Disusun Oleh :
Ulfa Titiswari Sugiardi
1102014271
Konsulen Pembimbing
dr. Evi Handayani, Sp. THT-KL
MEI 2019
BAB I
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. F
Umur : 61 tahun
Agama : Kristen
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sumur Pecung
Pekerjaan : Pensiunan Guru
Tanggal periksa : 30 April 2019
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 30 April 2019 di
Poli THT RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Serang.
Keluhan utama : Telinga tersumbat
Keluhan tambahan : Keluar cairan dari telinga, pendengaran berkurang
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RSUD DR. Dradjat Prawiranegara Serang dengan
keluhan telinga kiri terasa penuh dan tersumbat sejak ± 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan disertai nyeri hilang timbul pada telinga kiri
diikuti dengan keluarnya cairan tidak berbau, bening ke kuningan dari telinga
kiri. Selain itu pasien juga mengeluhkan pendengarannya menurun sejak
pertama kali merasakan sakit seperti ini.
Saat ini pasien sedang pilek disertai bersin-bersin setiap kali mencium
bau menyengat seperti parfum atau pengharum ruangan. Pasien juga akan
bersin jika ada debu. Setiap kali pasien bersin, pasien mengaku merasakan
ada udara yang turut keluar dari telinga kirinya.
Pasien mengaku memiliki alergi terhadap debu. Pasien mengaku
memiliki asma sejak masih kecil namun sudah berkurang frekuensi
kejadiannya. Tidak ada keluhan seperti batuk, demam, mual, muntah, telinga
berdenging, gangguan keseimbangan ataupun nyeri kepala.
Riwayat penyakit dahulu:
Sebelumnya sejak ±2 tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien
pernah mengalami batuk pilek berulang disertai kotoran telinga yang
jumlahnya banyak. ±6 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien merasakan
telinganya berdengung disertai keluar cairan berwarna kuning kental dari
telinga kiri. Saat pasien memeriksakan diri ke puskesmas terdekat, pasien
diminta untuk berobat ke poli THT karena gendang telinganya dikatakan
sudah berlubang.
Riwayat hipertensi (+) diabetes mellitus (-) alergi (+) sinusitis (-) hidung
tersumbat (-) asma (+)
Status generalis
Kepala : Normocephali
Mata : conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Leher : KGB tidak teraba membesar , Tiroid tidak teraba
membesar
Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan
Status lokalis
Telinga
Auric
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Bentuk telinga Normotia
Aurikula Kelainan kongenital - -
Peradangan - -
Massa - -
Nyeri tarik - -
Nyeri tekan tragus - -
Preaurikuler & Kelainan kongenital - -
retroaurikuler Peradangan - -
Massa - -
Edema - -
Sikatrik - -
Fistula - -
Pembesaran KGB - -
Nyeri tekan - -
Liang telinga Kelainan kongenital - -
luar Peradangan - -
Massa - -
Edema - -
Fistula - -
Kelainan kulit - -
Sekret - -
Serumen + +
Membran Kondisi Arah jam 5 Tidak dapat
timpani Cone of light dinilai
Garpu Tala
Tes Rinne Tes Weber Tes Swabach
(-) Lateralisasi ke kiri Memanjang
Kesimpulan: Pasien mengalami tuli konduktif
Hidung
Kavum Nasi
Pemeriksaan
Dextra Sinistra
Inspeksi
Bentuk Simetris kanan dan kiri
Sikatrik - -
Hematom - -
Racoon’s eye - -
Palpasi
Nyeri tekan sinus paranasal - -
Krepitasi - -
Massa - -
Rhinoscopy anterior
Cavum nasi Lapang Lapang
Mukosa cavum nasi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Sekret + +
Konka inferior Hipermis (-) Hipermis (+)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Konka media Hipermis (-) Hipermis (-)
Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Meatus inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Meatus media Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Massa (-) Massa (-)
Septum anterior Deviasi (-) Deviasi (-)
Rhinoscopy posterior
Nasofaring
Koana
Konka superior Tidak dapat dinilai karena
Konka media tertutup sekret
Kelenjar adenoid
Massa
Tenggorokan
Pemeriksaan Kondisi
Lidah Normal
Gusi Normal
Gigi berlubang Normal
Tonsil Normal, T1 – T1
V. DIAGNOSIS
Dx : Otitis Media Supuratif Kronik AS Tipe Aman
DD : Otitis Media Supuratif Kronik AS Tipe Bahaya
VI. TATALAKSANA
Non Farmakoterapi:
Hindari air masuk ke liang telinga
Hindari batuk pilek berulang
Farmakoterapi:
Hidrogen Peroxida tetes telinga 2 x 5tetes (AS)
Tarivid tetes telinga 2 x 5tetes (AS)
VII. PROGNOSIS
Gambar os malleus
b. Inkus (anvil/landasan)
Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus
brevis dan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus
membentuk sudut lebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5
mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus panjangnya 4,3 mm-5,5
mm.
Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju
antrum, prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju
ke bawah. Ujung prosesus longus membengkok kemedial merupakan
suatu prosesus yaitu prosesus lentikularis. Prosesus ini berhubungan
dengan kepala dari stapes.
Maleus dan inkus bekerja sebagai satu unit, memberikan respon
rotasi terhadap gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang
merupakan suatu garis antara ligamentum maleus anterior dan ligamentum
inkus pada ujung prosesus brevis. Gerakan-gerakan tersebut tetap
dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut
diubah menjadi gerakan seperti piston pada stapes melalui sendi
inkudostapedius.
Gambar 5. Os incus
c. Stapes (stirrup/pelana)
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti
sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri
dari kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki ( foot
plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum
anulare.
Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada
permukaan posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian
leher bawah yang lebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang
melengkung dari pada posterior.
Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya mempunyai
tepi superior yang melengkung, hampir lurus pada tepi posterior dan
melengkung di anterior dan ujung posterior. panjang foot plat e 3 mm dan
lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada fenestra vestibuli dimana ini melekat
pada tepi tulang dari kapsul labirin oleh ligamentum anulare Tinggi stapes
kira-kira 3,25 mm.
Gambar 6. Os stapes
2. Dua otot.
Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan
otot stapedius ( muskulus stapedius)
Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm
diatas tuba eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal tensor
timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga bagian tulang dan terbuka
kearah liang telinga sehingga disebut semikanal. Serabut -serabut otot
bergabung dan menjadi tendon pada ujung timpanisemikanal yang ditandai
oleh prosesus kohleoform. Prosesus ini membuat tendon tersebut
membelok kearah lateral kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada
bagian atas leher maleus. Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang
saraf kranial ke 5. kerja otot ini menyebabkan membran timpani tertarik
kearah dalam sehingga menjadi lebih tegang dan meningkatkan frekuensi
resonansi sistem penghantar suara serta melemahkan suara dengan
freksuensi rendah.
Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam
kanalnya didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios
kanal tersebut.
Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon stapedius yang
berinsersi pada apek posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh
salah satu cabang saraf kranial ke 7 yang timbul ketika saraf tersebut
melewati m. stapedius tersebut pada perputarannya yang kedua. Kerja
m.stapedius menarik stapes ke posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi
posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku, memperlemah transmisi
suara dan meningkatkan frekuensi resonansi tulang-tulang pendengaran.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang
pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat
campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses
patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai
kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai
tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai
tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30
db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke
telinga tengah.
Pada OMSK tipe bahaya biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang
dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.
Kolesteatoma
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi desuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma
bertambah besar.
Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johans Muller pada tahun
1838 karena disangka koolesteatoma merupakan suatu tumor, yang ternyata
bukan. Beberapa istilah lain yan diperkenalkan oleh para ahli antara lain adalah
keratoma (Schucknect), squamous epiteliosis (Birrel, 1958), kolesteatosis
(Bireel, 1959), epidermoid kolesteatoma (Friedman, 1959), kista epidermoid
(Ferlito, 1970), epidermosis (Sumarkin, 1988).
2. Pemberian antibiotika :
a. Antibiotika/antimikroba topikal
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika
topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan
secret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret
berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik
dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat
asam dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu
dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal.
Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk
OMSK aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun
dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Staphylococcus aureus
tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang
terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin
efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak
efektif melawan organisme gram positif. Seperti aminoglikosida yang lain,
Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negative. Tidak ada
satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid
tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga
akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan
gram negative kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan
kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga
yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan
menyebabkan ototoksik.
2.2.8 Komplikasi
DAFTAR PUSTAKA