Anda di halaman 1dari 4

Penatalaksanaan

Penderita thalasemia alfa minor tanpa atau dengan gejala ringan tidak memerlukan
pengobatan spesifik kecuali jika kadar hemoglobin rendah. Pada beberapa penderita,
suplementasi zat besi atau asam folat dapat bermanfaat bagi penderita. Namun pada pasien
dengan anemia berat kemungkinan membutuhkan terapi transfusi seumur hidup.
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) diberikan jika kadar feritin serum sudah
mencapai lebih dari 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa
infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi
darah. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk meningkatkan efek
khelasi besi.7,10
Transfusi darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi
dalam darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa,
kulit, jantung, dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut .
Pencegahan
Screening thalassemia
Screening pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara
prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi
diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui
penelusuran keluarga penderita thalassemia (family study). Kepada pembawa sifat ini
diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu
program pencegahan  yang baik untuk thalassemia seharusnya mencakup kedua pendekatan
tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di
negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang
tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara
berkembang dengan negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah
dilaksanakan di negara berkembang daripada program prospektif.7
Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal meliputi diagnosis carier thalasemia saat kunjungan prenatal pada
wanita hamil, yang dilanjutkan dengan diagnosis carier pada suaminya bila wanita hamil
tersebut teridentifikasi karier. Bila keduanya adalah karier, maka ditawarkan diagnosis
pranatal pada janin serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalassemia homozigot.
Diagnosis prenatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu kehamilan. Metode yang
digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada analisis DNA janin. Pengambilan sampel
janin dilakukan melalui amniosentesis atau biopsi vili korialis (VCS/ villi chorealis
sampling). Biopsi vili korialis lebih disukai, karena bila dilakukan oleh tenaga ahli,
pengambilan sampel dapat dilakukan pada usia kehamilan yang lebih dini, yaitu pada usia
gestasi 9 minggu. Namun WHO menganjurkan biopsi vili korialis pada usia gestasi 10- 12
minggu, karena pada usia kurang dari 10 minggu ditemukan risiko malformasi janin. Seluruh
prosedur pengambilan sampel janin harus dilakukan oleh ahli fetomaternal dengan panduan
USG kualitas tinggi. Risiko terjadinya abortus pada biopsi villi korialis sekitar 1-2% bila
dilakukan oleh tenaga ahli. Sedangkan tindakan amniosentesis, yaitu mengambil cairan
amnion, umumnya efektif dilakukan pada usia kehamilan > 14 minggu. Hal ini dikarenakan
untuk menjaring sel-sel janin yang baru lepas dalam jumlah cukup ke dalam cairan amnion.
Teknik ini relatif lebih mudah, namun mempunyai kelemahan pada usia kehamilan yang
lebih besar.7,10
Konselig Genetik
Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah kawin
tetapi belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan informasi dan nasehat
tentang keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak. Seorang konselor harus dapat
menyampaikan informasi sebanyak dan selengkap mungkin ada pada keluarga yang
dikonseling (klien). Informasi itu menyangkut 3 hal pokok, yaitu: Tentang penyakit
thalassemia itu sendiri, bagaimana cara penurunannya, dan masalah masalah yang akan
dihadapi oleh seorang penderita thalassemia. Konselor juga terlebih dahulu harus
mengumpulkan data medis dari kliennya terutama riwayat keluarga sang klien sebelum
memulai konseling, agar informasi yang disampaikan tepat dan bersifat khusus untuk
pasangan tersebut. Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh
sang klien dan membiarkan mereka yang membuat keputusan sendiri sehubungan dengan
tindakan yang akan dilakukan. Seorang konselor tidak selayaknya memberikan jalan keluar
yang kira kira tidak mungkin terjangkau atau dapat dilakukan oleh sang klien. Membantu
mereka agar keputusan yang telah diambil dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.7
Secara umum sasaran konseling genetik adalah pasangan pranikah, terutama yang
berasal dari populasi atau etnik yang berpotensial tinggi menderita thalassemia, atau kepada
mereka yang mempunyai anggota keluarga yang berpenyakit thalassemia. Kepada pasangan
tersebut perlu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan indeks hematologis (full blood
count) terlebih dahulu sebelum menikah untuk memastikan apakah mereka mengemban cacat
genetic thalassemia. Pada pasangan yang menderita talasemia yang sudah terlanjur menikah
perlu dijelaskan semua resika resiko yang mungkin terjadi dan informasi lain untuk membuat
pasangan tersebut memiliki wawasan tentang hal yang mungkin terjadi. Salah satu yang
penting dijelaskan adalah kemungkinan terjadinya talasemia pada keturunan mereka. Seperti
pada kasus, Jika kedua orangtua mendetita talasemia alfa minor (--/αα) maka resiko memiliki
anak dengan HB Barts Hydrop fetalis adalah 25%, talasemia minor 50%, dan normal 25%.
Pada diagnosis prenatal bisa ditemukan hepatosplenomegali, cardiomegali, plasenta edema,
asites, oligohidramnion, dan lain-lain pada talasemia alfa. Selain itu juga perlu dijelaskan
bahwa sepasang pasangan hamil yang berisiko penurunan sifat genetik tinggi mungkin perlu
membuat keputusan tentang diagnosis prenatal, yang dimana akan berefek kepada psikososial
yang diberikan. Dampak psikososial yang timbul ialah rasa bersalah. Meskipun dalam
kebanyakan situasi orang yang mengekspresikan rasa bersalah ternyata tidak berperan dalam
penurunan sifat genetik tersebut, tetapi merupakan salah satu hal penting untuk membiarkan
dia untuk mengekspresikan ini dan konselor mengingatkan bahwa apa yang dia rasakan
adalah reaksi manusia normal terhadap keadaan tersebut.7

Kesimpulan
Berdasarkan semua yang telah dijabarkan diatas, maka kemungkinan besar keturunan
yang selama ini dihasilkan namun meninggal dikarenakan, kedua orang tua merupakan
penderita talasemia alfa minor yang memiliki kemungkinan terjadinya hydrops fetalis.
Talasemia merupakan kelainan sintesis rantai globin yang diturunkan secara autosomal
resesif. Secara klinis dibedakan antara talasemia mayor dan minor. Talasemia mayor sangat
tergantung pada transfusi atau pada Hb Barts biasanya tidak bertahan lama setelah kelahiran
dan talasemia minor (karier) biasa tanpa gejala atau bergejala ringan. Konseling genetic pada
pasangan ini juga perlu dijelaskan risiko penurunan sifat sehingga mereka berdua bisa
memutuskan apa yang harus dilakukan berikutnya mengingat anak berikutnya bisa memiliki
kemungkinan menderita seperti 2 anak sebelumnya.

Daftar Pustaka
1. Conroy ML, Davis KR, Embree JL, Madara B, Magaletto P, Roach RR, et al. Atlas of
pathophysiology. 3rd Edition. Philadelphia: Lippincot, Williams,& Wilkins;2015.p.22-4.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi 1. Surabaya: Erlangga;
2007.h.7-23.
3. Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi 11.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.98-9.
4. Ratna DP. Kehamilan dengan Infeksi TORCH. Jurnal kedokteran Lampung. 2019;3(1).
5. Joyce Poole, International Blood, and Group Reference, ‘Blood Group Incompatibility’,
2010.
6. Fahryl N, Perdani RR. Hidrops Fetalis. Jurnal Majority. 2020 Jul 2;9(1):24-8.
7. Regar J. Aspek genetik talasemia. J Biomed. 2009 Nov 3;1(3):151-8.
8. Wiradnyana .Skrining dan diagnosis thalsemia dalam kehamilan. Denpasar:Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana;2013.

9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing; 2009.h.1379-93.

10. Sullivan A, Kean L, Cryser A.Panduan pemeriksaan antenatal.Jakarta: EGC;2013.h.90-


1

Anda mungkin juga menyukai