Anda di halaman 1dari 3

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Volume Paru Pria dan Wanita

Volume paru pria dan wanita memiliki perbedaan, volume paru yang dimiliki
oleh pria mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan volume paru dari wanita.
Dari percobaan yang kami lakukan telah terbukti bahwa pria memiliki volume paru
yang lebih besar daripada wanita.

Paru merupakan salah satu organ yang dimiliki manusia yang akan tetap
berkembang setelah kelahiran sampai 2-4 tahun, dengan pertumbuhan dan perubahan
kompleksitas paru pada masa remaja. Jumlah bronkus yang dimiliki oleh janin
perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki, namun pada janin perempuan
bronkus matang lebih cepat (Townsend et al. 2012). Produksi surfaktan yang lebih
dahulu pada wanita dibandingkan pria disaat periode neonatal juga merupakan suatu
faktor yang berperan dalam perbedaan volume paru pria dan wanita. Surfaktan yang
mucul lebih awal dalam paru-paru yang dimiliki oleh perempuan pada masa neonatal
mendukung kepatenan pada saluran udara kecil dan rongga udara, ini dapat
mengakibatkan meningkatnya aliran udara dan juga mengakitbatkan resistensi saluran
nafas yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki pada periode neonatal
(Doershuk et al. 1974).

Banyak penelitian yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang


mempengaruhi perbedaan volume paru antara pria dan wanita adalah hormon,
terutama hormon seks. Hormon seks ini memberi efek pada pengembangan paru-paru
manusia, sebelum maupun selama periode neonatal. Reseptor androgen didapatkan
dalam sel mesenchymal dan epitel paru-paru selama manusia tersebut hidup (Kimura
et al. 2003). Selain reseptor androgen, didapatkan juga reseptor estrogen α dan β (ERα
dan ERβ) (Mollerup et al. 2002).

Paru-paru yang dimiliki oleh wanita cenderung lebih kecil dibandingkan paru-
paru yang dimiliki oleh pria. Selain itu paru-paru wanita memiliki lebih sedikit
bronkiolus respiratorius pada saat lahir. Namun jumlah alveoli per satuan luas antara
pria dan wanita tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini menyebabkan
jumlah total luas permukaan alveoli dan alveolar pria lebih besar dibandingkan
dengan wanita di usia tertentu (Carey et al. 2007).
Pada percobaan yang dilakukan oleh tikus betina dan jantan, didapatkan
bahwa tikus betina dewasa memiliki alveoli yang lebih kecil dibandingkan tikus
jantan dewasa, sehingga memberikan mereka luas permukaan alveolar yang lebih
besar. Sedangkan tikus jantan dewasa memiliki volume mutlak paru yang lebih besar
untuk rasio massa tubuh dibandingkan tikus betina dewasa, tetapi volume yang lebih
kecil untuk rasio massa tubuh (Massaro & Massaro 2006).

Faktor selanjutnya yang berpengaruh adalah haemoglobin atau Hb. Pria


cenderung memiliki haemoglobin yang lebih banyak dibandingkan wanita, yaitu 20
g
/L atau 15% lebih tinggi dibandingkan wanita. Rendahnya haemoglobin akan
mengakibatkan kandungan oksigen arteri (CaO) rendah (Cureton et al. 1986). Hal ini
menunjukkan bahwa penurunan kadar haemoglobin pada wanita membatasi
ketersediaan oksigen yang juga akan menurunkan kinerja aerobik (Stagner 2009).

Hal lain yang menyebabkan adanya perbedaan antara volume paru pria dan
wanita adalah adanya perbedaan lemak dan massa otot. Pria memiliki massa otot yang
lebih besar dan lemak yang sedikit dibandingkan wanita. Jadi mengakibatkan
pernafasan dari laki-laki menjadi lebih kuat dan kapasitas udara yang dihirup menjadi
tambah besar. Sementara itu lemak banyak yang dimiliki oleh perempuan
mengakibatkan berkurangnya ketersediaan ruang paru, terutama apabila terjadi
penimbunan lemak di daerah thoraks dan abdomen. Hal ini menyebabkan tekanan
dari diafragma pada rongga thoraks.

Dikarenakan pria memiliki massa otot rangka yang lebih besar dibandingkan
otot rangka wanita (Abe et al. 2003). Maka pria membutuhkan oksigen yang lebih
banyak untuk menyuplai otot-otot rangka tersebut, maka dari itu ini merupakan salah
satu faktor mengapa pria mempunyai kapasitas oksigen yang lebih besar
dibandingkan kapasitas oksigen yang dimiliki oleh wanita. Sedangkan pada wanita
lemak merupakan bagian yang lebih dominan dibandingkan pada pria, ini
membuktikan bahwa otot rangka memiliki porsi yang lebih besar pada pria
dibandingkan pada wanita.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pria memiliki kapasitas oksigen yang lebih
besar dibandingkan wanita dikarenakan beberapa faktor yakni; surfaktan,
haemoglobin, massa otot, lemak, besar paru-paru, dan hormon, terutama hormon seks.
Daftar Pustaka

Townsend, E.A. et al., 2012. Sex Differences and Sex Steroids in Lung Health and
Disease. Endocrine Reviews, 33(1), pp.1–47. [Accessed December 9, 2014].

Doershuk, C.F. et al., 1974. Specific airway resistance from the perinatal period into
adulthood. Alterations in childhood pulmonary disease. Am Rev Respir Dis, 109,
pp.452–457. [Accessed December 9, 2014].

Kimura, Y. et al., 2003. Expression of androgen receptor and 5 α -reductase types 1


and 2 in early gestation fetal lung : a possible correlation with branching
morphogenesis. Clinical Science, 105, pp.709–713. [Accessed December 9,
2014].

Mollerup, S. et al., 2002. Expression of estrogen receptors alpha and beta in human
lung tissue and cell lines. Lung Cancer, 37, pp.153–159. [Accessed December 9,
2014].

Carey, M.A. et al., 2007. It’s all about sex: male-female differences in lung
development and disease. Trends Endocrinol Metab., 18(8), pp.308–313.
[Accessed December 9, 2014].

Massaro, D. & Massaro, G.D., 2006. Estrogen receptor regulation of pulmonary


alveolar dimensions: alveolar sexual dimorphism in mice. American journal of
physiology. Lung cellular and molecular physiology, 290(5), pp.L866–70.
Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16361355 [Accessed
December 9, 2014].

Cureton, K. et al., 1986. Effect of Equating Haemoglobin Concentration. , pp.656–


660. [Accessed December 9, 2014].

Stagner, L., 2009. Gender Differences in Aerobic and Work Capacity During Plantar
Flexion Exercise. [Accessed December 9, 2014].

Abe, T., Kearns, C.F. & Fukunaga, T., 2003. Sex differences in whole body skeletal
muscle mass measured by magnetic resonance imaging and its distribution in
young Japanese adults. Br J Sports Med, 37, pp.436–440. [Accessed December
9, 2014].

Anda mungkin juga menyukai