Anda di halaman 1dari 37

Analisis Situasi

RENCANA AKSI NASIONAL


RESISTENSI ANTIMIKROBA 2020-2024

TIM PENULIS CIVAS


1. Latar Belakang Informasi
2. Komitmen Politik, Kebijakan Lingkungan dan
Evaluasi Program Terkini
3. Pengendalian AMR di Indonesia
4. Situasi AMR
5. Situasi Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan
Rencana Aksi Nasional AMR 2017-2019
1. Latar Belakang Informasi
1) Geografi
2) Demografi
3) Pemerintahan
4) Ekonomi
5) Pencapaian dan tantangan
Pembangunan Nasional
2. Komitmen Politik, Kebijakan
Lingkungan dan Evaluasi Program
Terkini
1) RPJMN dan Rencana Strategis Kementerian Terkait
2) Sistem Jaminan Kesehatan Nasional
3) Strategi Global dan Regional
4) Joint External Evaluation (JEE)
Strategi Global
Global Health Security Agenda (GHSA)
Global Action Plan (GAP) on Antimicrobial Resistance
UN High-Level Meeting on AMR
World Organisation for Animal (OIE)
Food and Agricultural Organization of the United Nations (FAO)
Codex Alimentarius
Interagency Connection Group (IACG)
Strategi Regional
Asia-Pasific Economic Coorporation (APEC)
ASEAN
3. Pengendalian AMR di Indonesia
1) Sejarah Pengendalian AMR di Indonesia
Pengendalian AMR Sebelum RAN 2017-2019
Penyusunan RAN 2017-2019
2) Organisasi dan Manajemen Pengendalian AMR
3) Penganggaran dan Regulasi untuk Pengendalian AMR (APBN, APBD?,
badan internasional)
4) Kemitraan (organisasi profesi, akademisi, sektor swasta, mitra
international, organisasi masyarakat di bidang kesehatan, kesehatan
hewan dan lingkungan, peternak dan media)
Bagan Koordinasi Lintas Sektoral
4. Situasi AMR
1) Situasi Resistensi Antimikroba di Kesehatan Manusia
 Program surveilans resistensi regional di 12 negara Asia Pasifik
(2011) menunjukkan tingkat resistensi antimikroba Indonesia
terhadap Extended-spectrum β-lactamase (ESBL) dan CARB-
R lebih tinggi. Indonesia memiliki tingkat resistensi E. coli
penghasil ESBL tertinggi dan resistensi Klebsiela penghasil
ESBL tertinggi
 Studi Kemenkes tentang Analisis Genetik AMR di Indonesia pada tahun 2002-2005, ESBL
teridentifikasi pertama kali di Surabaya. Beberapa organisme yang memproduksi
enzim ESBL yaitu E. coli, Klebsiella spp., Enterobacter, Proteus spp., dan lain-lain
 Survei di satu rumah sakit di Surabaya tahun 2005, menemukan prevalensi E. coli dan
Klebsiella klinis pembawa ESBL (CTM-X) masing-masing sebesar 20% dan 28%.
 Survei terhadap Staphylococcus aureus dilakukan di dua kota di pulau Jawa
(Semarang dan Surabaya) Tahun 2001-2002; prevalensi rendah S. aureus resisten
metisilin (MRSA).
 Pada 2007-2008, 24% pasien bedah dilakukan deteksi MRSA saat dipulangkan di tiga
rumah sakit pendidikan di Indonesia, hasilnya terdeteksi adanya S. aureus, 4,3%
diantaranya merupakan MRSA.
2) Situasi Resistensi Antimikroba pada Hewan
 Surveilans AMR di Jabodetabek, Kab. Bandung dan Kota Bandung
pada TPU broiler tahun 2018 menunjukkan E. coli dan Salmonella
resisten terhadap chloramphenicol,gentamicin, trimethoprim,
ciprofloxacin, tetracycline, ampicillin.
 Surveilans pada produk ternak oleh BPMSPH tahun:
2011: E.coli resisten terhadap tetracycline
2012: E.coli resisten terhadap enrofloxacin
2013: Salmonella terhadap erythromycin, enrofloxacin, nalidixic acid , dan
tetracycline
Situasi Resistensi Antimikroba pada Ikan
 Surveilans oleh KKP tahun 2016 pada ikan dan udang budidaya di
Aceh, Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Hasilnya:
 Aeromonas hydrophila, Vibrio parahaemoliticus, Edwardsiella tarda
resistensi terhadap oxytetracycline, enrofloxacin, dan tetracycline
 Vibrio harveyi resisten terhadap oxytetracycline
 Vibrio alginoliticus resisten terhadap enrofloxacin
3) Situasi Resistensi Antimikroba di Lingkungan
 Penelitian yang dilakukan di lingkungan RPH Bogor tahun 2016, untuk
mengetahui resistensi multidrug extended spectrum β-lactamase dan
AmpC (penghasil ESBL/AmpC) E. coli. Hasilnya E. coli penghasil
ESBL/AmpC menunjukkan adanya MDR terhadap setidaknya tiga kelas
antibiotik. Kejadian resistensi antibiotik tertinggi adalah terhadap
penisilin G dan streptomisin, diikuti oleh gentamisin, trimetoprim-
sulfametoksazol, tetrasiklin, ciprofloxacin, dan enrofloxacin.
5. Situasi Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan
Rencana Aksi Nasional AMR 2017-2019 AMR

Umum:
Sudah dilaksanakan secara terus-menerus terutama di sektor
kesehatan manusia, hewan dan ikan
Selain kementerian, sudah mulai diinisiasi oleh Organisasi
profesi, institusi pendidikan dan organisasi masyarakat.
Penyebaran informasi melalui berbagai media termasuk
media cetak, media elektronik, dan media sosial.
1) Peningkatan kesadaran dan edukasi di Indonesia
Kesehatan Manusia
• Workshop untuk meningkatkan kesadaran tentang AMR di RS (rujukan,
TNI/POLRI dan pendidikan), Puskesmas, Dinas Kesehatan dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan dan BPOM, Dinas Kesehatan Provinsi/Kab/Kota
• Workshop sejenis juga dilakukan oleh organisasi profesi (IAI, PAMKI, PERSI,
HISFARSI, PERDALIN, PATKLIN, PETRI, dll), RS, KARS, YOP, BARA, dll.
• Seminar, penyuluhan tentang AMR ke kelompok masyarakat
• Penyebaran informasi melalui media media cetak, media elektronik, dan
media sosial.
• Kuliah umum mahasiswa di lingkup rumpun ilmu kesehatan
Belum tercapai di Sektor Kesehatan:

• Studi KAP AMR belum menjadi prioritas.


• Belum dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan.
• Belum ada regulasi PPRA di layanan primer (puskesmas), bidan/perawat,
dan komunitas.
• Target penulisan: draft Analisa Situasi untuk tujuan ke depan.
• Situasi Indonesia; teknis resistensi; kebijakan, politik dan sistem.
• GAP, SDG, IACG, JEE dan CODEX, G20.
Kesehatan Hewan
• Peningkatan pemahaman di tingkat masyarakat dan peternak yang dengan
melibatkan organisasi profesi (AFKHI, PDHI, ASOHI, YOP, IMAKAHI, PPN, dll.)
• Seminar tentang peningkatan pemahaman di tingkat profesional yang bergerak di
bidang penjualan obat hewan.
• Workshop peningkatan pemahaman AMR pada pembudidaya ikan kerapu.
• Pelatihan AMR untuk tenaga teknis yang menangani penyakit ikan di UPT Ditjen
Budidaya.
• Kuliah umum mahasiswa dan tenaga pengajar kedokteran hewan di 11 Universitas
• Pelatihan pengawas obat hewan tingkat nasional
• Penyebaran informasi termasuk media cetak, media elektronik, dan media sosial.
Belum tercapai di Sektor Kesehatan Hewan:

• Analisa KAP dan data kajian ekonomi belum terselesaikan.


• Peningkatan kurikulum pada fasilitas vokasi (Paravet).
• Tidak ada parameter ukur dalam peningkatan kesadaran dan
pengetahuan.
Kesehatan Lingkungan
• Studi KAP dalam proses pengembangan kuesioner.

Belum tercapai di Kesehatan Lingkungan:


• Belum melakukan program pengendalian AMR secara formal
karena belum dilibatkan dalam NAP AMR 2017-2019.
2) Surveilans AMU-AMR dan Penelitian
Kesehatan Manusia
 Survei tentang AMR ‘ESBL tricycle’ melibatkan Kemenkes, Kementan
dan KLHK di 2 RS, 1 Pukesmas (PKM), 6 sungai, dan 6 pasar di Jakarta
Timur. KLHK: limbah sungai dan pasar, Kementan: pasar.
 Kajian AMR 2016 di 8 RS Rujukan Nasional dan Provinsi untuk mengetahui
prevalensi ESBL patogen dan MRSA kolonisasi.
 Kajian AMR 2017 di 8 RS Rujukan Nasional dan Provinsi untuk mengetahui
prevalensi MRSA patogen dan pola bakteri pada sampel darah dan
urin.
 Kajian AMU 2016 melibatkan 15 RS untuk kuantitas, 6 RS diantaranya
kualitas (14 RS Pemerintah Rujukan Nasional dan Provinsi, dan 1 RS
Swasta)
Kesehatan Manusia
 Kajian AMU 2017 melibatkan di 9 RS untuk mengetahui konsumsi
antibiotik (kualitas dan kuantitas).
 Monitoring peresepan antibiotik di Puskesmas di seluruh provinsi
(indikator ISPA Non-Pneumonia dan Diare Non-Spesifik).
 Indonesia sudah berpartisipasi dalam GLASS sejak 28 Januari 2019.
 NCC (Pusat Koordinasi Nasional), NRL (Laboratorium Rujukan Nasional)
dan sentinel site sudah ditunjuk oleh Kemenkes.
 Konsumsi antibiotik dimasyarakat disesuaikan dengan Formulatorium
Nasional.
Belum tercapai di Sektor Kesehatan:

Belum ada pedoman PPRA di Faskes Tingkat Pertama.


Pelaporan RS untuk akreditasi baru mencapai 10%.
Harmonisasi surveyor KARS perlu dievaluasi.
Montoring regulasi di RS.
Tidak semua faskes melaporkan penggunaan antibiotik.
Kesehatan Hewan
 Penguatan laboratorium BPMSPH sebagai laboratorium referensi untuk
pengujian AMR.
 Pilot surveilans AMR di unggas broiler di Jakarta, Bandung, Tangerang,
Bekasi dan Depok pada tahun 2017 oleh Balai Veteriner Subang.
 Surveilans AMR nasional dimulai sejak tahun 2018 dengan sentinel site 8
Regional BBV/BV dan Laboratorium referensi di BPMSPH.
 Pilot surveilans klinis pada unggas petelur dilaksanakan sejak akhir 2018
di Blitar dan Kendal oleh laboratorium yang terkait Balai Besar Veteriner
Wates
 Survei AMU di peternakan broiler tahun 2017 di Jawa Timur, Jawa Barat
dan Sulawesi Selatan, dan 2018 di Lampung, Jawa Tengah dan
Kalimantan Barat.
Kesehatan Hewan
 Surveilans dilakukan mulai tahun 2016 untuk mengetahui pola resistensi
pada Aeromonas hydrophila pada budidaya ikan air tawar dan Vibrio
sp pada budidaya ikan air laut dan payau.
 Survei AMU dilakukan mulai tahun 2017 pada komoditas ikan kerapu
dan tahun 2018 pada ikan payau, laut dan tawar.
 Keberadaan data konsumsi antibiotik hanya di ruminansia berdasarkan
i-SIKHNAS, sampai saat ini belum di analisa.
Belum tercapai di Sektor Kesehatan Hewan:

Belum ada lab networking.


Belum ada kegiatan penjaminan mutu hasil pengujian.
Belum semua perusahaan obat hewan yang mengirimkan
laporan penjualan obat.
Belum ada laporan data penggunaan antibiotik oleh
peternak.
Kesehatan Lingkungan
 Survei pada lingkungan terkait AMR belum dimulai. Ikut serta
dalam Tricycle ESBL di limbah RS, pasar dan sungai.

Belum tercapai di Kesehatan Lingkungan:


 Belum melakukan program pengendalian AMR secara
formal karena belum dilibatkan dalam NAP AMR 2017-2019.
3) Higiene, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Kesehatan Manusia
 Penerbitan regulasi Permenkes No. 27/2017 tentang Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
 Pembentukan Kelompok Kerja Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
 Workshop PPI RS tingkat dasar dan lanjutan pada 20 RS Rujukan regional
timur pada tahun 2018.
 Workshop PPI RS tingkat lanjut pada 21 RS Rujukan pada tahun 2018.
 Monitoring dan evaluasi 2 RS (RSUP Kandau Manado dan RSUD Haulusy,
Ambon).
Belum tercapai di Sektor Kesehatan:

• Sektor kesehatan belum ada angka HAI nasional, data kematian


akibat AMR dan belum ada survei mengenai biaya yang dikeluarkan
dalam kasus AMR.
Kesehatan Hewan
• Proses registrasi obat hewan (termasuk antimikroba) sudah berjalan baik.
• Monitoring peredaran obat hewan dilakukan oleh BBPMSOH didukung oleh
Dokter hewan Pengawas Obat Hewan di daerah
• Pengawasan rutin terpadu dilakukan bersama dengan BPOM setiap periodik
(setiap 2 bulan).
• Pengawasan pakan dilakukan 2 kali setahun.
Belum tercapai di Sektor Kesehatan Hewan:

• Penerapan biosekuriti di peternakan dan NKV di unit usaha produk


hewan belum maksimal.
• Belum ada audit terhadap penerapan program biosekuriti.
• Penerapan kurikulum higiene dan sanitasi terkini belum
sepenuhnya diimplementasikan.
• Penyusunan pedoman penggunaan antimikroba yang bijak dan
bertanggung jawab oleh dokter hewan dan tenaga paramedis di
peternakan semua spesies, hewan kesayangan, hewan kebun
binatang, dan hewan konservasi.
• Cakupan vaksinasi belum terukur.
Kesehatan Lingkungan
• Sektor lingkungan hanya dapat mendukung, karena tidak terlibat langsung
dalam tematik objek ini.

Belum tercapai di Sektor Kesehatan Lingkungan:


• Belum melakukan program pengendalian AMR secara formal karena belum
dilibatkan dalam NAP AMR 2017-2019.
4) Penatagunaan Antimikroba (Stewardship)
Kesehatan Manusia
 Permenkes No. 8/2015 mengenai ruang lingkup RS sudah ada, regulasi
di faskes primer sudah draft final.
 Revisi PPAB nasional sudah mendekati final, tetapi perlu 2 kali
pertemuan untuk evaluasi.
 Revisi Formularium Nasional 2019 masih berlanjut.
 Kolaborasi KPRA dan KARS untuk penilaian RS masih berlanjut.
 Pedoman PPRA di FKTP (faskes Tingkat Primer) masih sedang dievaluasi
oleh KARS
Kesehatan Manusia
 Implementasi ASP/PGA di RS masih dalam pembahasan draf dan uji
coba
 Implementasi AWARE (Access, Watch and Reserve) untuk
pengelompokan antibiotik masih dalam pembuatan draf
 Penerapan prinsip AWARE dalam formularium nasional (2019-2021) tapi
belum mengikuti format WHO

Belum tercapai di Sektor Kesehatan:


 Kurangnya regulasi tentang pedoman PRA di faskes tingkat primer.
 Belum masuk ke dalam kurikulum pendidikan terkait optimalisasi AMU.
 Pembuatan pedoman nasional dalam pengendalian AMR belum
tercapai yang bekerjasama dengan RISTEKDIKTI.
Kesehatan Hewan
 Data surveilans AMU sudah dapat dikumpulkan koleksi, data laporan
produksi dan pemasukan sudah ada.
 Data distribusi belum dapat dikoleksi.
 Penerbitan regulasi klasifikasi obat hewan termasuk aturan pelarangan
AGP (Permentan No. 14 Tahun 2017).
Belum tercapai di Sektor Kesehatan Hewan:

Belum ada pedoman standar pengobatan infeksi.


Belum ada program veterinary stewardship.
Pengembangan kebijakan penggunaan obat hewan
berbasis data terintegrasi dengan sektor kesehatan belum
berjalan.
Pedoman penggunaan obat hewan rasional belum ada.
Sistem pengawasan distribusi dan kepatuhan dalam
penggunaan antibiotik melalui peresepan oleh dokter hewan
belum optimal.
Kesehatan Lingkungan
 Sektor lingkungan hanya dapat mendukung, karena tidak terlibat
langsung dalam tematik objek ini.

Belum tercapai di Sektor Kesehatan Lingkungan:


 Belum melakukan program pengendalian AMR secara formal karena
belum dilibatkan dalam NAP AMR 2017-2019.
5) Tata Kelola AMR
• Kementerian Lembaga:
• Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian
Pertahanan, BPOM, LIPI, Balitbangkes, dan Kementerian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi (RISTEKDIKTI).
• Steering Committee Tingkat Tinggi Antar Kementerian
• NRL
• NCC/NSCC
• KPRA
• Dinas yang membidangi fungsinya di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai