenai beban 5 kN.
Tentukan ukuran las, dengan asumsi tegangan yang diijinkan dalam las adalah 10A
MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).
Petunjuk
4. Sebuah poros pejal persegi ukuran 8A mm x 5A mm dilas secara fillet weld 5 mm pada
seluruh sisinya ke plat tipis dengan sumbu tegak lurus ke permukaan plat. Tentukan
torsi maksimum yang dapat diterapkan poros, jika tegangan geser dalam las tidak
melebihi 85 MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang
mengerjakan). Petunjuk
5. Sebuah plat dilas secara fillet weld dengan tebal t = 10 mm seperti pada Gambar 5.20.
Tentukan Tegangan geser maksimum dalam las, asumsikan setiap las panjangnya 100
mm.
6. Gambar 5.21 menunjukkan sebuah sambunga las yang dikenai beban eksentris 20kN.
Pengelasan hanya satu sisi. Tentukan ukuran las seragam jika tegangan geser yang
diijinkan untuk bahan las adalah 8A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor
terakhir NIM yang mengerjakan).

67
Gambar 5.20 Gambar 5.21
7. Sebuah braket dilas ke sisi tiang (column) dan membawa beban vertikal P seperti pada
Gambar 5.22. Tentukan P jika tegangan geser maksimum pada 10 mm fillet weld
adalah 8A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang
mengerjakan).
8. Sebuah bracket seperti pada Gambar 2.23 membawa beban 40 kN. Hitung ukuran las
jika tegangan geser yang diijinkan 8A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor
terakhir NIM yang mengerjakan).

Gambar 5.22 Gambar 5.23

68
BAB VI
SAMBUNGAN ULIR

6.1 Pendahuluan
Sebuah ulir (screwed) dibuat dengan melakukan pemotongan secara kontinyu alur
melingkar pada permukaan silinder. Sambungan ulir sebagian besar terdiri dari dua elemen
yaitu baut (bolt) dan mur (nut). Sambungan ulir banyak digunakan dimana bagian mesin
dibutuhkan dengan mudah disambung dan dilepas kembali tanpa merusak mesin. Ini
dilakukan dengan maksud untuk menyesuaikan/menyetel pada saat perakitan (assembly)
atau perbaikan, atau perawatan.

6.2 Istilah penting pada ulir


Istilah berikut digunakan pada ulir seperti pada Gambar 6.1 adalah penting untuk
diperhatikan.

Gambar 6.1: Istilah pada ulir


Keterangan Gambar 3.1:
1. Major diameter adalah diameter terbesar pada ulir eksternal atau internal.
Dinamakan juga outside atau nominal diameter.
2. Minor diameter adalah diameter terkecil pada ulir eksternal atau internal.
Dinamakan juga core atau root diameter.
3. Pitch diameter adalah diameter rata-rata silinder. Dianamakan juga effective
diameter.
4. Pitch adalah jarak antara puncak ulir. Secara matematika dapat dihitung:
1
Pitch 
Jumlah puncak ulir per unit panjang ulir

69
5. Crest adalah permukaan atas pada ulir.
6. Root adalah permukaan bawah yang dibentuk oleh dua sisi berdekatan dari ulir.
7. Depth of thread adalah jarak tegak lurus antara crest dan root.
8. Flank adalah permukaan antara crest dan root.
9. Angle of thread adalah sudut antara flank ulir.
10. Slope adalah setengah pitch ulir.

6.3 Jenis ulir


Jenis ulir adalah sebagai berikut:
1. British standard whitworth (B.S.W) thread. Ulir jenis ini banyak digunakan dimana
kekuatan yang tinggi pada root yang dibutuhkan, seperti pada Gambar 6.2.

Gambar 6.2 : B.S.W. thread


2. British association (B.A) thread. Merupakan ulir jenis B.S.W. dengan pitch yang baik
dan banyak digunakan untuk instrumentasi (alat ukur) dan pekerjaan lain yang
presisi, seperti pada Gambar 6.3.

Gambar 6.3: B.A. thread

70
3. American national standard thread. Ulir ini digunakan untuk tujuan umum seperti
baut, mur, lubang ulir dan tap, seperti pada Gambar 6.4.

Gambar 6.4: American national standard thread


4. Square thread. Ulir ini banyak digunakan untuk transmisi daya, biasanya dijumpai
pada mekanisme mesin perkakas, katup, spindle, uli jack dan lain-lain seperti pada
Gambar 6.5.

Gambar 6.5: Square thread


5. Acme thread. Ulir ini banyak digunakan pada ulir mesin bubut, katup kuningan, ulir
kerja bangku, seperti pada Gambar 6.6.

Gambar 6.6: Acme thread


6. Knukle thread. Ulir ini banyak digunakan untuk pekerjaan kasar seperti railway
kopling, hydrant dan lain-lain seperti pada Gambar 6.7.

Gambar 6.7: Knukle thread

71
7. Buttress thread. Ulir banyak digunakan untuk transmisi daya satu arah, seperti pada
Gambar 6.8.

Gambar 6.8: Buttress thread

6.4 Jenis Sambungan ulir


1. Through bolts. Seperti pada Gambar 6.9 (a) terlihat bahwa baut dan mur mengikat dua
bagian/plat secara bersamaan. Jenis baut ini banyak digunakan pada baut mesin, baut
pembawa, baut automobil dan lain-lain.

Gambar 6.9
2. Tap bolts. Seperti pada Gambar 6.9 (b), ulir dimasukkan ke lubang tap pada salah satu
bagiannya dikencangkan tanpa mur.
3. Stud. Seperti pada Gambar 6.9 (c), ulir ini pada kedua ujungnya berulir. Salah satu
ujung ulir dimasukkan ke lubang tap kemudian dikencangkan sementara ujung yang
lain ditutup dengan mur.
4. Cap screws. Ulir ini sama jenisnya dengan tap bolts tetapi berukuran kecil dan variasi
bentuk kepala seperti pada Gambar 6.10.

72
Gambar 6.10: Cap screws

6.5 Dimensi standar ulir


Dimensi desain ISO untuk ulir, baut dan mur dapat dilihat pada Tabel 6.1 berikut:
Tabel 6.1: Dimensi standar ISO untuk Ulir

73
74
6.6 Sambungan baut akibat beban eksentris
Beberapa aplikasi sambungan baut yang mendapat beban eksentris seperti bracket,
tiang crane, dll. Beban eksentris dapat berupa:
1. Sejajar dengan sumbu baut.
2. Tegak lurus dengan sumbu baut.
3. Dalam bidang baut.

6.7 Beban eksentris yang sejajar terhadap dengan sumbu baut


Perhatikan Gambar 6.11, ada empat baut yang mana setiap baut mendapat beban
tarik utama Wt1 =W/n, dimana n adalah jumlah baut.

Gambar 6.11: Beban eksentris yang sejajar dengan sumbu baut

Misalkan w = beban baut per unit jarak terhadap pengaruh balik bracket
W1 dan W2 = beban setiap baut pada jarak L1 dan L2 dari sisi tepi.
Beban setiap baut pada jarak L1 adalah:
W1 = w.L1
dan momen gaya terhadap sisi tepi = w.L1 . L1 = w.(L1)2
Beban setiap baut pada jarak L2 adalah:
W2 = w.L2
dan momen gaya terhadap sisi tepi = w.L2 . L2 = w.(L2)2
Total momen gaya pada baut terhadap sisi tepi = 2w.(L1)2 + 2w.(L2)2 (6-1)
Momen akibat beban W terhadap sisi tepi = W.L (6-2)
Dari persamaan (6-1) dan (6-2), diperoleh:
W.L = 2w.(L1)2 + 2w.(L2)2
W .L
w
2[(L1 ) 2 (L 2 )2 ]

75
Beban tarik dalam setiap baut pada jarak L2 adalah:
W .L.L
2
Wt2 = W2 = w.L2 = 2[(L )2 (L )2 ] (6-3)
1 2

Total beban tarik pada baut yang dibebani paling besar adalah:
Wt = Wt1 + Wt2 (6-4)
Jika dc adalah diameter core (minor) dari baut dan ζt adalah tegangan tarik untuk material
baut, maka total beban tarik Wt :
 2
Wt = (dc) . ζt (6-5)
4
Dari persamaan (6-4) dan (6-5), nilai dc dapat diperoleh.

Contoh 1:
sebuah bracket seperti pada Gambar 6.11, menahan sebuah beban 30 kN. Tentukan ukuran
baut, jika tegangan tarik maksimum yang diijinkan dalam material adalah 60 MPa. Jarak
L1 = 80mm, L2 = 250mm, dan L = 500mm.
Penyelesaian:
Diketahui: W = 30kN ; ζt = 60 MPa = 60 N/mm2 ; L1 = 80mm , L2 = 250mm , dan
L = 500mm.
Beban tarik utama yang dibawa oleh setiap baut adalah:
Wt1 =W/n = 30/4 = 7,5 kN
dan beban dalam setiap baut per unit jarak w adalah:
W .L  30. 500
w  0,109 kN/mm
2[(L1 ) ( L 2 ) ] 2[(80) 2 (250)2 ]
2 2

Ketika beban baut yang terbesar adalah pada jarak L2 dari sisi tepi, sehingga beban baut
terbesar adalah:
Wt2 = W2 = w.L2 = 0,109. 250 = 27,25 kN
Beban tarik maksimum pada baut dengan beban terbesar pada persamaan (6-4) adalah:
Wt = Wt1 + Wt2 = 7,5 + 27,25 = 34,75 kN = 34 750 N
Beban tarik maksimum pada baut adalah persamaan (6-5):
 2
Wt = (dc) . ζt
4

34 750 = (d )2. 60
4
(dc)2 = 34 750/47 = 740
dc = 27,2 mm

76
Dari Tabel 6.1, kita temukan bahwa standar diameter minor (core) baut adalah 28,706mm
dan jika dihubungkan dengan ukuran baut yang tepat adalah M33.

6.8 Beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut


Sebuah dinding bracket membawa beban eksentris yang tegak lurus terhadap
sumbu baut seperti pada Gambar 6.12.

Gambar 6.12
Dalam kasus ini, baut menerima beban geser utama yang sama pada seluruh baut.
Sehingga beban geser utama pada setiap baut adalah:
Ws = W/n, dimana n = jumlah baut.
Beban tarik maksimum pada baut 3 dan 4 adalah seperti pada persamaan (6-3):
W .L.L
2
Wt2 = Wt = w.L2 = (6-3)
2[(L1 )2 (L2 )2 ]
Ketika baut dikenai geser yang sama dengan beban tarik, kemudian beban ekuivalen dapat
ditentukan dengan hubungan berikut:
Beban tarik ekuivalen adalah:

(6-6)
dan beban geser ekuivalen adalah:

(6-7)

Contoh 2:
Sebuah bracket dijepit pada batang baja seperti pada Gambar 6.13. Beban
maksimum yang diberikan bracket sebesar 12 kN secara vertikal pada jarak 400 mm dari
permukaan batang. Permukaan vertikal bracket dikunci ke batang oleh empat baut, dalam
dua baris pada jarak 50 mm dari sisi terbawah bracket. Tentukan ukuran baut jika tegangan

77
tarik yang diijinkan dari material sebesar 84 MPa. Juga tentukan penampang lengan
bracket yang berbentuk persegi.

Gambar 6.13
Penyelesaian:
Diketahui: W = 12 kN = 12.103 N ; L = 400 mm ; L1 = 50 mm ; L2 = 375 mm ;
ζt = 84 MPa = 84 N/mm2 ; n = 4
Beban geser utama setiap baut:
Ws = W/n = 12/4 = 3 kN
Beban tarik maksimum yang dibawa baut 3 dan 4 adalah:

Ketika baut menerima beban geser yang sama dengan beban tarik, sehingga beban tarik
ekuivalen pada persamaan (6-6) adalah:

 Ukuran baut
Beban tarik ekuivalen (Wte) pada persamaan (6-5) adalah:
 2
Wte = (dc) . ζt
4

7490 = (d )2. 84 = 66.(d )2
c c
4
(dc)2 = 7490/66 = 113,5
dc = 10,65 mm
Dari Tabel 6.1, kita temukan bahwa standar diameter minor (core) baut adalah 11,546 mm
dan jika dihubungkan dengan ukuran baut yang tepat adalah M14.

78
 Penampang lengan bracket
Misalkan: t dan b = tebal dan kedalaman lengan bracket.
Section modulus Z:
1
Z  .t.b 2
6
Momen bending maksimum bracket;
M = 12.103.400 = 4,8.106 Nmm
M
Tegangan bending (tarik)  
t
Z
4,8.106
sehingga: 84  2
 1
6 .t.b
t.b2 = 343.103 atau t = 343.103 /b2
Diasumsikan kedalaman lengan bracket , b = 250 mm, maka tebal bracket adalah:
t = 343.103/2502 = 5,5 mm.

6.9 Beban eksentris pada bracket dengan sambungan melingkar


Kadang-kadang landasan bracket dibuat melingkar seperti piringan bantalan pada
mesin perkakas seperti pada Gambar 6.14.

Gambar 6.14
Misalkan: R = Radius piringan (flens),
r = Radius melingkar pitch baut,
w = Beban per baut per unit jarak dari sisi tepi,
L = Jarak beban dari sisi tepi,
L1, L2, L3, dan L4 = Jarak pusat baut dari sisi tepi A.
Seperti pernah dibahas pada sub bab di atas bahwa persamaan momen eksternal W.L
merupakan jumlah momen seluruh baut adalah:

79
(6-8)

Dari geometri pada Gambar 6.14 (b), kita dapat menentukan:

Sehingga nilai persamaan (8) menjadi:

Beban pada baut 1 =

Beban ini adalah maksimum ketika cos α adalah minimum yaitu ketika cos α = -1 atau α =
180o.

Beban maksimum pada baut adalah


Secara umum, jika n = jumlah baut,
kemudian beban sebuah baut adalah

dan beban maksimum baut adalah

(6-9)

Setelah diketahui beban maksimum, maka dapat dicari ukuran baut.

Contoh 3.
Sebuah piringan bantalan seperti pada Gambar 6.14 di atas, dikunci dengan 4 baut secara
melingkar berjarak antar bautnya 500 mm. Diameter piringan bantalan 650 mm dan beban
400 kN diberikan pada jarak 250 mm dari kerangka. Tentukan ukuran baut, jika tegangan
tarik material baut yang aman 60 MPa.
Penyelesaian:
Diketahui: n = 4 ; d = 500 mm atau r = 250 mm; D = 650 mm atau R = 325 mm ; W =
400 kN = 400.103 N ; L = 250 mm ; ζt = 60 MPa = 60 N/mm2
Beban maksimum baut seperti pada persamaan (6-9) adalah :

80
Sedangkan beban maksimum pada persamaan (6-5) adalah:
 2
Wt = (dc) . ζt
4

91 643 = (d )2. 60 = 47,13 (d )2
c c
4
(dc)2 = 91 643/47,13 = 1945 atau dc = 44 mm
Dari Tabel 6.1, kita temukan bahwa standar diameter minor (core) baut adalah 45,795 mm
dan jika dihubungkan dengan ukuran baut yang tepat adalah M52.

Latihan:
1. Sebuah plat disambung ke dinding dengan 4 baut M12 seperti pada Gambar 6.15.
Diameter core (minor) baut adalah 9,858 mm. Tentukan nilai W jika tegangan tarik
yang diijinkan dalam material baut adalah 6A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan
nomor terakhir NIM yang mengerjakan).

Gambar 6.15
2. Sebuah bracket seperti pada Gambar 6.16, disambung ke dinding dengan 4 baut.
Tentukan ukuran baut, jika tegangan tarik yang aman untuk baut adalah 7A MPa.
(Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).

81
Gambar 6.16

3. Sebuah bracket seperti pada Gambar 6.17, disambung ke tiang vertikal dengan 5
baut standar. Tentukan ukuran baut, jika tegangan tarik material yang aman 7A
MPa dan tegangan geser yang aman 5A MPa. (Huruf A diatas diganti dengan
nomor terakhir NIM yang mengerjakan).

Gambar 6.17

82
BAB VII
KOPLING

7.1 Pendahuluan
Sebuah kopling diistilahkan sebagai peralatan untuk membuat sambungan
permanen atau semi permanen seperti sebuah clucth yang bisa dipasang dan dibongkar
dengan cepat pada saat akan dioperasikan. Poros kopling digunakan dalam permesinan
untuk beberapa tujuan, sebagian besar adalah sebagai berikut:
1. Untuk menyambung poros yang diproduksi secara terpisah seperti sebuah motor
dan generator dan untuk memisahkan poros ketika perbaikan.
2. Untuk memperkenalkan fleksibilitas (keluwesan) mekanika.
3. Untuk mengurangi transmisi beban kejut dari poros yang satu ke poros yang lain.
4. Untuk melindungi beban lebih yang berlawanan,

7.2 Tipe Kopling


Jenis kopling dikelompokkan menjadi berikut:
1. Rigid coupling (kopling tetap). Digunakan untuk menghubungkan dua poros yang
lurus secara sempurna. Tipe kopling tetap berikut ini adalah penting untuk
diketahui yaitu:
a. Sleeve atau muff coupling.
b. Clamp coupling.
c. Flange coupling.
2. Flexible coupling (kopling fleksibel). Digunakan untuk menghubungkan dua poros
yang mempunyai sumbu menyamping dan menyudut. Tipe kopling fleksibel
berikut ini adalah penting untuk diketahui yaitu:
a. Bushed pin type coupling,
b. Universal coupling,
c. Oldham coupling.

7.3 Sleeve atau Muff Coupling


Ini adalah tipe kopling tetap yang paling sederhana, dibuat dari besi cor. Terdiri
dari silinder berlubang yang diameter dalamnya sama dengan diameter poros. Seperti pada
Gambar 7.1, daya ditransmisikan dari poros yang satu ke poros yang lain dengan sebuah

83
pasak (key) dan sebuah muff. Oleh karena itu seluruh elemen harus cukup kuat untuk
mentransmisikan torsi.

Gambar 7.1: Muff coupling

Misalkan Diameter luar muff, D = 2d + 13 mm


Panjang muff, L = 3,5d
Dimana d = diameter poros.

Perancangan muff atau sleeve


Muff dirancang dengan pertimbangan seperti poros berlubang.
Misalkan T = Torsi yang ditransmisikan oleh kopling,
ηc = Tegangan geser yang diijinkan untuk material muff dari besi cor
yaitu 14 MPa.
Torsi yang ditransmisikan oleh bagian yang berlubang adalah:

 D 4  d 4  
T  . c   . c .D (1 k )
3 4
(7-1)

 16 D 16
dimana: k = d/D

Contoh 1:
Rancanglah dimensi muff coupling yang digunakan untuk menghubungkan dua poros baja
dengan transmisi 40 kW pada 350 rpm. Material untuk poros adalah baja karbon dengan
tegangan geser dan tegangan crushing yang diijinkan berturut-turut adalah 40 MPa dan 80
MPa. Material muff terbuat dari besi cor dengan tegangan geser yang diijinkan 15 MPa.
Penyelesaian:
Diketahui: P = 40 kW = 40.103 W ; N = 350 rpm ; ηs = 40 MPa = 40 N/mm2 ; ζcs =
80 MPa = 80 N/mm2 ; ηc = 15 MPa = 15 N/mm2

84
Gambar 7.2: Tipe muff coupling
 Perancangan Poros
Misalkan d = diameter poros
Torsi yang ditransmisikan oleh poros dan muff adalah:
40.103.60
P.60  1100N m 1100.103 Nmm
T 
2.N 2.350
Diameter poros d adalah:
 
T  . .d   .40.d 3 7,86.d 3
3
s
16 16
d 3 = 1100.103/7,86 = 140.103
d = 52 mm ≈ 55 mm

 Perancangan muff
Diameter luar muff D:
D = 2d + 13 = 2.55 + 13 = 123 mm ≈ 125 mm.
Panjang muff L :
L = 3,5 d = 3,5.55 = 192,5 mm ≈ 195 mm
Marilah sekarang dicek tegangan geser yang terjadi dalam muff. Misalkan ηc = tegangan
geser yang terjadi pada muff yang dibuat dari besi cor. Oleh karena itu torsi yang
ditransmisikan pada persamaan (7-1) menjadi:
 . 
T  . D
4
 d 4

 . 
16 

16 D 

1100.10 370.10 .c
ηc = 2,97 N/mm2.
Ketika tegangan geser yang terjadi pada muff adalah lebih rendah tegangan geser yang
diijinkan 15 N.mm2, oleh karena itu desain muff adalah aman.

85
7.4 Clamp atau Compression Coupling
Dinamakan juga sebagai split muff coupling. Dalam kasus ini, muff dibuat ke dalam
dua paruhan dan dibaut bersama-sama seperti pada Gambar 7.3. Separuh muff dibuat dari
besi cor. Ujung poros berbatasan dengan ujung yang lain dan pasak (key) dipasang lurus ke
dalam lubang pasak pada kedua poros. Separuh muff ditempatkan di bagian bawah dan
separuh yang lain ditempatkan di bagian atas. Kedua muff digabungkan bersama-sama
oleh baut dan mur. Jumlah baut bisa dua, empat atau enam. Kopling ini bisa digunakan
untuk beban berat dan kecepatan sedang. Keuntungan kopling ini adalah bahwa posisi
poros tidak perlu dirubah/digeser untuk perakitan dan pembongkaran kopling.

Gambar 7.3: Clamp coupling


 Desain muff untuk clamp coupling adalah:
Diameter muff, D = 2d +13 mm
Panjang muff, L = 3,5d
dimana d = diameter poros
Torsi yang ditransmisikan oleh bagian yang berlubang adalah:

 D 4  d 4  
T  . c   . c .D (1 k )
3 4
(7-1)

 16 D 16
dimana: k = d/D

 Desain baut clamping


Misalkan T = Torsi yang ditransmisikan poros,
d = Diameter poros,
db = Diameter efektif baut,
n = Jumlah baut,
ζt = Tegangan tarik yang diijinkan untuk material baut,
µ = Koefisien gesek antara muff dan poros, dan
L = Panjang muff.

86

Gaya yang diberikan oleh setiap baut = (d ) 2 
b t
4
 n
Gaya yang diberikan oleh baut pada tiap sisi poros = (d ) 2  .
b t
4 2
Misalkan p adalah tekanan pada poros dan permukaan muff akibat gaya, kemudian
distribusi tekanan merata pada permukaan, maka:
 n
(d ) 2  .
Gaya  b t
p  4 2
Luas proyeksi 1/ 2.L.d
Gaya gesek antara poros dan muff adalah:

F  Tekanan 1/ 2 d L



(d ) 2  n
t.2
F   4 b .1/ 2 d L
1/ 2.L.d
F  .  (d b ) 2  t .n
2

8
Torsi yang ditransmisikan oleh kopling adalah:
d 2 d 2 
T F. . (d ) 2  .n. . (d ) 2  .n.d (7-2)
b t
2 8 2
16 b t

Gambar 7.4: muff tunggal clamp coupling

Contoh 2:
Rancanglah sebuah clamp coupling untuk mentransmisikan 30 kW pada 100 rpm.
Tegangan geser yang diijinkan untuk poros 40 MPa dan jumlah baut penyambung dua
paruhan muff ada enam. Tegangan tarik yang diijinkan untuk baut 70 MPa. Koefisien
gesek antara muff dan permukaan poros adalah 0,3.
Penyelesaian:

87
Diketahui: P = 30 kW = 30.103 W ; N = 100 rpm ; η = 40 MPa = 40 N/mm2 ; n = 6 ;
ζt = 70 MPa = 70 N/mm2 ; µ = 0,3.
 Desain poros
Torsi yang ditransmisikan poros:
30.103.60
P.60  2865N m 2865.103 Nmm
T 
2.N 2.100
 
T   ..d 3   .40.d 3 7,86.d 3
16 16
2865.10 7,86.d
3 3

d 3 365.103 d 71,4mm 75mm


 Desain muff
Diameter muff adalah;
D = 2d + 13 mm = 2.75 + 13 = 163 ≈ 165 mm
Total panjang muff,
L = 3,5d = 3,5.75 = 262,5 mm
 Desain baut clamping
Torsi yang ditransmisikan oleh kopling pada persamaan (7-2) adalah:
2
T .  (d b ) 2 t .n.d 0,3.  (d b ) 2 .70.6.75 5830.(db ) 2
2

16 2
16
3
2865.10 5830.(db )
(db ) 2 492 d b 22,2mm
Dari Tabel 6.1 pada bab VI, kita temukan bahwa diameter core standar dari baut adalah
23,32 mm dan diameter nominal baut adalah 27 mm (M27).

7.5 Flange Coupling (kopling flens)


Kopling flens biasanya terdiri dari dua piringan kopling besi cor. Setiap flens
dipasang pada ujung poros dan disambung dengan pasak seperti pada Gambar 7.5 dan 7.6.

Gambar 7.5: Kopling flens

88
Gambar 7.6: Kopling flens

Jika d adalah diameter poros atau diameter dalam hub, d1 = diameter nominal baut,
Diameter luar hub adalah: D = 2d
Panjang hub adalah: L = 1,5.d
Diameter lingkaran kisar baut : D1 = 3.d
Diamter luar flens: D2 = D1 + (D1 – D) = 2D1 – D = 4.d
Ketebalan flens: tf = 0,5d
Jumlah baut: n = 3, untuk d ≤ 40 mm
n = 4, untuk d ≤ 100 mm
n = 6, untuk d ≤ 180 mm
Misalkan: ηs , ηb dan ηk = Tegangan geser untuk poros, baut dan pasak yang diijinkan.
ηc = Tegangan geser yang diijinkan untuk material flens.
ζcb = Tegangan crushing yang diijinkan untuk material baut.

 Desain hub
Hub didesain dengan pertimbangan seperti pada poros berongga (hollow shaft), yang
mentransmisikan torsi sama dengan poros pejal (solid shaft).
 D 4  
T  .
d 4  (7-3)
c 
16

 D


89
Diameter luar hub biasanya diambil dua kali diameter poros. Oleh karena itu dari
hubungan di atas, tegangan geser yang terjadi dalam hub dapat dicek.
Panjang hub L = 1,5.d

 Desain flens
Flens mengalami geser ketika mentransmisikan torsi. Oleh karena itu torsi yang
ditransmisikan adalah:
T = Keliling hub x Tebal flens x Tegangan geser flens x Radius hub
D .D 2
T .D t f  c    t f c (7-4)
2 2
Tebal flens biasanya diambil setengah diameter poros. Oleh karena itu dari hubungan di
atas, tegangan geser pada flens dapat dicek.

 Desain Baut
Baut mengalami tegangan geser akibat torsi yang ditransmisikan. Jumlah baut (n)
tergantung pada diameter poros dan diameter lingkar pitch baut (D1) = 3d.
 2
Beban setiap baut = (d1 ) b
4
 2
Total beban seluruh baut = (d1 ) b .n
4
 D1
Torsi yang ditransmisikan T = (d ) 2   .n. (7-5)
1 b
4 2
Dari persamaan di atas, diameter baut (d1) bisa dicari. Sekarang diameter baut bisa dicek
dalam crushing.
Luas tahanan crushing seluruh baut = n. d1.tf
dan kekuatan crushing seluruh baut = n. d1.tf .ζcb
Torsi T = (n. d1.tf .ζcb).D1/2 (7-6)
Dari persamaan di atas, tegangan crushing pada baut bisa dicek.

Contoh 3:
Rancanglah tipe kopling flens dari besi cor untuk mentransmisikan 15 kW pada 900 rpm
dari sebuah motor listrik ke sebuah kompresor. Faktor keamanan diasumsikan sebesar
1,35. Tegangan yang diijinkan sebagai berikut:
Tegangan geser untuk material poros dan baut = 40 MPa
Tegangan crushing untuk baut = 80 MPa
Tegangan geser untuk besi cor = 8 MPa

90
Penyelesaian:
Diketahui: P = 15 kW = 15.103 W ; N = 900 rpm ; SF = 1,35 ; ηs = τb = 40 MPa
= 40 N/mm2 ; ζcb = 80 MPa = 80 N/mm2 ; ηc = 8 MPa = 8 N/mm2
 Desain hub
Torsi yang ditransmisikan untuk menentukan diameter poros adalah:
15.103.60
P.60  159,13Nm 159,13.10 3 Nmm
T 
2.N 2.900
Ketika SF = 1,35, oleh karena itu torsi maksimum yang ditransmisikan adalah:
Tmax = 1,35.159,13.103 = 215.103 Nmm
Diameter poros d adalah:
 
T   .s .d 3  .40.d 3 7,86.d 3
16 16
215.10 7,86.d
3 3

d 3 27,5.103 d 30,1mm 35mm


Diameter luar hub: D = 2d = 2.35 = 70 mm
Panjang hub: L = 1,5 d = 1,5.35 = 52,5 mm.
Sekarang kita cek tegangan geser untuk material hub dari besi cor. Pertimbangan hub
sebagai poros berongga. Torsi maksimum yang ditransmisikan Tmax pada persamaan (7-3)
adalah:
 D 4 d 4  70 4 354 

T  .c    .c  63147c
16  D   70 
16
215.10 3 63147.c
c 3,4 N/mm2 3,4MPa
Ketika Tegangan geser yang terjadi pada material hub adalah lebih rendah dari nilai yang
diijinkan 8 MPa, oleh karena itu desain hub adalah aman.

 Desain flens
Tebal flens tf diambil 0,5d, maka tf = 0,5.d = 0,5.3,5 = 17,5 mm
Torsi maksimum yang ditransmisikan Tmax pada persamaan (7-4):
2 2
.D  t f c .70 17,5  c 134713c
T  
2 2
215.10 134713
3

c 1,6 N/mm2 1,6 MPa


Ketika Tegangan geser yang terjadi pada material flens adalah lebih rendah dari nilai yang
diijinkan 8 MPa, oleh karena itu desain flens adalah aman.
91
 Desain baut
Ketika diameter poros 35 mm, diasumsikan jumlah baut n = 3,
Diameter lingkar pitch baut, D1 = 3d = 3.35 = 105 mm
Baut mengalami tegangan geser akibat torsi yang ditransmisikan pada persamaan (7-5),
maka diameter baut adalah:
 D1  105
T  (d ) 2  .n.  (d ) 2 40.3. 4950(d ) 2
max 1 b 1 1
4 2 4 2
215.10 4950(d 1 )
3 2

2
(d1 ) 43,43 d1 6,6mm
Pada Tabel 6.1, ukuran standar baut adalah M8.
Diameter luar flens, D2 = 4d = 4.35 = 140 mm
Tebal flens tp adalah: tp = 0,25.d = 0,25.35 = 8,75 mm ≈ 10 mm
Tf = 0,5.d = 0,5.35 = 17,5 mm
Latihan:
1. Rancanglah sebuah muff coupling untuk menghubungkan dua poros dengan
transmisi daya 4A kW pada putaran 12A rpm. Tegangan geser dan crushing yang
diijinkan untuk bahan poros berturut-turut adalah 30 MPa dan 80 MPa. Material
muff dari besi cor dengan tegangan geser yang diijinkan 15 MPa. Asumsikan
bahwa torsi maksimum yang ditransmisikan adalah 25% lenih besar dari torsi rata-
rata. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang mengerjakan).
2. Rancanglah sebuah clamp coupling untuk mentransmisikan poros 13A0 Nm.
Tegangan geser yang diijinkan untuk poros adalah 4A MPa dan jumlah baut ada 4.
Tegangan tarik yang diijinkan untuk bahan baut adalah 70 MPa. Koefisien gesek
antara muff dan permukaan poros adalah 0,3. (Huruf A diatas diganti dengan
nomor terakhir NIM yang mengerjakan).
3. Rancanglah sebuah kopling flens dari besi cor untuk mentransmisikan dua poros
dengan daya 7,5A kW pada putaran 72A rpm. Tegangan geser yang diijinkan untuk
material poros dan baut adalah 33 MPa, tegangan crushing yang diijinkan untuk
material baut adalah 60 MPa, dan tegangan geser yang diijinkan untuk besi cor
adalah 15 MPa. (Huruf A diatas diganti dengan nomor terakhir NIM yang
mengerjakan).

92
BAB VIII
PEGAS

8.1 Pendahuluan
Pegas didefinisikan sebagai benda elastis, yang fungsinya untuk memberikan
simpangan ketika dibebani dan untuk mengembalikan ke bentuk asalnya ketika beban
dilepaskan. Aplikasi pegas adalah sebagai berikut:
1. Untuk menahan atau energi kendali akibat goncangan (shock) lain atau getaran
seperti dalam pegas mobil, penyangga rel, sok breker, dan peredam getaran.
2. Untuk mempergunakan gaya-gaya, seperti dalam rem, kopling tidak tetap dan
pegas pada katup.
3. Untuk mengendalikan gerak dengan menahan kontak antara dua elemen seperti
pada cam.
4. Untuk mengukur gaya-gaya, seperti dalam indicator mesin.
5. Untuk menyimpan energi, seperti pada arloji, mainan anak-anak dan lain-lain.

8.2 Tipe Pegas


Ada bermacam-macam jenis pegas yang penting untuk diketahui sebagai berikut:
1. Helical springs (pegas helix). Pegas helix dibuat dari gulungan kawat berbentuk
helix dan terutama menahan beban tekan (dinamakan pegas tekan) dan tarik
(dinamakan pegas tarik) seperti pada Gambar 8.1 (a) dan (b). Bentuk penampang
kawat pegas adalah bisa lingkaran, persegi atau bujur sangkar.

Gambar 8.: Helical spring

2. Conical dan volute springs (pegas kerucut). Seperti ditunjukkan pada Gambar 8.2,
adalah digunakan dalam penerapan khusus dimana sebuah pegas teropong.

93
Gambar 8.2: Conical dan volute springs
3. Torsion springs (pegas torsi). Pegas ini bisa digolongkan jenis pegas helix atau
spiral seperti pada Gambar 8.3. tipe helix digunakan hanya dalam penerapan
dimana beban cenderung untuk memutar pegas dan digunakan dalam mekanika
listrik. Tipe spiral juga digunakan dimana beban cenderung untuk menaikkan
jumlah coil yang digunakan pada jam dinding.

Gambar 8.3: Pegas torsi


4. Laminated atau leaf spring (pegas daun). Pegas daun terdiri dari sejumlah plat tipis
dengan panjang bervariasi yang ditahan bersamaan oleh clamp dan baut, seperti
pada Gambar 8.4. Pegas ini banyak digunakan dalam automobile.

Gambar 8.4 Pegas daun


5. Disc atau bellevile springs (pegas piringan). Pegas ini terdiri dari piringan kerucut
yang ditahan bersamaan berlawanan dengan pusat baut seperti pada Gambar 8.5.
Pegas ini digunakan dalam aplikasi dimana membutuhkan laju pegas yang tinggi.

94
Gambar 8.5: Pegas piringan

8.3 Pegas helix


Material pegas pegas helix harus mempunyai kekuatan fatik yang tinggi, keuletan
yang tinggi, gaya pegas yang tinggi dan tahan creep (deformasi dalam waktu lama).
Pemilihan material pegas sebagian besar tergantung pada penggunaan dan gaya-gaya yang
bekerja. Material pegas antara lain adalah baja karbon, kawat stainless steel, kawat musik,
phosphor bronze (perunggu) dan brass (kuningan).

Gambar 8.6: Pegas helix

8.4 Tegangan dalam pegas helix berkawat lingkaran


Perhatikan pegas helix tekan pada Gambar 8.7 (a) dan (b) dibawah ini.

(b) Kawat menerima geser torsional

(a) Pegas tekan dibebani aksial dan geser utama


Gambar 8.7: Pegas helix tekan

95
Misalkan: D = Diameter rata-rata lilitan pegas
d = Diameter kawat pegas,
n = Jumlah lilitan,
G = Modulus kekakuan untuk material pegas,
W = Beban aksial pada pegas,
η = Tegangan geser maksimum yang terjadi pada kawat,
C = Indek pegas = D/d,
p = Pitch (kisar) dari lilitan,
δ = Defleksi pegas sebagai akibat beban aksial W.

Perhatikan pegas tekan pada Gambar 8.7 (b), beban W cenderung memutar kawat
akibat momen puntir (T) pada kawat. Sehingga tegangan geser torsional bisa terjadi dalam
kawat.
Momen puntir T :
D 
T W .   . .d 3
1
2 16
8.W .D (8-1)
1 
.d 3
Diagram tegangan geser torsional ditunjukkan dalam Gambar 8.8 (a).
Tegangan geser utama (η2) akibat beban W:
Beban W 4W
2    (8-2)
penampangkawat  / 4.d 2 .d 2
Diagram tegangan geser utama ditunjukkan pada Gambar 8.8 (b). Sedangakan diagram
resultan tegangan geser torsional dan resultan tegangan geser utama ditunjukkan pada
Gambar 8.9 (a).

(a) Diagram tegangan geser torsional (b) Diagram tegangan geser utama
Gambar 8.8 : Tegangan dalam pegas helix tekan

96
(a) Diagram tegangan geser torsional (b) Diagram tegangan geser torsional,
dan tegangan geser utama tegangan geser utama dan tegangan
lengkungan.
Gambar 8.9: Tegangan pada pegas helix tekan

Resultan tegangan geser yang terjadi dalam kawat:


8.W .D
 1 2  
4.W
.d 3
.d 2
Tanda positif digunakan untuk bagian dalam kawat dan tanda negatif digunakan untuk
bagian luar kawat. Ketika tegangan adalah maksimum pada bagian dalam kawat, sehingga;
Tegangan geser maksimum yang terjadi dalam kawat:
= Tegangan geser torsional + tegangan geser utama
8.W .D 4.W 8.W .D d   (8-3a)
   1  
.d 3 .d 2 .d   2.D 
3

8.W.D 1  8.W .D (8-3b)


 1  K
.d 3   2.C  S .d 3
1
KS = faktor tegangan geser = 1   

2.C
Pengaruh geser utama adalah sama seperti lengkungan pada kawat, sebuah factor
tegangan Wahl’s yang ditemukan oleh A.M.Wahl’s bisa digunakan. Diagram resultan
tegangan torsional, geser utama, dan geser lengkungan ditunjukkan pada Gambar 8.9 (b).
Tegangan geser maksimum yang terjadi dalam kawat adalah:
8.W .D 8.W .C (8-4)
 K. 3 K.
.d .d 2
dimana: 4C 1 0,615
K  
4c – 4 c

97
K K S KC
dimana KS = Faktor tegangan akibat geser,
KC = Faktor konsentrasi tegangan akibat lengkungan.
8.5 Defleksi pada pegas helix
Pada artikel sebelumnya, kita telah membahas tegangan geser maksimum dalam
kawat.
Total panjang kawat:
l = π.D.n
θ = Defleksi sudut dari kawat ketika menerima torsi T.
Defleksi aksial dari pegas, δ = θ.D/2 (8-5a)
Hubungan torsi dengan tegangan geser adalah:
T  G.
 
J D/2 l
T .l
  J .G

dimana J = momen inersia polar dari kawat pegas = d4,
32
G = modulus kekakuan untuk material kawat pegas.
Sehingga defleksi sudut menjadi:
D
(W ).D.n .D 2 .n 
T .l  . 2  (8-5b)
  
J .G  4 G.d 4
.d .G
2
Substitusi persamaan (8-5a) dan (8-5b) diperoleh:
16.W .D 2 .n D 8.W .D3 .n 8.W .C 3 .n
  .   …..(C=D/d) (8-6)
G.d 4 2 G.d 4 G.d
dan kekakuan (stiffness) pegas atau laju pegas:
4
W G.d  G.d konstan (8-7)
 3 
 8.D .n 8.C 3 .n

8.6 Energi yang tersimpan dalam pegas helix berkawat lingkaran


Pegas yang digunakan untuk menyimpan energi adalah sama dengan kerja yang
dilakukan oleh beberapa beban eksternal.
Misalkan W = Beban pada pegas, dan
δ = Defleksi aksial yang dihasilkan akibat beban W.
Diasumsikan bahwa beban diaplikasikan secara bertahap, maka energi yang disimpan
dalam pegas adalah:

U  1 2 .W. Tegangan
geser
98
yang terjadi dalam kawat pegas adalah: (8-8a)

8.W .D
 K.
.d 3

99
BAB IX
BANTALAN LUNCUR
(SLIDING CONTACT BEARING)

9.1 PENDAHAULUAN
Bantalan (bearing) adalah sebuah elemen mesin yang mendukung elemen
mesin lain (dinamakan sebagai journal). Bantalan mengijinkan gerakan relative antara
permukaan kontak dari elemen ketika membawa beban. Akibat gerakan relatif antara
permukaan kontak, sejumlah daya tertentu dibuang dalam bentuk tahanan gesek dan
jika permukaan yang berhubungan dalam kontak langsung, maka akan menimbulkan
keausan. Agar tahan gesek dan keausan turun dan dalam beberapa kasus dapat
membangkitkan panas, maka diperlukan sekali sebuah lapisan fluida yang dinamakan
pelumas (lubricant). Pelumas yang digunakan untuk memisahkan journal dan bantalan
biasanya adalah sebuah minyak mineral dari petroleum, tetapi minyak nabati, minyak
silicon, grease dan lain-lain dapat juga digunakan.

9.2 KLASIFIKASI BANTALAN


Bantalan dapat diklasifikasikan menurut beberapa cara, yaitu:
1. Menurut arah beban yang didukung.
Berdasarkan arah beban yang didukung, bantalan dapat diklasifikan menjadi
dua, yaitu:
 Radial bearing (bantalan radial), dimana arah beban tegak lurus terhadap arah
gerak dari elemen penggerak, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.1 (a) dan (b).
 Thrust bearing (bantalan dorong), dimana arah beban sepanjang sumbu
perputaran, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.1 (c).

Gambar 5.1 Bantaran radial dan thrust

10
0
2. Menurut sifat kontak.
Berdasarkan sifat kontak, bantalan dapat diklasifikan menjadi dua, yaitu:
 Bantalan luncur (sliding contact bearing), seperti ditunjukkan pada Gambar
5.2 (a), luncuran mengambil posisi sepanjang permukaan kontak antara
elemen penggerak dan elemen tetap.
 Bantalan rol (rolling contact bearing), seperti ditunjukkan pada Gambar 5.2
(b), bola atau rol baja ditempatkan antara elemen penggerak dan elemen tetap.

Gambar 5.2: Bantalan luncur dan bantalan rol.

9.3 JENIS BANTALAN LUNCUR


Dalam bantalan luncur, aksi sliding diarahkan pada garis lurus dan membawa
beban radial, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.3 (a), dapat dinamakan bantalan
gelincir (slipper bearing). Jenis bantalan ini biasanya ditemukan pada mesin uap.

Gambar 5.3 : Journal bearing


Jika aksi sliding sepanjang keliling lingkaran dan membawa beban radial, seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.3 (a), dapat dinamakan bantalan lengan (sleeve
bearing). Jenis bantalan ini biasanya digunakan pada mesin industri untuk membawa
beban dalam arah radial.
Ketika sudut kontak dari bantalan dengan journal adalah 120o, seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.3 (b) dinamakan partial journal bearing. Jenis ini

10
1
mempunyai gesekan yang lebih rendah dari pada full journal bearing, tetapi hanya
dapat digunakan dimana beban selalu dalam satu arah. Jenis bantalan ini biasanya
digunakan pada poros mobil beroda rel.

9.4 MATERIAL YANG DIGUNAKAN UNTUK BANTALAN LUNCUR


Material yang biasa digunakan pada bantalan luncur adalah:
1. Babbit metal. Material ini direkomendasikan dimana tekanan bearing maksimum
tidak lebih dari 7 sampai 14 MPa. Ketika diterapkan pada mobil, material ini
biasanya digunakan sebuah lapisan tipis dengan tebal 0,05 sampai 0,15 mm.
2. Bronze (perunggu) adalah paduan tembaga, timah, dan seng.
3. Cast iron (besi cor), biasanya digunakan dengan journal dari baja. Tekanan
dibatasi sampai dengan 3,5 MPa dan kecepatan 40 meter/ menit.
4. Silver (perak), biasanya digunakan pada mesin pesawat terbang dengan kekuatan
lelah adalah paling penting sebagai pertimbangan.
5. Non-metallic bearing (bantalan non logam), dibuat dari karbon–grafit, karet, kayu
dan plastic. Bantalan karbon–grafit dapat melumasi sendiri dan dapat dioperasikan
pada temperature lebih tinggi dari pada bantalan jenis lain, digunakan pada
industri makanan, digunakan untuk putaran rendah. Bantalan karet lunak
digunakan pelumas air atau viskositas rendah dan mampu menyerap beban kejut
dan getaran.

Gambar 5.4: Bantalan luncur

10
2
9.5 PELUMAS
Pelumas yang digunakan pada bantalan untuk menurunkan gesekan antara
permukaan dan membuang panas yang dihasilkan oleh gesekan. Pelumas juga
melindungi terjadinya korosi pada bantalan. Seluruh pelumas telah diklasifikasikan ke
dalam tiga kelompok berikut ini:
9.5.1 Cair, 2. Semi cair, dan 3. Padat
Pelumas cair yang biasa digunakan pada bantalan adalah minyak mineral dan minyak
sintetis. Pelumas semi cair mempunyai viskositas lebih tinggi dari pada minyak.
Grease dipakai pada kecepatan rendah dan tekanan tinggi dan dimana tidak
dikehendaki terjadinya tetesan minyak dari bantalan. Pelumas padat bermanfaat
untuk menurunkan gesekan dimana lapisan minyak tidak dapat menjaga karena
tekanan atau temperature. Grafit adalah biasa digunakan sebagai pelumas padat
dengan sendirinya atau dicampur dengan minyak atau grease.

9.6 ISTILAH PADA BANTALAN LUNCUR


Sebuah bantalan luncur seperti ditunjukkan pada Gambar 5.5, yang mana O
adalah pusat journal dan O/ adalah pusat bantalan.

Gambar 5.5 Bantalan luncur (jounal bearing)


Misalkan

Istilah berikut digunakan pada journal bearing yang penting untuk diketahui:
9.6.1 Diametral clearance. Adalah selisih antara diameter bearing dan journal.
Secara matematika dapat ditulis:
c=D–d

10
3
9.6.2 Radial clearance. Adalah selisih antara radius bearing dan journal. Secara
matematika dapat ditulis:

9.6.3 Diametral clearance ratio. Adalah rasio dari diametral clearance terhadap
diameter journal. Secara matematika dapat ditulis:

9.6.4 Eccentricity. Adalah jarak radial antara pusat O dan O/, dan dinotasikan
dengan e.
9.6.5 Minimum oil film thickness. Jarak minimum antara bearing dan journal,
dibawah kondisi pelumasan. Dinotasikan dengan hO dan terjadi pada garis
pusat seperti pada Gambar 5.5. Nilainya diasumsikan c/4.
9.6.6 Attitude atau eccentricity ratio. Adalah rasio eksentrisitas terhadap radial
clearance. Secara matematika dapat ditulis:

9.6.7 Short and long bearing. Jika rasio panjang diameter journal yaitu l/d adalah
kurang dari 1, dikatakan bearing adalah short bearing. Jika rasio
panjang diameter journal yaitu l/d adalah lebih besar dari pada 1,
dikatakan bearing adalah long bearing.

9.7 KARAKTERISTIK JOURNAL BEARING


Koefisien gesek dalam desain bantalan adalah sangat penting karena
digunakan untuk menentukan besarnya kerugian daya akibat gesekan bantalan. Hal
telah ditunjukkan oleh eksperimen bahwa koefisien gesek untuk journal bearing yang
dilumasi secara penuh adalah fungsi dari tiga variable berikut ini:

Sehingga koefien gesek dapat diekspresikan sebagai berikut:

Dimana:

10
4
9.8 KOEFISIEN GESEK JOURNAL BEARING
Untuk menentukan koefisien gesek journal bearing yang dilumasi secara
penuh, persamaan berikut oleh McKee didasarkan pada data eksperimen:

Dimana: k = Faktor koreksi, yang besarnya tergantung pada l/d,


= 0,002 untuk l/d dari 0,75 sampai 2,8.

Tabel 5.1 Nilai desain untuk journal bearing

10
5
9.9 TEKANAN KRITIS JOURNAL BEARING
Tekanan yang mana lapisan minyak mengalami kerusakan ketika kontak
antara logam dimulai dinamakan tekanan kritis dari bantalan. Tekanan kritis dapat
diperoleh melalui persamaan empiris sebagai berikut:

9.10 BILANGAN SOMMERFELD


Bilangan Sommerfeld adalah sebuah parameter nondimensi yang digunakan
untuk desain journal bearing. Secara metematika dapat ditulis:

10
6
9.11 PANAS YANG DIBANGKITKAN
Panas yang dibangkitkan dalam sebuah journal bearing akibat gesekan fluida
dan gesekan pada bagian-bagian yang bergerak relatif. Secara matematika, Panas
yang dibangkitkan dalam sebuah journal bearing adalah:

Dimana: µ = Koefisien gesek,


W = Beban pada bantalan dalam Newton
= Tekanan pada bantalan dalam N/mm2 x Luas proyeksi bantalan
dalam mm2.
= p (l x d)
V = Kecepatan linier dalam m/s = π d N/60, d dalam meter,
N = Putaran journal dalam rpm.

Panas yang hilang adalah:

Dimana:

Contoh 1:
Rancanglah sebuah journal bearing untuk pompa sentrifugal dari data berikut ini:
Beban pada journal = 20.000 N; putaran journal = 900 rpm; jenis minyak (oli) SAE
10, yang memiliki kekentalan absolute pada suhu 55oC = 0,017 kg/m-s; suhu
sekeliling minyak = 15,5oC; tekanan bearing maksimum untuk pompa = 1,5 N/mm2.
Hitung massa dari minyak pelumas yang dibutuhkan untuk pendinginan, jika
kenaikan suhu minyak dibatasi 10oC. Koefisien panas yang hilang = 1232 W/m2/oC.
Penyelesaian:

Tahap desain/perancangan:
1. Menentukan panjang journal (l).

10
7
Asumsikan diameter journal (d) = 100 mm. dari Tabel 5.1, besarnya l/d untuk pompa
sentrifugal bervariasi dari 1 sampai 2, maka diambil l/d = 1,6.
Sehingga: l = 1,6 d = 1,6 . 100 = 160 mm

2. Tekanan bearing,

Karena tekanan bearing yang diberikan untuk pompa = 1,5 N/mm2, sehingga nilai
diatas untuk p = 1,25 N/mm2 adalah aman dan dimensi dari l dan d adalah aman juga.

3.

Dari Tabel 5.1, nilai operasi adalah

Diketahui nilai minimum untuk modulus bearing yang mana lapisan oli akan rusak
adalah:

Modulus bearing pada titik gesek minimum adalah:

Karena nilai perhitungan untuk adalah lebih besar dari pada 9,33,
maka bearing akan beroperasi di bawah kondisi hidrodinamik.

4. Dari Tabel 5.1, untuk pompa sentrifugal, rasio clearance (c/d) = 0,0013
5. Koefisien gesek :

6. Panas yang dibangkitkan:

10
8
7. Panas yang hilang:

Kemudian:

Jumlah panas yang dibutuhkan untuk pendinginan:


= Panas yang dibangkitkan – Panas yang hilang
= Qg - Qd
= 480,7 – 389,3 = 91,4 W
Massa oli pelumas yang dibutuhkan untuk pendinginan:
Misalkan m = Massa oli pelumas dalam kg/s
Panas yang mengalir dari oli adalah;

Jumlah panas yang dibutuhkan untuk pendinginan = jumlah panas yang dialirkan oleh
oli, sehingga:

Latihan:

10
9
BAB X
BANTALAN ROL
(ROLLING CONTACT BEARING)

10.1 PENDAHULUAN
Dalam bantalan rol, kontak antara permukaan bantalan adalah rol sebagai pengganti
sliding (luncuran) seperti pada bantalan luncur. Keuntungan bantalan rol dibanding bantalan
luncur adalah mempunyai gesekan pada saat starting yang rendah. Akibat gesekan yang
rendah pada bantalan rol, maka bantalan rol dinamakan bantalan anti gesekan (antifriction
bearing).

Gambar 6.1: Radial ball bearing

Keuntungan bantalan rol dibanding bantalan luncur adalah:


1. Gesekan pada saat starting dan running kecuali pada putaran yang sangat tinggi.
2. Kemampuan menahan beban kejut.
3. Akurasi penjajaran poros.
4. Biaya maintenance yang rendah, misalnya tidak ada pelumasan saat service.
5. Keseluruhan dimensi adalah kecil.
6. Service-nya dapat diandalkan.
7. Mudah dalam memasang dan menegakkan.
8. Lebih bersih.

Kerugian bantalan rol dibanding bantalan luncur adalah:


1. Lebih berisik pada putaran yang sangat tinggi.
2. Kemampuan menahan beban kejut yang rendah.
3. Biaya awal yang lebih besar.
4. Desain rumah bantalan yang rumit.

11
0
10.2 JENIS BANTALAN ROL
Berikut adalah dua jenis bantalan roll:
10.2.1 Ball bearing (bantalan bola),
10.2.2 Roller bearing (bantalan rol)

Gambar 6.2: Bantalan bola dan rol.

Bantalan bola dan rol terdiri dari sebuah inner race yang dipasang pada poros atau
journal dan sebuah outer race yang dibawa oleh housing atau casing. Antara inner race dan
outer race dipasang bola atau rol seperti ditunjukkan pada Gambar 6.2. Bantalan bola
digunakan untuk beban yang ringan dan bantalan rol digunakan untuk beban yang lebih berat.

Berdasarkan beban yang dibawa, berikut klasifikasi dari bantalan rol:


1. Radial bearing (bantalan radial),
2. Thrust bearing ( bantalan dorong)
Radial dan thrust ball bearing adalah ditunjukkan pada Gambar 6.2 (a) dan (b). Ketika
bantalan bola hanya mendukung beban radial (WR), bidang putaran dari bola adalah normal
terhadap garis pusat dari bantalan seperti ditunjukkan pada Gambar 6.2 (a). Aksi beban thrust
(WA) untuk mengangkat bidang putar dari bola, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.2 (b).
Beban radial dan thrust kedua-duanya dibawa secara simultan (bersamaan).

11
1
10.3 PENANDAAN DAN DIMENSI STANDAR DARI BANTALAN BOLA
Dimensi standar berdasarkan standar internasional ditunjukkan pada Gambar 6.3.
Dimensi ini sebagai fungsi dari lubang bantalan dan seri bantalan. Dimensi standar diberikan
dalan satuan millimeter. Di sini tidak ada untuk ukuran dan nomor bola baja.
Berikut ada empat seri bantal bola yang paling banyak digunakan:
10.3.1 Extra light (100)
10.3.2 Light (200)
10.3.3 Medium (300)
10.3.4 Heavy (400)

Gambar 6.3: Penandaan standar bantalan bola


Catatan:
1. Jika bantalan ditandai oleh nomor 305, ini artinya bahwa bantalan adalah seri medium
yang lubangnya adalah 05 x 5 yaitu 25 mm.
2. Seri extra light (sangat ringan) dan light (ringan) digunakan dimana beban adalah
sedang dan ukuran poros adalah terhitung besar.
3. Seri medium (sedang) mempunyai kapasitas 30 sampai 40% lebih besar dari pada seri
light (ringan).
4. Seri heavy (berat) mempunyai kapasitas 20 sampai 30 % lebih besar dari pada seri
medium. Seri ini tidak digunakan secara luas pad aplikasi industri.

11
2
Tabel berikut menunjukkan dimensi utama untuk radial ball bearing.
Tabel 6.1: Dimensi utama untuk radial ball bearing

11
3
10.4 THRUST BALL BEARING
Thrust ball bearing digunakan untuk membawa semata-mata beban dorong (thrust)
dan pada putaran di bawah 2000 rpm. Pada putaran tinggi, gaya sentrifugal mengakibatkan
bola tertarik keluar dari race (lintasan).

Gambar 6.4 : Thrust ball bearing

10.5 JENIS ROLLER BEARING DAN BALL BEARING


Berikut adalah jenis roller bearing:
10.5.1 Cylindrical roller bearing. Bantalan ini mempunyai koefisien gesek yang lebih
rendah dan digunakan untuk putaran tinggi, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.5 (a).

11
4
Gambar 6.5 : Jenis roller bearing
10.5.2 Spherical roller bearing. Seperti ditunjukkan pada Gambar 6.5 (b), bantalan ini dapat
membawa beban thrust.
10.5.3 Needle roller bearing. Seperti ditunjukkan pada Gambar 6.5 (c), bantalan ini
digunakan untuk beban yang berat dengan gerak osilasi seperti pada bantalan pin
piston dalam mesin diesel.
10.5.4 Tapered roller bearing. Seperti ditunjukkan pada Gambar 6.5 (d), bantalan ini
digunakan untuk membawa beban radial dan thrust.
Berikut adalah jenis ball bearing:

Gambar 6.5 : Jenis ball bearing

11
5
10.6 BEBAN STATIS UTAMA
Beban statis yang dibawa oleh bantalan yang tidak berputar dinamakan beban statis.
Besarnya beban statis didefinisikan sebagai beban radial statis (dalam kasus bantalan bola
dan rol radial) atau beban aksial (dalam kasus bantalan bola dan rol thrust) yang berhubungan
dengan total deformasi permanen dari bola (rol) dan race (lintasan), pada saat kontak
tegangan paling besar, sama dengan 0,0001 kali diameter rol (bola).
Menurut IS: 3823-1984, besarnya beban statis utama (CO) untuk bantalan bola dan rol
adalah:
1. Untuk bantalan bola radial.

Dimana:

2. Untuk bantalan rol radial.

Dimana:

3. Untuk bantalan bola thrust.

Dimana:

11
6
4. Untuk bantalan rol thrust.

Dimana:

10.7 BEBAN STATIS EKUIVALEN


Beban statis ekuivalen didefinisikan sebagai beban radial statis (dalam kasus bantalan
bola dan rol radial) atau beban aksial (dalam kasus bantalan bola dan rol thrust) yang mana
jika diterapkan akan mengakibatkan total deformasi permanent yang sama pada saat kontak
tegangan paling besar dibawah kondisi pembebanan aktual.
Beban radial ekuivalen statis (WOR) untuk radial bearing di bawah kombinasi beban
radial dan aksial (thrust) adalah:

Dimana:

Menurut IS: 3824-1984, nilai XO dan YO untuk bantalan radial yang berbeda adalah:
Tabel 6.2 : Nilai XO dan YO untuk bantalan radial

11
7
10.8 UMUR BANTALAN
Umur bantalan bola dan rol didefinisikan sebagai jumlah putaran (atau waktu jam
pada saat putaran konstan) yang mana bantalan beroperasi sebelum salah satu elemen
bantalan mengalami kelelahan (fatique).
Umur bantalan untuk jenis mesin yang bervariasi dapat dilihat pada Tabel 6.3 berikut ini:
Tabel 6.3: Umur bantalan untuk jenis mesin yang bervariasi

10.9 BEBAN DINAMIS


Beban dinamis didefinisikan sebagai beban radial konstan (dalam kasus radial
ball/roller bearing) atau beban aksial konstan (dalam kasus thrust ball/roller bearing) yang
mana ring luar diam dapat menahan beban untuk umur satu juta putaran dengan hanya 10 %
kegagalan.
Besarnya beban dinamis (C) dalam Newton adalah sebagai berikut:
1. Untuk radial dan angular ball bearing

11
8
dengan diameter bola < 25,4 mm:

dengan diameter bola > 25,4 mm:

Dimana:

2. Untuk radial roller bearing

3. Untuk beban aksial (thrust) ball bearing:


 Untuk diameter bola < 25,4 mm dan α = 90O.

 Untuk diameter bola < 25,4 mm dan α ≠ 90O.

 Untuk diameter bola > 25,4 mm dan α = 90O.

 Untuk diameter bola > 25,4 mm dan α ≠ 90O.


C
4. Untuk beban aksial (thrust) roller bearing:

10.10 BEBAN DINAMIS EKUIVALEN


Beban ekuivalen dinamis dapat didefinisikan sebagai beban radial konstan (dalam
kasus radial ball/roller bearing) atau beban aksial konstan (dalam kasus thrust ball/roller
bearing) yang mana jika diterapkan dengan ring dalam berputar dan ring luar diam,
memberikan umur yang sama dibawah kondisi beban dan putaran aktual.
Beban radial ekuivalen dinamis (W) untuk radial dan angular bearing dibawah
kombinasi beban radial konstan (WR) dan beban aksial konstan (WA) adalah:

Dimana:

11
9
Nilai faktor beban radial (X) dan faktor beban aksial (Y) dapat dilihat pada Tabel 6.4 berikut:
Tabel 6.4 : Nilai faktor beban radial (X) dan faktor beban aksial (Y)

12
0
10.11 BEBAN DINAMIS DIBAWAH BEBAN BERVARIASI
Umur dari ball atau roller bearing dapat ditulis sbb:

Dimana:

Hubungan antara umur dalam putaran (L) dan umur dalam jam (LH) adalah:

Dimana N adalah putaran dalam rpm.


Beban dinamis dibawah beban yang bervariasi W1, W2, W3, dan seterusnya, dan variasi
putaran n1, n2, n3, dan seterusnya adalah:

10.12 KEHANDALAN (RELIABILITY) BANTALAN


Reliability didefinisikan sebagai rasio dari sejumlah bantalan yang berhasil
menyelesaikan L juta putaran terhadap total banyaknya bantalan pada saat pengujian. L90
adalah umur bantalan dengan kehandalan (reliability) 90%.
Umur bantalan L dengan kehandalan selain 90% adalah:

Contoh 1:
Sebuah poros berputar pada putaran konstan mendapat beban yang bervariasi. Bantalan
mendukung poros dengan beban radial ekuivalen stasioner sebesar 3 kN untuk 10% waktu, 2
kN untuk 20% waktu, 1 kN untuk 30% waktu dan tanpa beban untuk sisa waktu siklus. Jika
total umur yang diharapkan untuk bantalan adalah 20.106 putaran pada 90% kehandalan,
hitung besarnya beban dinamis dari ball bearing.
12
1
Penyelesaian:

Misalkan:

Maka:

Beban radial ekuivalen adalah:

Besarnya beban dinamis adalah:

10.13 PEMILIHAN RADIAL BALL BEARING


Faktor service (KS) digunakan untuk mendapatkan kapasitas beban radial dinamis
perancangan. Nilai faktor untuk radial ball bearing dapat dilihat pada Tabel 6.5 berikut ini.
Tabel 6.5: Nilai faktor untuk radial ball bearing

12
2
Setelah menentukan beban radial dinamis perancangan, pemilihan bantalan diperoleh dari
catalog produksi. Tabel berikut menunjukkan kapasitas beban statis dan dinamis untuk variasi
jenis ball bearing.
Tabel 6.6: Kapasitas beban statis dan dinamis untuk variasi jenis ball bearing.

12
3
Contoh 2:
Pilihlah sebuah single row deep groove ball bearing untuk beban radial 4000 N dan beban
aksial 5000 N, beroperasi pada putaran 1600 rpm untuk umur rata-rata 5 tahun pada 10 jam
per hari. Asumsikan beban adalah merata (uniform) dan tetap (steady).
Penyelesaian:
Diketahui:

12
4
Umur rata-rata bantalan 5 tahun pada 10 jam per hari, sehingga umur bantalan dalam jam
adalah:

Umur bantalan dalam putaran adalah:

Beban radial ekuivalen dinamis adalah:

Untuk menentukan faktor beban radial (X) dan faktor beban aksial (Y), membutuhkan WA/WR
dan WA/CO. karena nilai CO tidak diketahui, maka diambil WA/CO = 0,5. dari Tabel 6.4, dapat
ditentukan nilai X dan Y yang berhubungan dengan WA/CO = 0,5 dan WA/WR = 5000/4000 =
1,25 (yang lebih besar dari pada e = 0,44) yaitu:
X = 0,56 dan Y=1
Faktor putaran (V) untuk bantalan adalah 1, sehingga beban radial ekuivalen dinamis (W)
adalah:

Dari Tabel 6.5, untuk beban uniform dan steady, service factor (KS) untuk ball bearing adalah
1. sehingga bantalan yang dipilih untuk W = 7240 N.
Beban dinamis C adalah:

Dari Tabel 6.6, missal dipilih bearing nomor 315 yang mempunyai nilai:

Sekarang:

Dari Tabel 6.4, nilai X dan Y adalah:


X = 0,56 dan Y = 1,6
Substitusi nilai persamaan (i), diperoleh beban dinamis ekuivalen:

12
5
Besarnya beban dinamis adalah:

Dari Tabel 6.6, bantalan nomor 319 mempunyai C = 120 kN. Maka bantalan nomor 319
adalah yang dipilih.

Latihan:

12
6
BAB XI
RODA GIGI LURUS
(SPUR GEARS)

11.1 PENDAHULUAN
Sebelumnya telah dibahas bahwa slip dari sebuah belt atau tali adalah sebuah
hal yang biasa dalam transmisi daya antara dua poros. Pengaruh slip adalah
menurunkan rasio putaran system. Dalam mesin presisi, yang mana rasio putaran
adalah suatu yang penting (seperti pada mekanisme arloji), maka transmisi daya yang
paling tepat digunakan adalah gear atau toothed wheels (roda gigi). Pada roda gigi,
jarak antara roda gigi penggerak dan yang digerakkan adalah sangat kecil.

Gambar 1: Transmisi roda gigi lurus


Berikut adalah keuntungan dan kerugian penggerak roda gigi dibandingkan
dengan penggerak lain, seperti belt, tali dan rantai:
Keuntungan:
1. Dapat mentransmisikan rasio putaran dengan tepat (pasti)
2. Dapat digunakan untuk mentransmisikan daya yang besar.
3. Dapat digunakan untuk jarak pusat poros yang kecil.
4. Mempunyai efisiensi yang tinggi.
5. Pemakaiannya lebih handal.
6. Mempunyai layout yang kompak (rapid dan ringkas, seperti gearbox).
Kerugian:
1. Karena proses manufaktur (pembuatan/produksi) dari roda gigi membutuhkan
pahat dan peralatan khusus, sehingga hal itu menjadikan harganya lebih mahal
dibanding penggerak lain.
2. Penyimpangan (kesalahan) dalam pemotongan gigi-gigi dapat mengakibatkan
getaran dan gangguan selama operasi.
3. Roda gigi memerlukan lubrikasi (pelumasan) yang sesuai dan metode
penerapan yang handal, untuk persiapan operasi.

11.2 KLASIFIKASI RODA GIGI


Roda gigi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Menurut posisi sumbu poros.
Sumbu antara dua poros yang mana gerak ditransmisikan adalah:
a. Paralel (sejajar)
b. Bersilangan
c. Tidak bersilangan dan tidak sejajar.
Dua sumbu poros yang dihubungkan sejajar oleh roda gigi adalah ditunjukkan
pada Gambar 1. Roda gigi ini dinamakan spur gears (roda gigi lurus). Roda gigi ini
mempunyai gigi yang sejajar dengan sumbu roda seperti pada Gambar 1. Nama lain
yang diberikan untuk spur gears adalah helical gears, yang mana gigi-giginya
dimiringkan terhadap poros. Single dan double helical gears menghubungkan dua
poros ditunjukkan pada Gambar 2. a dan b.

Gambar 2: Jenis roda gigi menurut posisi sumbu poros


Dua poros yang tidak sejajar dihubungkan oleh roda gigi ditunjukkan pada
Gambar 2.c. Roda gigi ini dinamakan bevel gears. Bevel gears, seperti pada roda gigi
lurus dapat juga gigi-giginya miring pada permukaan dari bevel, dimana dalam kasus
ini dinamakan helical bevel gears.
Dua poros yang tidak bersilangan dan tidak sejajar dihubungkan oleh roda gigi
dinamakan spiral gears atau skew bevel gearing, ditunjukkan pada Gambar 2.d. Tipe
ini juga mempunyai kontak garis (line contact).

2. Menurut kecepatan keliling roda gigi.


Roda gigi tipe ini dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Kecepatan rendah (dibawah 3 m/s),
b. Kecepatan sedang (antara 3 m/s sampai 15 m/s),
c. Kecepatan tinggi ( diatas 15 m/s).

3. Menurut model kontak gigi.


Dapat diklaifikasikan menjadi:
a. Kontak gigi eksternal (external gearing)
b. Kontak gigi internal (internal gearing)
c. Rack dan pinion.

Gambar 3. Model kontak gigi


Dalam external gearing, roda gigi dari dua poros berhubungan secara
eksternal seperti ditunjukkan pada Gambar 3.a. Roda yang terbesar dinamakan spur
wheel atau gear dan roda terkecil dinamakan pinion.
Dalam internal gearing, roda gigi dari dua poros berhubungan secara internal
seperti ditunjukkan pada Gambar 3.b. Roda yang terbesar dinamakan annular wheel
atau gear dan roda terkecil dinamakan pinion.
Kadang-kadang roda gigi dari poros yang berhubungan secara eksternal dan
internal dengan roda gigi dalam sebuah garis lurus seperti pada Gambar 4. Jenis roda
gigi ini dinamakan rack dan pinion. Roda gigi garis lurus dinamakan rack dan roda
lingkaran dinamakan pinion. Dengan bantuan rack dan pinion, kita dapat
memindahkan gerakan linier ke dalam gerak putar seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Rack dan pinion


4. Menurut posisi gigi pada permukaan roda gigi.
Gigi pada permukaan roda gigi dapat dikelompokkan menjadi:
a. Lurus
b. Miring
c. Melengkung
Kita sudah membahas sebelumnya bahwa spur gears mempunyai gigi lurus yang
mana helical gears mempunyai gigi miring.

11.3 ISTILAH YANG DIGUNAKAN PADA RODA GIGI


Itilah berikut biasa digunakan pada bab ini, sehingga dapat dengan mudah

dipahami. Istilah ini diilustrasikan pada Gambar 5.


1. Lingkaran kisar (pitch circle). Ini adalah sebuah lingkaran imajiner (khayal)
oleh aksi pengerolan murni, akan memberikan gerak yang yang sebagai roda
gigi actual.
2. Diameter pitch circle. Ukuran roda gigi bias any dikhususkan oleh diameter
pitch circle. Ini dinamakan juga diameter pitch.
3. Permukaan pitch. Adalah permukaan yang ditempatkan pada pitch circle.
4. Addendum. Adalah jarak radial sebuah gigi dari pitch circle ke bagian atas
gigi.
5. Dedendum. Adalah jarak radial sebuah gigi dari pitch circle ke bagian bawah
gigi.
6. Addendum circle (Lingkaran addendum). Adalah lingkaran melalui bagian
atas gigi dan sepusat (seporos) dengan pitch circle.
7. Dedendum circle (lingkaran dedendum). Adalah lingkaran melalui bagian
bawah gigi. Ini dinamakan juga dengan root circle.
8. Circular pich. Adalah jarak yang diukur pada keliling pitch circle dari sebuah
titik dari salah satu gigi ke titik gigi berikutnya. Biasanya dinotasikan dengan
pc.
Secara matematika,
Circular pitch, pc = π.D/T
Dimana: D = diameter pitch circle,
T = jumlah gigi pada roda.
Jika D1 dan D2 adalah diameter dari 2 roda gigi yang berhubungan mempunyai jumlah
gigi T1 dan T2, maka:

Gambar 5. Istilah pada roda gigi

Gambar 6. Spur gears


9. Diametral pitch. Adalah rasio jumlah gigi terhadap diameter pitch circle
dalam millimeter. Ini dinotasikan dengan Pd. secara matematika dapat ditulis.

10. Module. Adalah rasio diameter pitch circle dalam millimeter terhadap jumlah
gigi. Biasanya dinotasikan dengan m. secara matematika dapat ditulis:

Catatan: seri yang direkomendasikan dari module dalam Standar India adalah 1, 1.25,
1.5, 2, 2.5, 3, 4, 5, 6, 8, 10, 12, 16, 20, 25, 32, 40, dan 50.
11. Clearance. Adalah jarak radial dari bagian atas gigi terhadap bagian bawah
gigi, pada sebuah roda gigi yang kontak (berhubungan). Sebuah lingkaran
yang melalui bagian atas gigi yang kontak diketahui sebagai clearance circle.
12. Kedalaman total (total depth). Adalah jarak radial antara addendum circle dan
dedendum circle. Ini sama dengan jumlah addendum dan dedendum.

11.4 MATERIAL RODA GIGI


Material yang digunakan untuk membuat roda gigi tergantung pada kekuatan
dan kondisi pemakaian. Roda gigi dapat dibuat dari material logam dan non logam.
Roda gigi logam berasal dari besi cor, baja dan perunggu. Roda gigi non logam
terbuat dari kayu, kulit, kertas tekan dan resin sintetis.
Besi cor banyak digunakan untuk membuat roda gigi karena sifat tahan aus
yang baik, mampu dimesin dan mudah dibentuk dengan metode pengecoran. Baja
digunakan untuk roda gigi kekuatan tinggi dan baja dapat terbuat dari baja karbon
atau baja paduan. Roda gigi baja biasanya diperlakukan panas agar menghasilkan
kombinasi sifat ketangguhan dan kekerasan gigi. Perunggu digunakan secara luas
untuk roda gigi cacing (worm gears) untuk menurunkan keausan.
Tabel berikut ini menunjukkan sifat material yang biasa digunakan pada roda gigi.
Tabel 1: Sifat materal yang biasa digunakan pada roda gigi
11.5 DESAIN RODA GIGI
Dalam desain roda gigi, data berikut ini biasanya menjadi bahan
pertimbangan:
a. Daya yang ditransmisikan.
b. Kecepatan roda gigi penggerak.
c. Kecepatan roda gigi yang digerakkan atau rasio putaran, dan
d. Jarak pusat poros.
Syarat berikut harus dijumpai dalam desain sebuah penggerak roda gigi:
a. Gigi gear harus mempunyai kekuatan yang cukup sehingga tidak akan gagal di
bawah beban statis atau beban dinamis selama operasi berjalan normal.
b. Gigi gear harus mempunyai cirri-ciri tahan aus sehingga umurnya aman.
c. Pemakaian material harus ekonomis.
d. Penjajaran roda gigi dan defleksi poros harus dipertimbangkan karena
mempengaruhi unjuk kerja roda gigi.
e. Pelumasan roda gigi harus memenuhi syarat.

11.6 JUMLAH GIGI MINIMUM PINION


Jumalh gigi minimum pada pinion (TP) dapat diperoleh dari persamaan berikut
ini:

Dimana: AW = fraksi yang mana addendum standar untuk roda,


G = rasio roda gigi = TG/TP = DG/DP
Ф = sudut tekan

11.7 KEKUATAN BATANG GIGI GEAR – PERSAMAAN LEWIS


Kekuatan batang gigi gear ditentukan dari persamaan Lewis dan kemampuan
gigi gear membawa beban ditentukan oleh persamaan ini yang dapat memberikan
hasil yang memuaskan. Dalam penyelidikan, Lewis mengasumsikan bahwa beban
ditransmisikan dari satu gigi ke gigi lain, seluruhnya diberikan dan diambil oleh satu
gigi, karena itu tidak selalu aman untuk menahan bahwa beban didistribusikan
diantara beberapa gigi. Ketika gigi mulai kontak, beban diasumsikan berada pada
ujung dari gigi penggerak dan ujung gigi yang digerakkan.

Gambar 7 : Gigi dari sebuah gear


Perhatikan setiap gigi seperti sebuah batang cantilever yang dibebani oleh
beban normal (WN) seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Beban normal diuraikan ke
dalam dua komponen yaitu komponen tangensial (WT) dan komponen radial (WR)
yang tegak lurus dan sejajar terhadap garis pusat gigi. Komponen tangensial (WT)
menimbulkan tegangan bending yang cenderung mematahkan gigi. Komponen radial
(WR) menimbulkan tegangan tekan yang besarnya relative kecil, sehingga
pengaruhnya pada gigi dapat diabaikan. Di sini tegangan bending digunakan sebagai
dasar untuk perhitungan desain. Bagian kritis dari tegangan bending maksimum dapat
diperoleh dengan menggambar sebuah parabola melalui A dan tangensial terhadap
kurva gigi pada B dan C. Parabola ini, seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
Nilai maksimum dari tegangan bending atau tegangan kerja yang diijinkan,
pada bagian BC diberikan oleh:

M .y
 W  I (1-1)

Dimana M = Momen bending maksimum pada bagian kritis BC = WT.h,


WT = Beban tangensial pada gigi,
h = Panjang gigi,
y = Setengah tebal gigi (t) pada bagian kritis BC = t/2
I = Momen inersia terhadap garis pusat gigi = b.t3/12,
b = Lebar permukaan gigi.
Substitusi nilai untuk M, y dan I pada Persamaan (1-1), dapat diperoleh:

Atau

11.8 TEGANGAN KERJA YANG DIIJINKAN UNTUK GIGI GEAR


Tegangan kerja yang diijinkan (ζw) dalam persamaan Lewis tergantung pada
material yang mana tegangan statis yang diijinkan (ζo) dapat ditentukan. Tegangan
statis yang diijinkan (ζo) adalah tegangan pada batas elastis material yang dinamakan
tegangan dasar (basic stress). Menurut rumus Barth, tegangan kerja yang diijinkan
adalah:
W O .CV
Dimana: σw = tegangan statis yang diijinkan,
Cv = factor kecepatan.

Nilai factor kecepatan (Cv) adalah sebagai berikut:

Cv  3 , untuk kecepatan sampai12,5 m/s


3 v

Cv  6 , untuk kecepatan sampai 20 m/s
v
6 0,75
C  0,25 , untuk gear non metal
 

1 v 
v


Table berikut menunjukkan nilai tegangan statis yang diijinkan untuk material roda
gigi yang berbeda.
Tabel 2: Nilai tegangan statis yang diijinkan

Catatan: Nilai tegangan statis yang diijinkan (ζo) untuk roda gigi baja adalah
mendekati tegangan tarik maksimum (ζu) dibagi tiga yaitu: (ζo) = (ζu)/3

11.9 BEBAN STATIS GIGI


Beban statis gigi (static tooth load) dinamakan juga kekuatan batang atau
kekuatan ketahanan (endurance strength) diperoleh melalui rumus Lewis dengan cara
mensubstitusikan batas ketahanan bending (flexural endurance limit) atau tegangan
batas elastis (elastic limit stress) ζe dari pada tegangan kerja yang diijinkan (ζw).
Beban statis dari gigi adalah:
Ws e .b. pc .y e .b..m.y
Tabel berikut ini menunjukkan nilai batas ketahanan bending ζe untuk material yang
berbeda.
Tabel 3: Nilai batas ketahanan bending ζe
Catatan:
1. Batas ketahan permukaan untuk baja dapat diperoleh dari persamaan berikut:
ζes = (2,8.BHN-70) N/mm2
2. Beban keausan maksimum (Ww) harus lebih besar dari pada beban dinamis (WD).

11.10 PENYEBAB KEGAGALAN GIGI GEAR


Diantara penyebab kegagalan pada gigi gear adalah sebagai berikut:
1. Kegagalan bending. Setiap gigi gear berperan seperti sebuah cantilever. Jika
beban dinamik total terjadi pada gigi gear lebih besar dari pada kekuatan batang
dari gigi gear,maka gigi gear akan gagal karena bending yaitu gigi gear bias patah.
2. Pitting (bintik-bintik/lubang kecil). Adalah kegagalan fatik permukaan yang mana
terjadi akibat beberapa tegangan kontak Hertz. Kegagalan terjadi ketika tegangan
kontak permukaan lebih besar dari pada batas ketahanan material.
3. Scoring. Panas yang luar biasa dihasilkan ketika adanya tekanan permukaan yang
sangat besar, kecepatan yang tinggi atau suplai pelumasan yang gagal.
4. Keausan abrasive. Partikel asing dalam pelumasan seperti kotoran, debu, yang
masuk antara gigi dan kerusakan susunan gigi. Jenis kegagalan ini dapat dihindari
dengan cara memberikan filter/saringan untuk pelumasan oli atau dengan
penggunaan pelumas viskositas tinggi.
5. Keausan korosif. Korosi pada permukaan gigi terutama diakibatkan adanya
elemen korosif. Untuk menghindari keausan jenis ini, perlu ditambahkan bahan
anti korosif.

11.11 PROSEDUR DESAIN RODA GIGI LURUS


Berikut ini prosedur desain/perancangan roda gigi lurus:
 Beban gigi tangensial, diperoleh dari daya yang ditransmisikan dan kecepatan
garis pitch dengan menggunakan hubungan berikut:
P
WT  .CS
v
Dimana: WT = beban gigi tangensial yang diijinkan, dalam Newton,
P = daya yang ditransmisikan dalam watt,
v = kecepatan garis pitch dalam m/s = π.D.N/60,
D = diameter lingkar pitch dalam meter.
N = putaran dalam rpm,
CS = service factor,
Tabel berikut ini menunjukkan nilai service factor untuk jenis beban yang berbeda.
Tabel 4: Nilai service factor

Catatan:
 Nilai service factor di atas untuk roda gigi yang dilumasi secara tertutup
rapat. Dalam kasus pelumasan roda gigi secara terbuka dengan
menggunakan grease, nilai service factor adalah 0,65.
 Penerapan persamaan Lewis adalah sebagai berikut:
WT W .b. pc .y W .b..m.y
(O.Cv ).b..m.y
Kita mengetahui bahwa circular pitch, pc = π.D/T = π.m
D = m.T
Sehingga kecepatan garis pitch dapat juga diperoleh dengan menggunakan hubungan
sebagai berikut:

Dimana: m = Modul dalam meter,


T = Jumlah gigi.
 Menghitung beban dinamis (WD) pada gigi dengan menggunakan persamaan
Buckingham yaitu:

Dalam menghitung beban dinamis (WD), nilai beban tangensial (WT) dapat
dihitung dengan mengabaikan service factor (CS) yaitu:
 Menentukan beban statis gigi (yaitu kekuatan batang atau kekuatan ketahanan
gigi) dengan menggunakan hubungan:

Untuk keamanan operasi, WS harus lebih besar dari pada WD.


 Terakhir, tentukan beban keausan gigi dengan menggunakan hubungan:

Beban keausan Ww tidak boleh lebih rendah dari pada beban dinamik (WD).
Keterangan: DP = diameter lingkaran pitch dari pinion,
b = Lebar permukaan dari pinion,
Q = Faktor rasio

V.R = Rasio kecepatan = TG/TP


K = Faktor tegangan beban dalam N/mm2.
Menuurut Buckingham, faktor tegangan beban (load stress factor) diberikan dengan
hubungan sebagai berikut:

Dimana: ζes = Batas ketahanan permukaan (surface endurance limit)


ф = sudut tekan,
EP = Modulus Young’s untuk material dari pinion,
EG = Modulus Young’s untuk material dari gear.
Nilai dari Batas ketahanan permukaan (surface endurance limit) dapat diberikan pada
Tabel berikut ini:
Tabel 5: Nilai dari Batas ketahanan permukaan (surface endurance limit)

Contoh 1:
Keterangan berikut ini dari sebuah roda gigi lurus reduksi tunggal:
Rasio roda gigi = 10 : 1; Jarak antara pusat = mendekati 660 mm; Pinion
mentransmisikan daya 500 kW pada putaran 1800 rpm; Addendum = m dengan sudut
tekan 22,5o; tekanan normal yang diijinkan antara gigi = 175 N/mm lebar. Tentukan:
11.11.1 Modul standar yang paling mendekati.
11.11.2Jumlah gigi pada setiap roda.
11.11.3Lebar pinion;
11.11.4 Beban pada bantalan dari roda akibat daya yang
ditransmisikan. Penyelesaian:

1. Modul standar yang paling mendekati.


Misalkan : m = modul yang dibutuhkan,
TP = Jumlah gigi pada pinion,
TG = Jumlah gigi pada gear,
DP = diameter lingkaran pitch dari pinion.
DG = diameter lingkaran pitch dari gear.
Jumlah gigi pada pinion minimal adalah:

Kita mengetahui bahwa:

Standar nilai yang paling mendekati dari modul adalah 8 mm, sehingga kita dapat
mengambil:
m = 8 mm
2. Jumlah gigi pada setiap roda.
Jumlah gigi pada pinion adalah:

Jumlah gigi pada roda gigi adalah:

3. Lebar pinion,
Torsi yang terjadi pada pinion adalah:

Beban tangensial,
Beban normal pada gigi adalah:

Tekanan normal antara gigi adalah 175 N/mm lebar, sehingga lebar pinion adalah:

4. Beban pada bantalan dari roda akibat daya yang ditransmisikan.


Kita mengetahui beban radial pada bantalan akibat daya yang ditransmisikan adalah:

LATIHAN:
1. Hitung daya yang dapat ditransmisikan oleh sepasang roda gigi lurus dengan data
yang diberikan di bawah ini. Hitung juga tegangan bending pada dua roda ketika
sepasang roda gigi mentransmisikan daya.
Jumlah gigi pada pinion = 20
Jumlah gigi pada gear = 80
Modul = 4 mm
Lebar gigi = 60 mm
Bentuk gigi = 20o involute
Kekuatan bending yang diijinkan = 200 MPa untuk material pinion,
= 160 MPa, untuk material gear,
Putaran pinion = 400 rpm,
Service factor = 0,8
Lewis form factor =
Factor kecepatan =

[Jawaban: 13,978 kW; 102,4 MPa; 77,34 MPa)


BAB XII
RODA GIGI HELIX
(HELICAL GEARS)

12.1 PENDAHULUAN
Roda gigi helix mempunyai gigi berbentuk helix mengelilingi gear. Roda gigi helix
digunakan untuk menghubungkan dua poros parallel (sejajar) seperti roda gigi lurus. Gigi
helical gears yang sejajar dengan sumbu mempunyai garis kontak seperti pada spur gear.
Karena itu roda gigi helix memberikan gerakan yang halus dengan efisiensi transmisi yang
tinggi.

Gambar 2.1: Sepasang roda gigi helix

2.1 ISTILAH YANG DIGUNAKAN PADA RODA GIGI HELIX


Istilah berikut berhubungan dengan roda gigi helix seperti ditunjukkan pada

Gambar 2.2 berikut ini:


1. Sudut helix (helical angle). Sebuah sudut yang dibuat konstan berbentuk helix
dengan sumbu berputar.

Gambar 2.2: Roda gigi helix


2. Kisar aksial (axial pitch). Adalah jarak sejajar terhadap sumbu antara permukaan
yang serupa dengan gigi yang berdekatan. Circular pitch dinotasikan dengan pc.
Axial pitch juga didefinisikan sebagai circular pitch pada bidang putar atau bidang
diametral.
3. Kisar normal (normal pitch). Adalah dinotasikan dengan pN. Normal pitch dapat
juga didefinisikan sebagai circular pitch pada bidang normal yang tegak lurus
terhadap gigi. Secara matematika, normal pitch:

12.2 LEBAR PERMUKAAN RODA GIGI HELIX


Agar mempunyai lebih dari satu pasang kontak gigi, perpindahan gigi atau overlap
setidak-tidaknya sama dengan axial pitch,

(1)
Beban gigi normal (WN) mempunyai dua komponen; satu adalah komponen tangensial
(WT) dan yang lain komponen aksial (WA), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. Gaya
dorong aksial yang diberikan adalah:

(2)

Gambar 2.3: Lebar permukaan roda gigi helix


Biasanya direkomendasikan bahwa overlap lebih besar 15 persen dari circular pitch.
Maka:

Dimana: b = lebar permukaan minimum,


m = modul
Catatan:
12.2.1 Lebar permukaan maksimum dapat diambil 12,5m sampai 20m, dimana m adalah
modul. Dalam istilah diameter pinion (DP), lebar permukaan menjadi 1,5 DP
sampai 2 DP, meskipun 2,5 DP dapat digunakan.
12.2.2 Dalam kasus double helical, lebar permukaan minimum adalah:

Lebar permukaan maksimum berada dalam kisaran 20 m sampai 30 m.


12.2.3 Dalam single helical gears, sudut helix berada dalam kisaran 20o sampai 35o,
sementara untuk double helical gears dibuat sampai 45o.

12.3 JUMLAH GIGI EKUIVALEN PADA RODA GIGI HELIX


Secara matematika jumlah gigi ekuivalen pada roda gigi helix adalah:

Dimana: T = Jumlah gigi actual pada roda gigi helix,


α = Sudut helix.

Gambar 2.4 : Roda gigi helix

12.4 KEKUATAN RODA GIGI HELIX


Dalam roda gigi helix, kontak antara gigi adalah gradual (setahap demi setahap),
permulaan pada ujung yang satu dan bergerak sepanjang gigi sehingga pada beberapa saat
garis kontak berjalan secara diagonal melintasi gigi. Penentuan kekuatan roda gigi helix
dimodifikasi menurut persamaan Lewis adalah:

Dimana: WT = Beban gigi tangensial,


ζo = Tegangan statis yang diijinkan,
Cv = Faktor kecepatan
b = Lebar permukaan,
m = Modul,
y’ = Faktor bentuk gigi atau factor Lewis yang berhubungan terhadap
jumlah gigi ekuivalen.

Gambar 2.5: Bagian dalam roda gigi sebuah mesin mobil


Catatan:
12.4.1 Nilai faktor kecepatan (Cv) dapat diambil sebagai berikut:

12.4.2 Beban gigi dinamis pada roda gigi helix adalah:


12.4.3 Beban gigi statis atau kekuatan ketahanan gigi adalah:

12.4.4 Beban keausan gigi maksimum untuk roda gigi helix adalah:

Dalam kasus ini :

Dimana:

Contoh 1:
Sepasang roda gigi helix mentransmisikan daya 15 kW. Gigi adalah 20o memotong bidang
diametral (sudut tekan) dan mempunyai sudut helix 45o. Pinion berputar 10.000 rpm dan
mempunyai diameter pitch 80 mm. Roda gigi (gear) mempunyai diameter pitch 320 mm.
Jika roda gigi dibuat dari baja cor yang memiliki kekuatan statis ang diijinkan 100 MPa;
Tentukan modul yang sesuai dan lebar permukaan dengan pertimbangan kekuatan statis
dan periksa keausan roda gigi, diambil ζes = 618 MPa.
Penyelesaian:

Modul dan lebar permukaan:


Misalkan m = Modul dalam mm,
b = Lebar permukaan dalam mm.
ketika pinion dan gear dibuat dari bahan yang sama (yaitu baja cor), oleh karena itu pinion
adalah terlemah. Jadi desain didasarkan pada pinion.
Kita mengetahui bahwa torsi yang ditransmisikan oleh pinion adalah:

Beban gigi tangensial pada pinion :


Jumlah gigi pada pinion:

Jumlah gigi ekuivalen untuk pinion:

Faktor bentuk gigi untuk pinion pada sudut 20o:

Kecepatan keliling:

Faktor kecepatan:

Ketika lebar permukaan maksimum (b) untuk roda gigi helix diambil 12,5 m sampai 20 m,
dimana m adalah modul, oleh karena itu kita ambil:
b = 12,5 m
Beban gigi tangensial (WT) :

Dengan menggunakan metode trial and hit, diperoleh:


m = 2,3 mm ≈ 2,5 mm
Lebar permukaan b = 12,5 m = 12,5 x 2,5 = 31,25 mm ≈ 32 mm

Memeriksa keausan gigi


Rasio kecepatan:

Faktor rasio:
Kita mengetahui bahwa:

Ketika gear dibuat dari bahan yang sama (yaitu baja cor), oleh karena itu diambil:

Faktor tegangan beban :

Beban maksimum untuk keausan:

Ketika beban maksimum untuk keausan adalah lebih besar dari pada beban tangensial
pada gigi, oleh karena itu desain adalah aman dengan pertimbangan keausan:

Contoh 2:
Roda gigi helix terbuat dari baja cor dengan sudut helix 30o mentransmisikan daya 35 kW
pada putaran 1500 rpm. Jika gear mempunyai 24 gigi, tentukan modul, diameter pitch dan
lebar permukaan untuk 20o full depth teeth. Tegangan statis untuk baja cor diambil 56
MPa. Lebar permukaan diambil 3 kali normal pitch. Berapakah gaya dorong (thrust) pada
ujung gigi? Faktor gigi untuk 20o full depth involute gear diambil 0,154 – 0,912/TE ,
dimana TE menunjukkan jumlah ekuivalen gigi.
Penyelesaian:

Modul:
Misalkan: m = Modul dalam mm,
DG = Diameter lingkaran pitch dari gear dalam mm.
Torsi yang ditransmisikan oleh gear adalah:
Jumlah gigi ekuivalen:

Faktor gigi:

Beban gigi tangensial:

Kecepatan keliling:

Misalkan diambil faktor kecepatan:

Beban gigi tangensial:

Dengan menggunakan metode trial and hit, diperoleh:


m = 5,5 mm ≈ 6 mm
Diameter pitch dari gear:
Lebar permukaan:

Gaya dorong ujung gear:

Latihan:
1. Sepasang roda gigi helix dengan sudut helix 30o digunakan untuk mentransmisikan
daya 15 kW pada putaran pinion 10.000 rpm. Rasio kecepatan adalah 4 : 1. Kedua
roda gigi dibuat dari baja yang dikeraskan (hardened steel) dengan kekuatan statis 100
N/mm2. Gigi dengan sudut tekan 20o dan pinion mempunyai 24 gigi. Lebar permukaan
diambil 14 kali modul. Tentukan modul dan lebar permukaan dan periksa roda gigi
untuk keausan. (Jawab: 2 mm, 28 mm)

2.
BAB XIII
RODA GIGI KERUCUT
(BEVEL GEARS)

13.1 PENDAHULUAN
Roda gigi kerucut digunakan untuk mentransmisikan daya pada rasio kecepatan
konstan antara dua poros yang sumbunya berpotongan pada sudut tertentu. Permukaan
pitch untuk roda gigi kerucut adalah kerucut. Dua pasang kontak kerucut dapat dilihat
pada Gambar 3.2. Elemen kerucut pada Gambar 3.2 (a) berpotongan pada titik potong
dari sumbu putar. Karena radius kedua gear adalah proporsional terhadap jaraknya dari
puncak, maka kerucut dapat berputar bersama-sama tanpa sliding. Pada Gambar 3.2
(b), elemen kedua kerucut tidak berpotongan pada titik potong poros. Oleh karena itu
kerucut ini tidak dapat digunakan sebagai permukaan pitch, hal ini memungkinkan
terjadinya gerakan porsitif dan sliding pada arah yang sama pada saat yang sama.

GAMBAR 3.1: Roda gigi kerucut

Gambar 3.2 : Permukaan pitch untuk bevel gears.


13.2 KLASIFIKASI BEVEL GEARS
Bevel gears dapat diklasifikasikan dalam tipe berikut ini, tergantung pada sudut
antara poros dan permukaan pitch.
13.2.1 Mitre gears. Ketika bevel gears mempunyai gigi sama dan sudut pitch
menghubungkan dua poros yang sumbunya memotong pada sudut siku-
siku, seperti pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3: Mitre gears

13.2.2 Angular bevel gears. Ketika bevel gears menghubungkan dua poros yang
sumbunya memotong pada sebuah sudut lain dari pada sudut siku-siku.
13.2.3 Crown bevel gears. Ketika bevel gears menghubungkan dua poros yang
sumbunya memotong pada sebuah sudut yang lebih besar dari pada sudut
siku- siku dan salah satu bevel gears mempunyai sudut pitch 90o, seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4: Crown bevel gears

13.2.4 Internal bevel gears. Ketika gigi pada bevel gears memotong pada sisi dalam
kerucut pitch.
13.3 ISTILAH YANG DIGUNAKAN PADA RODA GIGI KERUCUT

GAMBAR 3.5: Istilah pada roda gigi kerucut.

Berikut ada beberapa istilah pada roda gigi kerucut yang penting untuk diketahui:
13.3.1 Pitch angle. Sudut antara pitch line dengan sumbu poros, dinotasikan ‘θp’.
13.3.2 Cone distance. Adalah panjang elemen pitch cone, dinotasikan ‘OP’. secara
matematika dirumuskan sebagai berikut:

13.3.3 Addendum angle. Sudut yang dibentuk oleh addendum pada cone centre,
dinotasikan ‘α’. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut:

13.3.4 Dedendum angle. Sudut yang dibentuk oleh dedendum pada cone centre,
dinotasikan ‘β’. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut:
13.3.5 Outside or addendum cone diameter. Adalah diameter maksimum dari gigi
gear. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut:

13.3.6 Inside or dedendum cone diameter. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai
berikut:

13.4 PENENTUAN PITCH ANGLE UNTUK BEVEL GEARS


Perhatikan sepasang bevel gears seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Misalkan:

Maka secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut:


Pitch angle untuk pinion adalah:

Pitch angle untuk gear adalah:

13.5 PROPORSI UNTUK BEVEL GEARS


Proporsi untuk bevel gears dapat diambil sebagai berikut:
13.5.1 Addendum, a = 1 m,
13.5.2 Dedendum, d = 1,2 m,
13.5.3 Clearance = 0,2 m,
13.5.4 Working depth = 2 m,
13.5.5 Tebal gigi = 1,5708 m
Dimana m = modul

13.6 JUMLAH GIGI EKUIVALEN UNTUK BEVEL GEARS – PENDEKATAN


TREDGOLD’S
Pendekatan Tredgold’s didasarkan pada fakta bahwa cone tangent (tangent
kerucut) terhadap bulatan pada pitch point akan mendekati dengan teliti permukaan
bola untuk jarak pendek salah satu sisi dari pitch point, seperti ditunjukkan pada
Gambar 3.6 (a). Back Cone (kerucut) bisa dikembangkan sebagai sebuah permukaan
bidang dan gigi spur gears yang berhubungan dengan sudut pitch dan sudut tekan dari
bevel gears dan radius dari pengembangan cone dapat digambar, seperti ditunjukkan
pada Gambar 3.6 (b).

Gambar 3.6: Skema metode pendekatan Tredgold’s


Misalkan:

Maka jumlah gigi ekuivalen untuk bevel gear adalah:


Dimana T = Jumlah gigi actual dari gear.

13.7 KEKUATAN BEVEL GEARS


Kekuatan gigi bevel gears diperoleh dengan cara yang sama seperti dibahas
pada spur gears dan helical gears. Persamaan Lewis untuk beban gigi tangensial
diberikan sebagai berikut:

Dimana:

Catatan:
1. Faktor dinamakan bevel factor.
2. Untuk operasi yang aman dari bevel gears, lebar permukaan adalah dari 6,3 m
sampai 9,5 m, dimana m = modul. Rasio L/b tidak boleh melebihi 3. Untuk itu,
jumlah gigi pada pinion harus tidak kurang dari pada dimana
V.R adalah rasio kecepatan (velocity ratio).
3. Beban gigi statis atau kekuatan ketahan gigi untuk bevel gears adalah:
Nilai batas ketahanan bending (flexural endurance limit) ζe dapat diambil dari
tabel 3 BAB I.
4. Beban maksimum untuk keausan pada bevel gears adalah:

Dimana :

13.8 GAYA AKSI PADA BEVEL GEARS


Perhatikan sebuah bevel gears seperti pada Gambar 3.7. Gaya normal (WN)
pada gigi tegak lurus terhadap permukaan gigi dan membuat sudut sama ke sudut tekan
(ф) terhadap pitch circle. Gaya normal dapat diuraikan ke dalam dua komponen, yaitu
komponen tangensial (WT) dan komponen radial (WR). Besarnya komponen tangensial
(WT) dan komponen radial (WR) adalah:

Gambar 3.7: Gaya aksi pada bevel gears


Radius rata-rata adalah:
Sekarang gaya radial (WR) bekerja pada radius rata-rata yang diuraikan ke dalam dua
komponen, WRH dan WRV, dalam arah aksial dan radial seperti ditunjukkan pada
Gambar 3.7.
Oleh karena itu gaya aksial yang bekerja pada poros pinion adalah:

Gaya radial yang bekerja pada poros pinion adalah:

13.9 DESAIN POROS UNTUK BEVEL GEARS


Dalam perancangan poros pinion, prosedur berikut ini dapat diterapkan:
13.9.1 Menentukan torsi yang bekerja pada pinion:

Dimana:

13.9.2 Gaya tangensial pada radius rata-rata adalah:

13.9.3 Menentukan gaya aksial dan radial yang bekerja pada poros pinion:

13.9.4 Menentukan resultan memen bending pada poros pinion adalah sebagai berikut:
Momen bending akibat WRH dan WRV adalah:

Momen bending akibat WT adalah:

Resultan momen bending adalah:

13.9.5 Ketika poros dikenai pomen punter (T) dan resultan momen bending (M), oleh
karena itu momen punter ekuivalen adalah:
13.9.6 Diameter dari poros pinion dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
torsi, sebagai berikut:

Dimana:

13.9.7 Dengan cara yang sama dapat digunakan untuk menentukan diameter poros
gear.

Contoh 1:
Sepasang bevel gears dari besi cor menghubungkan dua poros pada sudut siku-siku.
Diameter pitch pinion dan gear adalah 80 mm dan 100 mm. Bentuk gigi gear adalah
14½o composite form. Tegangan statis yang diijinkan untuk kedua gear adalah 55 MPa.
Jika pinion mentransmisikan daya 2,75 kW pada putaran 1100 rpm, tentukan modul
dan jumlah gigi pada setiap gear dari sudut kekuatan dan check desain dari sudut
keausan. Ambil batas ketahanan permukaan adalah 630 MPa dan modulus elastisitas
untuk besi cor adalah 84 kN/mm2.
Penyelesaian:

Modul
Misalkan: m = modul
Ketika poros pada sudut siku-siku, oleh karena itu sudut pitch pada pinion adalah:

Sudut pitch untuk gear adalah:

Jumlah gigi ekuivalen untuk pinion adalah:

Jumlah gigi ekuivalen untuk gear adalah:


Karena kedua gigi terbuat dari bahan yang sama maka pinion adalah yang paling
lemah. Sehingga perancangan didasarkan pada pinion.
Factor bentuk gigi untuk pinion mempunyai 14½o composite form,

Dan kecepatan pitch line adalah:

Ambil faktor kecepatan,

Panjang elemen pitch cone adalah:

Asumsikan lebar permukaan (b) adalah 1/3 dari panjang pitch cone, oleh karena itu:

Torsi pada pinion adalah:

Beban tangensial untuk pinion adlah:

Ukuran modul dapat dicari melalui persamaan beban tangensial pada pinion:

Dengan menggunakan metode trial and hit, dapat diperoleh:


m = 4,5 mm dipilih 5 mm.
Jumlah gigi pada setiap gear
Jumlah gigi pada pinion adalah:

Jumlah gigi pada gear adalah:

Pemeriksaan gear untuk keausan


Faktor beban-tegangan adalah:

Faktor rsio adalah

Beban maksimum untuk keausan adalah:

Ketika beban maksimum untuk keausan adalah lebih besar dari pada beban tangensial
(WT), oleh karena itu desain adalah aman ditinjau dari keausan.

Latihan:
BAB XIV
RODA GIGI CACING
(WORM GEARS)

14.1 PENDAHULUAN
Worm gears banyak digunakan untuk mentransmisikan daya pada rasio
kecepatan yang tinggi antar poros yang secara umum tidak saling memotong. Rasio
kecepatan worm gears mencapai 300 : 1 atau lebih tetapi mempunyai efisiensi yang
rendah. Roda gigi cacing kebanyakan digunakan untuk penurun kecepatan (putaran)
yang terdiri dari worm dan roda worm (gear). Worm (sebagai penggerak) biasanya
berbentuk silindris yang berulir. Ulir dari worm dapat berputar ke kiri atau ke kanan
dan berulir tunggal atau banyak. Worm biasanya dibuat dari baja, sementara worm
gear dibuat dari perunggu atau besi cor.

Gambar 4.1 Roda gigi cacing

14.2 JENIS WORM


Berikut ini ada dua jenis dari worm, yaitu:
14.2.1Worm lurus atau silindris.
14.2.2Worm kerucut atau ganda.
Worm lurus atau silindris ditunjukkan pada Gambar 4.2 (a) adalah yang paling
banyak digunakan. Bentuk ulir adalah involute helicoids dengan sudut tekan 14½o
untuk worm ulir tunggal atau ganda dan 20o untuk worm tiga lapis dan empat lapis.
Worm kerucut atau ganda, aeperti ditunjukkan pada Gambar 4.2 (b), membutuhkan
penjajaran yang lebih akurat.

Gambar 4.2 Jenis worm

14.3 JENIS WORM GEAR


Ada tiga jenis worm gears yang penting untuk diketahui, yaitu:
14.3.1Worm gear muka lurus, seperti pada Gambar 4.3 (a), digunakan untuk beban
ringan.
14.3.2Worm gear muka lurus hobbed, seperti pada Gambar 4.3 (b), digunakan untuk
beban ringan.
14.3.3Worm gear muka cekung, seperti pada Gambar 4.3 (c), digunakan untuk
beban berat.

Gambar 4.3 Jenis worm gears

14.4 ISTILAH YANG DIGUNAKAN PADA RODA GIGI CACING


Istilah berikut berhubungan dengan roda gig cacing, adalah penting untuk diketahui,
yaitu:
14.4.1Axial pitch. Juga dinamakan sebagai linier pitch adalah jarak yang diukur
secara aksial (sejajar terhadap sumbu worm) dari sebuah titik pada satu ulir
ke
titik pada ulir berikutnya, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.4. Aksial pitch
dinotasikan pa dari worm adalah sama dengan circular pitch (pc).

Gambar 4.4 Worm dan worm gears


14.4.2Lead. Adalah jarak linier dari sebuah titik pada ulir yang bergerak dalam satu
putaran dari worm. Untuk ulir tunggal, lead sama dengan axial pitch,
tetapi untuk ulir banyak, lead sama dengan hasil kali axial pitch dengan
jumlah permulaan ulir.

14.4.3Lead angle (sudut lead). Adalah sudut tangent antara ulir helix pada silinder
pitch dan bidang normal terhadap sumbu worm, yang dinotasikan λ
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Sudut Lead


Dari geometri Gambar 4.5, dapat ditulis bahwa:
Dimana: m = modul
DW = diameter lingkar pitch dari worm
Sudut lead (λ) dapat bervariasi dari 9o sampai 45o. F.A Halsey menemukan bahwa
sudut lead yang lebih rendah dari 9o dapat mengakibatkan keausan yang cepat dan
nilai yang aman untuk λ adalah 12 ½ o.
Untuk desain yang kompak (rapi dan ringkas), sudut lead dapat ditentukan oleh
hubungan berikut:

Dimana NG adalah kecepatan worm gear dan NW adalah kecepatan worm.


14.4.4Tooth pressure angle (sudut tekan gigi). Adalah diukur pada sebuah bidang
dari sumbu worm dan sama dengan 1½ dari sudut profil ulir seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.4. Tabel berikut menunjukkan nilai yang
direkomendasikan untuk sudut lead dan sudut tekan gigi.
Tabel 4.1: Nilai yang direkomendasikan untuk sudut lead dan sudut tekan gigi.

Untuk penerapan pada otomotif, sudut tekan 30o adalah direkomendasikan untuk
mendapatkan efisiensi yang tinggi dan untuk mempermudah overhauling
(pembongkaran saat turun mesin).

14.4.5 Normal pitch. Adalah jarak yang diukur antara dua titik yang berhubungan
pada dua ulir yang berdekatan dari worm. Secara matematika dapat ditulis:

Catatan: Istilah normal pitch digunakan untuk worm yang mempunyai ulir tunggal.
Dalam kasus worm berulir banyak, istilah normal lead (lN) adalah yang digunakan,
sehingga:
14.4.6 Sudut helix. Adalah sudut tangent antara ulir helix pada silinder pitch dan
sumbu worm, yang dinotasikan αW seperti pada Gambar 4.3. Sudut
helix worm adalah komponen dari sudut lead worm, yaitu:
αW + λ = 90o
14.4.7 Rasio kecepatan. Adalah rasio putaran worm (NW) dalam rpm terhadap
putaran worm gear (NG) dalam rpm. Secara matematika rasio kecepatan
adalah:

Misalkan l = lead dari worm,


DG = diameter lingkaran pitch dari worm gear.
Kita mengetahui bahwa kecepatan linier dari worm adalah:

Dan kecepatan linier dari worm gear adalah:

Karena kecepatan linier dari worm dan worm gear adalah sama, oleh karena itu:

Diameter lingkaran pitch dari worm gear adalah:

Dimana m adalah modul dan TG adalah jumlah gigi pada worm gear.

Dimana
Tabel berikut ini menunjukkan jumlah ulir yang digunakan pada worm untuk rasio
kecepatan yang berbeda.
Tabel 4.2: Jumlah ulir yang digunakan pada worm untuk rasio kecepatan yang
berbeda

14.5 PROPORSI UNTUK WORM


Tabel berikut ini menunjukkan variasi proporsi worm dalam istilah aksial atau
lingkaran pitch (pC) dalam mm.
Tabel 4.3: variasi proporsi worm

Catatan:
14.5.1 Diameter lingkaran pitch dari worm (DW) dalam istilah jarak pusat antara
poros (x) dapat diambil sebagai berikut:

14.5.2 Diameter lingkaran pitch dari worm (DW) dapat juga diambil sebagai berikut:

14.5.3 Panjang muka (face length) dari worm dapat dinaikkan dari 25 sampai 30 mm.

14.6 ROPORSI UNTUK WORM GEAR


Tabel berikut ini menunjukkan variasi proporsi worm gear dalam istilah
lingkaran pitch (pC) dalam mm.
Tabel 4.4: variasi proporsi gear

14.7 EFISIENSI WORM GEARING


Efisiensi dari worm gearing dapat didefinisikan sebagai rasio tenaga yang
berguna dari worm gear terhadap worm.
Secara matematik, efisiensi worm gearing adalah:

Dimana:

14.8 KEKUATAN GIGI WORM GEAR


Dalam menentukan ukuran dan kekuatan gigi, diasumsikan bahwa gigi dari
worm gear selalu lebih lemah dari pada ulir worm. Menurut persamaan Lewis:

Dimana:

14.9 BEBAN KEAUSAN GIGI UNTUK WORM GEAR


Beban maksimum keausan (WW) adalah:

Dimana: DG = diameter lingkaran pitch dari worm gear.


b = Lebar muka dari worm gear,
K = Faktor tegangan beban (factor kombinasi material)
Faktor tegangan beban tergantung pada kombinasi material yang digunakan untuk
worm dan worm gear. Tabel berikut menunjukkan nilai dari Faktor tegangan beban
untuk perbedaan kombinasi material dari worm dan worm gear.
Tabel 4.5 : nilai factor tegangan beban K

14.10 GAYA AKSI PADA WORM GEAR


Ketika worm mentransmisikan daya, gaya aksi pada worm adalah sama
dengan sebuah daya ulir. Gambar 4.5 menunjukkan gaya aksi pada worm. Gaya pada
worm gear adalah sama dengan besarnya gaya pada worm, tetapi arahnya berlawanan.

Gambar 4.5: Gaya aksi pada worm


Gaya aksi pada worm dapat ditentukan sebagai berikut:
14.10.1Gaya tangensial pada worm

Gaya tangensial (WT) pada worm menghasilkan momen puntir sebesar (WT.DW/2)
dan momen bending worm pada bidang horizontal.
14.10.2Gaya aksial pada worm

14.10.3Gaya radial pad worm


WR = WA. tanф = Gaya radial pada worm gear

Contoh 1:
Sebuah worm berputar mentransmisikan daya 15 kW pada 2000 rpm terhadap mesin
kereta pada putaran 75 rpm. Worm adalah berulir tiga lapis (triple) dan mempunyai
diameter pitch 65 mm. Worm gear mempunyai gigi 90 modul 6 mm. Susunan gigi
adalah 20o full depth involute. Koefisien gesek antara gigi diambil 0,10. Hitung:
1. Gaya aksi tangensial pada worm,
2. Gaya aksial dan radial pada worm, dan
3. Efisiensi penggerak worm.
Penyelesaian:

1. Gaya aksi tangensial pada worm,


Torsi yang ditransmisikan oleh worm adalah

Gaya aksi tangensial pada worm adalah:

2. Gaya aksial pada worm


Misalkan: λ = sudut lead

Maka:

Gaya aksial pada worm adalah:


Gaya radial pada worm adalah:

3. Efisiensi penggerak worm

14.11 DESAIN WORM


Dalam desain/perancangan sebuah worm dan worm gear, besaran yang
menjadi pertimbangan adalah daya yang ditransmisikan, putaran, rasio kecepatan, dan
jarak pusat antara poros, sudut lead, dan jumlah ulir dari worm. Untuk menentukan
kombinasi yang aman dari sudut lead, lead dan jarak pusat antara poros, metode
berikut dapat digunakan, yaitu:

Gambar 4.6 Desain worm dan worm gear

Jarak pusat antara poros dapat ditulis dalam istilah lead aksial (l), sudut lead (λ) dan
rasio kecepatan (V.R), sebagai berikut:
Dalam istilah lead normal (lN = l cos λ), pernyataan di atas dapat ditulis:

Atau: i

Dari persamaan (i), maka desain worm gear dapat ditentukan dengan menggunakan
kurva dalam grafik pada Gambar 4.7 di bawah ini.

Gambar 4.7 Desain worm gear


Nilai x/lN akan minimum jika persamaan (i) dideferensialkan sehingga diperoleh
hubungan:

Contoh 2:
Rancanglah worm dan gear 20o involute untuk mentransmisikan daya 10 kW dengan
putaran worm 140 rpm dan untuk mendapatkan reduksi putaran 12 : 1. Jarak pusat
antara poros adalah 225 mm.
Penyelesaian:
Diketahui:

1. Desain worm
Sudut lead:
Lead normal:

Lead aksial:

Dari Tabel 4.2 untuk VR = 12, diperoleh:


n = TW = 4
pitch aksial:

Diambil nilai standar modul m = 8 mm


Maka nilai pitvh aksial yang tepat adalah:

Lead aksial adalah:

Lead normal adalah:

Jarak pusat antara poros:

Diameter lingkaran pitch adalah:

Jumlah gigi dari worm gear adalah VR dikalikan dengan n :

Dari Tabel 4.3 kita dapat menentukan panjang muka dari worm:
Panjang muka dinaikkan menjadi 25 mm sampai 30 mm, maka :

Kedalaman gigi:

Addendum:

Diameter luar:

2. Desain worm gear


Diameter lingkaran pitch dari worm gear adalah:

Dari Tabel 4.4, diameter luar dari worm gear adalah:

Diameter throat dari worm gear adalah:

Dan lebar muka (face width) dari worm gear adalah:

Pengecekan untuk beban tangensial:


Besarnya rasio kecepatan V.R. adalah:

Torsi yang ditransmisikan adalah:

Beban tangensial pada gear adalah:


Kecepatan linier dari worm gear adalah:

Faktor kecepatan:

Faktor bentuk gigi untuk 20o involute adalah:

Karena secara umum worm gear dibuat dari phosphor bronze, oleh karena itu
tegangan statis untuk phosphor bronze adalah ζo = 84 MPa.
Besarnya beban tangensial desain adalah:

Ketika beban tangensial desain (WT = 12 110 N) lebih besar dari beban tangensial
pada gear (WT = 4260 N), oleh karena itu desain adalah aman ditinjau dari segi beban
tangensial.

Latihan:
1. Sebuah worm berulir ganda (double) mempunyai pitch aksial (axial pitch) 25
mm dan diameter lingkaran pitch 70 mm. Torsi pada potos worm gear adalah
1400 Nm. Diameter lingkaran pitch dari worm gear adalah 250 mm dan sudut
tekan gigi adalah 25o. Tentukan:
 Gaya tangensial dari worm gear
 Torsi pada poros worm
 Rasio kecepatan
 Efisiensi gerakan, jika koefisien gesek antara worm dan gigi gear
adalah 0,04.

2. Rancanglah sebuah unit penurun putaran (reducer speed) dari worm dan worm
gear untuk input daya 1 kW dengan rasio transmisi 25. Putaran dari worm
adalah 1600 rpm. Worm dibuat dari hardened steel dan worm gear dari
phosphor bronze dengan faktor kombinasi material sebesar 0,7 MPa.
Tegangan statis untuk material gear adalah 56 MPa. Worm dibuat double ulir
dan jarak antara poros adalah 120 mm. Bentuk gigi adalah 14 ½ involute. Cek
keamanan desain berdasarkan beban tangensial.
DAFTAR PUSTAKA

1. Beer, Ferdinand P. E. Russell Johnston, Jr. Mechanics of Materials. Second


Edition. McGraw-Hill Book Co. Singapore. 1985.
2. Beer, Ferdinand P., E. Russell Johnston. Vector Mechanics for Engineers :
STATICS. 2nd edition. McGraw Hill. New York. 1994.
3. El Nashie M. S. Stress, Stability and Chaos in Structural Analysis : An Energy
Approach. McGraw-Hill Book Co. London. 1990.
4. Ghali. A. M. Neville. Structural Analysis. An Unified Classical and Matrix
Approach. Third Edition. Chapman and Hall. New York. 1989.
5. Khurmi, R.S. J.K. Gupta. A Textbook of Machine Design. S.I. Units. Eurasia
Publishing House (Pvt) Ltd. New Delhi. 2004.
6. Khurmi, R.S. Strenght Of Materials. S. Chand & Company Ltd. New Delhi. 2001.
7. Popov, E.P. Mekanika Teknik. Terjemahan Zainul Astamar. Penerbit Erlangga.
Jakarta. 1984.
8. Shigly, Joseph Edward. Mechanical Engineering Design. Fifth Edition.
Singapore : McGraw-Hill, 2001
9. Singer, Ferdinand L. Kekuatan Bahan. Terjemahan Darwin Sebayang. Penerbit
Erlangga. Jakarta. 1995.
10. Spiegel, Leonard, George F. Limbrunner, Applied Statics And Strength Of
Materials. 2nd edition. Merrill Publishing Company. New York. 1994.
11. Spotts, M.F. (1981) Design of machine elements. Fifth Edition. New Delhi :
Prentice-Hall of India Private Limited.
12. Sularso. (2000) Dasar perencanaan dan pemilihan elemen mesin. Jakarta : PT.
Pradnya Paramita.
13. Timoshenko, S.,D.H. Young. Mekanika Teknik. Terjemahan, edisi ke-4, Penerbit
Erlangga. Jakarta. 1996.
14. Yunus A. Cengel, Michael A Boles. Thermodynamics an engineering approach.
Singapore : McGraw-Hill Book Co. 1989.
15. Rothbart H.A, ed. Mechanical Design and System Handbook, 2 nd ed. New York,
Mc.Graw Hill, 1985

Anda mungkin juga menyukai