Anda di halaman 1dari 10

Dasar hukum pemotongan/pemungutan PPh

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea materai


2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Pembaharuan dari UU Nomor 6 Tahun 1983, UU Nomor 16 Tahun 2000)
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (PPh) (Pembaharuan
dari UU Nomor 7 Tahun 1983, UU Nomor 10 Tahun 1994, UU No. 17 Tahun 2000)
5. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang
dan Jasa dan Penjualan atas Barang Mewah (Pembaharuan dari UU Nomor 8 Tahun 1983,
UU Nomor 18 Tahun 2000)
6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
(Pembahruan dari UU Nomor 19 Tahun 1997)
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan
8. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak
9. Undang-Undang Cipta Kerja (UU Nomor 11 Tahun 2020)

UU No. 7 Tahun 1983


Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur pajak penghasilan yang berlaku
sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983. Sebelum tahun 1983,
pengenaan pajak yang berhubungan dengan penghasilan diistilahkan dengan nama Pajak
Perseroan (Ord. PPs 1925), Pajak Kekayaan (Stb. 1932), Pajak Pendapatan (Ord. PPd 1944),
dan Pajak Penjualan (UU Nomor 19 Drt. Th. 1951).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan telah beberapa kali diubah
dan disempurnakan, yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
4. UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008

Tujuan penyempurnaan UU PPh yaitu:


1. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak.
2. Lebih memberikan kemudahan kepada wajib pajak.
3. Lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan.
4. Lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi.
5. Lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam
menarik investasi langsung di Indonesia, baik penanaman modal asing maupun
penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah
tertentu yang mendapat prioritas.

Pemotongan pajak adalah


 Kegiatan memotong sejumlah pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang
dilakukan oleh Wajib Pajak
 Memotong atau mengurangi pembayaran yang berkaitan dengan jumlah yang diterima
atau Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
 Pemotongan dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan pembayaran atau gaji terhadap
penerima gaji. Pihak pembayar penghasilan memiliki tanggung jawab penuh atas
pemotongan, penyetoran hingga pelaporan pajak yang dilakukan pada pegawainya.
 Kegiatan mengurangi pembayaran atau jumlah yang diterima.
 Pajak yang termasuk kriteria pemotongan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal
26, PPh Pasal 15 dan PPh Final Pasal 4 Ayat 2
Pemungut pajak adalah
 Memungut atau menambah yang berkaitan dengan jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya diterima atau Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
 Pemungutan pajak dilakukan oleh penerima penghasilan atau yang menerima pembayaran
 Diberlakukan untuk PPN & PPnBM, dan PPh 22
 Self assessment

Macam-macam Pajak Penghasilan


1. PPh Pasal 21
Pemotongan pajak atas penghasilan berkaitan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis)
WP orang pribadi dalam negeri.
 Pemotong:
- Pemberi kerja (pribadi atau badan)
- Bendahara/pemegang kas pemerintah
- Dana pension, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja dan badan lain yang
membayar uang pension dan tunjangan hari tua
- Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha serta badan yang membayar
honorarium
- Penyelenggara kegiatan (pemerintah, organisasi nasional & internasional, dll)
 Bukan Pemotong:
- Kantor Perwakilan Negara Asing
- Organisasi Internasional yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1c UU PPh
- Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha
 Objek Pajak:
Penghasilan yang diterima, penghasilan yang diterima penerima pensiun, penghasilan
pegawai tidak tetap, dll.
 Yang dipotong:
Pegawai, Penerima uang pensiun, Agen iklan, dll.

2. PPh Pasal 23
Pemotongan pajak dari WP atas transaksi yang meliputi dividen, bunga, royalty, hadiah,
sewa, imbalan atas jasa.
 Pemotong:
- Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT,
atau perwakilan perusahaan luar negeri kepada WP dalam negeri.
- Akuntan, arsitek, doctor, notaris, PPAT.
 Bukan objek pajak:
Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank, sewa yang dibayarkan atau
terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.

3. PPh Pasal 4 Ayat 2


Pemotongan pajak oleh pihak pemberi penghasilan atas penghasilan berupa bunga
deposito atau tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, penghasilan berupa
hadiah undian, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas, penghasilan dari transaksi
pengalihan harta berupa tanah/bangunan, usaha jasa konstruksi, real estate dan sewa
tanah/bangunan, penghasilan lainnya yang bersifat final (pajak tidak bisa dikreditkan).
4. PPh Pasal 26
Pemotongan pajak oleh pihak pemberi penghasilan atas penghasilan yang bersumber dari
Indonesia, yang mana diterima oleh WP luar negeri (dividen bunga, royalty, hadiah, dll).
Negara domisili dari WP luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
usaha melalu BUT di Indonesia. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di
Indonesia. Atas penghasilan Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara yang didirikan atau berkedudukan di negara yang memberikan
perlindungan pajak.

Ditambah Pasal 26 Ayat 1(b) dimana Tarif PPh Pasal 26 atas penghasilan bunga dari
dalam negeri yang diterima oleh Subjek Pajak Luar Negeri dapat diturunkan lebih rendah
dari 20% dengan Peraturan Pemerintah.

5. PPh Pasal 15
Pemotongan pajak yang berhubungan dengan Norma Perhitungan Khusus yang ditujukan
untuk WP tertentu, yaitu perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan
asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan
dagang asing.
NPK untuk menghitung besarnya penghasilan netto dari WP tersebut.
 Objek Pajak:
Perusahaan pelayaran dalam negeri – semua imbalan dari pengangkutan orang atau
barang.
Perusahaan penerbangan dalam negeri – semua imbalan dari pengangkutan barang dari
Pelabuhan ke Pelabuhan lain di Indonesia atau dari Indonesia ke Luar Negeri

6. PPh Pasal 22
Pemungutan dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjutk Menteri Keuangan seperti
pemungutan pajak atas kegiatan impor atau dari pembelian atas penjualan suatu barang
mewah.
 Pemungut Pajak:
- Bank devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang, ekspor
komoditas tambang yang dilakukan oleh eksportir.
- Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran atas pembayaran dan
pembelian barang yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi
pemerintah.
- BUMN atas pembayaran pembelian barang untuk keperluan kegiatan usaha
 Bukan objek pajak
- Impor barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak
terutang Pajak Penghasilan
- Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk/PPN
- Impor sementara
- Impor kembali (re-impor)

7. PPN & PPnBM


Pemungutan yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pemungut yang
ditunjuk (Bendahara Pemerintah) atas penyerahan barang/jasa kena pajak.
 PKP yang ditunjuk memiliki omzet lebih dari Rp. 600.000.000 setahun atau pengusaha
yang memilih sendiri dikukuhkan sebagai PKP.
 WP pribadi atau badan yang dikukuhkan sebagai PKP, wajib melakukan pemungutan
PPN & PPnBM dari pembeli atau pemakai jasanya.
Kepatuhan Wajib Pajak
Sebuah tindakan yang mencerminkan patuh dan sadar terhadap ketertiban dalam kewajiban
perpajakan wajib pajak dengan melakukan pembayaran dan pelaporan atas perpajakan masa
dan tahunan dari wajib pajak yang bersangkutan baik untuk kelompok orang atau modal
sendiri sebagai modal usaha sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Kepatuhan wajib pajak mencakup kepatuhan mencatat atau membukukan transaksi usaha,
kepatuhan melaporkan kegiatan usaha sesuai peraturan yang berlaku, serta kepatuhan
terhadap semua aturan perpajakan lainnya.
Indikator WP dikatakan patuh :
1. Kepatuhan wajib pajak untuk mendaftarkan dirinya sebagai WP
2. Adanya kepatuhan wajib pajak dalam melakukan penyetoran kembali SPT secara tepat
waktu
3. Adanya kepatuhan wajib pajak dalam menghitung melakukan pembayaran pajak
terutangnya atas penghasilan yang diterima
4. Adanya kepatuhan wajib pajak dalam membayar tunggakan pajak (STP/SKP) sebelum
adanya jatuh tempo.

Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh dua jenis faktor, yaitu:


1. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri Wajib Pajak sendiri dan
berhubungan dengan karakteristik individu yang menjadi pemicu dalam menjalankan
kewajiban perpajakannya, seperti pengetahuan, kesadaran, pemahaman, tingkat
pendidikan.
2. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri Wajib Pajak, seperti kualitas
pelayanan, ketegasan sanksi.

Sistem pemungutan pajak di Indonesia (Mardiasmo, 2013) adalah sebagai berikut:


a. Official Assessment System
Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak.
Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada pemerintah (fiskus).
2) Wajib pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh pemerintah (fiskus).

b. Self Assessment System


Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporakan sendiri pajak
yang terutang.
3) Pemerintah (fiskus) tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System


Official Assessment System adalah system pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak.
Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada pemerintah (fiskus).
2) Wajib pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh pemerintah (fiskus).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak:


a. Pemahaman
1. pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) secara benar, sehingga Wajib Pajak (WP) harus
memiliki pemahaman yang cukup mengenai pengisian SPT
2. penghitungan pajak sesuai dengan pajak terutang yang ditanggung oleh WP, sehingga
WP harus memiliki pemahaman yang cukup dalam menghitung pajak terutang yang
ditanggung oleh WP
3. penyetoran pajak (pembayaran) secara tepat waktu sesuai yang ditentukan, sehingga
WP harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan penyetoran pajak
4. pelaporan atas pajaknya ke kantor pajak setempat oleh WP.
b. Kesadaran
kerelaan wajib pajak memberikan kontribusi dana untuk pelaksaan fungsi perpajakan
dengan cara membayar pajak tepat waktu dan tepat jumlah.
c. Kualitas Pelayanan
perlu meningkatkan pelayanan pajak yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, agar menunjang kepatuhan Wajib Pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, dan tercapainya tujuan pemerintah untuk
melaksanakan pembangunan dan roda pemerintah berjalan dengan baik.
d. Ketegasan Sanksi
sanksi perpajakan terjadi karena terdapat pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan perpajakan dimana semakin besar kesalahan yang dilakukan seorang Wajib
Pajak, maka sanksi yang diberikan juga akan semakin berat.
Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya apabila memandang bahwa sanksi
perpajakan akan lebih banyak merugikannya.

A. Untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (OP)
1. Batas waktu penyampaian SPT-nya adalah paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak
a. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
b. Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan adalah WP OP yang dalam
satu tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
2. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus
dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.

B. Untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan


1. Batas waktu penyampaian SPT-nya adalah paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak
a. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
2. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus
dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.

C. Untuk SPT Masa


1. Batas waktu penyampaian SPT nya adalah paling lama 20 hari setelah akhir Tahun Pajak.
2. Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak
yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling
lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
3. Tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan pajak untuk SPT
Masa, yaitu :
a. Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari
sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran pajak dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
b. Jika tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau
hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
c. Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan
umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
d. Batas waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak untuk SPT masa adalah :
D. Ketentuan terkait SPT Masa PPh Pasal 25 :
1. Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah :
a. WP OP yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjan bebas.
b. WP OP yang dalam satu tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto
tidak melebihi PTKP (kepada WP ini juga dikecualikan dari kewajiban menyampaikan
SPT Tahunan)
2. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 melalui bank persepsi atau kantor
pos persepsi dengan sistem pembayaran secara online dan Surat Setoran Pajak (SSP)-nya
telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Pembayaran Negara (NTPN), maka SPT
Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke KPP sesuai dengan tanggal validasi
yang tercantum pada SSP.

Sanksi Pajak

Sanksi berupa bunga

Pasal 8 Ayat (2, 2a) diubah, Pasal 9 Ayat (2a, 2b) diubah – Pasal 9 Ayat (2c) disisipkan, Pasal
13 Ayat (2) diubah – Pasal 13 Ayat (2a) disisipkan, Pasal 14 Ayat (3, 5a) Diubah – Pasal 14
Ayat (5) Dihapus, Pasal 19 Ayat (1, 2, 3) diubah

No Pasal Sanksi Ketentuan Lama UU Cipta Kerja


1 Pasal 8 Ayat (2) Pembetulan SPT (self assessment Bunga sebesar 2% Tarif bunga perbulan
sebelum pemeriksaan) yang per bulan = (suku bunga
mengakibatkan utang pajak acuan+5%) / 12 bulan
menjadi lebih besar
2 Pasal 8 Ayat (2a) Pembetulan Surat Pemberitahuan Bunga sebesar 2% Tarif bunga perbulan
Masa (self assessment sebelum per bulan = (suku bunga
pemeriksaan) yang acuan+5%) / 12 bulan
mengakibatkan utang pajak
menjadi lebih besar
3 Pasal 9 Ayat (2a) Terlambat melakukan penyetoran Bunga sebesar 2% Tarif bunga perbulan
dan Ayat (2c) PPh Masa (21, 22, 23, 25) atau per bulan = (suku bunga
PPN dan PPnBM acuan+5%) / 12 bulan
4 Pasal 9 Ayat Terlambat melakukan penyetoran Bunga sebesar 2% Tarif bunga perbulan
(2b) dan Ayat PPh Tahunan/PPh Pasal 29 per bulan = (suku bunga
(2c) acuan+5%) / 12 bulan
5 Pasal 13 Ayat Kekurangan atau tidak Bunga sebesar 2% Tarif bunga perbulan
(2) melakukan pembayaran pajak per bulan = (suku bunga
dalam SKPKB acuan+5%) / 12 bulan
6 Pasal 13 Ayat SKPKB yang terbit atas PKP Tarif bunga perbulan
(2a) yang belum melakukan = (suku bunga
penyerahan namun telah acuan+5%) / 12 bulan
menerima pengembalian/telah
mengkreditkan Pajak Masukan,
dan hingga 3 tahun belum
melakukan penyerahan atau
mengalami gagal produksi

7 Pasal 13 Ayat Dalam menerapkan sanksi Tarif bunga perbulan


(3a) administrasi terdapat bunga dan = (suku bunga
kenaikan berdasarkan hasil acuan+5%) / 12 bulan
pemeriksaan PPN dan PPnBM
(pasal 13 ayat (1) huruf a dan c)
8 Pasal 13 Ayat SKPKB diterbitkan setelah lewat Bunga sebesar 48%
(5) waktu 5 tahun karena adanya dari jumlah pajak
tindak pidana perpajakan yang tidak atau
maupun tindak pidana lainnya kurang bayar
9 Pasal 14 Ayat Penerbitan STP oleh DJP akibat: Bunga sebesar 2% Tarif bunga perbulan
(3) dan Ayat (5a)  PPh yang tidak/kurang bayar perbulan = (suku bunga
 Berdasarkan hasil penelitian, acuan+5%) / 12 bulan
ada pajak yang kurang dibayar
akibat salah tulis dan/atau
salah hitung
10 Pasal 14 Ayat PKP yang gagal berproduksi dan Bunga sebesar 2% Dihapus
(5) telah diberikan pengembalian perbulan dari jumlah
Pajak Masukan pajak yang ditagih
kembali
11 Pasal 15 Ayat SKPKBT diterbitkan setelah Bunga sebesar 48%
(4) lewat waktu 5 tahun karena dari jumlah pajak
adanya tindak pidana perpajakan yang tidak atau
maupun tindak pidana lainnya kurang bayar
12 Pasal 19 Ayat SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Bunga 2% Per Tarif bunga perbulan
(1) Keberatan, Putusan Banding bulan, atas jumlah dihitung berdasarkan
yang menyebabkan kurang bayar pajak yang tidak suku bunga acuan
terlambat dibayar atau kurang dibayar dibagi 12 yang berlaku
pada tanggal
dimulainya
penghitungan sanksi.
13 Pasal 19 Ayat Mengangsur atau menunda Bunga sebesar 2% Tarif bunga perbulan
(2) perbulan dari jumlah dihitung berdasarkan
pajak suku bunga acuan
Yang masih harus dibagi 12 yang berlaku
dibayar pada tanggal
dimulainya
penghitungan sanksi.
14 Pasal 19 Ayat Kekurangan pajak akibat Bunga sebesar 2% Tarif bunga perbulan
(3) penundaan SPT atas kekurangan dihitung berdasarkan
pembayaran pajak suku bunga acuan
dibagi 12 yang berlaku
pada tanggal
dimulainya
penghitungan sanksi.

Sanksi berupa kenaikan

Pasal 13A dihapus


No Pasal Sanksi Ketentuan Lama UU Cipta Kerja
1 Pasal 8 Ayat (5)
Pengungkapan ketidakbenaran Kenaikan sebesar
dan Ayat (5a) SPT saat pemeriksaan 50%
2 Pasal 13 Ayat PPN/PPnBM tidak seharusnya a. 13a : PPh yang
(3) dikompensasikan atau tidak tarif tidak atau kurang
0%,tidak memenuhi pasal 28 dan bayar – Kenaikan
29 50% dari PPh
yang
tidak/kurang
dibayar
b. 13b : Tidak atau
kurang dipotong
atau dipungut
atau disetorkan –
Kenaikan 100%
dari PPh yang
tidak dipungut
atau dipotong
dari PPN/PPnBM
c. 13c :
PPN/PPnBM
tidak atau kurang
dibayar –
Kenaikan 100%
dari PPN/PPnBM
yang tidak
dibayar
3 Pasal 13A Sanksi atas kealpaan pertama kali Kenaikan 200% dari Dihapus
jumlah pajak yang
kurang dibayar yang
ditetapkan melalui
penerbitan SKPKB
4 Pasal 15 Ayat Kekurangan pajak pada Kenaikan 100% dari
(2) SKPKBT jum;ah kekurangan
pajak tersebut
5 Pasal 17C Surat Keputusan Pengembalian Kenaikan 100% dari
Pendahuluan Kelebihan jumlah kekurangan
Pembayaran Pajak, harus pembayaran pajak
diterbitkan SKPKB
Sanksi berupa denda

Pasal 14 Ayat (4) diubah, Pasal 44B diubah

No Pasal Sanksi Ketentuan Lama UU Cipta Kerja


1 Pasal 7 Ayat (1) Terlambat menyampaikan SPT Denda Rp. 50.000
denda dalam batas waktu yang telah untuk SPT Masa dan
ditentukan Denda Rp. 100.000
untuk SPT Tahunan
2 Pasal 14 Ayat Pengusaha yang telah Denda sebesar 2% Denda sebesar 1% dari
(4) dikukuhkan menjadi PKP yang dari Dasar Dasar Pengenaan
tidak membuat faktur pajak, Pengenaan Pajak. Pajak.
terlambat membuat faktur pajak,
atau tidak mengisi faktur pajak
secara lengkap
3 Pasal 38 Setiap orang yang karena a. Didenda paling
kealpaannya tidak sedikit 1 kali
menyampaikan Surat jumlah pajak
Pemberitahuan; atau terutang yang
menyampaikan Surat tidak atau kurang
Pemberitahuan, tetapi isinya dibayar dan
tidak benar atau tidak lengkap, paling banyak 2
atau melampirkan keterangan kali jumlah pajak
yang isinya tidak benar sehingga terutang yang
dapat menimbulkan kerugian tidak atau kurang
negara dan perbuatan tersebut dibayar
merupakan perbuatan setelah b. Dipidana
perbuatan yang pertama kali kurungan paling
sebagaimana dalam Pasal 13A singkat 3bulan
atau paling
lama1tahun.
4 Pasal 44B Penghentian penyidikan tindak Penghentian Penghentian
pidana di bidang perpajakan penyedikan tindak penyedikan tindak
pidana: pidana:
a. Utang pajak yang a. Utang pajak yang
tidak dibayar atau tidak dibayar atau
yang tidak yang tidak
seharusnya di seharusnya di
kembalikan kembalikan dilunasi
dilunasi b.Ditambah sanksi
b. Ditambah sanksi administrasi 3 kali
administrasi 4 jumlah pajak yang
kali jumlah pajak tidak atau kurang
yang tidak atau dibayar atau yang
kurang dibayar tidak seharusnya
atau yang tidak dikembalikan
seharusnya
dikembalikan

Anda mungkin juga menyukai