OLEH :
KELOMPOK
MAGISTER KEPERAWATAN ANAK
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa yang telah
melimpahkan karunia Nya, sehingga kelompok dapat menyelesaikan tugas Proyek
Inovasi dengan judul “Penerapan teknik pengalihan gangguan psikologi melalui
media baju bergambar terhadap kecemasan anak yang akan dilakukan tindakan invasif
di ruang anak RSUP Dr. M. Djamil Padang”.
Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Mata
Ajar Aplikasi Keperawatan Anak Program Pasca Sarjana Peminatan Keperawatan
Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Andalas. Selama penulisan proposal ini
kelompok mendapat bimbingan, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada yang terhormat:
1. Ibu Dr. Ns. Meri Neherta, M.Biomed. selaku koordinator Mata Ajar Keperawatan
Anak.
2. Ibu Ns. Hermalinda, M.Kep, Sp. Kep.An selaku pembimbing akademik
3. Ibu Ns. Deswita, M.Kep, Sp. Kep.An selaku pembimbing akademik
4. Ibu Ns. Dwi Novrianda, M.Kep selaku pembimbing akademik
5. Ibu Ns. Rahma Devita, M.Kep, Sp. Kep.An selaku pembimbing klinik
6. Ibu Ns. Yori, M.Kep selaku kepala SPF Anak
7. Ibu Dewi Anggraini Amd.Kep selaku karu kut
8. Ibu Reni Amd.Kep selaku Karu Kronik
9. Seluruh perawat ruang anak akut dan kronik
10. Teman-teman Program Magister Keperawatan Peminatan Keperawatan Anak
dan memperjelas asuhan keperawatan (potter & perry, 2009). teori menghasilkan
dalam praktik merupakan dasar profesi keperawatan (Mcewen & Will, 2007
dalam Potter & Perry, 2009 ). sebagai contoh teori kolcaba yang menjelaskan
subjektif klien dan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia. Teori kolcaba termasuk dalam middle range theory. Menurut kolcaba,
teori kenyamanan menjadi salah satu pilihan teori keperawatan yang dapat
budaya yang dimiliki oleh setiap masyarakat, serta memiliki tingkat abstraksi
yang rendah (peterson & bredow, 2008). Hal ini menyebabkan teori kenyamanan
& mccormack, 2009). Penerapan teori kenyamanan ini juga sejalan dengan
mengurangi nyeri yang dirasakan anak saat prosedur invasif seperti saat
Tengah. Berdasarkan observasi yang dilakukan di ruang perawatan anak akut dan
kronis RSUP Dr. M.Djamil Padang, anak yang dilakukan tindakan invasif seperti
pemasangan infus dimana anak memberikan respon yang hampir sama setiap
membutuhkan waktu yang lama. Akibatnya anak dipaksa seperti orang tua dan
perawat memegangi tangan dan kaki anak agar anak bisa diam, hal ini
masih dilakukan bila anak sulit untuk diajak kerjasama. Hal ini menyebabkan
peningkatan ekspresi nyeri, kecemasan, ketakutan, dan stress baik melalui respon
beberapa hal.
Menurut Hockenberry, M.J. & Wilson (2009) perawat memiliki peranan penting
dalam memberikan dukungan bagi anak dan keluarga guna mengurangi respon
stress terhadap hospitalisasi. Tindakan dan sikap perawat serta kelas rumah sakit
keperawatan anak. Perhatian khusus pada anak sebagai individu yang masih
dalam usia tumbuh kembang sangat penting karena masa anak-anak merupakan
Prinsip perawatan atraumatic care yang harus dimiliki oleh tim kesehatan dalam
merawat pasien anak adalah mencegah atau meminimalisir stresor fisik dan
Mencegah atau meminimalisir stresor fisik dan psikis dapat dilakukan dengan
cerita yang berkaitan dengan tindakan prosedur yang dilakujan pada anak,
memakai pakaian bermotif kartun oleh perawat. Penelitian (Lilik Lestari, Wanda,
bermotif kartun saat venipuncture efektif mengurangi kecemasan dan rasa sakit.
Pakaian bermotif kartun dapat mengalihkan perhatian anak dari rasa sakit dan
Penelitian yang dilakukan oleh Kaur, Sarin, & Kumar (2014), hasil penelitian ini
distraksi film kartun merupakan strategi pengalihan perhatian yang efektif untuk
mengurangi rasa nyeri dan kecemasan anak-anak selama injeksi intravena. Tetapi
hal ini sulit untuk diterapkan di RSUP M.Djamil mengingat belum tersedianya
sarana dan prasarana untuk memutar film kartun yang akan diberikan kepada
anak.
berkesinambungan sejak pasien dirawat pertama kali di ruang rawat inap sampai
pasien rencana pulang (abdullah, 2015). Dikutip dalam national council of social
service (ncss) tahun 2006 bahwa perencanaan pulang merupakan suatu lembar
masyarakat.
(rondhianto, 2008). Penelitian lain oleh baghae, et.al (2016) menunjukkan bahwa
melalui penerapan discharge planning berkesinambungan sejak pasien masuk di
ruang rawat inap hingga persiapan pulang secara signifikan mampu mengurangi
pasien dan keluarga terkait kondisi kesehatan pasien dengan masalah jantung
Kedua fenomena ini dapat menurunkan angka mutu pelayanan keperawatan dan
Tekanan psikologis yang dialami anak dan keluarga memberi dampak negatif
pada sistem imun anak (guyton & hall, 2007), sehingga anak mudah terkena
infeksi sekunder yang akan memperlama hari perawatan di rumah sakit. Pada
kondisi stress juga dapat menganggu kualitas tidur anak sehingga energi untuk
kehilangan kontrol, tidak berdaya, putus asa dari orang tua, bahkan muncul
berkualitas dan memberikan rasa nyaman bagi anak dan keluarga. Salah satu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Brock, metaferia, & sumner (2010)
bahwa setelah anak diberikan gambar pilihan baju seragam perawat, ternyata
anak lebih memilih baju bermotif. Seragam yang didesain dengan kesan resmi
yang dimodifikasi dengan seragam yang saat ini digunakan di rumah sakit perlu
terkesan lebih dekat, kooperaif, dan perhatian (brock, metaferia, & sumner,
masa hospitalisasi, ancaman hidup dan disfungsi fisik. Hal ini saling
berkesinambungan satu sama lain, dapat disimpulkan bahwa baju bergambar dan
Penelitian tentang atraumatic care dan dischard planning yang telah dibuktikan
dialami anak selama tindakan invasif dan selama proses perawatan pasien.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
c. Menerapkan intervensi
1. Atraumatic care
1.1 Definisi atraumatic care
Atraumatic care adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam
lingkungan, oleh personel, dan melalui penggunaan intervensi yang
menghapuskan atau memperkecil distres psikologis dan fisik yang diderita
oleh anak-anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan (wong, et
al., 2009).
Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik yang diberikan
oleh tenaga kesehatan dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, melalui
penggunaan tindakan yang dapat mengurangi distres fisik maupun distres
psikologis yang dialami anak maupun orang tua (supartini, 2014).
Asuhan terapeutik tersebut mencakup pencegahan, diagnosis, atau
penyembuhan kondisi akut atau kronis. Intervensi berkisar dari pendekatan
psikologis berupa menyiapkan anak-anak untuk prosedur pemeriksaaan,
sampai pada intervensi fisik seperti menyediakan ruangan untuk orang tua
tinggal bersama anak dalam satu kamar (rooming in). Distres psikologis
meliputi kecemasan, ketakutan, kemarahan, kekecewaaan, kesedihan, malu,
atau rasa bersalah. Sedangkan distres fisik dapat berkisar dari kesulitan tidur
dan immobilisasi sampai pengalaman stimulus sensori yang mengganggu
seperti rasa sakit (nyeri), temperatur ekstrem, bunyi keras, cahaya yang dapat
menyilaukan atau kegelapan (wong, et al., 2009).
AMIGDAL TALAMUS
HIPOTALA
A
MUSS
HIPOKAMP AREA
US PENGLIHATAN
AREA AREA
PREFRONTA WERNICKE
L
HEALTH
HEALTH NURSING INTERVEN ENCHANC HEALTH INSTITUSI
CARE INTERVEN TIONVARIA EDCOMFO SEEKIN ONALINTE
NEED TION BLE RT G GRITY
BEHAVI
BARIS 2
KEPUASAN
KEBUTUHA INTERVENSI USIA KENYAMAN INTERNAL, KELUARGA
N RASA KENYAMAN PERKEMBA AN FISIK, EKSTERNA , LAMA
NYAMAN AN NGAN, PSIKOPSIRI L, RAWAT
ANAK DAN DUKUNGAN TUAL, MENINGGA BERKURA
KELUARGA SOSIAL, LINGKUNGA L DENGAN NG,
DIAGNOSIS N, TENANG TINDAKAN
SES
BARIS 3
PERAWAT
KEBUTUHA PROTOKO COMFORT PERCAYA LOS
N L BEHAVIOU ANAK MINIMAL,
KENYAMAN PROSEDU RAL MENDAPA KEBUTUHA
AN PADA R CATATAN CHECKLIS N SEDASSI
USIA ANAK T
PROSEDUR T (CBC) KENYAMA BERKURA
INVASIF DAN NG,
KEHADIRA KEPUASAN
KELUARGA
MENINGKA
Gambar 3. Kerangka kerja konseptual pada comfort teori pada pasien anak
(kolcaba dan dimarco, 2005)
Untuk memahami teori kenyamanan kolcaba, kita perlu melihat dua dimensi.
Dalam dimensi pertama, yaitu berupa bentuk kenyamanan yang telah
dirumuskan oleh kolcaba, yaitu bantuan (relief) dapat dipahami sebagai
pengalaman memiliki kebutuhan tertentu dan belum terpenuhi. Kemudahan
(ease) adalah istilah untuk kepuasan sementara, transendensi (transendence)
merupakan pengembangan dari kekuatan biasa. Pada dimensi kedua, yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan itu sendiri, dimana fisik akan
berhubungan dengan sensasi yang dirasakan oleh pasien. Psychospiritual
mengacu pada kesadaran diri. Kesadaran ini dapat mencakup hal-hal seperti
seksualitas, tujuan hidup sebagai serta hubungan ke tatanan yang lebih tinggi.
Aspek lain dari dimensi kedua (fisik dan psikospiritual) akan berhubungan
dengan kenyamanan sosial dan lingkungan. Hubungan interpersonal, keluarga
dan budaya termasuk dalam kenyamanan sosial sedangkan cahaya, kebisingan,
suhu dan seperti semua unsur-unsur lingkungan. Ketika dua dimensi
kenyamanan disejajarkan, hasilnya adalah grid dua dimensi dengan 12 aspek
kenyamanan (kolcaba, 2010). Grid ini dikenal sebagai struktur taksonomi.
3. discharge planning
3.1 Pengertian discharge planning
Discharge planning adalah suatu proses yang digunakan untuk
memutuskan apa yang perlu pasien lakukan untuk dapat meningkatkan
kesehatannya. Dahulu, disharge planning sebagai suatu layanan untuk
membantu pasien dalam mengatur perawatan yang diperlukan setelah tinggal di
rumah sakit. Ini termasuk layanan untuk perawatan di rumah, perawatan
rehabilitatif, perawatan medis rawat jalan, dan bantuan lainnya. Sekarang
discharge planning dianggap sebagai proses yang dimulai saat pasien masuk
dan tidak berakhir sampai pasien dipulangkan. Keluar dari rumah sakit tidak
berarti bahwa pasien telah sembuh total. Ini hanya berarti bahwa dokter telah
menetapkan bahwa kondisi pasien cukup stabil untuk melakukan perawatan
dirumah. (ali birjandi, 2008)
Kozier (2004) mendefinisikan discharge planning sebagai proses
mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit
yang lain di dalam atau di luar suatu agen pelayanan kesehatan umum.
Discharge planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian
berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang
kebutuhan pasien yang berubah-ubah, pernyataan diagnosa keperawatan,
perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang
dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan.
Sedangkan definisi discharge planning menurut bull (2010) merupakan
suatu proses interdisiplin yang menilai perlunya sebuah perawatan tindak lanjut
dan seseorang untuk mengatur perawatan tindak lanjut tersebut kepada pasien,
baik perawatan diri yang diberikan oleh anggota keluarga, perawatan dari tim
profesional kesehatan atau kombinasi dari keduanya untuk meningkatkan dan
mempercepat kesembuhan pasien.
A. Kontrol :
Waktu : -
Tempat : -
Lanjutan keperawatan di rumah (luka operasi, pemasangan gift,
pengobatan, dan lain-lain
Melakukan diet teratur dan stres control sebagai pencegahan kekambuhan
C. Aturan diet/nutrisi :
Dianjurkan makan 3x sehari, makan tepat waktu, menghindari makanan pedas,
menghindari makanan setengah matang.
Hal yang dibawa pulang (hasil laboratorium, foto, ekg, obat, lainnya) :
hasil lab, obat analgesik dan anti mual serta leaflet tentang gea
Lain-lain :
3.1 pengkajian
Kegiatan pengkajian dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan atau masalah
yang terjadi di ruangan. Mahasiswa melakukan pengkajian dengan mengamati
kondisi ruangan rawat, melihat data sekunder, wawancara serta kuesioner
terhadap perawat dan keluarga. Pelaksanaan pengkajian dilakukan pada minggu
pertama. Hasil dari pengkajian tersebut yaitu:
KEPALA KEPALA
RUANGAN RUANGAN
PP PP PP PP PP PP
ADMINISTRASI DAN
PEKARYA
4. Pelayanan keperawatan
Dalam pemberian pelayanan pada pasien yang dirawat dengan kasus –kasus
infeksi dan non infeksi harus memperhatikan prinsip pencegahan penularan
infeksi silang maupun infeksi nasokomial yang terjadi selama masa perawatan
pasien dirumah sakit. Oleh sebab itu peranan perawat dalam pencegahan
infeksi sangatlah penting, sehingga perawat dituntut untuk mengerti,
memahami dan mampu melaksanakan” universal precaution”. Dari hasil
observasi dan analisa semua perawat yang ada di ruang akut kronis rsup
dr.m.jamil padang telah mengikuti pelatihan universal precaution, dan
tersedianya protap universal precaution. Alat pelindung diri (apd) seperti
masker, sarung tangan tersedia di ruangan namun gaun (barakshort) digunakan
untuk kasus-kasus tertentu saja seperti ketika menangani pasien kemoterapi
atau pasien dengan penyakit menular.
5. Dokumentasi keperawatan
Berdasarkan hasil kuesioner dari perawat (n=10) didapatkan data sebagai
berikut:
a. Asuhan keperawatan
1) Ruang akut &kronis rsup dr.m.jamil padang sudah mempunyai format
pendokumentasian keperawatan yang terdiri dari format pengkajian,
diagnosa keperawatan, dan rencana keperawatan. Untuk implementasi
dan eveluasi perawat mendokumentasikannya pada format catatan
perkembangan. Berdasarkan hasil observasi pelaksaan pencatatan
asuhan keperawatan sudah dilakukan dengan baik.
2) Implementasi dan evaluasi sudah didokumentasikan belom optimal.
Pencatatan implementasi keperawatan berfokus pada kebutuhan dasar
dan instruksi medis. Implementasi yang ditulis, tidakberdasarkan
masalah/diagnosa keperawatan yang diangkat, sedangkan di
pendokumentasian evaluasi juga tidak menggambarkan perubahan
kondisi pasien berdasarkan diagnosa keperawatan walaupun sudah
berbentuk soap.
3) Perawat menyatakan bahwa pelaksanaan pencatatan asuhan
keperawatan telah terlaksana dengan optimal karena format asuhan
keperawatan sudah tersedia dan mudah dipahami namun masih kurang
lengkap.
c. Pendidikan kesehatan
1) Perawat belum mempunyai daftar informasi kesehatan dan satuan
acara pembelajaran (sap) yang disampaikan kepada pasien dan
keluarga. Ketersediaan materi ini akan mempermudah perawat dalam
memberikan informasi pasien dan keluarga.
2) Pada awalnya di ruangan akut kronis sudah tersedia media pendidikan
kesehatan seperti leaflet, namun penyediaan media tersebut pada saat
ini terhambat karena masalah penggandaan yang tidak difasilitasi oleh
rumah sakit. Leaflet yang disediakan kurang menarik dan tidak sesuai
untuk anak-anak
3) Pemberian pendidikan kesehatan hanya dilakukan secara individu
kepada pasien dan keluarga, terkait permasalahan klien saja tanpa
menggunkan alat dan media.
4) Pendidikan kesehatan yang dibutuhkan oleh keluarga dalam perawatan
anak di rumah sakit adalah tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi pada
anak selama dirawat di rumah sakit, perawatan demam, mengatasi
nyeri, mengatasi kecemasan dan kelelahan pada anak selama dirawat di
rumah sakit, penyakit dan prognosis serta kemajuan pengobatan.
6. Universal precaution
a. Tersedianya alat pelindung diri (apd ) diruangan seperti; masker, sarung
tangan, gaun dan lain-lain). Namun dalam penyediaannya ada keterbatasan
b. 50% perawat menyatakan bahwa penggunaan alat steril pada setiap
tindakan invasive sudah optimal.
c. 50% perawat melakukan tindakan pencegahan infeksi nosokomial dengan
baik seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan,
menggunakan sarung tangan dan lai-lain.
d. Menurut perawat, kendala belum optimal tindakan asepsis dalam setiap
invasive karena alat tidak tersedia di ruangan, membutuhkan waktu yang
lama, anak sulit ditenangkan dan sibuk serta tenaga yang kurang.
e. Sop pencegahan infeksi nosokomial sudah ada di ruangan dan sudah
tersosialisasi kepada perawat ruangan.
f. 50% tindakan cuci tangan oleh keluarga belum optimal.
g. Semua perawat telah mendapatkan pelatihan tentang universal precaution.
a. kekuatan (strength)
1. Sumber daya manusia
a) Perawat memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik
terhadap perawatan anak, yang diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan di rumah sakit dan di luar rumah sakit.
b) Perawat memiliki keterbukaan terhadap hal baru terkait pemberian
keperawatan
c) Perawat memperhatikan kebutuhan aman dan nyaman pasien.
2. Pelayanan keperawatan
a) Tindakan invasif menggunakan teknik steril seperti pemasangan
infus
b) Tersedianya sop tindakan keperawatan yang dilakukan di ruangan.
c) Perawat mendokumentasikan hasil pengkajian dan implementasi
keperawatan yang telah dilakukan
4. lingkungan
a) Pengaturan dengan baik mengenai kebersihan, suhu, dan
pencahayaan ruangan dan diusahakan memenuhi standar
kebutuhan para bayi.
b) Letak peralatan yang dibutuhkan mudah dijangkau.
b. Kelemahan (weakness)
1. Sumber daya manusia
Rasio perawat dan pasien yang tidak sesuai. Setiap shift perawat yang
bertugas berjumlah 3 orang sedangkan rata-rata pasien setiap harinya
berjumlah lebih dari 20 pasien, sehingga rasio perawat dan pasien
tidak ideal yaitu 1 perawat merawat 6-7 pasien.
2. Tingkat ketergantungan anak tinggi
1. Format discharge planning telah tersedia, namun dalam
pelaksanaanya masih belum optimal dan tidak tersedianya media
yang sesuai dengan diagnosa pasien anak.
2. Belum tersedianya fasilitas bermain untuk pasien anak.
3. Media untuk pelaksanaan rencana pemulangan pasien seperti poster,
lembar balik dan leafleat kurang memadai dan penggunaannya belum
optimal.
4. Anak yang dirawat dengan kasus infeksi, setting ruangan masih
seperti setting perawatan dewasa yang kurang mencirikan ruang
perawatan bagi anak.
5. Anak kurang termotivasi untuk bermain (terutama pada pasien
infeksi) karena hari rawat yang singkat, kondisi pasien dan sosialisasi
yang belum optimal.
6. Pengalihan kecemasan stress psikologis pasien anak saat melakukan
tindakan keperawtan belum terlaksana secara optimal.
c. Peluang (opportunity)
1. Adanya mahasiswa s2 yang praktik aplikasi dan residensi di ruang
perawatan anak akut kronis rsup m.djamil.
2. Adanya mahasiswa keperawatan (d3 dan s1 keperawatan) yang
praktik di ruang perawatan anak akut kronis rsup m.djamil.
3. Sudah tersedianya pojok edukasi
4. Rsup dr. M. Djamil adalah rumah sakit rujukan untuk wilayah
sumatera bagian tengah.
d. Ancaman (threat)
1. Masyakarat semakin kritis menyebabkan tuntutan terhadap kualitas
pelayanan keperawatan semakin meningkat
2. Undang-undang perlindungan konsumen menuntut adanya
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
3. Design ruang tindakan masih sangat standar, belum ideal untuk ruang
tindakan anak.
4. Kurangnya dukungan keluarga terhadap penerapan family centered
care karena asumsi pelayanan kesehatan dan perawatan pada anak
dirumah sakit menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan.
5. Kurangnya kegiatan monitoring dan evaluasi lanjut terhadap
keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan discharge planing.
3.3 Sasaran
sasaran kegiatan ini adalah orang tua (keluarga) dan anak yang dipasang infus
dan tindakan invasif berusia 1-7 tahun di ruang tindakan bougenville atas rsup
persahabatan.
3.4 Strategi pelaksanaan
a. Prioritas kebutuhan inovasi
b. Alternatif rencana kegiatan inovasi di ruang akut dan kronis rsup dr. M. Djamil
1. Modifikasi penggunaan skort berkarakter untuk pengalihan stress psikologis yang
dialami anak saat dilakukan tindakan.
2. Perlu dilakukan sosialisasi pelaksanaan discharge planning dan penyediaan media
seperti format discharge planning dan media pembelajaran seperti leaflet, lembar
balik dan booklet.
3. Perlu dilakukan penyegaran dan sosialisasi upaya perlindungan diri perawat, pasien
dan keluarga.
4. Penyediaan sarana ruang bermain dalam mengurangi stress psikologis anak selam
hospitalisasi
Strategi pelaksanaan
Plan (perencanaan)
N0 Kegiatan Tujuan Metode Pelaksana Output Waktu
1. Identifikasi masalah dan Penentuan masalah Observasi Tim Temuan masalah
kesepakatan tema dengan dan mencari trend ruangan dan tema proyek
pembimbing issue/ebp untuk inovasi
penyelesaian Wawancara
masalah
Konsultasi
dengan
pembimbing
2. Menentukan instrumen Menentukan latar Observasi di Tim Instrumen untuk
pengukuran, mengumpulkan belakang dan ruang tindakan mengkaji masalah
data untuk studi pendahuluan urgensi masalah yang ada di
yang akan dicari Pencatatan skor ruangan.
solusi distress
penyelesaiannya menggunakan
instrumen yang
telah disepakati
3. Menyusun proposal Penuangan ide dan Studi literatur Tim Proposal
gagasan
3. Sosialisasi masalah yang Penyampaian ide Diskusi dan Tim Kesepakatan
ditemukan dan gagasan ke tanya jawab mimilih masalah
kepala ruangan dan prioritas yang
perawat ruangan ditemukan di
ruangan.
Daftar pustaka
Birjandi, ali & lisa m. Bragg. 2008. Discharge planning handbook for healthcare: top
10 secrets to unlocking a new revenue pipeline. London: crc press.
Bull, m.j. 2000. Discharge planning for older people: a review of current research.
British journal of community nursing, 5(2), pp 70
Ernita, dewi, rahmalia & riri. 2015. Pengaruh perencanaan pasien pulang (discharge
planning) yang dilakukan oleh perawat terhadap kesiapan pasien tb paru
menghadapi pemulangan. Jom vol 2 no 1, februari 2015. Riau
Kozier, b., et al. 2004. Fundamentals of nursing concepts process and practice. 1 st
volume, 6 th edition. New jersey : pearson/prentice hall.
Lees, liz. 2012. Timely discharge from hospital. M&k publishing: england nhs
foundation trust, birmingham
Potter p.a & perry a.g. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses, dan
praktik volume 1. Alih bahasa: yasmin asih et al. Edisi 4. Jakarta: egc.
Purnamasari, liliana dewi & chandra bagus ropyanto. 2012. Evaluasi pelaksanaan
perencanaan pulang. Jurnal nursing studies, volume 1, nomor 1 tahun 2012,
hal.213-218.
Williams, lippincot., wilkins. 2009. Lippincott’s nursing procedures 5th edition. London:
williams & wilkins inc.