Anda di halaman 1dari 3

ETIOLOGI

Studi aspek genetik dari penyakit defisiensi G6PD penting untuk menentukan apakah
seseorang akan menderita penyakit ini. Gen G6PD terdapat pada lokus q28 kromosom X dan
merupakan penyakit genetik bersifat resesif-terpaut kelamin yang lebih banyak diderita oleh pria
daripada wanita. Penyakit akibat defisiensi G6PD pada wanita akan muncul bila terdapat dua
kopi gen yang defektif dalam genomnya. Selama terdapat satu kopi normal gen G6PD pada
seorang wanita akan diproduksi enzim normal sehingga wanita tersebut hanya seorang karier
(pembawa sifat) dengan fenotipe normal. Pada pria hanya terdapat satu kromosom X sehingga
satu gen yang defektif pasti menyebabkan defisiensi G6PD.6
World Health Organization (WHO), mengklasifikasikan jenis mutan gen G6PD
berdasarkan pengukuran aktivitas enzim dan gejala klinis, sebagai berikut:4
1. Klas I: jenis mutan gen G6PD yang defisiensi enzimnya sangat berat (aktivitas enzim kurang
dari 10% dari normal) dengan anemia hemolitik kronis.
2. Klas II: jenis mutan gen G6PD yang defisiensi enzimnya cukup berat (aktivitas enzim kurang
dari 10% dari normal) namun tidak ada hemolitik kronis.
3. Klas III: jenis mutan gen G6PD dengan aktivitas enzimnya antara 10-60% dari normal dan
anemia hemolitik terjadi bila terpapar bahan oksidan atau infeksi.
4. Klas IV: jenis mutan gen G6PD yang tidak memberikan anemia hemolitik atau penurunan
aktivitas G6PD
5. Klas V: jenis mutan gen G6PD yang aktivitas enzimnya meningkat.
Pada jenis klas IV dan klas V secara biologis, genetik dan antropologis tidak didapat gejala
klinik.

Patofisiologi
Enzim G6PD adalah bagian dari pirau pentosa monofosfat. Ini mengkatalisis oksidasi
glukosa-6-fosfat dan reduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADP +) menjadi
nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH). NADPH mempertahankan glutathione
dalam bentuk tereduksi, dengan glutathione bertindak sebagai pemulung untuk metabolit
oksidatif berbahaya.7
Pentosa monofosfat shunt adalah satu-satunya sumber NADPH dalam sel darah
merah. Oleh karena itu, sel darah merah bergantung pada aktivitas G6PD untuk menghasilkan
NADPH untuk perlindungan. Akibatnya, sel darah merah lebih rentan terhadap stres oksidatif
dibandingkan sel lain. Pada orang dengan defisiensi G6PD, tekanan oksidatif dapat mengubah
sifat hemoglobin dan menyebabkan hemolisis intravaskular. Hemoglobin yang terdenaturasi
dapat divisualisasikan sebagai badan Heinz dalam apusan darah tepi yang diproses dengan
pewarnaan supravital. Tubuh Heinz ditunjukkan pada gambar di bawah ini.7

Gambar 2. Badan Heinz.7

Manifestasi Klinis
Kebanyakan pasien dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) tidak
menunjukkan gejala. Kelainan enzim yang paling umum terjadi pada manusia ini menyebabkan
bayi yang baru lahir berwarna kuning, yang dapat menyebabkan "kernicterus" dan kematian atau
kelumpuhan. Kelainan ini juga dapat menyebabkan krisis hemolitik yang mengancam jiwa
penderita yang dapat dipicu oleh infeksi, obat-obatan yang menyebabkan stres oksidatif, kacang
fava, dan ketoasidosis. Hemolisis dimulai 24 hingga 72 jam setelah terpapar stres oksidan. Pada
umumnya bermanifestasi sebagai anemia hemolitik akut, favism, neonatal jaundice, atau anemia
kronis7

DIAGNOSIS BANDING
Banyak bayi baru lahir yang mengalami ikterus selama minggu pertama kehidupan. Jika
ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus serius maka harus dilakukan fototerapi. Dan menentukan
apakah bayi memiliki faktor risiko: kurang dari 2,5 kg pada saat lahir, lahir sebelum usia 37
minggu, hemolisis, atau sepsis. Selain defisiensi G6PD ada beberapa kemungkinan lain yang
menyebabkan munculnya ikterus pada bayi.1
1. Ikterus hemolitik
Ikterus hemolitik selain disebabkan oleh defisiensi G6PD juga dapat disebabkan oleh
inkompatibilitas faktor Rh atau golongan darah ABO antara bayi dan ibu.
2. Ikterus akibat prematuritas
Ikterus akibat prematuritas biasanya terjadi karena berat bayi <2,5 kg saat lahir atau lahir
sebelum usia gestasi 37 minggu.
3. Ikterus yang dikaitkan dengan sepsis
4. Ensefalopati Bilirubin (kernikterus)
Ikterus berat yang tidak ditangani dengan cepat dapat merusak otak bayi. Tanda-tanda awal
kerusakan otak adalah letargi, terkulai, dan makan dengan buruk. Setelah beberapa hari bayi
dapat mengalami opistotonus dan menangis dengan nada tingi dan mengalami konvulsi.

Anda mungkin juga menyukai