Anda di halaman 1dari 3

PENATALAKSANAAN

Strategi penatalaksanaan defisiensi G6PD yang paling efektif untuk mencegah hemolisis
adalah mencegah stres oksidatif (misalnya akibat obat-obatan dan kacang fava). Kebanyakan
orang dengan defisiensi glukosa-6-fosfatase dehidrogenase (G6PD) tidak memerlukan
pengobatan apa pun. Namun, bayi dengan ikterus neonatal yang berkepanjangan akibat defisiensi
G6PD harus menerima fototerapi, dan transfusi darah mungkin diperlukan pada kasus ikterus
neonatal berat atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh favisme. Ikterus akibat defisiensi
G6PD diterapi seperti ikterus kausa lain. Jika kadar bilirubin tidak terkonjugasi melebihi 150
nmol/L diberi fototerapi untuk mencegah kerusakan saraf. Jika kadarnya >300 nmol/L, transfusi
darah mungkin diperlukan. Penilaian sistematis untuk risiko hiperbilirubinemia berat harus
dilakukan sebelum dipulangkan pada neonatus yang dicurigai mengalami defisiensi G6PD,
sehingga tindak lanjut dini dan terfokus dapat diberikan untuk mencegah kernikterus. Anemia
sekunder akibat hemolisis ringan sampai sedang pada pasien defisiensi G6PD biasanya sembuh
sendiri dan sering sembuh dalam 8-14 hari.7
Pasien anemia hemolitik nonsferosis kongenital terkadang mengalami anemia
terkompensasi yang tidak memerlukan transfusi darah kecuali jika ada eksaserbasi akibat stres
oksidatif yang dapat memperburuk anemianya. Pasien anemia hemolitik non-sferosis kongenital
biasanya mengalami splenomegali tetapi tindakan splenektomi jarang memberi keuntungan. Batu
empedu juga merupakan komplikasi akibat hemolisis karena defisiensi G6PD.

Pencegahan
Anemia hemolitik akut pada pasien defisiensi G6PD sebagian besar dapat dicegah
melalui menghindari paparan kacang fava dan obat-obatan serta bahan kimia yang dapat
menyebabkan stres oksidatif. Identifikasi dan penghentian agen pencetus sangat penting dalam
pengelolaan hemolisis pada pasien dengan defisiensi G6PD. Vaksinasi terhadap hepatitis A dan
B direkomendasikan di komunitas dengan prevalensi defisiensi G6PD yang tinggi.7

Konseling Genetik
Konseling genetik merupakan satu proses komunikasi efektif dokter-pasien atau keluarga
pasien untuk mendapat penjelasan penyakit, prognosis, risiko kejadian, pola penurunan genetik,
pencegahan, dan tatalaksana penyakit sebelum orangtua pasien memilih terapi. Konseling
genetik penting pada praktik dermatologi dan diagnosis prenatal, terutama dilakukan pada
penyakit genodermatosis yang berat.8
Diagnosis prenatal dilakukan untuk memprediksi kelainan genetik pada anak yang belum
lahir menggunakan metode invasif dan non-invasif. Kelainan genetik herediter yang terdapat
pada anggota keluarga atau carrier harus diidentifikasi sebelum dilakukan pemeriksaan. Pada
saat mutasi genetik telah teridentifikasi dalam suatu keluarga, pemeriksaan ini harus dilakukan.8
Hal terpenting pada diagnosis prenatal genodermatosis adalah memperoleh informasi
rinci tentang riwayat kesehatan 3 generasi sebelumnya pada seorang pasien dengan tujuan untuk
menilai risiko kejadian penyakit. Indikasi medis yang diperlukan untuk pemeriksaan genetik
pada adalah terdapatnya faktor risiko pada anggota keluarga yang tidak memiliki kelainan
genodermatosis atau untuk menentukan anggota keluarga mana yang carrier (kelainan resesif).
Pre-natal/implantation genetic diagnosis dilakukan pada orangtua yang memiliki anak dengan
kecurigaan genetik yang diturunkan secara resesif autosomal (RA), dominan autosomal (DA)
dan ibu yang dicurigai carrier atau pasien dengan kelainan x-linked. 8

KESIMPULAN
Dari skenario dapat disimpulkan bahwa bayi tersebut mengalami defisiensi G6PD karena
dicetuskan oleh bahan kimia pada baju yaitu kapur barus. Dan Riwayat genetik dari orang tuanya
adalah ibu adalah carrier/penderita dan ayah adalah penderita defisiensi G6PD. Sehingga anak
perempuan dapat mewariskan kelainan defisiensi G6PD. Dan untuk memprediksikan kelainan
genetik pada anak dan meminimalkan resiko kejadian dapat dilakukan konseling genetik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Meiliya, E., Pamilih, E.K. 2019. Buku Saku Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir Panduan
Untuk Dokter, Perawat dan Bidan. Jakarta: EGC.
2. Kurniawan, L.B. 2014. Skrining, Diagnosis dan Aspek Klinis Defisiensi Glukosa-6-Fosfat
Dehidrogenase (G6PD). CDK-222/ vol. 41 no. 11.
3. Priastini, R. Budiman, H. 2016. Buku Ajar Biologi Kedokteran Sel dan Molekuler. Jakarta:
Fakultas kedokteran UKRIDA
4. Mewaspadai defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase. Diakses pada 19 september 2020,
dari http://repository.unair.ac.id/40099/1/gdlhub-gdl-grey-2016-suhartati-42980-pg.02-16-
m.pdf
5. X-linked recessive inheritance. Diakses pada 19 september 2020, dari
https://en.wikipedia.org/wiki/X-linked_recessive_inheritance
6. Varian Molekular Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase. Diakses pada 19 september
2020, dari https://media.neliti.com/media/publications/147806-ID-varian-molekular-
defisiensi-glukosa-6-fo.pdf
7. G6PD Deficiency in the Newborn. Diakses pada 19 september 2020, dari
https://emedicine.medscape.com/article/119184-overview#a5
8. Syarif, F. R. Sri Lestari. 2017. Pemeriksaan Genetik Antenatal Pada Genodermatosis. MDVI.
Vol. 44 No. 1 Tahun 2017

Anda mungkin juga menyukai