Anda di halaman 1dari 9

FUNGSI INTEGRASI

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Manajemen Sumber Daya Manusia

Dosen : Bagus Nyoman Kusuma Putra,SE.,MM

Oleh :

I Komang Anom Wibawa : (11/1802612010383)


Kezia Angelika : (19/1802612010391)
Ni Kadek Diah Ayu Apsari : (23/1802612010395)
Ni Made Dwi Cintya Pradnya Paramita : (32/1802612010404)
KELAS : E MANAJEMEN (MALAM)

Tahun Ajaran
2018/2019
PEMBAHASAN

1. KONFLIK DALAM ORGANISASI


1.1. PENGERTIAN KONFLIK
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai
percekcokan, perselisihan atau pertentangan. Secara sosiologis, konflik diartikan
sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (atau juga kelompok) yang
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya
tak berdaya.
Menurut Soerjono Soekanto, konflik merupakan suatu proses sosial individu atau
kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan
yang disertai dengan ancaman dan /atau kekerasan.
Menurut Gillin and Gillin konflik adalah bagian dari sebuah proses sosial yang
terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi , kebudayaan dan perilaku.
Menurut Robbins adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya
ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh terhadap
pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Konflik adalah suatu proses antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkannya atau
membuatnya menjadi tidak berdaya. Konflik itu sendiri merupakan situasi yang
wajar dalam setiap masyarakat maupun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggota atau antar kelompok masyarakat lainnya. Konflik yang dapat terkontrol akan
menghasilkan integrasi yang baik, namun sebaliknya integrasi yang tidak sempurna
dapat menciptakan suatu konflik.

1.2. JENIS KONFLIK


Ada 5 jenis konflik dalam organisasi, antara lain :
a. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi
ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya.
Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu
diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
b. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering
diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini berasal dari
adanya konflik antar peranan (Pengurus dan anggota).
c. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu
menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja
mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan
oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok.
d. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi
pertentangan kepentingan antar kelompok atau antar organisasi.
e. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan
ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah
mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi dan jasa,
harga-harga lebih rendah dan penggunaan sumber daya lebih efisien.

1.3. PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK


Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi yaitu :
a. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
b. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi
yang berbeda pula.
c. Perbedaan kepentingan individu atau kelompok.
d. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat, dan
e. Perbedaan pola interaksi yang satu dengan yang lainnya.

1.4. CARA MENANGANI KONFLIK


Ada beberapa cara untuk menangani konflik yaitu :
a. Intropeksi diri.
b. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat.
c. Indentifikasi sumber konflik.
Menurut Spiegel (1994) menjelaskan ada 5 tindakan yang dapat dilakukan dalam
menangani konflik yaitu :
1. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri
diatas kepentingan yang lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika
situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu
pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi
menang-kalah akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan
dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam
hubungan atasan bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya
(kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
2. Menghindari konflik
Tindakkan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situasi tersebut
secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik
yang terjadi. Situasi menang-kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa
dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana,
membekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika
pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah
satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan
persoalan tersebut.
3. Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar
pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Hal ini dilakukan jika
kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap
menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
4. Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika kedua belah pihak merasa bahwa kedua hal
tersebut sama-sama penting dan hubungab baik menjadi yang utama. Masing-
masing pihak akan mengorbankan sebagina kepentingannya untuk mendapatkan
situasi menang-menang.
5. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama.

1.5. KONFLIK BERDASARKAN SIFATNYA


a. Konflik destruktif, merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan
tidak senang , rasa benci dan dendam dari seseorang ataupun kelompok
orang. Pada titik tertentu konflik ini dapat merusak atau menghancurkan
sebuah hubungan.
b. Konflik konstruktif, merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini
muncul karena adanya perbedaan pendapat dari kelompok-kelompok dalam
menghadapi suatu permasalahan. Konflik ini menghasilkan konsesus dari
perbedaan pendapat menuju sebuah perbaikan.

1.6. KONFLIK BERDASARKAN POSISI PELAKU


Konflik berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik, antara lain :
a. Konflik vertikal, konflik antar komponen masyarakat didalam suatu struktur
yang bersifat hirarkis.
b. Konflik horisontal,konflik antara individu atau kelompok yang memiliki
kedudukan relatif sama.
c. Konflik diagonal, merupakan konflik yang terjadi karena adanya
ketidakadilan aloksi sumber daya ke seluruh organisasi sehingga
menimbulkan pertentangan ekstrim.

1.7. DAMPAK TERJADINYA KONFLIK


Dampak sebuah konflik memiliki 2 sisi yang berbeda yaitu dilihat dari segi positif
dan dari segi negatif.
 Segi positif dari konflik adalah sebagai berikut:
- Konflik dapat memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau
masih belum tuntas di telaah.
- Konflik memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma, nila-
nilai, serta hubungan-hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan dengan
kebutuhan individu atau kelompok.
- Konflik meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang sedang
mengalami konflik dengan kelompok lain.
- Konflik merupakan jalan untuk mengurangi ketergantungan antarindividu
dan kelompok.
- Konflik dapat membantu menghidupkan kembali norma-norma lama dan
menciptakan norma baru.
- Konflik dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan antara
kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat.
- Konflik memunculkan sebuah kompromi baru apabila pihak yang berkonflik
berada dalam kekuatan yang seimbang.
 Segi negatif dari konflik :
- Keretakan hubungan antarindividu dan persatuan kelompok.
- Kerusakan harta benda dan hilangnya nyawa manusia.
- Berubahnya kepribadian para individu.
- Munculnya dominasi kelompok pemenang atas kelompok yang kalah.

2. UU TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN


Penyelesaian perselisihan yang terbaik adalah penyelesaian oleh para pihak yang
berselisih sehingga dapat diperoleh hasil yang menguntungkan kedua belah pihak.
Penyelesaian ini dilakukan melalui musyawarah mufakat oleh para pihak tanpa
dicampuri oleh pihak manapun.
Namun demikian, Pemerintah dalam upayanya untuk memberikan pelayanan
masyarakat dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dan Presiden Republik Indonesia memutuskan menetapkan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial.
Pembentukan Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial dilakukan
melalui analisis sinkronisasi dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan Penanganan Konflik Sosial. Undang-Undang tentang Penanganan
Konflik Sosial menentukan tujuan penanganan Konflik yaitu menciptakan kehidupan
masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera; memelihara kondisi damai dan
harmonis dalam hubungan sosial kemasyarakatan; meningkatkan tenggang rasa dan
toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara; memelihara
keberlangsungan fungsi pemerintahan; melindungi jiwa, harta benda, serta sarana dan
prasarana umum; memberikan pelindungan dan pemenuhan hak korban; serta
memulihkan kondisi fisik dan mental masyarakat.
Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang Perselisihan Hubungan Industrial
yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial. Dengan adanya era demokrasi di segala bidang, maka perlu
diakomodasi keterlibatan masyarakat dalam menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial melalui konsiliasi atau arbitrase.
Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase pada umumnya, telah diatur di dalam
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa yang berlaku di bidang sengketa perdagangan. Oleh karena itu arbitrase
hubungan industrial yang diatur dalam undang-undang ini merupakan pengaturan
khusus bagi penyelesaian sengketa di bidang hubungan industrial.
Dengan pertimbangan dimaksud di atas, undang-undang ini mengatur penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang disebabkan oleh:
a. perbedaan pendapat atau kepentingan mengenai keadaan ketenagakerjaan yang
belum diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama, atau peraturan perundang-undangan;
b. kelalaian atau ketidakpatuhan salah satu atau para pihak dalam melaksanakan
ketentuan normatif yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan;
c. pengakhiran hubungan kerja;
d. perbedaan pendapat antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu per-usahaan
mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban keserikat pekerjaan.

Tata cara penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) sesuai UU


Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU
PHI), yaitu:

1. Perundingan Bipartit
Perundingan dua pihak antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan
buruh atau serikat buruh. Bila dalam perundingan bipartit mencapai kata
sepakat mengenai penyelesaiannya maka para pihak membuat perjanjian
bersama yang kemudian didaftarkan pada PHI setempat. Namun apabila dalam
perundingan tidak mencapai kata sepakat, maka para pihak yang berselisih
harus melalui prosedur penyelesaian Perundingan Tripartit.
2. Perundingan Tripartit
Perundingan antara pekerja, pengusaha dengan melibatkan pihak ketiga
sebagai fasilitator dalam penyelesaian PHI diantara pengusaha dan pekerja.
Perundingan tripartit bisa melalui :
a. Mediasi
Penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau
lebih mediator dari pihak Depnaker, yang antara lain mengenai
perselisihan hak, kepentingan, PHK dan perselisihan antar serikat buruh
dalam satu perusahaan. Dalam mediasi, bilamana para pihak sepakat maka
akan dibuat perjanjian bersama yang kemudian akan didaftarkan di PHI.
Namun bilamana tidak ditemukan kata sepakat, maka mediator akan
mengeluarkan anjuran secara tertulis. Jika anjuran diterima, kemudian para
pihak mendaftarkan anjuran tersebut ke PHI. Di sisi lain, apabila para
pihak atau salah satu pihak menolak anjuran maka pihak yang menolak
dapat mengajukan tuntutan kepada pihak yang lain melalui PHI.
b. Konsiliasi
Penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang
konsiliator (yang dalam ketentuan UU PHI adalah pegawai perantara
swasta bukan dari Depnaker sebagaimana mediasi) yang ditunjuk oleh para
pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak,
agar tercipta kesepakatan antar keduanya.
Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan
produk berupa anjuran.
c. Arbitrase
Penyelesaian perselisihan di luar PHI atas perselisihan kepentingan
dan perselisihan antar serikat buruh dalam suatu perusahaan dapat
ditempuh melalui kesepakatan tertulis yang berisi bahwa para pihak
sepakat untuk menyerahkan perselisihan kepada para arbiter. Keputusan
arbitrase merupakan keputusan final dan mengikat para pihak yang
berselisih, dan para arbiter tersebut dipilih sendiri oleh para pihak yang
berselisih dari daftar yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
3. Pengadilan Hubungan Industrial
Bagi pihak yang menolak anjuran mediator dan juga konsiliator, dapat
mengajukan gugatan ke PHI. Tugas PHI antara lain mengadili perkara
Perselisihan Hubungan Industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima
permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang
dilanggar.
DAFTAR PUSTAKA

https://spn.or.id/konflik-di-dalam-organisasi/
https://donnysyadia.wordpress.com/ekonomi/sosiologi/semester-2/konflik-sosial-dan-
integrasi-sosial/
https://kbbi.web.id/konflik
https://www.komnasham.go.id/files/1565071914uu-no-7-tahun-2012-$YGQ.pdf
https://ngada.org/uu2-2004pjl.htm
https://bplawyers.co.id/2017/03/23/3-tata-cara-penyelesaian-perselisihan-hubungan-
industrial-yang-wajib-anda-ketahui/

Anda mungkin juga menyukai