Disusun oleh :
Niswatush Sholihah Anggraini
12/329720/TK/39026
Disusun oleh :
Niswatush Sholihah Anggraini
12/329720/TK/39026
i
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan Oleh:
Niswatush Sholihah Anggraini
12/329720/TK/39026
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Pra Tugas Akhir berjudul “Rumah Singgah Anak
Jalanan dengan Pendekatan Infill Design” dengan tepat waktu dan hasil yang baik. Pra
Tugas Akhir disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana teknik di
Universitas Gadjah Mada.
Dalam penyusunan Pra Tugas Akhir ini, banyak sekali pihak yang telah
membantu, membimbing serta mendukung penulis. Oleh karena itu dengan segenap
ketulusan hati, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang selalu memberi jalan terbaik hingga saat ini.
2. Bapak, Ibu, Dik Wildan, dan keluarga besar yang menjadi alasan utama penulis untuk
terus berprogres, yang tidak hentinya memberi semangat, dukungan motivasi, dan
menjadi tempat pulang paling nyaman di sela pengerjaan Pra Tugas Akhir.
3. Bapak Labdo Pranowo selaku koordinator Pra Tugas Akhir.
4. Bapak Sarwadi selaku pimpinan jurusan Teknik Arsitektur.
5. Ibu Ardhya Nareswari selaku dosen pembimbing yang selalu membimbing, memberi
masukan dan semangat selama bimbingan Pra Tugas Akhir.
6. Brillian Kenya Lareki, Fauzia Nur Hanifah, dan Fakhriyyah Khairunnida, teman
dalam segala hal yang selalu memberi motivasi dan dukungan, serta menjadi teman
diskusi yang membangun.
7. Anisa Yulia, Eka Pradhistya, Aryo Akbar, Haidar Rifki, dan Muhammad Arief yang
selalu ada dengan guyonan segar dan segala pembicaraannya tentang masa depan
sehingga menjadi sumber semangat untuk terus maju.
8. Segenap teman-teman angkatan 2012 yang selalu memberi energi positif dan suasana
belajar yang baik serta banyak memberi dorongan semangat untuk menyelesaikan
penulisan Pra Tugas Akhir.
9. Teman-teman asisten PT. Global Rancang Selaras yang senasib sepenanggungan dan
tidak jarang menjadi inspirasi penulis untuk menjadi lebih baik.
10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
mendukung dan membantu dalam penulisan Pra Tugas Akhir.
iii
Penulis menyadari bahwa penulisan Pra Tugas Akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-
besarnya dan mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga Pra
Tugas Akhir ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak khususnya di bidang pendidikan
arsitektur. Terima kasih.
Penulis
iv
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL xii
ABSTRAKSI xiii
BAB I
PENDAHULUAN 1
1.2 Permasalahan 5
vi
1.6.4 Bab IV : Pendekatan Konsep 6
1.6.5 Bab V : Konsep Desain 7
BAB II
STUDI PUSTAKA 8
BAB III
TINJAUAN LOKASI 26
vii
BAB IV
PENDEKATAN KONSEP 34
4.1. Input 34
4.2. Proses 41
4.3. Output 44
BAB V
KONSEP DESAIN 54
viii
5.3.1. Konsep Zonasi Bangunan 64
5.3.2. Konsep Sirkulasi Bangunan 66
5.3.3. Konsep Pengalaman Ruang 70
5.3.4. Konsep Kenyamanan Thermal 74
5.3.5. Konsep Pencahayaan 75
DAFTAR PUSTAKA 76
ix
DAFTAR GAMBAR
x
Gambar 5. 9, Ketinggian Bangunan di Sekitar Tapak 61
Gambar 5. 10. Skema Ketinggian Massa Bangunan Satu Lantai 61
Gambar 5. 11. Skema Ketinggian Massa Bangunan Dua Lantai 61
Gambar 5. 12. Skema Outline Fasad yang Selaras dengan Lingkungan Sekitar 62
Gambar 5. 13. Material Dominan Pada Bangunan di Sekitar Tapak 62
Gambar 5. 14. Diagram Material yang Digunakan Pada Bangunan 62
Gambar 5. 15. Skema Eco-material 63
Gambar 5. 16. Skema Orientasi Landscape 63
Gambar 5. 17. Skema Orientasi Landscape 64
Gambar 5. 18. Skema Hubungan Landscape dan Bangunan 64
Gambar 5. 19. Diagram Skema Konsep Zonasi Bangunan Utama 65
Gambar 5. 20. Konsep Zonasi Bangunan Pendukung 1 65
Gambar 5. 21. Konsep Zonasi Bangunan Pendukung 2 66
Gambar 5. 22. Diagram Skema Konsep Sirkulasi Pengunjung Umum 66
Gambar 5. 23. Skema Konsep Sirkulasi Pengunjung Bangunan Utama 67
Gambar 5. 24. Konsep Sirkulasi Pengelola Bangunan Utama 67
Gambar 5. 25. Skema Konsep Sirkulasi Pengelola Bangunan Utama 68
Gambar 5. 26. Konsep Sirkulasi Pengunjung Bangunan Pendukung 1 68
Gambar 5. 27. Skema Konsep Sirkulasi Pengunjung Bangunan Pendukung 1 69
Gambar 5. 28. Konsep Sirkulasi Pengunjung Bangunan Pendukung 2 69
Gambar 5. 29. Skema Konsep Sirkulasi Bangunan Pendukung 2 69
Gambar 5. 30. Ruang dengan Pilihan Aktivitas dan Mudah dalam Kontrol Visual 70
Gambar 5. 31. Fleksibilitas Ruang 71
Gambar 5. 32. Ruang yang Bersinergi dengan Alam 71
Gambar 5. 33. Ruang yang Rileks 72
Gambar 5. 34. Ruang Tidur yang Tidak Terlalu Tertutup 72
Gambar 5. 35. Ilustrasi Ruang Pelatihan Outdoor 73
Gambar 5. 36. Ilustrasi Zona Publik pada Bangunan Utama 73
Gambar 5. 37. Ilustrasi Ruang Publik pada Bangunan Utama 74
Gambar 5. 38. Ilustrasi Kamar Tidur 74
xi
DAFTAR TABEL
xii
ABSTRAKSI
Fenomena anak jalanan merupakan hal yang umum dijumpai hampir di setiap
kota di Indonesia. Saat ini jumlah anak jalanan di Indonesia mencapai angka 300.000. Di
Surakarta sendiri anak jalanan mengalami kenaikan hingga angka 357 anak pada tahun
2010 yang hingga saat ini tidak diimbangi dengan solusi yang tepat dalam penanganan
anak jalanan.
Di sisi lain anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa sekaligus
merupakan investasi terbesar bagi keberlangsungan suatu negara. Anak adalah aset dan
salah satu pilar pembangunan negara yang harus dijaga. Fakta mengenai jumlah anak
jalanan yang begitu besar membutuhkan solusi tepat untuk menekan jumlah anak jalanan
pada tahun-tahun berikutnya.
Rumah singgah merupakan salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan anak
jalanan di Indonesia. Rumah singgah sebagai tempat penampungan sementara memberikan
bermacam fasilitas sebagai daya tarik, yang dapat digunakan oleh anak-anak jalanan untuk
beristirahat, membersihkan diri, mencuci pakaian, makan, berteduh, tidur, bermain, dan
lain sebagainya. Selain fasilitas, anak-anak jalanan di rumah singgah juga memperoleh
beragam pelayanan berupa program bimbingan anak, bimbingan keluarga, dan pendidikan
jalanan.
Surakarta sendiri saat ini belum memiliki rumah singgah anak jalanan dengan
daya tampung yang memenuhi. Dengan visi yang sejalan dengan Program Solo Kota
Layak Anak, rumah singgah ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi
penanggulangan anak jalanan dan dapat dijadikan percontohan dengan konsepnya yang
infill.
xiii
ABSTRACT
On the other hand, children as the next generation of a nation play the important
role as the success key for a nation's continuity. Children are assets and one of many pillars
of a nation who have to be taken good care of. The great number of street children need the
right solutions to reduce the number of street children in the following years.
Street children halfway house is one of many solution addressing the problems of
street chilren Indonesia. Halfway house as temporary shelter provide various facilities as
the main attraction to street children which can be used to rest, clean up, do laundry, eat,
sleep, play, and so forth. In addition to the facilities, street children also get a variety of
services such as formal and informal education program, family counseling, and street
guidance.
Currently Surakarta does not have street children halfway house which meet the
requirement in capacity. Carrying a vision in accordance with the government of
Surakarta's program, Solo Kota Layak Anak, this halfway house is expected to be the right
solution to decrease street children problem and be the model concept of children halfway
house with its infill concept.
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa sekaligus merupakan
investasi terbesar bagi keberlangsungan suatu negara. Anak adalah aset dan salah
satu pilar pembangunan negara yang harus dijaga. Kekurangan pendidikan
berdampak pada pola pikir dan pola berperilaku anak sedangkan kehidupan yang
tidak memadai berdampak pada kesehatan. Kedua hal tersebut adalah hal yang tidak
jarang dialami oleh anak jalanan dan berpotensi menciptakan siklus kehidupan baru
yang berdampak buruk. Jika kondisi dan kualitas hidup anak berada di bawah
standar, maka masa depan negara berada pada titik bahaya. Bahkan, tidak tertutup
kemungkinan, sebagian dari anak bangsa kita mengalami lost generation (generasi
yang hilang). Fakta mengenai jumlah anak jalanan yang begitu besar membutuhkan
solusi tepat untuk menekan jumlah anak jalanan pada tahun-tahun berikutnya.
1.1.2 Rumah Singgah sebagai Salah Satu Solusi Penanganan Anak Jalanan
Rumah singgah anak jalanan adalah suatu tempat yang dipersiapkan sebagai
perantara untuk anak-anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka,
rumah singgah merupakan proses informal yang memberikan suasana resosialisasi
anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Sumber lain mengatakan bahwa rumah singgah anak jalanan adalah : tempat
beristirahat sementara yang bersifat non formal, dimana anak-anak bertemu
memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses lebih
lanjut (Konferensi Nasional II Masalah Pekerja Anak, 1996)
Menurut pasal 9 ayat (1) UU tahun 2002 tentang perlindungan anak :
“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat termasuk
anak jalanan. Hak asasi anak terlantar dan anak jalanan pada hakekatnya adalah sama
dengan manusia pada umumnya seperti tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang
pengesahan Convention on The Right of The Child”.
Rumah singgah merupakan salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan
anak jalanan di Indonesia. Rumah singgah sebagai tempat penampungan sementara
memberikan bermacam fasilitas sebagai daya tarik, yang dapat digunakan oleh anak-
anak jalanan untuk beristirahat, membersihkan diri, mencuci pakaian, makan,
2
berteduh, tidur, bermain, dan lain sebagainya. Selain fasilitas, anak-anak jalanan di
rumah singgah juga memperoleh beragam pelayanan berupa program bimbingan
anak, bimbingan keluarga, dan pendidikan jalanan.
Keberadaan rumah singgah sebagai perentas anak jalanan pada saat ini
masih sangat kurang jumlahnya. Sebagai sampel adalah Jakarta sebagai Ibukota
Indonesia dengan angka anak jalanan paling tinggi. Badan Pusat Statistik mencatat
terdapat 7.315 anak jalanan di Jakarta sedangkan rumah singgah yang dimiliki
Pemprov DKI Jakarta sebanyak 26 rumah singgah. Lima rumah singgah di Jakarta
Pusat, 5 rumah singgah di Jakarta Utara, 4 rumah singgah di Jakarta Barat, 4 rumah
singgah di Jakarta Selatan dan 8 rumah singgah di Jakarta Timur. Jumlah tersebut
masih jauh dari cukup untuk memberi efek signifikan terhadap jumlah anak jalanan
yang ada.
400
300
200
100
0
2009 2010
Namun menurut artikel yang dirilis oleh Tempo Interaktif pada Mei 2011,
Solo dinilai belum memiliki penyelesaian terkait permasalahan anak jalanan. Ketua
lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pinggiran (PPAP) Seroja, Retno Heni
Pujiati, mengatakan sebenarnya Surakarta memiliki berbagai program berpihak pada
hak anak tetapi faktanya anak jalanan belum tersentuh. "Hanya karena program
itulah Kota Surakarta dinilai baik mengembangkan kota layak anak," kata Retno.
3
Menurutnya, satu-satunya kegiatan yang dilakukan pemerintah kota terhadap anak
jalanan hanyalah razia. "Itu sama sekali tak menyentuh akar persoalan," kata Retno.
Padahal, anak jalanan juga harus bisa menikmati fasilitas dari pemerintah, seperti
pendidikan dan kesehatan. Menurut Retno, pemerintah belum punya perspektif yang
komprehensif dalam memandang dan memperlakukan anak jalanan. "Belum bisa
menganggap anak jalanan adalah korban realita sosial," kata dia. Jadi, anak jalanan
lebih sering dipandang sebagai penyakit masyarakat.
Seperti yang ditulis koran Suara Merdeka pada Oktober 2013, Solo masih
belum memiliki rumah singgah dengan jumlah yang mencukupi. Kepala Seksi
Rehabilitasi Bidang Sosial Disnosnakertrans, Bambang Yunianto menyebutkan
selama ini di pemerintah Kota Solo memiliki tiga rumah singgah yaitu : Pamardi
Yoga yang diperuntukkan bagi anak-anak jalanan, lalu Panti Werda untuk orang tua
dan lansia, serta Panti Wanita Utama yang lebih dipakai untuk menampung para
waktu pekerja seks komersil (PSK). “Biasanya ketika ditangkap kami data dan
dikembalikan ke daerahnya masing-masing. Ini tidak bisa menumbuhkan efek jera
karena mereka pasti bisa kembali lagi," tutur Bambang. Selain minimnya kapasitas,
Bambang juga pusing ketika menangkap PGOT yang masuk dalam usia produktif.
Akhirnya karena belum ada rumah singgah bagi kelompok ini, lagi-lagi petugas
hanya mendata dan memulangkan. Tidak bisa untuk memberikan pelatihan buat
bekal mereka.
4
1.2 Permasalahan
1.2.1 Permasalahan Umum
Bagaimana mewujudkan rangcangan rumah singgah yang dapat
mengajarkan norma bermasyarakat kepada anak jalanan dan menghidupkan
kawasan?
5
1.5 Metodologi Penulisan
1.5.1 Pengumpulan Data
a. Studi literatur
Studi literatur dilakukan untuk mencari data mengenai standard
kebutuhan ruang rumah singgah, program pokok rumah singgah, sirkulasi, dan
zonasi, yang mendukung fungsi bangunan.
b. Survey lapangan
Survey lapangan dilakukan terhadap site yang telah dipilih untuk
mendapatkan data-data berupa foto, ukuran, serta konteks lingkungan dan
pengaruhnya terhadap tapak dan bangunan.
1.5.2 Analisis
Analisis secara kualitatif dan kuantitatif terhadap data-data telah
dikumpulkan melalui metode penelitian : studi literatur, survey lapangan, dan studi
kasus mengenai rumah singgah anak jalanan.
1.5.3 Sintesis
Sintesis merupakan proses transformasi analisis menjadi rumusan-rumusan
konsep dengan sumber data dan pendekatan desain.
6
1.6.5 Bab V : Konsep Desain
Penjelasan detail gagasan arsitektural sebagai aspek desain rumah singgah
yang merupakan jawaban dari pendekatan Infill design.
7
BAB II
STUDI PUSTAKA
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak
berusia enam sampai delapan belas tahun yang menghabiskan sebagian besar
waktunya di jalanan untuk mencari nafkah atau sekedar berkeliaran saja.
8
keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung
namun tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.
9
Delapan hingga enam belas jam berada di jalanan
Mengontrak kamar sendiri bersama teman, orang tua, atau saudara
umumnya di daerah kumuh
Tidak lagi sekolah
Pekerjaan pada umumnya adalah penjual koran, pengasong, pencuci bus,
pemulung, penyemir sepatu, dan lain-lain.
Rata-rata berusia di bawah enam belas tahun
c. Anak yang rentan menjadi anak jalanan dengan kriteria :
Bertemu teratur setiap hari dan tinggal atau tidur dengan keluarganya
Empat hingga lima jam bekerja di jalanan
Masih bersekolah
Usia rata-rata di bawah empat belas tahun
d. Anak jalanan berusia di atas enam belas tahun dengan kriteria :
Tidak lagi berhubungan atau berhubungan tidak teratur dengan keluarganya
Delapan hingga dua puluh empat jam berada di jalanan
Tidur di jalanan atau rumah orang tua
Sudah tamat pendidikan dasar atau menengah namun tidak bersekolah lagi
10
Tabel 2. 1. Karakteristik Anak Jalan
Ciri Fisik Ciri Psikis
Faktor penyebab keberadaan anak jalanan ada tiga tingkatan (BKSN, 2000:
26) yaitu pada tingkat mikro, tingkat meso, dan tingkat makro.
a. Tingkat Mikro
Pada tingkat mikro, faktor yang berpengaruh adalah hubungan anak dan
keluarga. Sebab-sebab yang dapat diidentifikasi dari anak dan keluarga saling
berkaitan tetapi dapat juga berdiri sendiri yaitu :
- Lari dari keluarga, tuntutan bekerja oleh keluarga bagi yang masih sekolah
atau putus sekolah, keinginian untuk berpetualang, bermain-main atau
terpengaruh ajakan teman.
- Penyebab dari keluarga: terlantar, ketidakmampuan orang tua menyediakan
kebutuhan dasar, kemiskinan, pengangguran, ditolak orang tua, salah
perawatan atau terjadi kekerasan di rumah, kawin muda, perceraian,
kesulitan berhubungan dengan keluarga atau tetangga, terpisah dengan
orang tua, sikap-sikap yang salah terhadap anak, keterbatasan merawat anak
yang berakibat anak menghadapi masalah fisik, psikis dan sosial.
b. Tingkat Meso
Pada tingkat meso, faktor utama yang berpengaruh adalah
hubungan anak dengan masyarakat sekitar.
11
- Pada masyarakat miskin yaitu anak adalah aset untuk membantu
peningkatan ekonomi keluarga
- Pada masyarakat lain yaitu urbanisasi menjadi kebiasaan dan anak yang
mengikuti orang tua
- Penolakan masyarakat dan anggapan bahwa anak jalanan selalu
melakukan tindakan tidak terpuji
c. Tingkat Makro
Pada tingkat makro faktor utama yang mempengaruhi adalah
struktur masyarakatnya. Penyebab yang dapat diidentifikasi adalah :
- Ekonomi : adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu
membutuhkan modal dan keahlian
- Pendidikan : biaya sekolah yang tinggi dan perilaku guru yang
diskriminatif
- Penggusuran dan pengusiran keluarga mskan dari tanah atau rumah
mereka dengan alasan pembangunan
- Belum seragamnya unsur pemerintah memandang anak jalanan,
sebagian berpandangan anak jalanan merupakan kelompo yang
memerlukan perawatan (pendekatan kesejahrteraan) dan sebagian yang
lain memandang anaka jalanan sebagai pembuat masalah (pendekatan
keamanan)
12
- Perceraian dan kehilangan orang tua
Perceraian atau berpisahnya orang tua yang kemudian menikah lagi
atau memiliki teman hidup baru tanpa ikatan pernikahan seringkali
membuat anak menjadi frustasi. Rasa frustasi ini akan semakin bertambah
ketika anak dititipkan ke salah satu anggota keluarga orangtua mereka atau
ketika anak yang biasanya lebih memilih tinggal bersama ibunya merasa
tidak mendapatkan perhatian, justru mendapatkan perlakuan buruk dari ayah
tiri atau pacar baru ibunya. Situasi semacam ini akan membuat anak merasa
tidak betah hidup di lingkungan keluarga dan berusaha mencari ketenangan
dan kebahagiaan di tempat lain di mana salah satunya adalah hidup di
jalanan.
- Kekerasaan keluarga
Kekerasan keluarga merupakan merupakan faktor resiko yang paling
banyak dihadapi oleh anak-anak sehingga mereka memutuskan keluar dari
rumah dan hidup di jalanan. Kekerasan dalam keluarga tidak hanya bersifat
fisik saja, melainkan juga bersifat mental dan seksual.
- Keterbatasan ruang dalam rumah
Adanya rumah-rumah petak yang didirikan secara tidak permanen
dan seringkali menggunakan bahan-bahan bekas seadanya dengan ruang
yang sangat sempit, kadang hanya berukuran 3 X 4 meter saja. Bentuk dan
ukuran bangunan yang tidak layak disebut rumah itu kenyataannya dihuni
oleh banyak orang. Situasi semacam ini yang membuat anak-anak, biasanya
yang sudah berumur diatas lima tahun memilih atau dibiarkan oleh
orangtuanya untuk tidur diluar rumah, seperti di tempat ibadah (mushola
atau masjid) yang ada di kampung tersebut, pos ronda, atau ruang-ruang
publik yang berdekatan dengan kampung mereka.
- Eksploitasi ekonomi
Anak-anak yang turun ke jalanan karena didorong oleh orangtua atau
keluarganya sendiri biasanya bersifat eksploitatif. Anak ditempatkan sebagai
sosok yang terlibat di dalam pemenuhan kebutuhan keluarga.
- Keluarga homeless
Seorang anak menjadi anak jalanan bisa pula disebabkan karena
terlahirkan dari sebuah keluarga yang hidup di jalanan tanpa memiliki
13
tempat tinggal tetap. Kecenderungan yang tampak biasanya mereka bukan
merupakan keluarga yang utuh, melainkan seorang ibu bersama anak-
anaknya.
b. Faktor Lingkungan
- Terpengaruh oleh teman
Teman di sini bisa berarti teman-teman di lingkungan sekitar tempat
tinggal anak atau teman-teman di sekolahnya yang telah lebih dahulu
melakukan kegiatan di jalanan. Keterpengaruhan akan sangat cepat apabila
sebagian besar teman-temannya sudah berada di jalanan.
- Bermasalah dengan tetangga atau komunitas
Anak yang turun ke jalanan karena memiliki masalah dengan
tetangga atau komunitasnya, biasanya berawal dari tindakan anak yang
melakukan tindakan kriminal seperti pencurian.
- Ketidakpedulian atau toleransi lingkungan terhadap keberadaan anak di
jalanan
Ketidakpedulian komunitas di sekitar tempat tinggal anak atau
adanya toleransi dari mereka terhadap keberadaan anak-anak di jalanan
menjadi situasi yang turut mendukung bertambahnya anak-anak untuk turut
ke jalanan. Biasanya ini terjadi pada komunitas-komunitas masyarakat
miskin yang sebagian besar warganya bekerja di jalanan terutama sebagai
pengemis.
c. Faktor Lain
- Korban penculikan
Korban penculikan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
anak-anak berada di jalanan. Kasus penculikan yang menimpa anak-anak
untuk dijadikan sebagai anak jalanan hampir terjadi setiap tahun.
Tampaknya kasus ini luput dari perhatian mengingat jumlah kasusnya
memang tidak besar.
- Dampak program
Niat baik tidaklah selalu menghasilkan hal baik. Program-program
anak jalanan yang dilakukan oleh berbagai pihak tentunya tidak
dimaksudkan untuk mempertahankan anak-anak di jalanan melainkan
dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan perlindungan, kesempatan
14
mendapatkan hak-haknya dan yang terpenting adalah untuk mengeluarkan
anak dari dunia jalanan yang dinilai sangat tidak layak untuk diarungi oleh
mereka. Berbagai program bantuan kepada kelompok masyarakat miskin,
termasuk kepada anak jalanan dan keluarganya, di beberapa perkampungan
miskin yang menjadi basis tempat tinggal anak jalanan Semarang justru
mempengaruhi keluarga-keluarga lainnya untuk mendorong anak turun ke
jalanan dengan harapan bisa mendapatkan bantuan serupa. Hal ini bisa
dikatakan sebagai respon yang besar kemungkinan dapat terjadi di manapun
sehingga pihak-pihak yang terlibat untuk memberikan bantuan seharusnya
berhati-hati dan mengembangkan mekanisme pelaksanaan program yang
bisa mengantisipasi dampak buruk yang bisa bertolak belakang dari tujuan
program.
- Korban bencana
Bencana alam seperti banjir, gunung meletus dan sebagainya
ataupun bencana yang terjadi karena disebabkan oleh suatu akibat dari
kebijakan pembangunan seperti penggusuran perkampungan miskin ataupun
bencana yang ditimbulkan karena adanya konflik, yang kesemuanya itu
dapat menyebabkan komunitas tersebut harus pindah dari tempat tinggal
asalnya dan menjadi pengungsi. Situasi di dalam pengungsian dengan
fasilitas dan persediaan bahan pangan yang terbatas menyebabkan anak-
anak melakukan kegiatan di jalanan seperti menjadi pengemis.
a. Menunggu Kendaraan
Lokasi anak-anak jalanan menunggu kendaraan selalu berada di sisi
jalan. Sisi jalan yang dimaksud di sini dapat berupa trotoar maupun median
15
jalan. Dalam melakukan kegiatan menunggu kendaraan, anak jalanan ternyata
mencari ruang-ruang yang memiliki aksesibilitas yang baik, yang mencakup dua
hal yaitu :
- Kedekatan, yaitu dekat dengan deretan kendaraan
- Kemudahan, yaitu tidak adanya hambatan berarti untuk mencapai deretan
kendaraan tersebut
Selain itu, kriteria umum ruang yang dimanfaatkan oleh anak jalanan
sebagai tempat menunggu kendaraan, yaitu :
- Ukuran yang cukup, yaitu cukup dalam pandangan anak jalanan itu sendiri
meskipun menanggung bahaya
- Tidak terdapat aktivitas yang sibuk atau ramai pada titik tersebut.
Selain kedua kriteria umum ruang tersebut, dari sisi anak jalanan itu
sendiri ada beberapa perilaku yang dapat diamati dalam kaitannya dengan
aktivitas mereka menunggu kendaraan, yaitu :
- Cenderung mencari tempat yang teduh jika memang ada
- Menyenangi desain ruang yang membentuk sandaran atau dudukan
b. Istirahat
Aktivitas istirahat yang dimaksud di sini adalah sengaja menghentikan
kegiatan utama mereka sejenak untuk menghilangkan penat, agar setelah pulih
dapat kembali melanjutkan aktivitasnya.
Dalam memilih ruang untu beristirahat, ternyata dijumpai kriteria
pilihan ruang oleh anak jalanan. Pilihan tersebut terkait dengan dua aspek utama,
yaitu :
- Aksesibilitas, yaitu kedekatan dan kemudahan untuk kembali ke titik
aktivitas. Ruang istirahat anak jalanan selalu berada ridak jauh dari tempat
mereka menunggu kendaraan
- Kenyamanan dengan kriteria :
Adanya perlindungan dari sengatan sinar matahari. Perlindungan dari
sinar matahari pada ruang-ruang tersebut dapat terbentuk akibat
pepohonan di titik tersebut, desain ruang buatan tersebut, dan arah
bayangan yang terbentuk akibat posisi relatif terhadap matahari
Ukuran yang cukup
16
Tidak ada gangguan aktivitas lain di titik tersebut yang dapat
disebabkan oleh desain ruang yang memang tidak memungkinkan atau
tidak mendukung terjaddinya aktivitas lain dan distribusi pemanfaatan
ruang tersebut. Desain ruang memungkinkan untuk terjadinya aktivitas
lain, namun aktivitas tersebut tidak berlangsung di titik tempat anak
jalanan beristirahat, melainkan pada bagian ruang yang lain.
c. Berkumpul dan ngobrol
Titik-titik yang dipergunakan oleh anak jalanan sebagai tempat
berkumpul dan ngobrol pada umumnya merupakan titik-titik untuk beristirahat
dan menunggu kendaraan karena aktivitas berkumpul dan ngobrol pada dasarnya
terjadi ketika anak-anak jalanan sedang beristirahat, ataupun ketika mereka
mengisi kekosongan sambil menunggu kendaraan-kendaraan berhenti saat lampu
merah.
Oleh karena itu, karakter ruang ilihan yang digunakan oleh anak-anak
jalanan sebagai tempat untuk berkumpul dan ngobrol mengikuri pilihan mereka
terhadap ruang untuk beristirahat, sebagaimana yang telah diuraikan
sebelumnya, yaitu menekankan pada aspek kenyamanan dan aksesibilitas.
d. Menyimpan Barang
Ketika beroperasi di jalanan, tidak jarang anak-anak jalanan membawa
serta sejumlah barang-barangnya ke jalanan. Barang-barang yang biasa mereka
simpan selama beroperasi di perempatan ini biasanya berupa makanan ataupun
barang-barang lain yang mereka bawa. Faktor yang dipertimbangkan oleh anak
jalanan untuk menentukan tempat menyimpan barang-barang di jalanan yaitu :
- Keamanan, tercermin dalam lokasi penyimpanan atau peletakan barang-
barang yang berada dalam jangkauan pengawasan mereka ketika mereka
beraktivitas di jalanan
- Aksesibilitas, yaitu dekatnya lokasi penyimpanan atau peletakan barang-
barang dari tempat aktivitasnya memudahkan mereka dalam mengakses
barang tersebut jika sewaktu-waktu mereka butuhkan ketika sedang
beraktivitas
e. Bermain
17
Pada beberapa kesempatan ditemukan kejadian di mana anak jalanan
bermain. Aktivitas ini biasanya terjadi secara insidental dan biasanya dilakukan
secara spontan di sela-sela aktivitas mereka mencari uang.
Dilihat dari lokasinya, maka aktivitas ini pada dasarnya dapat terjadi di
mana saja. Tidak dilihat adanya pola tertentu dari lokasi ruang tempat mereka
bermain. Meskipun demikian, dapat diamati bahwa ada kesesuaian antara jenis
permainan dang ruang yang dimanfaatkan sebagai tempat bermain. Permainan
yang dimainkan anak-anak jalananini disesuaikan dengan ukurang ruang yang
tersedia saat itu. Apabila ruang yang tersedia cukup luas, maka mereka
menyesuaikan dengan ukuran ruang tersebut.
18
Pilihan ruang-ruang sisa yang dimanfaatkan oleh anak jalanan tidak harus
berupa ruang publik dan fasilitas umum, namun mereka juga dapat memanfaatkan
ruang-ruang milik privat. Ini menunjukkan bahwa cakupan pemanfaatan ruang yang
dilakukan oleh anak jalanan sangat fleksibel. Selama tidak ada penghalang ataupun
hambatan untuk memanfaatkan ruang tersebut, maka mereka bisa saja
memanfaatkannya bagi kepentingan mereka, tanpa memperdulikan kepemilikan
ruang tersebut.
Perilaku anak-anak jalanan untuk memanfaatkan ruang-ruang sisa ini juga
dapat dipandang sebagai suatu wujud upaya penyesusaian diri untuk mengakomodasi
kebutuhan mereka terhadap yang tidak terakomodasi dalam bentuk penyediaan ruang
bagi mereka.
Dalam tataran yang lebih mendasar lagi, perilaku ini dapat dipahami sebagai
bentuk aplikasi dari salah satu nilai yang dianut oleh anak jalanan. Nilai ini ialah
keinginan uttuk tidak dianggap sebagai pengganggu bagi masyarakat luas. Nilai ini
terwujud dalam bentuk perilaku mereka untuk memanfaatkan ruang-ruang sisa, yaitu
ruang-ruang yang selama ini tidak dimanfaakan oleh orang lain. Dalam anggapan
mereka, perilaku seperti ini merupakan benruk upaya mereka untuk tidak menggangu
orang lain.
1. Street-based Intervention
Street-based Intervention merupakan penanganan anak jalanan yang
dipusatkan di jalan di mana anak-anak jalanan biasa beroperasi. Metode ini
bertujuan untuk dapat menjangkau dan melayani anak di lingkungan
terdekatnya, yaitu di jalan.
2. Shelter-based Intervention
Pendekatan shelter-based intervention ini mencakup tempat berlindung
sementara berupa rumah singgah atau open house yang menyediakan fasilitas
panti dan asrama adaptasi bagi anak jalanan.
3. Family-centered Intervention
19
Family-centered Intervention merupakan penanganan anak jalanan yang
difokuskan pada pemberian bantuan sosial atau pemberdayaan keluarga
sehingga dapat mencegah anak-anak agar tidak menjadi anak jalanan atau
dengan kata lain menarik anak jalanan kembali kepada keluarganya.
4. Center-Based Intervention
Center-based Intervention merupakan penanganan anak jalanan yang
dipusatkan di lembaga (panti) baik secara sementara dalam bentuk menyiapkan
reunifikasi dengan keluarganya maupun secara permanen apabila anak jalanan
sudah tidak memiliki orang tua atau kerabat.
5. Community-based Intervention
Community-based Intervention merupakan penanganan anak jalanan
yang dipusatkan di sebuah komunitas. Metode ini melibatkan program-proram
community development untuk memberdayakan masyarakat atau penguatan
kapasitas lembaga-lembaga sosial di masyarakat dengan menjalin networking
melalui berbagai institusi baik lembaga pemerintahan maupun lembaga sosial
masyarakat. Pendekatan ini juga mencakup CSR (Corporate Social
Responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan.
20
2.2.2. Fungsi Rumah Singgah
Adapun menurut Badan Kesejahteraan Sosial Nasional, rumah singgah
mempunyai beberapa fungsi yaitu :
a. Tempat pertemuan pekerja sosial dengan anak jalanan untuk menciptakan
persahabatan, mengkaji kebutuhan, dan melakukan kegiatan
b. Tempat untuk mengkaji kebutuhan dan masalah anak serta menyediakan rujukan
untuk pelayanan lanjutan
c. Perantara antara anak jalanan dengan keluarga, panti, keluarga pengganti, dan
lembaga lainnya
d. Perlindungan bagi anak dari kekerasan/penyalahgunaan seks, ekonomi, dan
bentuk lainnya yang terjadi di jalanan
e. Pusat informasi berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan anak jalanan
seperti data dan informasi tentang anak jalanan, bursa kerja, pendidikan, kursus
ketrampilan, dll
f. Mengembalikan dan menanamkan fungsi sosial anak dimana para pekerja sosial
diharapkan mampu mengatasi permasalahan anak jalanan dan menumbuhkan
keberfungsisosialan anak. Cara-cara penanganan profesional dilakukan antara
lain menggunakan konselor yang sesuai dengan masalahnya.
g. Jalur masuk kepada berbagai pelayanan sosial dimana pekerja sosial membantu
anak mencapai pelayanan tersebut
h. Pengenalan nilai dan norma sosial pada anak. Lokasi Ruamh Singgah berada di
tengah-tengah lingkunagn masyarakat sebagai upaya mengenalkan kembali
norma, situasi, dan kehidupan bermasyarakat bagi anak jalanan. Pada sisi lain
mengarah pada pengakuan, tanggung jawab, dan upaya warga masyarakat
terhadap penanganan masalah anak jalanan ini
21
a. Membentuk kembali sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat
b. Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau ke panti
dan lembaga lainnya jika diperlukan
c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak
dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi warga masyarakat yang
produktif.
Adapun tujuan Rumah Singgah secara umum dapat dijabarkan sebagai
wahana terhadap pembinaan anak-anak jalanan yang dilandasi dengan sikap
pembentukan sikap dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku
termasuk pembentukan anak atas nilai-nilai atau norma-norma termasuk nilai-nilai
atau norma-norma agama.
22
memberikan kesempatan kepada anak jalanan untuk memperoleh perlindungan
kapanpun. Para pekerja sosial siap dikondisikan untuk menerima anak dalam 24
jam tersebut, oleh karena itu harus ada pekerja sosial yang tinggal di Rumah
Singgah.
d. Hubungan Informal
Hubungan-hubungan yang terjadi di Rumah Singgah bersifat informal
seperti perkawanan atau kekeluargaan. Anak jalanan di bimbing untuk merasa
sebagai anggota keluarga besar dimana para pekerja sosial bereperan sebagai
teman, saudara/kakak atau orang tua. Hubungan ini membuat anak merasa
diperlakukan seperti anak lainnya dalam sebuah keluarga dan merasa sejajar
karena pekerja sosial menempatkan diri sebagai teman dan sahabat. Dengan cara
ini diharapkan anak-anak mudah mengadukan keluhan, masalah, dan
kesulitannya sehingga memudahkan penanganan masalahnya.
e. Bermain dan Belajar
Di Rumah Singgah anak dibebaskan untuk bermain, tidur, bercanda,
bercengkrama, mandi, belajar kebersihan diri, dsb. Perilaku yang negatif seperti
perjudian, merokok, minuman keras dan sejenisnya harus dilarang. Dengan cara
ini diharapkan anak-anak betah dan terjaga dari pengaruh buruk. Peraturan
dibuat dan di sepakati bersama anak-anak.
f. Rumah Persinggahan
Rumah Singgah merupakan persinggahan anak jalanan dari situasi
jalanan menuju situasi lain yang dipilih dan ditentukan oleh anak, misalnya
kembali ke rumah, ikut saudara, masuk panti, kembali bersekolah, alih kerja di
tempat lain, dan sebagainya. Adapun penjabaran singgah sendiri adalah :
- Anak jalanan boleh tinggal sementara untuk tujuan perlindungan, misalnya
karena tidak punya rumah, ancaman atau kekerasan dari orang tua, dll.
Biasanya hal ini dihadapi anak yang hidup di jalanan yang tidak mempunyai
tempat tinggal.
- Pada saat tinggal sementara mereka akan memperoleh penanganan yang
terus menerus dari pekerja sosial untuk menemukan situasi-situasi seperti
tertera diatas. Sehingga mereka tidak tergantung terus kepada Rumah
Singgah.
23
- Anak jalanan datang sewaktu-waktu untuk bercakap-cakap, istirahat,
bermain, mengikuti kegiatan
- Rumah Singgah tidak memperkenankan anak jalanan untuk tinggal
selamanya
- Anak jalanan yang masih tinggal dengan orang tua atau saudaranya atau
sudah mempunyai tempat tinggal tetap sendirian maupun berkelompok tidak
di perkenankan tinggal menetap di Rumah Singgah kecuali ada beberapa
situasi yang bersifat darurat. Anak jalanan yang sudah mempunyai tempat
tinggal tetap merupakan kondisi yang lebih bagus dibandingkan dengan
mereka yang membutuhkan Rumah Singgah sebagai tempat tinggal
sementara, seperti kelompok anak yang hidup dijalanan.
g. Partisipasi
Kegiatan yang dilaksanakan di Rumah Singgah didasarkan pada prinsip
partisipasi dan kebersamaan. Pekerja sosial dengan anak memahami masalah,
merencanakan, dan merumuskan kegiatan. Anak dilatih belajar mengatasi
masalahnya dan merasa memiliki atau memikirkan kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan
h. Belajar Bermasyarakat
Anak jalanan seringkali menunjukan sikap dan perilaku yang berbeda
dengan norma masyarakat karena lamanya mereka tinggal dijalanan. Rumah
Singgah ditempatkan di tengah tengah masyarakat agar mereka kembali belajar
norma dan menunjukan sikap dan perilaku yang normatif.
24
kota yang padat dan diharapkan dapat menghidupkan kawasan tersebut. (Kwanda,
2004).
25
BAB III
TINJAUAN LOKASI
26
Sungai Pepe, Jenes, Premulung dan Sungai Anyar. Kota Surakarta memiliki suhu
rata-rata 21,9ºC - 32,5ºC, dengan rata-rata tekanan udara sekitar 1.010,9 MBS,
kelembaban udara rata-rata antara 71%, kecepatan angin sekitar 4 knot dan arah
angin 240º, serta curah hujan terbesar sebesar 595 mm jatuh pada bulan Februari, dan
curah hujan terendah pada bulan Oktober mencapai 31,6 mm per hari.
Wilayah administrasi Kota Surakarta terdiri 5 kecamatan dan 51 kelurahan,
dengan dibantu oleh masyarakat dalam bentuk organisasi Rukun Warga sebanyak
601 Rukun Warga (RW) dan sejumlah 2.705 Rukun Tetangga (RT).
a. Kecamatan Laweyan dengan luas 8.638 m2
b. Kecamatan Serengan dengan luas 3.194 m2
c. Kecamatan Pasar Kliwon dengan luas 4.815 m2
d. Kejamatan Jebres dengan luas 12.582 m2
e. Kecamatan Banjarsari dengan luas 14.811 m2
27
Gambar 3. 3. Lokasi Tapak Berada Pada Wilayah Jantung Kota
Sumber : http://solokotakita.org/alat-perencanaan/ (diakses pada 8 Maret 2016)
Tapak berada pada kampung marginal di pusat kota Surakarta sehingga
selain dekat dengan anak yang rawan menjadi anak jalanan, diharapkan program
rumah singgah yang bersinergi dengan kampung dapat meningkatkan kesejahteraan
penduduk kampung. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Surakarta, angka
kemiskinan di sekitar tapak tergolong tinggi yaitu lebih dari 30%. Angka kemiskinan
juga ditunjukkan pada pengguna WC umum wilayah tersebut. Setidaknya terdapat
dua puluh hingga tiga puluh keluarga yang menggunakan WC umum.
28
Gambar 3. 5. Jumlah Pengguna WC Umum di Sekitar Tapak
Sumber : http://solokotakita.org / (diakses pada 8 Maret 2016)
Terminal Tirtonadi
Taman Tirtonadi
29
Sumber : 1. Google Maps (2015)
2. Gambar Sungai Bengawan solo: Dokumen Pribadi (2015)
3. Gambar Terminal Tirtonadi : http://www.suaramerdeka.com/v1 /index.php/read
/news_solo/2013/04/05/151750/Pembangunan-Lantai-Dua-Terminal-Tirtonadi-Butuh-Rp-
30-M- (Diakses pada 1 Januari 2016)
4. Gambar Taman Tirtonadi : http://www.jalansolo.com/wisata/menikmati-manfaat-taman-
tirtonadi-surakarta/ (Diakses pada 1 Januari 2016)
5. Gambar Stasiun Balapan Solo : http://tentangsolo.web.id/stasiun-balapan.html (Diakses
pada 1 Januari 2016)
3.2.1.2. Aksesibilitas
Pemilihan lokasi tapak ini berdasarkan pertimbangan kedekatan akses dari
terminal sebagai tempat yang rawan anak jalanan. Terminal merupakan titik yang
rawan karena gerbang utama anak jalanan masuk kota mengingat banyaknya anak
30
jalanan yang bukan dari solo. Selain itu anak jalanan cenderung memilih tempat yang
dekat dengan akses umum dan transportasi umum. Tapak juga berada dekat dengan
taman kota yaitu Taman Tirtonadi yang sering dijadikan tempat beraktivitas anak
jalanan. Dengan tapak yang berada dekat dengan kedua tempat aktivitas anak
jalanan, diharapkan anak jalanan dapat mengakses rumah singgah dengan mudah.
Terminal Tirtonadi
Taman Tirtonadi
31
c. Bangunan sekitar yang cenderung berdempetan dan tidak mengikuti aturan
sempadan
d. Belum adanya akses jalan aspal ke tapak
Akses menuju tapak cukup sulit untuk kendaraan besar karena jalannya
yang cukup sempit. Material jalan sebagian besar masih berupa tanah sehingga licin
32
ketika musim hujan, berdebu ketika musim kemarau, dan ada juga yang berupa cor
beton.
33
BAB IV
PENDEKATAN KONSEP
4.1. Input
Untuk mencapai tujuan yang dibutuhkan, tahapan yang harus dilalui adalah
penelaahan data yang selanjutnya akan dicari solusinya. Pada tahapan input, dapat
disimpulkan bahwa terdapat permasalahan-permasalahan yang mendasari rancangan rumah
singgah. Permasalahan tersebut adalah :
a. Konsep diri anak jalanan
Permasalahan ini terkait pada sifat anak jalanan dan ruang yang harus
dibentuk. Sifat anak jalanan sangat penting untuk menentukan apa saja yang dapat
34
dianggap sebagai potensi dan apa saja yang dapat dianggap sebagai ancaman. Potensi
yang ada dimanfaatkan dan ancaman dihilangkan melalui ruang yang dibentuk.
35
Gambar 4. 3. Diagram Skema Perilaku Spasial Anak Jalanan
Sumber : Jimly Al Faraby (2009)
36
Gambar 4.4. Diagram Skema Siklus Permasalahan Munculnya Anak Jalanan
d. Standar Antropometri
Dengan pengguna yang memiliki rentang usia nol hingga delapan belas tahun
ke atas, maka ukuran antropometri menjadi hal yang harus diperhatikan. Berdasarkan
data antropometri yang berkaitan dengan bangunan pendidikan dan desain furnitur
yang dikeluarkan oleh Unesco Regional Office for Education in Asia and the Pacific,
terdapat standar ukuran antropometri furnitur bangunan yang menyesuaikan dengan
target usia pengguna.
37
Gambar 4. 5. Dimensi Terkait Desain Bangunan dan Furnitur : Perbandingan
Berdasarkan Ketinggian Manusia
Sumber : Unesco Regional Office for Education in Asia and the Pacific (1980)
38
Gambar 4. 6. Dimensi Terkait Desain Bangunan dan Furnitur : Perbandingan
Berdasarkan Ketinggian Manusia
Sumber : Unesco Regional Office for Education in Asia and the Pacific (1980)
39
hingga tujuh belas, dan tujuh belas tahun ke atas. Pengelompokan ini terkait dengan
desain antropometris yang akan diterapkan di bangunan.
40
4.2. Proses
Proses yang dilakukan merupakan solusi dari permasalahan yang telah ditemukan.
Konsep utama dari solusi tersebut adalah rumah singgah yang dapat menyelesaikan
permasalahan anak jalanan dengan pendekatan Infill design yang menanggapi
permasalahan kurangnya lahan dan memaksimalkan interaksi dengan masyarakat setempat
sehingga diharapkan kegiatan dan program motivasi dapat dijalankan dengan efektif dan
maksimal.
a. Center Based
Center Based merupakan penanganan anak jalanan berbasis satu pusat
bangunan (center). Center ini dijalankan oleh satu lembaga pengelola sebagai inti dari
center. Tedapat tiga penggerak utama lembaga ini yaitu pemerintah, komunitas, dan
swasta. Pemerintah berperan sebagai pelindung hukum dan pendukung dari sisi
konstitusional. Komunitas berperan sebagai pihak yang menjalankan lembaga. Swasta
berperan dalam pendanaan rumah singgah melalui program CSR perusahaan.
Lembaga pengelola akan mengontrol anak jalanan melalui program. Dengan
melihat berbagai latar belakang munculnya anak jalanan, program yang disusun harus
mampu mendorong anak jalanan untuk kembali ke rumah. Program tersebut adalah
program kesehatan, bantuan yuridis, pendidikan informal berupa soft skill, dan
pendidikan formal berupa bantuan beasiswa.
41
b. Community Based
Community Based merupakan metode penyelesaian masalah anak jalanan
berbasis komunitas. Komunitas di sini adalah masyarakat sekitar anak jalanan sebagai
moral support bagi anak jalanan untuk dapat kembali ke rumah. Masyarakat sekitar
anak jalanan adalah masyarakat di sekitar tempat tinggal dan masyarakat di sekitar
rumah singgah. Kedua masyarakat ini berperan penting dalam penyelesaian masalah
anak jalanan.
Rumah singgah merupakan media komunikasi antar anak jalanan dan
masyarakat sekitar. Oleh karena itu, diperlukan program dan rancangan yang dapat
memaksimalkan interaksi antara masyarakat dan anak jalanan.
Gambar 4. 10. Diagram Skema Metode Community Based sebagai Penyelesaian Masalah
Anak Jalanan
c. Street Based
Street Based merupakan metode penyelesaian masalah anak jalanan yang
dilakukan di jalan sebagai ruang aktivitas hidup utama anak jalanan. Pada metode ini
yang harus diperhatikan adalah safety dan security dari fasilitas jalan. Safety adalah
keamanan dari kecelakaan ketika berada di jalan. Misalnya trotoar yang memadai
untuk menghindari adanya kecelakaan anak jalanan atau zebra cross sebagai fasilitas
menyeberang yang aman digunakan. Security adalah keamanan dari tindak kriminal
misalnya penerangan yang memadai di tempat umum untuk menghindari kekerasan
terhadap anak jalanan atau visibilitas ruang yang tinggi sehingga tidak terjadi
perpeloncoan anak jalanan. Kedua aspek ini sebenarnya merupakan aspek dasar
42
perancangan fasilitas jalan yang harus dipenuhi tidak hanya untuk keamanan anak
jalanan namun juga keamanan publik.
Di satu sisi, jalanan tidak boleh didesain nyaman untuk ditinggali untuk
mencegah bertambahnya PGOT, khususnya anak jalanan. Oleh karena itu, rumah
singgah harus menjadi tempat yang lebih menarik bagi anak jalanan untuk
menghabiskan waktunya. Diharapkan rumah singgah dapat mengarahkan aktivitas
anak jalanan ke arah yang positif, dapat memberi bekal berupa skill tambahan, dan
mendorong anak jalanan untuk kembali ke rumah.
d. Shelter Based
Shelter Based merupakan metode penyelesaian masalah anak jalanan dengan
berbasis shelter atau tempat berlindung berupa rumah singgah. Rumah singgah dapat
dikategorikan dalam campuran metode center based dan shelter based. Pada metode
ini, rumah singgah digunakan sebagai wadah aktivitas anak jalanan pengganti jalan
dan tempat umum. Di sini, aktivitas yang dilakukan anak jalanan dapat diarahkan oleh
lembaga pengelola. Rumah singgah harus dapat mewadahi aktivitas penyelesaian anak
jalanan dengan ketiga metode di atas.
43
e. Infill design
Infill design merupakan jawaban penyelesaian arsitektur karena permasalahan
lahan sempit dan kebutuhan akan interaksi dengan masyarakat sebagai solusi dari
permasalahan anak jalanan. Definisi dari infill design adalah pembangunan bangunan-
bangunan baru multifungsi yang sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan kepadatan
yang tinggi pada lahan ataupun bangunan dikawasan kota yang padat dan diharapkan
dapat menghidupkan kawasan tersebut.
Metode infill design diterapkan baik pada sistem rumah singgah maupun pada
arsitektur rumah singgah. Pada sistem infill, anak jalanan yang merupakan anggota
masyarakat tambahan akan bekerja sama dengan masyarakat untuk sama-sama
mendapatkan keuntungan. Anak jalanan diuntungkan dari segi moral dan material
sedangkan masyarakat diuntungkan dari segi ekonomi dengan diadakannya kerjasama
bisnis usaha kecil dan menengah antara anak jalanan dan masyarakat.
Pada arsitektur infill, bangunan baru yang merupakan bangunan tambahan
pada struktur kampung marginal yang sudah terbentuk harus menanggapi konteks area
di sekitar baik dari segi bentuk, material, fasad, lansekap, dan elemen arsitektur yang
lain. Bangunan ini juga dapat menjadi contoh terhadap masyarakat mengenai
bagaimana berarsitektur sederhana melalui inovasi material, struktur, sistem
penghawaan, dan sebagainya sehingga dapat meningkatkan kualitas ruang hidup
masayarakat sekitar.
4.3. Output
Terdapat dua tujuan utama dari rumah singgah yang didesain yairu tujuan jangka
pendek dan tujuan jangka panjang. Adapun tujuan jangka pendek adalah :
a. Ruang yang layak untuk anak jalanan
44
Sesuai dengan analisa perilaku spasial anak jalanan, anak jalanan cenderung
memanfaatkan ruang sisa yang tidak memiliki fungsi maupun ruang yang memiliki
fungsi namun tidak berfungsi dengan baik. Rumah singgah diharapkan dapat menjadi
pengganti ruang-ruang tersebut untuk anak jalanan melakukan aktivitas utamanya
b. Sosialisasi dan moral support untuk anak jalanan
Rumah singgah merupakan media berinteraksi dengan masyarakat dan
pekerja sosial yang ada. Dengan adanya interaksi ini, anak jalanan akan mendapat
moral support untuk mengatasi permasalahan utama yang mendorong mereka untuk
menjadi anak jalanan.
c. Pendidikan untuk anak jalanan
Rumah singgah sebagai wadah pendidikan informal untuk anak jalanan. Di
sini anak jalanan mendapatkan pendidikan keterampilan yang dapat digunakan untuk
mendongkrak penghasilan ekonomi sehingga tidak lagi mengamen. Sangat mungkin
pada proses ini anak jalanan menemukan minatnya yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber mata pencaharian dan meninggalkan pekerjaan serabutan yang biasa dilakukan
anak jalanan.
d. Penerimaan anak jalanan oleh masyarakat
Selama ini anak jalanan seringkali dianggap mengganggu oleh masyarakat.
Selain karena visual anak jalanan yang kumuh dan tidak terawat, perilaku anak jalanan
juga dianggap meresahkan. Namun dengan adanya rumah singgah diharapkan anak
jalanan mendapatkan fasilitas yang lebih layak dan penyimpangan perilaku dapat
diminimalkan dengan adanya program-program dari rumah singgah.
Adapun tujuan jangka panjang dari adanya rumah singgah ini adalah sebagai
berikut:
a. Peretasan Anak Jalanan
Dengan adanya rumah singgah diharapkan dapat mengurangi jumlah anak
jalanan
b. Solo Kota Layak Anak
Rumah singgah merupakan salah satu penunjang program Solo Kota Layak
Anak. Permasalahan anak jalanan tidak seharusnya dipandang sebelah mata apabila
ingin diselesaikan dengan tuntas. Selama ini penyelesaian masalah anak jalanan di
Solo hanya diselesaikan dengan razia dan pemulangan saja. Dengan adanya rumah
singgah diharapkan
45
4.4. Pendekatan Infill Design
4.4.1. Tujuan Infill Design
Tujuan dari perancangan infill yang baik adalah untuk menciptakan
pengembangan bangunan yang fungsional, menarik, memperkuat nilai lokal
komunitas, secara arsitektural dan visual dapat dikatakan estetis, dan menanggapi
lingkungan sekitar. Guideline yang tertulis di bawah bertujuan untuk mencapai
tujuan di atas dengan menyediakan standar pengembangan yang jelas, berfokus pada:
a. Potensi dan hambatan pengembangan pada lingkungan site
b. Kebutuhan ruang
c. Sirkulasi dan sistem parkir yang aman dan efisien
d. Hubungan antara pengembangan eksisting dan pengembangan yang baru
e. Bagaimana bangunan baru menanggapi karakteristik arsitektural dan historikal
lingkungan sekitar
f. Desain penunjang seperti landscape, penerangan, signage, dan street furniture.
46
dari site.
47
yang terkontaminasi.
Struktur dan Tata Guna Mengidentifikasi tata guna lahan dan struktur
Lahan termasuk ukuran, ketinggian, material, vegetasi, area
terbuka, dan lahan parkir umum.
48
diidentifikasi.
Peta Konteks Tapak Kesimpulan dari analisa tapak dan konteks area
disajikan dalam infografik yang mudah dimengerti.
49
tanah
4. Orientasi bangunan harus memperhatikan kenyamanan
thermal secara pasif, proteksi terhadap angin dan
cahaya matahari, dan faktor desain mikroiklim.
5. Tapak terdesain harus terintegrasi dengan sistem
aksesibilitas area (akses pejalan kaki maupun dengan
kendaraan), dalam hal massa bangunan dan skala,
penggunaan material, olah lansekap, dan utilitas.
6. Elemen visual yang mencolok seperti view, vista,
pepohonan, perairan, bentuk lahan, landmark, harus
dipertahankan dan terintegrasi dengan Infill design
yang diusulkan
50
lingkungan. Pertimbangan ini termasuk koneksi ke
ruang terbuka, pejalan kaki, parkir umum, dan fasilitas
umum yang lain.
6. Infill development sebaiknya tidak menghindari
karakteristik elemen visual yang seharusnya
dimanfaatkan dan harus memiliki integrasi yang baik
antara tapak dan elemen visual positif
7. Infill development sebaiknya terintegrasi dengan
elemen di bawah ini untuk memperkuat hubungannya
dengan komunitas sekitar :
1. Trotoar yang terhubung dengan jaringan trotoar
eksisting lingkungan
2. Jalan lingkungan yang terhubung dengan jalan
eksisting
3. Mempertahankan struktur yang secara arsitektural
signifikan apabila memungkinkan
4. Memperhatikan street furniture, penerangan, dan
tata lansekap yang berorientasi pada pejalan kaki
5. Sempadan, kulit bangunan, penggunaan, dan sistem
parkir yang kompatibel dengan lingkungan sekitar.
51
4.5.4.2. Penataan Bangunan
a. Semua struktur dengan konsep infill harus memiliki akses pintu masuk utama
yang berorientasi ke jalan dengan integrasi dengan jalur pedestrian
b. Bangunan pada tapak dengan konsep infill sebaiknya disusun untuk mengurangi
jarak berjalan antar bangunan
c. Penempatan bangunan dengan konsep infill sebaiknya dengan pertimbangan
elemen alam.
4.5.4.3. Proporsi Bangunan
a. Bangunan baru dengan konsep infill sebaiknya memiliki hubungan yang
harmonis terhadap struktur yang ada di sekitar tapak dalam hal ketinggian dan
ukuran
b. Ketinggian dan ukuran bangunan baru sebaiknya mempunyai ukuran yang tidak
jauh berbeda dengan sekitarnya atau dapat diartikulasikan dengan tata massa
yang kurang lebih sama dengan struktur yang ada untuk mempertahankan ritme
arsitektur yang sudah ada.
c. Ketinggian dan orientasi bangunan harus selaras dengan bangunan di sekitar
tapak.
4.5.4.4. Elemen Desain
Pemilihan elemen desain dari bangunan dengan konsep infill material,
warna, tekstur, grid pada fasad, dan sebagainya harus selaras dengan kondisi yang
sudah ada.
52
Bangunan
Konsep Sirkulasi Tapak
Konsep Sirkulasi
Bangunan
3. Center Based sebagai solusi Konsep Programatik v
masalah anak jalanan. Bangunan
Konsep Zonasi v
Bangunan
Konsep Sirkulasi Tapak v
Konsep Sirkulasi v
Bangunan
4. Street Based sebagai solusi Konsep Pencapaian v
masalah anak jalanan. terhadap Tapak
5. Shelter Based sebagai solusi Konsep Programatik v
masalah anak jalanan. Bangunan
Konsep Zonasi v
Bangunan
Konsep Sirkulasi v
Bangunan
6. Infill design sebagai Konsep Zonasi Tapak v
pendekatan arsitektural Konsep Sirkulasi Tapak v
rumah singgah Konsep Tata Massa v
Konsep Fasad v
Konsep Material v
Konsep Lansekap v
Konsep Utilitas v
53
BAB V
KONSEP DESAIN
54
Gambar 5. 2. Skema Penjangkauan Anak Jalanan Terhadap Tapak
55
konsultasi yuridis bila Hukum
dibutuuhkan
Pengelola atau anak jalanan Ruang tamu
menerima tamu
Pengelola menjalankan Ruang tata usaha
administrasi rumah singgah
Pengelola dengan shift malam Ruang tidur pengelola
tidur
Anak jalanan mengikuti Ruang pelatihan
kegiatan pelatihan dan
berinteraksi dengan warga
2. Community Anak jalanan berinteraksi baik Playground
Based dengan anak jalanan lain, Ruang baca
masyarakat setempat, maupun
pengelola.
Anak jalanan mengekspresikan
emosi maupun menenangkan
pikiran
Anak jalanan dan masyarakat Innercourt
setempat melakukan acara
bersama
3. Street Based Pengelola melakukan Taman duduk
pengenalan pertama ke anak
jalanan mengenai rumah
singgah sekaligus pengawasan
terhadap anak jalanan di jalan
4. Shelter Based Anak jalanan bermalam Ruang tidur
Anak jalanan menyimpan Loker umum
barang-barangnya
Anak jalanan membersihkan Kamar mandi
diri
56
dalam pengawasan pengelola. Ruang tersebut adalah playground, hall berkumpul,
ruang baca, admisi, ruang pelatihan, dan toilet umum.
Ruang yang dapat diakses oleh anak jalanan dan pengelola cenderung
berfungsi sebagai area servis dan area kebutuhan anak jalanan seperti kebutuhan
untuk melakukan konsultasi. Ruang tersebut adalah locker barang, dapur bersama,
ruang makan, ruang konsultasi, dan aula.
Ruang yang dapat diakses oleh pengelola adalah ruang yang berhubungan
dengan pengelolaan panti seperti kantor pengelola untuk pengelola dan pekerja
sosial, ruang rapat, ruang lembaga bantuan hukum, ruang rapat, ruang dokumen,
ruang tidur untuk pengelola dan pekerja sosial, dan toilet pengelola.
Dengan perthitungan di bawah ini, tapak dapat menampung tiga puluh anak
jalanan dengan sepuluh orang pengelola terdiri dari kepala pengelola, pengurus
harian, pengurus keuangan, staff kesehatan, staff bantuan yuridis, dan tata usaha.
Dengan luasan lahan
57
Ruang Makan Ruang Makan 50 875x875 80% 68,9 m2
Dapur 5 875x875 80% 6,9 m2
Ruang Tidur Ruang Tidur 30 2000x625 60% 60 m2
WC 6 710x625 80% 4,7 m2
Total Luas Bangunan + 20% Sirkulasi 851,4 m2
58
Outdoor
Anak Jalanan, Masyarakat, & Pengelola
Anak Jalanan & Pengelola
Pengelola
59
Gambar 5. 7. Skema Sirkulasi Tapak untuk Pengguna
60
Gambar 5. 9, Ketinggian Bangunan di Sekitar Tapak
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
61
Gambar 5. 12. Skema Outline Fasad yang Selaras dengan Lingkungan Sekitar
62
LOCAL ECO
63
Gambar 5. 17. Skema Orientasi Landscape
64
Gambar 5. 19. Diagram Skema Konsep Zonasi Bangunan Utama
65
Gambar 5. 21. Konsep Zonasi Bangunan Pendukung 2
66
Gambar 5. 23. Skema Konsep Sirkulasi Pengunjung Bangunan Utama
67
Gambar 5. 25. Skema Konsep Sirkulasi Pengelola Bangunan Utama
68
Gambar 5. 27. Skema Konsep Sirkulasi Pengunjung Bangunan Pendukung 1
69
5.3.3. Konsep Pengalaman Ruang
5.3.4.1 Sifat Ruang Rumah Singgah
Berdasarkan penjabaran sifat ruang yang harus dipenuhi pada rumah
singgah guna memaksimalkan potensi dan membantu rehabilitasi mental anak
jalanan, dapat disimpulkan bahwa rumah singgah membutuhkan ruang yang :
a. Ruang yang bebas, dapat memberikan pilihan
b. Ruang yang mudah dalam kontrol visual
c. Ruang yang fleksibel
d. Ruang yang bersinergi dengan alam
e. Ruang yang rileks
f. Kebutuhan ruang kooperasi dan ruang komunal
g. Pencitraan kamar tidak terlalu tertutup
h. Setting ruang yang membangkitkan semangat kerja
Gambar 5. 30. Ruang dengan Pilihan Aktivitas dan Mudah dalam Kontrol Visual
Ruang yang bebas dan dapat memberikan pilihan adalah ruang yang dapat
memberi alternatif bagi anak jalanan baik dari segi aktivitas maupun dari segi
kenyamanan gerak mengingat bangunan digunakan oleh pengguna dari rentang usia
anak hingga dewasa. Ruang memiliki kontrol visual yang baik. Pengelola dapat
mengawasi aktivitas yang ada pada area rumah singgah dengan mudah.
70
Gambar 5. 31. Fleksibilitas Ruang
Sumber : Vriesia Tissa Florika (2013)
Ruang bersinergi dengan alam sekitar tapak. Pada kasus ini, rumah singgah
harus dapat menanggapi beberapa elemen alam sekitar yang penting yaitu
keberadaan sungai, kontur pada pemukiman yang berada di bawah level jalan
lingkungan, dan kondisi pemukiman sekitar.
71
Gambar 5. 33. Ruang yang Rileks
Ruang tidur merupakan ruang privat anak jalanan namun perlu adanya
pengawasan baik dari masyarakat maupun pengelola. Sirkulasi dalam bangunan
dibuat terbuka ke lingkungan sedangkan area tidur yang berhubungan langsung
dengan sirkulasi walaupun dibuat tertutup masih dapat dikontrol oleh masyarakat dan
pengelola.
72
Gambar 5. 35. Ilustrasi Ruang Pelatihan Outdoor
73
akan memudahkan kontrol visual pengelola ke pengguna bangunan. Ruang tanpa
sekat lebih memudahkan akses pengguna dan juga cenderung memberi kesan rileks
atau tanpa tekanan.
Kamar tidur anak jalanan binaan didesain tidak tertutup namun masih
memiliki privasi. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah kontrol perilaku baik
oleh pengelola maupun warga sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
74
Secara suhu, bangunan harus nyaman ditinggali. Rumah singgah
menggunakan prinsip passive cooling sehingga bangunan terdesain nyaman secara
thermal namun tetap murah perawatan. Rumah singgah memperhatikan bukaan udara
masuk dan udara keluar. Banyak bukaan untuk angin masuk dan memberi ketinggian
yang cukup sehingga udara panas yang mengalir ke atas tidak mengganggu suhu
ruang aktivitas di bawahnya.
75
DAFTAR PUSTAKA
76