Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Daun dewa (Gynura pseudochina (Lour.) DC) menurut K. Heyne


merupakan tanaman yang berasal dari Birma dan Cina. Kemudian, tanaman ini
menyebar ke daerah lain. Sekarang daun dewa banyak menyebar di Pulau Jawa,
bahkan sudah sampai ke Sumatera. Daun dewa cepat penyebaranya karena sudah
terkenal sebagai obat bisul, yaitu lima lembar daun dewa yang telah di cuci lalu di
tumbuk sampai lumat, kemudian ditempelkan pada bisul. Di daerah Jawa Barat,
tanaman ini sering dimakan sebagai lalapan. Karena manfaatnya tersebut,
sekarang sudah ada petani di Jawa Barat yang menanam secara intensif kurang
dari 0,5 hektar (Winarto, 2005).

A. Karakteristik dan Morfologi Daun dewa


Berdasarkan hasil identifikasi tumbuhan diketahui bahwa daun dewa
dapat diklasifikasikan sebagi berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae (Compositae)
Marga : Gynura
Jenis : Gynura pseudochina (daun dewa)
Nama umum : Daun dewa
(Suharmiati dan Maryani, 2003).
Secara morfologi, ciri daun dewa baik secara makroskopik maupun
mikroskopik adalah sebagai berikut :
1) Secara makroskopik
Daun dewa termasuk terna dengan ketinggian 30 - 45 cm dan
tumbuh tegak. Batang daun dewa pendek, lunak, berbentuk segilima,
penampangnya lonjong, berambut halus dan berwarna ungu kehijauan.
Daunnya termasuk tunggal, tersebar mengelilingi batang, bertangkai
pendek, berbentuk bulat lonjong, berdaging, berbulu halus, berujung
lancip, tepi bertoreh, pangkal meruncing, pertulangan menyirip dan
berwarna hijau. Panjang daun sekitar 20 cm dan lebar 10 cm. Bunga daun
dewa termasuk bunga majemuk yang tumbuh diujung batang, berbentuk
bongkol, berbulu, kelopak hijau berbentuk cawan, benang sari berwarna
kuning, dan berbentuk jarum. Biji daun ini berbentuk jarum dengan
panjang sekitar 0,5 cm dan berwarna cokelat. Akarnya merupakan akar
serabut, berwarna kuning muda serta berbentuk umbi, yang berfungsi
sebagai cadangan makanan (Syukur, 2005).
2) Secara mikroskopik
Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk daun dewa
menunjukkan bahwa serbuk daun dewa memiliki warna hijau, rambut
penutup yang banyak, jernih terdiri dari 5 – 11 sel, tidak ada rambut
kelenjar. Fragmen epidermis atas (bagian jaringan paling luar pada batang
yang biasanya satu lapis) berbentuk poligonal (banyak sudut) dengan
dinding sel agak berkelok. Fragmen epidermis bawah dengan sel lebih
berkelok (Winarto, 2005).
Dari pemeriksaan anatomi akar, terlihat berkas pengangkutan tipe
radikal (akar lembaga yang tumbuh terus menjadi akar tunggang).
Batangnya tipe kolateral atau berkas pembuluh angkut xylem berhadapan
dengan floem, sedangkan daunnya tipe bikolateral (Winarto, 2005).

B. Kandungan dan Kegunaan


Tanaman daun dewa berasa manis atau tawar. Tanaman ini memiliki
sifat khas ; mendinginkan, membersihkan darah, dan sedikit mengandung
racun. Dalam tanaman daun dewa terdapat bermacam-macam zat kimia yang
berkhasiat obat, antara lain alkaloid, saponin (sejenis glikosid), minyak atsiri,
tanin, dan flavonoid. Tumbuhan ini bersifat antikoagulan (mencairkan bekuan
darah), menstimulasi sirkulasi, menghentikan perdarahan, menghilangkan
panas, dan membersihkan racun (Priadi, 2004).
Tanaman daun dewa mengandung berbagai unsur kimia, antara lain
saponin, flavonoid, minyak atsiri, dan antikoagulan. Tak heran jika ia punya
segudang khasiat. Salah satunya adalah untuk mengatasi stroke. Sediakan 30
gram umbi daun dewa, cuci bersih, lalu keringanginkan. Tumbuk sampai
halus. Ambil 1 sendok teh bubuk umbi daun dewa, lalu campur dengan 5 butir
biji ginko. Seduhlah dalam segelas air, tambahkan sedikit madu. Silakan
diminum. Atau, ambil 1 sendok makan bubuk umbi dewa, campur dengan 10
butir biji ginko kering yang telah ditumbuk, lantas masukkan ke dalam kapsul.
Kapsul pun siap diminum. Lakukan teratur selama 1-2 bulan.
Selain stroke, daun dan umbi tanaman daun dewa juga memiliki khasiat
sebagai oabat reumatik (Endang, 2005).
Daun dewa atau Gynura pseudochina (Lour.) DC merupakan tanaman
obat yang mempunyai beberapa khasiat penting, sehingga berpotensi untuk
dikembangkan. Kandungan tanaman ini antara lain minyak atsiri dan
flavonoid (Siswoyo et al. 1994). Bagian tanaman yang biasa digunakan untuk
bahan baku obat adalah daun dan umbinya. Manfaat yang penting pada saat ini
adalah sebagai obat antikanker, penurun panas, obat penyakit kulit, dan
penurun kadar gula dalam darah (Rostiana et al. 1991). Tanaman ini dikenal
pula dengan nama ngokilo (Jawa) dan beluntas cina (Sumatera)
(Endang, 2005).
Mengingat kegunaannya maka daun dewa termasuk dalam kategori
tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan sehingga beberapa aspek
penting seperti perbanyakan, budidaya, kandungan kimia serta uji farmakologi
sampai penyimpanan perlu diteliti (Endang, 2005).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tiga mahasiswa Fakultas
Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta berhasil membuktikan
secara ilmiah bahwa tanaman daun dewa dapat digunakan sebagai
antidiabetes. Bahkan berdasarkan informasi terakhir, daun dewa dapat
digunakan sebagai obat kanker. Orang cina menggunakan daun dewa sebagai
obat penyakit ginjal. Dalam trubus edisi oktober 1988, ditulis pengalaman
seorang pedagang di Pasar Minggu yang menderita uci-uci (tumor didekat
permukaan kulit), yang sembuh setelah mengkonsumsi 3-4 lembar daun dewa
sebagai lalapan setiap hari. Dalam literatur lain juga disebutkan bahwa daun
tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit ginjal.
Namun, jenis penyakit ginjal yang dimaksudkan tidak dijelaskan secara pasti
(Gustiana, 2001).
Seluruh bagian tanaman maupun umbi, baik yang masih segar ataupun
yang sudah dikeringkan dapat dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai
macam penyakit. Daun tanaman ini berkhasiat sebagai antikaker, menurunkan
kolesterol dan hipertensis, melancarkan sirkulasi darah, menyembuhkan batu
ginjal, mengatasi haid tidak teratur, haid sakit, reumatik, nyeri sendi,
mencegah dan mengatasi penyakit jantung, radang saluran nafas, dan
pembengkakan payudara, menghentikan perdarahan (batuk darah, muntah
darah, mimisan, dan luka terpukul serta menyembuhkan bengkak, memar, luka
bakar atau luka akibat digigit hewan. Umbi tanaman dapat digunakan untuk
mengatasi pembekuan darah, stroke, dan perdarahan setelah melahirkan,
mencegah dan mengatasi penyakit jantung, menambah tinggi badan, serta
mengatasi nyeri perut, masuk angin, dan patah tulang (Priadi, 2001).

C. Syarat Tumbuh
Keberhasilan penyebaran daun dewa sangat didukung oleh lingkungan
tumbuh yang sesuai. Untuk mengembangbiakkannya, diperlukan pengetahuan
mengenai lingkungan yang cocok sehingga upaya tersebut berhasil. Syarat
tumbuh daun dewa dalam pertumbuhan dan perkembangannya adalah sebagai
berikut :
1) Kondisi iklim
Daun dewa tumbuh dan berkembang dengan baik pada ketinggian
sekitar ± 1.200 meter dpl. Ketinggian tempat berhubungan erat dengan
keadaan iklim daerah setempat yang akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan daun dewa. Tanaman daun dewa sangat ideal
dibudidayakan di daerah dengan curah hujan kurang lebih 1.500-3.500
mm/tahun dengan suhu berkisar 70-90% dengan penyinaran agak tinggi.
2) Jenis tanah
Penanaman daun dewa secara intensif memang membutuhkan
perhatian yang serius guna mendapatkan hasil yang optimal. Salah satu
hal terpenting dalam usaha budidaya daun dewa yaitu pemilihan tanah
atau lokasi. Tanah yang ideal sebagai tempat budidaya tanaman daun
dewa adalah tanah yang gembur, cukup bahan organik dan unsur hara
lainnya, subur, drenase dan aerasi cukup baik serta pengairan yang baik.
Jenis tanah podsolik-merah kuning dan regosol masih dapat
digunakan sebagai media lahan budidaya tanaman daun dewa. Namun,
dalam pelaksaannya membutuhkan biaya yang cukup besar dan
perhatiaan yang sangat intensif. Hal ini di karenakan pada jenis tanah ini
umumnya sangat miskin unsur hara sehingga dibutuhkan tambahan
unsur, baik dalam bentuk pupuk organik maupun anorganik.
Penelitian tentang jenis tanah yang ideal untuk daun dewa terus
dilakukan. Akan tetapi, pengalaman menunjukkan daun dewa sangat
cocok untuk dikembangkan dilahan mempunyai jenis tanah aluvial dan
andosol. Walaupun demikian, pemberian pupuk kandang mutlak
diperlukan uantuk mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman.
Daun dewa tumbuh optimal pada tanah denga kadar pH yang netral
(6-7). Pada tingkat kondisi pH tanah netral, proses pertukaran kation
dalam tanah akan berjalan dengan baik sehingga keberadaan unsur-unsur
hara dalam tanah dapat tersedia dan dapat diserap secara maksimal.
Tekstur tanah yang baik untuk budidaya tanaman daun dewa adalah
jenis tekstur lempung berpasir dan lempung liat berpasir. Tanah yang
memiliki liat yang tinggi tidak cocok untuk budidaya daun dewa. Selain
tanah tersebut sulit ditembus oleh perakaran, air pun mudah tergenang
sehingga dapat menyebabkan terjadinya pembusukan pada akar dan umbi
tanaman.
(Winarto, 2005).
Tanaman ini tumbuh baik di daerah yang memiliki iklim sedang
sampai basah, dengan curah hujan antara 1.500-3.500 mm/tahun, dan kondisi
tanah yang agak lembap sampai lembap serta subur. Tanaman ini menyukai
daerah yang tidak terlalu terbuka, paling miliki naungan 25 %, sehingga dapat
ditumpangsarikan bersama tanaman lain yang diperkirakan tidak mengganggu
pertumbuhannya. Namun, dari beberapa penelitian, pada areal yang terbuka
tanaman ini menunjukkan hasil yang baik ( , 2002).
Hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk pertanian cocok bagi
budidaya tanaman daun dewa. Namun, untuk mendapatkan pertumbuhan dan
hasil yang baik dan optimal, tanaman daun dewa idealnya ditanam pada lahan
yang gembur dan subur, banyak mengandung bahan organik (humus), dan
memiliki kondisi pH 6-7. Tanah yang cenderung liat sebaiknya dihindari
karena akan menghambat pertumbuhan tanaman dan umbi. Jenis tanah regosol
dan andosol sangat cocok untuk budidaya tanaman daun dewa ( , 2002).
Tanaman daun dewa memerlukan intensitas sinar matahari yang cukup,
demikian juga sirkulasi udara dan drainase harus baik. Terjadinya genangan
air (becek) harus dihindari karena akan menyebabkan gangguan pada proses
metabolisme (fisiologis) pertumbuhan tanaman daun dewa. Gejala yang
mudah diamati adalah daun akan berwarna kuning, layu dan mati. Bila
tanaman dicabut maka akan terlihat bahwa umbi tanaman membusuk,
berwarna kuning kecoklatan. Sebaliknya, di tanah yang terlalu kering
(kekurangan air), pertumbuhan tanaman akan terhambat sehingga tanaman
akan kerdil dan merana. Gejala yang tampak adalah daun berukuran kecil-
kecil, agak tebal, dan tumbuh tidak melebar tetapi mengatup ke atas.
Demikian pula, di tanah-tanah yang kurang subur (kekurangan humus),
tanaman daun dewa tumbuh kurus, daun dewa berukuran kecil-kecil,
membulat, serta umbi tanaman kecil dan berwarna lebih tua dibandingkan
dengan umbi dari tanaman yang subur (Priadi, 2004).
D. Teknik Budidaya
Budidaya tanaman daun dewa (Gynura pseudochina (Lour.) DC.), ada
beberapa tahap yang harus dilakukan. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Lokasi Tumbuh
Daun dewa dapat tumbuh pada daratan rendah sampai ketinggian
1.200 m dpl (dari permukaan air laut). Di dataran tinggi, daun dewa bisa
berbunga dengan warna kuning, tetapi jika ditanam di dataran rendah
jarang yang berbunga. Sementara itu, tanaman tersebut dapat tumbuh di
daerah yang beriklim sedang sampai basah dengan curah hujan antara
1.500-3.500 mm/tahun dengan tanah yang agak lembap sampai lembap
dan subur.
2) Penyiapan Lahan
Pada lahan penanaman yang telah disiapkan dibuat bedengan-
bedengan selebar 2 m dengan panjang disesuaikan lahan. Pada bedengan
tersebut dibuat lubang tanam dengan ukuran sekitar 20 cm x 20 cm x 20
cm.
3) Pembibitan
Perbanyakan daun dewa dapat dilakukan dengan menggunakan
setek cabang skunder, umbi, atau tunas anakan. Dengan menggunakan
media tanam yaitu campuran antara tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 70 : 30 atau 50 : 50.
4) Penanaman
Penanaman daun dewa dapat dilakukan dengan cara :
a. Umbi tanaman bisa langsung ditanam. Dalam beberapa hari, di atas
umbi akan tumbuh anakan.
b. Jika tingginya sudah mencapai 15–20 cm, anakan biasa dipisahkan
dari umbinya, selanjutnya anakan tanpa akar tersebut dapat ditanam
kembali.
c. Jika tanaman sudah tua, dari atas tanaman timbul tangkai-tangkai
anakan. Jika tingginya sudah mencapai 15 cm, dipotong dan ditanam
kembali.
5) Pemupukan
Pemupukan sebaiknya menggunakan pupuk organik berupa pupuk
kandang atau kompos. Pupuk diberikan 3-7 hari sebelum penanaman
dengan cara diaduk dengan tanah di dalam lubang tanam.
6) Perawatan Tanaman
Perawatan yang paling penting pada tanaman daun dewa adalah
penyiraman dan penyiangan atau pemberantasan rumput-rumput dan
tumbuhan panjang (gulma) harus dilakukan secara rutin. Penyiangan
dapat dilakukan secara manual, yakni dicabut dengan menggunakan
tangan.
7) Penanggulangan Hama dan Penyakit
Hama yang menyerang daun dewa adalah ulat jengkal (Nyctemera
coleta) dan kumbang Psylliodes sp. Ulat jengkal memakan habis daun
yang tersisa hanya tulang daun. Sementara itu, serangan kumbang
mengakibatkan daun menjadi lubang-lubang. Untuk mengurangi
serangan hama tersebut dapat dilakukan pemangkasan daun-daun yang
rusak, berlubang-lubang, dan daun yang menyentuh tanah. Jika terjadi
ledakan hama, perlu digunakan insektisida sintetis, seperti Dikhlorvos
atau Fentrotion dengan dosis 1 ml per liter sebanyak 4-5 helai ke arah
pucuk.
8) Panen
Panen pertama dapat dilakukan saat tanaman berumur sekitar 4
bulan. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik atau memangkas daun
sebanyak 4-5 helai daun ke arah puncak. Di batang bekas pangkasan akan
tumbuh tunas-tunas baru yang dapat dipanen kembali secara bertahap.
(Suharmiati dan Maryani, 2003).
Tanaman daun dewa akan tumbuh dengan baik jika tempat penanaman
ternaungi sekitar 25 %. Naungan yang terlalu tinggi dan terlalu rapat akan
menyebabkan timbulnya embun tepung yang menutupi permukaan daun,
dengan gejala yang terlihat adanya warna hitam (Priadi, 2004).
Penanaman daun dewa paling baik dilakukan pada awal musim hujan.
Namun, pengalaman beberapa petani di beberapa daerah menunjukkan bahwa
ternyata penamanan yang paling cocok adalah pada saat akhir musim hujan,
terutama di daerah-daerah yang memiliki kelembapan tinggi dan air tanah
cukup memadai (Priadi, 2004).
Pemupukan yang tepat akan meningkatkan jumlah daun, cabang, dan
bobot umbi. Sebagai pupuk dasar, dapat digunakan pupuk kandang atau pupuk
kompos dengan dosis 0,3-0,5 kg/lubang tanam atau setara dengan 15-20
ton/ha. Pupuk diberikan 3-7 hari sebelum penanaman, diaduk dengan tanah di
dalam lubang tanam. Pemupukan selanjutnya dapat dilakukan dengan
menggunakan pupuk daun, terutama bila tanaman tampak kekurangan unsur
hara. Dosis dan waktu pemberian pupuk daun disesuaikan dengan
rekomendasi dari jenis pupuk yang digunakan (Priadi, 2004).
Dalam penanaman tanaman obat, hal-hal yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut ;
1) Pengolahan tanah. Tanah harus dicangkul dengan kedalaman yang cukup
sekitar lapisan tanah permukaannya (top soils), kemudian dibersihkan dari
tanaman-tanaman penganggu, sisa-sisa tanaman-tanaman guna dapat
dijadikan pupuk hijau. Pemupukan dengan pupuk kandang adalah lebih
baik. Selanjutnya di bentuk larikan-larikan atau lubang-lubang tanaman
bagi tanaman yang pertumbuhannya besar. Biarkanlah lahan itu untuk
sementara waktu.
2) Jenis tanaman obat yang dipilih haruslah dari jenis yang dikehendaki
(unggul) dan cocok dengan keadaan lahannya, biasannya dilakukan seleksi
bibit yang ada atau tersedia yang merupakan hasil penyemaian sendiri atau
hasil penukaran dikebun bibit.
3) Pemindahan bibit tanaman harus dengan baik dengan mengingat
persyaratan yang perlu diperhatikan, misalnya pemberian perlindung,
pemberian sarana perambatan bagi tanaman yang merambat.
4) Penyiangan dilakukan 2x sehari sampai bibit tanaman itu tampak tumbuh
dengan baik dan kuat, selanjutnya dilakukan 1 kali sehari dimana masih
diperlukan.
5) Penyiangan tanaman-tanaman liar perlu dilakukan agar tidak menganggu
pertumbuhan tanaman yang sedang dipelihara, demikian pula
pemberantasan hama dan penyakit tanaman.
(Kartosapoetra, 1992).
Perbanyakan tanaman daun dewa dapat dilakukan melalui tiga cara
yaitu :
1) Perbanyakan dengan cara setek batang.
Tahap-tahap perbanyakan ini adalah :
 Mula-mula, dipilih batang tanaman yang tidak terlalu tua ataupun
terlalu muda, yang memiliki ketinggian lebih kurang 10-12 cm.
 Batang tersebut dipotong dengan pisau atau gunting yang tajam dan
steril/bersih.
 Pangkal setek dipotong dengan kemiringan 45º agar daerah tumbuh
perakaran menjadi lebih luas dengan pangkal, dibuang. Untuk
mempercepat pertumbuhan akar dapat digunakan ZPT.
 Setek ditanam di persemaian sementara atau di dalam polibag dengan
cara dibenamkan sepertiga bagiannya ke dalam media tanam. Media
tanam untuk persemaian terdiri atas campuran tanah dan pupuk
kandang atau kompos dengan perbandingan (70-50%) : (30-50%).
 Pesemaian harus disiram setiap hari. Pemeliharaan pesemaian
berlangsung sekitar satu bulan. Setek juga dapat langsung ditanam di
areal produksi.
2) Perbanyakan dengan tunas akar.
Perbanyakan tanaman daun dewa dengan tunas akar dapat
dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikut :
 Disiapkan lahan pembibitan (dapat berupa bedengan) dengan ukuran
2 m x 5 m (menyesuaikan dengan kebutuhan bibit).
 Dipilih umbi daun dewa yang memiliki kenampakan baik dan masih
segar, tidak terserang jamur, dan memiliki prospek tunas cukup
banyak.
 Umbi tersebut disemaikan dengan jarak tanam 10 cm x 10 cm.
 Anakan/tunas yang tumbuh dicabut atau dipisahkan (dengan ataupun
tanpa akar) dengan menggunakan alat bantu berupa pisau atau
gunting. Penanaman tunas dilakukan dengan cara seperti penanaman
setek batang. Tunas yang ditanam harus sudah memiliki daun yang
telah terbuka secara sempurna.
3) Perbanyakan dengan umbi.
Penanaman tanaman daun dewa dengan menggunakan umbinya
secara langsung dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
 Dipilih umbi daun dewa yang memilki kenampakan baik dan masih
segar, tidak terserang jamur, serta memiliki prospek tunas yang cukup
banyak.
 Umbi tersebut disemaikan hingga tunas-tunas tumbuh (bermunculan),
atau dapat langsung ditanam di lahan produksi.
 Umbi yang telah bertunas dipindahkan ke lahan yang telah disiapkan,
setiap lubang tanam yang sudah dibuat cukup ditanami satu tunas
saja. Jika tidak menggunakan lubang tanam, dapat menggunakan
larikan-larikan memanjang searah dengan arah bedengan.
( , 2002).

E. Penanganan Pascapanen
Kegiatan panen dan penangan pascapanen harus dilakukan secara
benar dan hati-hati untuk menjaga kualitas hasil tetap baik hingga ke tangan
konsumen. Hampir semua bagian tanaman daun dewa berkhasiat obat, baik
batang, daun, maupun umbinya. Lazim digunakan dan sesuai dengan
permintaan pasar adalah daun dan umbinya. Keduanya dapat dipanen dan
dipasarkan dalam bentuk segar maupun kering (simplisia). Untuk itu,
dibutuhkan penanganan secara tepat, benar dan teliti (Priadi, 2004).
Penyediaan simplisia yang bermutu merupakan serangkaian kegiatan
mulai dari budidaya tanaman, pemanenan dan pengolahan lepas panen.
Sebelum ke pengelolaan pasca panen tanaman obat, perlu kiranya
ditambahkan kapan waktu yang tepat untuk melakukan panen suatu tanaman
obat (Katno, 2004).
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa
aktif dalam bagian tanaman yang dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat
bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang besar.
Disamping waktu panen yang dikaitkan adalah umur tanaman, yang perlu
diperhatikan pula saat panen dalam sehari (Katno, 2004).
Penanganan pasca panen daun, tanaman daun dewa dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Daun hasil panenan dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam wadah untuk
memudahkan pengangkutan ke tempat pengumpulan hasil sementara.
2) Daun dicuci agar terbebas dari kotoran yang menempel, kemudian
ditiriskan agar airnya terbuang.
3) Daun yang telah bersih diperam dengan menghamparkan diatas lantai yang
telah dialasi dengan anyaman bambu (kepang/gribig) dan dibiarkan selama
1-2 malam agar mengalami pelayuan dan fermentasi. Dalam proses ini
daun tidak boleh ditumpuk terlalu tebal karena akan mengahasilkan daun
kering agar berkualitas jelek dan tidak merata. Disamping itu,
kemungkinan terserang jamur pembusuk semakin besar.
4) Daun yang sudah dilayukan dijemur di bawah sinar matahari selama
sekitar 3 hari diperoleh produk daun kering mati.
5) Pengeringan dilakukan secara berulang-ulang sesuai dengan produksi daun
segar yang tersedia dan kapasitas alat pengeringan.
6) Selanjutnya, simplisia dimasukkan ke dalam karung-karung dan disimpan
di tempat kering dan telah dialasi dengan kayu atau bambu terlebih dahulu
agar bagian dasar karung tidak bersentuhan langsung dengan lantai. Agar
simplisia tidak terserang jamur yang menyebabkan daun kering lapuk.
7) Sebelum dijual, simplisia yang telah lama tersimpan dijemur kembali
untuk mengontrol kadar airnya serta manghilangkan jamur lapuk berwarna
putih.
( , 2002).
Penanganan pasca panen pada umbi tanaman daun dewa tidak berbeda
jauh dengan penanganan pasca panen yang diambil daunnya. Disini, umbi
harus dilakukan perendaman air panas dalam suhu sekitar 55º C-60º C selama
5-10 menit. Hal ini bertujuan agar warna asli rimpang tidak berubah ketika
dikeringkan dan juga agar terbebas dari pencemaran mikroorganisme yang
membahayakan, misalnya jamur dan bakteri pembusuk. Selain itu, juga
memperhatikan selama pengeringan. Biasanya pengeringan yang dilakukan
sampai kadar air mencapai 9%-10% (Priadi, 2004).
Pengelolaan pasca panen tanaman obat ditujukan untuk membuat
bahan tanaman obat menjadi simplisia yang siap dikonsumsi oleh masyarakat
umum, industri obat tradisional ataupun untuk tujuan eksport. Kegiatan yang
meliputi prosesing atau pengelolaan bahan sesaat setelah panen sampai tahap
penyimpanan dengan tujuan agar diperoleh simplisia yang berkualitas serta
tetap stabil selama dalam penyimpanan. Pengelolaan pacsa panen tersebut
meliputi tahap sebagai berikut :
1) Pengumpulan bahan baku
2) Sortasi basah
3) Pencucian
4) Penirisan
5) Pengubahan bentuk
6) Pengeringan
7) Sortasi kering
8) Pengepakan dan penyimpanan
(Katno, 2004).
Disadari bahwa dalam pengelolaan dan pengolahan simplisia nabati
masih terdapat kendala, di tingkat petani tanaman obat, industri obat
tradisional maupun eksportir simplisia. Banyak faktor yang berpengaruh
terhadap mutu simplisia, antara lain sumber bahan bakunya, cara panen serta
penanganan pasca panen. Dengan panen dan perlakuan pasca panen tanaman
obat yang tepat diharapkan dapat menjaga tingkat kebersihan bahan baku
simplisia, memperoleh simplisia bermutu serta tetap terjaga stabilitas
komposisinya (Katno, 2004).

Anda mungkin juga menyukai